Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173524 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuana Berliyanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S21953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kehakiman RI, 1984
340 IND h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
B. Maria Erna E.
"Dalam kondisi adanya tuduhan judicial corruption dalam lembaga peradilan karena kurang efektifnya sistem pengawasan intern maka digagaslah kegiatan pengawasan peradilan yang melibatkan langsung masyarakat dengan eksaminasi publik yang diprakarsai oleh organisasi non politik yang peduli terhadap peradilan di Indonesia antara lain Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Majelis Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), yang menguji hasil proses peradilan apakah secara materiil dan formil telah menerapkan hukum dengan benar apakah terjadi penyimpangan selama proses peradilan. Aparat penegak hukum dalam hal ini jaksa dan hakim mempunyai kemandirian dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana yang diatur dengan Undang Undang Kejaksaan dan Undang Undang Kehakiman.
Oleh karena itu eksaminasi publik yang dilakukan tidak dapat lepas dari kerangka kemandirian jaksa dan hakim. Eksaminasi publik terhadap perkara yang belum in kracht memang diharapkan ada legal impactnya yaitu menjadi masukan bagi peradilan dalam mengambil putusan, namun juga mempunyai sisi negatif yaitu dapat mengintervensi kemandirian jaksa dan hakim utamanya kemandirian secara personal dan dapat menjurus kepada contempt of court. Eksaminasi publik terhadap perkara yang telah inkracht mempunyai sasaran moral Impact yaitu agar aparat penegak hukum lebih hati-hati dalam melaksanakan tugasnya.
Kejaksaan dan Mahkamah Agung dalam menyikapi hasil eksaminasi publik hendaknya dapat mulai meninggalkan aliran positivis yang selalu menngedepankan adanya aturan yang mengaturnya, dan mulai beralih kepada aliran progresif yang lebih terbuka, mampu menjawab perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya serta mampu melayani masyarakat sehingga keberadaan eksaminasi publik dapat dipandang sebagai masukan positif dalam pelaksanaan tugasnya.

A view that alleged there is a corruption in judiciary, based an opinion of the lack of efficacy of internal supervision, certain NGO's such as Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Judiciary Watch Society (MaPPI) raised the idea of direct judiciary supervised by direct public participation using the public examination of judicial process whether it is proper or improper to the justice. Law enforcement, at this point Judges and Prosecutors, according the respective law has an independent authority.
Thus, public examination should consider the independency of judiciary. Public examination for the court decision in progress of appealing could have a legal impact in sense of public contribution in reviewing court decision, but on the other hand could interfere the judiciary independency also personally interfere to judge and prosecutor of such case and tend to so called contempt of court. Public examination for final and binding court decision aim to build of moral impact to law enforcement to work more correct and precise according to justice.
Attorney General's Office and Supreme Court, in sense of responding the conclusion of public examination, should abandon the rigid of positivism legal study and started to change into more open of progressive legal study in effort to be more responsive to changing of time and to changing in society so public examination could recognized as positive contribution from society.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Afandi
Bandung: Alumni, 1983
340.09 WAH h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Winda Sari
"Tulisan ini menganalisis dua rumusan masalah utama, yakni: kondisi existing sistem seleksi hakim konstitusi Indonesia ditinjau dari pengaturan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945; serta bagaimana proyeksi ideal seleksi hakim konstitusi kedepannya. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan ketiadaan standar baku seleksi menjadikan sistem seleksi hakim konstitusi tidak secara transparan, akuntabel dan partisipatif. Sehingga prosesnya akrab dengan nuansa politik yang berujung pada kondisi hakim yang tidak independen dan imparsial dalam menjalankan fungsinya (sebagaimana kecenderungan hakim dalam memutus perkara dan pelanggaran kode etik oleh hakim). Dikarenakan saat proses rekrutmen hakim dijadikan sebagai moemntum embaga pengusung untuk mengintervensi kekuasaan kehakiman, maka pembentukan panitia ad hoc menjadi pilihan ideal dalam merekrut hakim konstitusi. Selain mempertegas teori pemisahan kekuasaan dengan peran politik yang dibatasi, sistem rekrutmen akan berjalan dengan terbuka dan akuntabel. Sebagaimana dijalankan oleh negara komparasi yakni Afrika Selatan, Zambia, dan Ekuador. Ketiga negara tersebut, menrapkan sistem seleksi dengan lembaga khusus bernama Judicial Service Commission.

This paper analyzes two main problem as formulations, those are: the existing condition of Indonesian constitutional judge selection system in terms of the regulation of Article 24C of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia; and how the ideal projection of the contitutional judge’s selection in future. This study uses doctrinal research methods with a statutory and comparative state approach. The results shows that the absence of selection standards made the selection system of constitutional judges not transparent, accountable and participatory. So that the process is lead into political nuances which lead to the condition of judges who are not independent and impartial in carrying out their functions (as the tendency of judges in deciding cases and violations of the code of ethics by judges). Thus, when the recruitment process of judges is used as a momentum for the supporting institutions to intervene in judicial power, the formation of an ad hoc committee is the ideal choice in recruiting constitutional judges. In addition to reinforcing separation of powers with a limited political role’ theory, the recruitment system goes openly and accountably. As used by comparative countries as South Africa, Zambia and Ecuador. Those countries apply a selection system with a special institution called the Judicial Service Commission."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najwa Shihab
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S22083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Deni Firman Nur Hakim
"Studi sosiologis terhadap fenomena penegakan hukum meniscayakan penelaahannya pada faktor perilaku manusia, hal yang membedakannya dengan studi-studi yuridis-normatif. Pilihan inilah yang berupaya dikembangkan dalam mengkaji topik penegakan hukum di lembaga peradilan ini, khususnya dalam perkara korupsi. Berdasarkan studi yang dilakukan, tingginya persentasi putusan hakim yang menguntungkan terdakwa kasus korupsi bila diverifikasikan pada asal-usul sosial, pendidikan profesional, dan pergaulannya, ditemukan potensi sikap hakim yang mendukungnya untuk lebih empatik terhadap kelompok orang terpandang. Selain itu, hakim juga memiliki kecenderungan bersikap legalistis dalam menilai suatu perkara. Ketika situasi kepribadian ini dihadapkan dengan perkara korupsi yang mendudukkan orang-orang dari lapisan terpandang secara sosial-ekonomi bahkan politik sebagai terdakwa, menghasilkan suatu corak putusan yang cenderung menguntungkan posisi terdakwa tadi, yakni pembebasan dan pemidanaan tanpa perintah penahanan. Pembebasan mencerminkan sikap legalistis hakim dalam menilai suatu perkara. Salah satu alasan yang sering diungkapkan dalam konteks ini adalah fakta-fakta di persidangan belum cukup membuktikan terdakwa bersalah. Dengan demikian, terdakwa pun dibebaskan demi hukum. Sedangkan pemidanaan tanpa perintah penahanan mencerminkan sikap empatik hakim yang dikokohkan dengan sikap legalistiknya. Empatik, karena hakim dinilai cenderung tidak melihat dimensi lain si terpidana yang secara sosiologis adalah orang yang kuat, baik secara sosial, ekonomi, bahkan politik. Dari sisi ini, terpidana berpotensi besar untuk melepaskan diri dari jerat hukum dengan memanfatkan kekuatan-kekuatan yang ada pada dirinya tersebut. Dalam beberapa kasus korupsi yang ditangani pengadilan terdapat terpidana yang melarikan diri ke luar negeri meski sudah dilakukan pencekalan terhadapnya. Legalistik, karena pemidanaan dengan perintah penahanan memang tidak ada aturan yang secara imperatif mengharuskan pencantumannya dalam diktum putusan. Dengan pola putusan hakim yang cenderung menguntungkan posisi terdakwa korupsi tersebut ditambah lagi dengan kesan sebaliknya bila suatu kasus melibatkan terdakwa yang berasal dari "wong cilik", bisa berdampak pada kelamnya citra penegakan hukum di pengadilan di mata masyarakat luas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>