Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dodi Junaidi
"Jaminan merupakan suatu upaya untuk melindungi keberadaan modal kreditur di tangan debitur. Instrumen hukum jaminan yang ada selama ini dirasakan kurang memadai oleh para pelaku usaha. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sebagai perkembangan yang terakhir, telah diresmikan sebuah Undang-undang tentang Jaminan Fidusia (UU No. 42 tahun 1999). Salah satu yang penting dalam penjaminan fidusia ini adalah keberadaan benda jaminan fidusia di tangan debitur pemberi fidusia, dan hak milik atas benda tersebut beralih ketangan kreditur penerima fidusia. Hal yang demikian akan sangat merugikan penerima fidusia apabila terhadap benda jaminan fidusia tersebut di letakkan sita, baik sita jaminan maupun sita eksekusi, dalam suatu proses perkara perdata. Mekanisme pendaftaran fidusia yang melahirkan sebuah akta otentik berupa sertifikat jaminan fidusia, dapat digunakan oleh penerima fidusia untuk melakukan upaya hukum perlawanan terhadap kedua macam sita tersebut. Hal itu karena dengan pendaftaran maka lahirlah sebuah penjaminan fidusia dan beralihlah hak milik, yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan perlawanan. Peraturan mengenai upaya hukum perlawanan sampai saat ini masih menggunakan warisan pemerintah kolonial Belanda yang masih nanyak kelemahannya. Pengakuan terhadap pendaftaran fidusia yang kedua dan seterusnya tanpa adanya hak yang didahulukan juga merupakan hal yang sia-sia. Untuk itu demi kepastian hukum semata-mata maka harus segera dibentuk sebuah Hukum Acara Perdata Nasional yang didalamnya mengatur perihal tersebut. Juga segera direvisi Undang-undang Jaminan Fidusia berkaitan dengan pengakuan pendaftaran fidusia yang kedua dan seterusnya tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20450
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Kusyono
"Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan yang sebagian besar dari yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam yang dilakukan oleh pemberi pinjaman dan penerima pinjaman memerlukan perlindungan hukum melalui sebuah lembaga jaminan yang mampu memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik kepada pemberi pinjaman maupun penerima pin jaman. Dengan disahkannya rancangan Undang-undang oleh Presiden mengenai Jaminan Fidusia, maka terbentuklah undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia, secara komperhensif, memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap berada dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggung yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan keadilan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka jaminan fidusia ini mewajibkan adanya pendaftaran bagi benda yang akan dijaminkan dengan jaminan fidusia ini. Adanya pendaftaran Fidusia membuat jaminan ini menjadi dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan yang berkaitan dengan perikatan jaminan tersebut, dan untuk memenuhi asas spesialitas dan publisitas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20459
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, R. Patricia
"Pembiayaan pembangunan dewasa ini tidak lagi hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat, terutama dengan semakin meningkatnya pembangunan dalam menyambut era globalisasi. Para pelaku usaha di Indonesia harus mulai mempersiapkan usahanya dengan memperkuat basis usaha, salah satunya dengan memperbesar pembiayaan usaha. Dalam hal tersebut perusahaan akan meminjam dana dari bank dan atau lembaga pembiayaan lainnya. Perkembangan dunia investasi dan perdagangan Indonesia seperti diuraikan diatas tersebut menyebabkan hukum jaminan menempati kedudukan yang semakin penting. Kegiatan investasi dan perdagangan memerlukan pembiayaan. Pembiayaan tersebut antara lain diperoleh melalui kredit. Kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit memerlukan jaminan, karena pemberian kredit sering menimbulkan permasalahan bagi kreditur, jika pengembalian pinjaman dari debitur tidak sesuai perjanjian kredit. Masalah pengamanan jaminan kredit dari aspek hukum adalah sebagai tindakan preventif dalam pemberian kredit. Berkaitan dengan hal tersebut, Penulis melakukan kajian terhadap Hukum Jaminan dengan obyek benda jaminan yang merupakan benda bergerak tidak berwujud yaitu fidusia dan gadai. Obyek jaminan benda bergerak tidak berwujud yang akan dijadikan jaminan dalam hal ini adalah Saham. Dalam Gadai dan Fidusia terdapat Hak dan Kewajiban kepada Kreditur maupun Debitur. Terdapat beberapa hal yang menarik berkaitan dengan Gadai Saham dan Fidusia Saham dalam perkembangannya. Hal tersebut mengenai hak-hak yang melekat pada Saham yang pada prosesnya beralih kepada Kreditur, dalam hal ini Penerima Gadai Saham dan atau Fidusia Saham, apabila Saham tersebut digadaikan dan atau difidusiakan. Hak-hak yang melekat tersebut meliputi Hak untuk menerima pembayaran deviden atas saham-saham serta hak menerima hasil likuidasi perusahaan, Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yaitu hak menghadiri RUPS serta hak untuk mengeluarkan suara."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2004
S21123
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Abidin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S24459
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiansyah Hariwardana
"Seiring perkembangan jaman dalam masyarakat terdapat tuntutan akan kebutuhan yang semakin tinggi, dalam hal ini adalah berkaitan dengan bidang perekonomian, dimana sangat dirasakan penting hadirnya suatu lembaga jaminan yang menyangkut masalah perjanjian hutang-piutang atau permodalan guna memenuhi kebutuhan pacta masyarakat yang semakin meningkat. Yang diinginkan oleh masyarakat adalah adanya suatu lembaga jaminan yang dapat meringankan beban dalam masyarakat selain jaminan gadai dan hipotek yang dianggap masih memberikan beban yang besar bagi mereka. Pada akhirnya, seiring berjalannya waktu yang timbul dari suatu kebiasaan dan merupakan pengembangan dari lembaga jaminan hutang yang sudah ada, maka dipilihlah jaminan hutang dengan berdasarkan kepercayaan yang dikenal dengan sebutan Fidusia yang dipilih karena objek jaminan masih dapat dipergunakan oleh pihak Pemberi Fidusia (debitur) dimana benda yaNg dijadikan objek tersebut merupakan sarana untuk memperoleh pendapatan, yang akhir nya dengan yurisprudensi ditetapkan sebagai lembaga jaminan hutang yang sah. Tetapi terkadang pada masa tersebut banyak terjadi penyelewengan-penyelewengan yang pada umumnya membuat pihak Penerima Fidusia (Kreditur) dirugikan karena tidak adanya aturan berupa undang-undang khusus yang mengatur mengenai fidusia, sehingga sangat dirasakan kurangnya perlindungan dan jaminan bagi pihak-pihak yang melakukan Jaminan Fidusia. Menjawab tantangan jaman maka pada tanggal 30 September 1999 berlaku undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai Jaminan Fidusia yaitu Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Dengan berlakunya undang-undang tersebut diharapkan perlindungan dan jaminan hukum terhadap pelaku fidusia dapat terwujud dengan memberikan ketentuan-ketentuan yang jelas mengenai tata cara melakukan Jaminan Fidusia yang benar yang berbeda dengan apa yang sudah berlaku sebelumnya. Adapun perlindungan hukum yang diberikan adalah dengan diwajibkannya untuk melakukan Pendaftaran Jaminan Fidusia sehingga para pihak mendapat kejelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia tersebut, hal lain adalah masalah kepastian hukum dimana dengan dilakukannya pendaftaran maka jaminan fidusia tersebut mempunyai kekuatan esekutorial apabila pihak debitur cidera janji, Hal tersebut merupakan perkembangan hukum yang mendukung perkembangan ekonomi masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Arnold
"Penjaminan untuk pinjaman sudah layak dilakukan. Umumnya yang dijadikan jaminan atas pinjaman ini adalah benda-benda yang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan karena mempunyai nilai jual yang lebih tinggi disamping terhadap benda-benda tersebut peraturan tentang penjaminannya jelas. Perjanjian yang mengikat benda-benda tidak bergerak ini ditetapkan dengan adanya suatu Grosse Akta yang dibuat oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional. Adapun maksud dari Grosse Akta disini adalah suatu titel perjanjian yang dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional yang jaminannya adalah benda-benda tidak bergerak (sesuai dengan kesepakatan para pihak) yang apabila terjadi wanprestasi maka pihak yang mengikatkan diri dengan pemilik benda tidak bergerak tersebut dapat mengambil benda tidak bergerak tersebut menjadi miliknya tanpa menunggu adaitya suatu proses Peradilan, cukup dengan pendaftaran perjanjian tersebut dan memohon penetapan dari hakim kemudian Pengadilanlah yang akan melakukan eksekusi. Sedangkan untuk benda bergerak penggunaan Grosse Akta dalam perjanjian penjaminan masih kurang. Terhadap benda bergerak ini ada suatu perjanjian yang sering dikenal dan digunakan yaitu Fidusia. Fidusia berarti penjaminan dengan menggunakan benda bergerak (termasuk juga didalamnya benda tidak bergerak yang di dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek) dimana pemakaian benda bergerak yang dijadikan jaminan tersebut berada pada pihak yang memiliki benda bergerak tersebut. Karena penggunaan benda tersebut ada pada pemiliknya tidak pada pihak yang memberikan penjaman sekalipun, dalam hal ini, hak kepemilikan atas benda tersebut sudah berpindah kepada pihak yang memberikan pinjam maka saat eksekusi adalah saat yang sulit dibandingkan apabila dengan menggunakan Grosse Akta. yang memenuhi unsur-unsur peradilan yaitu murah dan cepat. Sekarang ini ada suatu Undang-undang yang akan mengatur Fidusia untuk benda-benda bergerak tersebut. Karenanya apabila disesuaikan dengan Undang-undang tersebut maka penggunaan Fidusia akan semakin terjamin keamanannya dengan adanya suatu Grosse Akta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21119
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukti Wiryana
"Penilaian suatu bank dalam memberikan persetujuan atas suatu permohonan kredit oleh nasabah debitur dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P yaitu Personality, Purpose, Prospect, Payment, dan Formula 5C yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Economy. Salah satu jaminan kebendaan yang diberikan oleh debitur guna memenuhi unsur Collateral adalah jaminan fidusia, yang pengaturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (?UUJF?). Pada saat debitur pemberi jaminan fidusia ingkar janji (wanprestasi) terhadap perjanjian kredit, bank selaku kreditur pemegang jaminan fidusia berhak melakukan upaya eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur sebagaimana diatur pada Bab V tentang Eksekusi Jaminan Fidusia dalam UUJF. Namun, eksekusi jaminan fidusia tersebut seringkali dihadapi dengan upaya perlawanan dari debitur pemberi jaminan fidusia (Partij Verzet) yang tidak berkehendak barang jaminan fidusia yang telah diberikannya dieksekusi, sehingga timbul permasalahan, yaitu apakah dasar hukum yang digunakan debitur dalam mengajukan perlawanan eksekusi jaminan fidusia telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan bagaimanakah akibat hukum perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia.
Skripsi ini berusaha menjelaskan alasan yang relevan bagi debitur untuk mengajukan perlawanan eksekusi terhadap eksekusi jaminan fidusia dan akibat hukum perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan type penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dianalisa secara kualitatif. Hasil dari penelitian akan memberikan gambaran mengenai perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur dikaitkan dengan ketentuan hukum acara perdata (Herzeine Indonesiche Reglement/HIR) dan UUJF. Perlawanan yang diajukan oleh debitur sebagai pihak tereksekusi (Partij Verzet) tidak mutlak menunda eksekusi. Penundaan eksekusi hanya dapat dilakukan atas dasar alasan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pembayaran tertunggaknya kepada kreditur atau debitur telah memenuhi seluruh kewajiban pembayarannya kepada kreditur.

A bank?s appraisal when approving an apllication for credit by a debtor is based on the 4P formula which is Personality, Purpose, Prospect, Payment, and the 5C Formula which is Character, Capacity, Capital, Collateral, and Condition of Economy. One of collateral form put up by the debtor to fulfill the Collateral element is the fiduciary guarantee which is regulated under Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee (?LoFG?). In the event that the debtor as the grantor of fiduciary guarantee collateral is in default of the credit agreement, the bank as the creditor is entitled to execute the fiduciary guarantee as regulated in Chapter V on Execution of Fiduciary Guarantee in the LoFG. However, such executions of fiduciary guarantees often face counter efforts from the debtor as the grantor of fiduciary guarantee collateral (Partij Verzet) who is against the execution, thereby raising the issue of whether the legal basis used by the debtor in counter measures against the execution on the fiduciary guarantee is in accordance with the stipulations of the prevailing laws, and what are the legal consequences of those measures.
This paper attempts to provide relevant explanations for the debtor to undertake counter execution measures on the fiduciary guarantee and the legal consequences of those measures. In writing this paper, the author uses a normative juridical study. The data used is a secondary data analyzed qualitatively. The result of the study will give an illustration on debtor?s counter measures against the fiduciary guarantee execution measures by the creditor in regards to the civil law (Herzeine Indonesiche Reglement / HIR) and the Law on Fiduciary Guarantee / LoFG. The counter measures taken by the debtor as the party facing the consequences of the execution (Partij Verzet) shall not delay the execution. Delay of execution shall only be permitted on the grounds that the debtor is able to fulfill its outstanding payment to the creditor or has fulfilled all its payment obligations to the creditor."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S24990
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina Deny C.
"Fidusia lahir dari kebutuhan masyarakat yang kemudian berkembang dan di akui dalam yurisprudensi. Konstruksi fidusia adalah penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitur kepada kreditur, sedangkan penguasaan fisik atas barang-barang itu tetap pada debitur (constitutum possesorium), dengan syarat bahwa bilamana debitur melunasi utangnya maka kreditur harus mengembalikan hak milik atas barang-barang itu kepada debitur. Perlindungan hukum terhadap penerima fidusia perlu dipikirkan karena pada praktek yang banyak terjadi adalah pihak kreditur sangat sulit untuk melakukan eksekusi terhadap barang jaminan fidusia secara optimal. Tidak di laksanakannya hak dana atau kewajiban salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak maka kedudukan Penerima Fidusia yang secara formal telah terlindungi oleh UUF menjadi lemah dan tidak dapat melaksanakan hak untuk memperoleh secara utuh pembayaran atas piutangnya. PT. BNI (Persero) Tbk. disatu sisi telah melaksanakan seluruh kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan UUF sampai dengan pendaftaran fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Dengan dilakukannya pendaftaran ini maka PT. BNI (Persero) Tbk. seharusnya terlindungi hak-haknya sebagai Penerima Fidusia, khususnya hak preferensi atas piutangnya. Namun demikian untuk dapat memperoleh hak tersebut diperlukan suatu tindakan pengawasan dan penelitian secara seksama berkaitan dengan keberadaan dan kondisi dari Obyek Jaminan Fidusia. Dengan tidak dilaksanakannya pengawasan dan penelitian oleh PT. BNI (Persero) Tbk. pada akhirnya mempengaruhi pula optimalisasi pengurusan Piutang Negara oleh KP2LN Jakarta III. Kedudukan hukum PUPN menjadi lemah dan tidak ctapat melaksanakan pengurusan melalui tindakan penyitaan dan penjualan secara lelang barang jaminan fictusia secara optimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Rakhmawati
"Kredit konstruksi adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan antara lain kepada perusahaan pembangunan perumahan yang akan membangun rumah-rumah sederhana juga untuk pembangunan perumahan kelas menengah untuk dijual kepada calon-calon pembeli yang mendapat KPR. Bank X adalah salah satu bank yang memberikan fasilitas kredit konstruksi untuk pembangunan perumahan yang pada prakteknya menggunakan lembaga Hak Tanggungan sebagai jaminan karena obyeknya adalah benda tidak bergerak yaitu tanah dan bangunan yang akan dibangun. Dengan demikian prosedur pengikatan jaminannya dilakukan sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Sedangkan prosedur pemberian kredit pada Bank X harus mengikuti tahapan pemberian kredit yang telah ditetapkan oleh Bank X. Pemberian kredit konstruksi pada Bank X maksimal sebesar 75 % dari biaya proyek dan tidak termasuk biaya pengadaan tanah. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/46/KEP/DIR tahun 1997 tentang Pembatasan Pemberian Kredit Bank Umum Untuk Pembiayaan Pengadaan Dan Atau Pengolahan Tanah. Kendala dalam penggunaan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit konstruksi pada prakteknya adalah jika bangunan/proyek perumahan yang akan dibangun tidak dibangun oleh pengembang, karena jaminan yang diterima oleh bank adalah tanah dan bangunan/proyek perumahan yang belum dibangun. Dengan demikian bank harus teliti dalam membuat perhitungan nilai jaminan sehingga pemberian kreditnya dilakukan berdasarkan tahapan pembangunannya sesuai dengan prosentase nilai bangunannya. Namun masalah yang diungkapkan oleh Bank X dari hasil penelitian saya yang menjadi kendaia adalah apabila debitur wanprestasi sementara Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) belum dibuat. Hal ini dikarenakan pada prakteknya " Bank X tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik dan petuk dapat dijadikan jaminan dalam kredit konstruksi yang pembebanannya dilakukan dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan antara pihak Bank X dengan debitur. SKMHT ini wajib diikuti pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diberikan SKMHT (pasal 15 ayat 4 UU No. 4 Tahun 1996). Dalam prakteknya di Bank X jika setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan, pendaftaran hak atas tanah tersebut belum selesai maka SKMHT dapat diperpanjang untuk setiap waktu 3 (tiga) bulan sampai pendaftarannya selesai. Dengan demikian jika APHT belum dibuat sedangkan debitur wanprestasi maka Bank X tidak dapat melakukan eksekusi karena Hak Tanggungannya belum lahir. Permasalahan yang terjadi di Bank X ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman pihak bank mengenai prosedur pendaftaran Hak Tanggungan bahwa tanah bekas hak milik adat yaitu girik dan petuk dapat dilakukan bersama-sama dengan pendaftaran Hak Tanggungan. Sedangkan bila terjadi kredit macet pada Bank X maka upaya yang dilakukan adalah melakukan upaya penyelamatan kredit melalui 3 R yaitu Penjadwalan kembali (Reschedulling), Pensyaratan kembali (Reconditioning), dan Penataan kembali (Restructuring). Apabila upaya tersebut tidak berhasil maka Bank X langsung melakukan eksekusi melalui notaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Jaya
"Dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional sebagaimana disebutkan dalam GBHN maka salah satu caranya adalah dengan memperkuat sektor permodalan, dan untuk maksud ini dapat dicapai antara lain dengan cara pemberian kredit atau pinjaman. Dalam rangka pemberian kredit oleh bank, maka untuk melindungi pihak kreditur atas keutuhan pengembalian pinjaman yang telah diberikan diadakanlah suatu jaminan, dalam suatu perjanjian tambahan yang menunjuk barang-barang tertentu kepunyaan debitur sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Dan untuk jaminan yang berupa barang-barang yang bergerak dalam yuresprudensi dikenal dengan sebutan Fiducia. Lembaga jaminan ini merupakan suatu konstruksi hukum penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitur kepada kreditur, dimana secara fisik barang tersebut tetap dalam penguasaan debitur (Constitum Posserium)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20424
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>