Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94280 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1996
S25601
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Faiza Khalifa Pancaputri
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan transplantasi organ ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) serta menganalilis perbandingan hukum antara Indonesia dan Malaysia. Pemberian imbalan materiil maupun imateriil dalam transplantasi organ tidak diizinkan dengan dalih apapun. Berkaitan dengan hal tersebut, tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis pengaturan mengenai transplantasi organ ditinjau dari perspektif HAM bagi Pendonor maupun Resipien. Skripsi ini juga akan menganalisis perbandingan hukum Indonesia dan Malaysia, mengingat Malaysia merupakan negara yang juga melarang adanya jual beli organ. Metode penelitian yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam metode penelitian normative, penelitian ini akan menggunakan implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) yang berlaku di Indonesia dan Malaysia. Indonesia dan Malaysia melarang adanya praktik jual beli organ dan menegaskan bahwa transplantasi organ dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan. Walaupun Pendonor menyetujui untuk menjual organnya, jual beli organ tetap tidak diizinkan. Perlu adanya badan resmi negara yang mengawal jalannya proses transplantasi organ. Badan tersebut disebut dengan Komite Transplantasi Nasional.

This thesis analize organ transplantation from the Human Rights Perspective and comparing the law between Indonesia and Malaysia about organ transplantation. Material nor immaterial rewards are not permitted under any pretext. In this regard, the purpose of this thesis is to analyze law related to organ transplantation from a human rights perspective either for donors and also recipients. This thesis will also discuss the laws of Indonesia and Malaysia related to organ transplantation because Malaysia also prohibit the existence of organ trading. The research method used to study this thesis is the normative legal research method. In the normative research method, this research will use laws and regulations in Indonesia and Malaysia. Indonesia and Malaysia prohibit the existence of organ trading and only approve organ transplantation for humanitarian goals. Although the donor is approved to sell their organs, buying and selling organs is still not permitted. An official state agency is needed to oversee the process of organ transplantation. The official state agency is called the Komite Transplantasi Nasional.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Fadli Zaini
"Perkembangan teknologi informasi yang cepat membawa perubahan di hampir semua bidang kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, sosial, pendidikan, termasuk bidang hukum. Keterkaitan antara perkembangan teknologi informasi dengan hukum melahirkan berbagai macam peristiwa baru yang berkaitan hukum dan penggunaan dunia siber. Salah satunya terkait dengan perlindungan hukum atas informasi yang merugikan seseorang di dunia internet berupa penghapusan informasi. Hal ini dikenal dengan istilah hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten). Penelitian ini fokus membahas perbandingan pengaturan dan mekanisme penerapan Hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten) di Indonesia dengan beberapa negara di Asia Pasifik seperti Australia, Jepang dan Korea Selatan. Dengan melakukan perbandingan hukum, maka akan dapat melihat perbedaan dan mengambil pelajaran dari berbagai negara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pengaturan Hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten) di Uni Eropa, Australia, Jepang dan Korea Selatan diatur dalam Peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan data / informasi pribadi, sementara Indonesia muncul dan diatur dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Implementasi Hak untuk dilupakan (Right to be Forgotten) dalam General Data Protection Regulation hanya mewajibkan pengontrol data, karena dalam GDPR memisahkan pengontrol dan pemproses data. Sementara Australia, Jepang, Korea Selatan dan Indonesia tidak membedakan antara pengontrol dan pemproses data. Setiap negara membentuk komisi independen untuk melindungi data pribadi dan membantu penyelesaian sengketa data pribadi.

The development of information technology that brings changes in all fields of humanity, ranging from economics, social, education, including the legal field. The link between the development of information technology and the law produces a variety of new types relating to law and the use of cyberspace. One of the cyber laws is related to legal protection for information that is detrimental to someone in the internet world is the removal of information. This is known as the Right to be Forgotten. This research focuses on discussing the regulation and implementation of the Right to be Forgotten in Indonesia with several countries in the Asia Pacific such as Australia, Japan and South Korea. By making legal comparisons will be able to see differences and take lessons from various countries. This study uses a normative juridical research method. Regulation of Rights to be Forgotten in the European Union, Australia, Japan and South Korea be regulated in legislation in the sector of personal data/information protection, while Indonesia is emerge and regulated in the Law on Information and Electronic Transactions. Implementation of the Right to be Forgotten in the General Data Protection Regulation only requires data controllers, because in the GDPR the data controller and processors are prepared. While Australia, Japan, South Korea and Indonesia do not distinguish between process controllers and data processing. Each country establishes independent data commission to protect personal data and help resolve personal data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indira Biasane
"Tesis ini membahas tentang upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal melalui kerangka regional, yaitu Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices, including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region. Penelitian ini akan menggunakan studi kasus praktik penangkapan ikan ilegal yang terjadi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI), dengan latar belakang bahwa kasus praktik penangkapan ikan ilegal yang terjadi di WPPRI semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan deskriptif analisis, dimana metode akan menjelaskan permasalahan yang dianalisis melalui penjelasan hubungan kausal (sebab-akibat) antara variabel independent dan dependent melalui pengajuan hipotesis. Penelitian ini akan berusaha menjelaskan mengapa praktik penangkapan ikan ilegal masih terjadi dan bahkan meningkat di contoh kasus WPPRI, pada saat RPOA-IUU Fishing diberlakukan, yang menjadi pertanyaan dan permasalahan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah RPOA-IUU Fishing belum dapat menjadi sebuah rejim perikanan yang kuat karena belum memasukkan variabel penyelesaian sengketa (settlement dispute) di dalam kesepakatannya. Apabila ada sengketa yang terjadi berhubungan dengan praktik penangkapan ikan ilegal (contohnya, tertangkapnya kapal penangkap ikan asing di suatu wilayah negara pantai), maka penyelesaian sengketa tersebut masih berada dalam kerangka hukum laut internasional atau hukum nasional negara pantai. RPOA-IUU Fishing juga belum dapat menjadi sebuah rejim yang kuat karena dalam konteks Asia Tenggara, negara-negara masih menyimpan potensi konflik mendasar, yaitu masalah delimitasi batas maritim. Sampai saat ini, beberapa negara masih mempersoalkan batas-batas negaranya yang bersinggungan dengan negara lain. Delimitasi batas maritim penting adanya mengingat batas negara sangat diperlukan dalam penetapan batas-batas perikanan suatu negara yang berkaitan dengan sumber daya perikanan yang terkandung di dalam wilayah laut tersebut. Upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal juga menemui kendalanya karena beberapa negara anggota RPOA-IUU Fishing sampai sekarang masih belum meratifikasi beberapa key instruments, seperti UNCLOS dan UN Fish Stock Agreement. Dengan belum diratifikasinya key instruments seperti diatas, maka perilaku negara-negara belum dapat diatur oleh ketetuan-ketentuan internasional.
Hasil penelitian merekomendasikan bahwa rejim RPOA-IUU Fishing perlu membuat satu konsep penyelesaian sengketa (settlement dispute) dalam kesepakatannya, karena karakteristik praktik penangkapan ikan ilegal menyimpan potensi konflik yang memerlukan sebuah konsep penyelesaian sengketa. Delimitasi batas maritime negara juga harus diselesaikan antar negara-negara yang belum menemukan kesepakatan karena mempengaruhi hak atas sumber daya perikanan yang terkandung dalam suatu perairan tersebut. Rekomendasi lain yaitu negara-negara di kawasan Asia Tenggara sepatutnya meratifikasi international key instruments yang telah diatur dalam ketentuan-ketentuan internasional, dimana dengan ratifikasi tersebut maka negara secara sadar berkomitmen dalam upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal.

The focus of this study is the efforts on combating illegal fishing through the regional cooperation, Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices, including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region. This research shall study one case which is happen in the Fisheries Management Area of Republic of Indonesia. This research will be an desctiptive-analitical research, which is using an explanation how the problem analized through independet and dependent variable with hyphotesys. This research would explain why illegal fishing still happen and even higher in Indonesian fishing area, when RPOA implemented.
The researcher found out that RPOA hasn`t be a strong fisheries regime yet because there was one variable that hasn`t accommodated yet by RPOA, which is settlement dispute variable. If there was a fisheries dispute, countries will solve these problems by using their own regulations or by using international regulation instruments. The other cause RPOA still hasn`t be a strong fisheries regime because countries over Southeast Asia still kep the potential conflict, which is the delimitation of maritime border. Delimitation of maritime border become important in order to get a border of country. The efforts of combating illegal fishing is also met difficulty when countries, nowadays, still hasn`t ratified the international key instruments.
The researcher suggest that RPOA as a fishries rezime should arrange concept of settlement dispute. Concept of settlement dispute become an important variable because the characteristic of illegal fishing itself kept an potensisl conflict. Other suggestion is the delimitation of border in the Southeast Asia and countries over Southeast Asia should ratified the international key instruments, that has been organized in international arrangements. By ratifying those insternational key instruments, countries show their commitment in efforts to combating illegal fishing in the region."
2009
T26250
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Heidy Jane
"Skripsi ini membahas penangkapan ikan secara destruktif dengan bahan peledak (blast fishing) dalam rangka perlindungan lingkungan dan nelayan sebagaimana diatur dalam hukum dan perundang-undangan internasional di Indonesia serta membahas kesesuaiannya dalam putusan pengadilan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Saat ini pengaturan hukum mengenai penangkapan ikan dengan bahan peledak dan kaitannya dengan lingkungan dan nelayan telah diatur dalam hukum dan perundang-undangan internasional di Indonesia, namun dalam penerapannya ditemukan bahwa putusan pengadilan di Indonesia tidak mencerminkan konsep lingkungan seperti pembangunan berkelanjutan. (pembangunan berkelanjutan). Keputusan mengenai Blast Fishing di Indonesia melambangkan kegagalan keputusan Indonesia dalam mengimplementasikan regulasi internasional seperti Code of Conduct of Responsible Fisheries dan peraturan perundang-undangan Indonesia yang belum melindungi kepentingan lingkungan dan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan dengan Bahan Peledak. Sebaiknya dalam mengatasi masalah tersebut aspek perlindungan lingkungan dan kesejahteraan nelayan harus diutamakan dengan mengatur tindakan preventif dalam pemberantasan blast fishing, penguatan koordinasi antar instansi serta peningkatan fungsi pengawasan dan kualitas penegakan hukum di lapangan.

This thesis discusses destructive fishing with explosives (blast fishing) in the framework of environmental protection and fishermen as regulated in international law and legislation in Indonesia and discusses its suitability in court decisions in Indonesia. The method used in this research is normative juridical method. Currently, legal arrangements regarding fishing with explosives and its relation to the environment and fishermen have been regulated in international law and legislation in Indonesia, however in practice it is found that court decisions in Indonesia do not reflect environmental concepts such as sustainable development. (sustainable development). The decision regarding blast fishing in Indonesia symbolizes the failure of Indonesia's decision to implement international regulations such as the Code of Conduct of Responsible Fisheries and Indonesian laws that have not protected the interests of the environment and fishermen in fishing with explosives. It is better if in overcoming these problems the aspects of environmental protection and fishermen welfare should be prioritized by regulating preventive actions in eradicating blast fishing, strengthening coordination between agencies and improving the supervisory function and quality of law enforcement in the field."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gridanya Mega Laidha
"Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional dibidang ekonomi yang mana didalamnya memuat pengaturan penanaman modal (investment chapter) yang digunakan oleh berbagai negara di dunia dalam mengatur penanaman modal asing, termasuk Indonesia. Adapun masalah yang akan dibahas antara lain bagaimana pengaturan penanaman modal dalam investment chapter CEPA Indonesia-Australia dan CEPA Indonesia-EU dengan menggunakan FTA EU-Singapura dan Model BIT India sebagai pembanding, dan kemudian berdasarkan perbandingan tersebut manakah pengaturan yang sebaiknya dimuat dalam CEPA Indonesia-EU. Untuk menjawab masalah tersebut digunakan pendekatan komparatif dan konseptual. Pendekatan komparatif digunakan untuk melihat bagaimana pengaturan penanaman modal yang ada dalam investment chapter CEPA Indonesia-Australia, FTA EU-Singapura, dan Model BIT India untuk memberikan gambaran mengenai pengaturan yang sebaiknya diatur dalam CEPA Indonesia-EU. Pendekatan konseptual digunakan untuk melihat substantial obligations yang terdapat dalam perjanjian investasi internasional tersebut sebagai faktor pembanding yang meliputi standard of treatment (yang terdiri dari national treatment, most favoured nation treatment, fair and equitable treatment, serta full protection and security, performance requirements, expropriation, dan penyelesaian sengketa. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah terdapat persamaan dan perbedaan dari masing-masing perjanjian investasi internasional yang ada, dan berdasarkan persamaan dan perbedaan yang ada Model BIT India merupakan perjanjian yang paling ideal untuk diadopsi Indonesia dalam CEPA Indonesia-EU.

Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) is a form of international agreement in the field of economics which contained investment chapter used by various countries in the world in regulating foreign investment, including Indonesia. The problems that will be discussed within this paper include how foreign investments are regulated in the investment chapter on CEPA Indonesia-Australia and the CEPA Indonesia-EU using the FTA EU-Singapore and Model BIT India as a comparison, and then based on these comparisons which provision should be included in the CEPA Indonesian-EU. To answer this problem, a comparative and conceptual approach is used. A comparative approach is used to see how the investment provision exist in the investment chapter of the CEPA Indonesia-Australia, the EU-Singapore FTA, and the Indian BIT Model to provide an overview of the provisions that should be regulated in the Indonesia-EU CEPA. The conceptual approach is used to view the substantial obligations contained in the international investment agreement as a comparison factor in which includes the standard of treatment (which consists of national treatment, most favorite nation treatment, fair and equitable treatment, and full protection and security), performance requirements, expropriation, and dispute resolution. The conclusion of the research conducted is that there are similarities and differences from each of the existing international investment agreements, and based on the similarities and differences that exist, the Model BIT India is the most ideal agreement to be adopted by Indonesia in the CEPA Indonesia-EU."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>