Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84025 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soeharini Toelle
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1978
S2069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fellianti Muzdalifah
"Dalam membina hubungan dengan orang lain manusia membutuhkan suatu kecakapan untuk memulai dan mempertahankan hubungannya Kecakapan ini disebut dengan keterampilan sosial. Bila seseorang memiliki keterampilan sosial yang sudah baik, maka dirinya akan lebih rnudah melakukan interaksi dan beradaptasi dengan orang lain. Ia juga mampu dalam menganalisa dan memutuskan pennasalahan dari situasi-situasi sosial secara tepat. Namun demikian, tidak semua manusia memiliki keterampilan sosial yang baik. Individu yang memiliki hambatan fisik dan psikis sulit mencapai keterampilan sosial dengan baik, misalnya penyandang tuna rungu.
Penyandang tuna rungu adalah individu yang kehilangan atau kurang mampu daiam mendengarkan yang disebabkan panca indera pendengarannya tidak bertimgsi dengan semestinya. Akibat ketidakmampuan dalam mendengarkan, penyandang tuna rungu mengalami hambatan dalam perkembangan sosialnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap keterampilan sosial yang dimilikinya. Unluk meningkatkan keterampilan sosial bagi penyandang tuna nmgu maka perlu adanya suatu program pembelajaran keterampilan sosial.
Program pembelaiaran keterampilan sosial ini ditujukan kepada para penyandang tuna nlngu yang berada di bawah bimbingan Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus, Jakarta Timur. Program pembelajaran keterampilan sosial ini terdiri dari empat materi, yaitu komunikasi non verbal, mendengarkan_ empati, dan asenif yang merupakan kemampuan dasar bagi seseorang dalarn membina hubungan dengan orang lain.
Penyajian program ini menggunakan metode description, modelling, role playing, dan games yang disesuaikan dengan karakteristik penyandang tuna rungm Program ini dijalankan selama 4 hari berturut-turut. Agar program ini lebih efektif maka dalam pelaksanaarmya setiap kelas terdiri dari 6 orang penyandang tuna rungu dengan I orang pengajar dan I wakil pengajar.
Program pembelajaran keterampilan sosial ini belum pemah diujicobakan kepada penyandaug tuna rungu sehingga dalam pelaksanaannya nanti akan diperoleh umpan balik mengenai keefektifan metode dan materi bagi tercapai tujuan dari program pembelajaran ketrampilan sosial. Dengan adanya program pembelajaran keterampilan sosial ini diharapkan penyandang tuna rungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicaxa Melati Bambu Apus, Jakarta Timur akan memiliki keterampilan sosial yang akan membantunya dalam beradaptasi di lingkungan sosialnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chairina HS
"Salah satu fungsi dari bermain adalah dapat meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi anak (Papalia & Olds, 1993). Untuk dapat bermain dengan baik bersama orang lain, anak harus bisa mengerti dan dimengerti oleh temantemannya. Hal ini mendorong anak untuk belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik, bagaimana membentuk hubungan sosial, bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam hubungan tersebut. Untuk mempelajari itu semua sulit dilakukan oleh anak tunarungu. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuannya dalam berkomunikasi.
Ketidakmampuannya untuk berkomunikasi berdampak luas dari segi kemampuan bahasa, membaca, menulis maupun penyesuaian sosial serta prestasi sekolahnya. Tetapi sekarang banyak anak-anak dengan gangguan pendengaran atau tuli dapat diidentifikasi pada usia kanak-kanak awal. Mereka sering dibantu melalui operasi atau penggunaan alat bantu dengar. Mereka belajar- untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman mereka dengan menggunakan bicara, membaca ujaran, bahasa isyarat atau teknik-teknik lainnnva. Banyak dari orang-orang yang menderita gangguan pendengaran atau tuli dapat mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mampu memasuki bidang-bidang professional dan dapat mencapai keberhasilan individual/personal.
Jalur pendidikan formal (sekolah) merupakan satu upaya yang banyak dilakukan untuk membantu anak-anak tunarungu (Mangunsong dkk. 1998). Untuk anak-anak tunarungu yang berada di Taman Latihan Santi Rama, kegiatan belajar sehari-harinya adalah belajar berkomunikasi khususnya belajar berbicara. Tetapi dalam proses belajar berkomunikasi itu tidak terlepas dari kegiatan bermain. Kegiatan bermain merupakan bagian penting dalam program pendidikan prasekolah. Dalam kegiatan bermain dimasukkan juga dengan kegiatan belajar berkomunikasi di kelas melalui latihan mendengar dan penggunaan metode oralisin.
Dengan memperhatikan kekhususan pada tingkat perkembangan usia prasekolah dan kegiatan bermain anak tunarungu, dalam penelitian ini ingin diperoleh gambaran bermain pada anak tunarungu dilihat dari materi bermain, bimbingan yang diperoleh, dan peran orang tua, guru, saudara, dan teman yang sangat membantu pada perkembangan komunikasi anak tunarungu. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S3001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Damaris Triananda
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3045
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Widyasari
"Pembuatan program intervensi ini bertujuan untuk memhentuk kemampuan bantu diri makan menggunakan sendok bagi anak tuna netra-rungu bemsia 6 tahun 2 bulan dengan mctode modifikasi perilaku. Pronquing dan fading merupakan teknik pembentukan perilaku yang dilakukan karena teknik tcrsebut merupakan teknik yang paling panting ketika akan mcngajarkan kemampuan bantu diri makan (Snell, 1983). Selain itu, dipergunakan pula teknik shaping karena anak mendapatkan kemandiriannya dalam mcnampilkan kcmampuan bantu diri melalui tahapan-tahapan (Venkatesan, 2004).
Dalam pelaksanaarmya, disertakan pula program intewcnsi cara berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat untuk aktivitas makan agar guru dan orangtua dapat berkomunikasi secara konsisten dengan subyek. Intervensi dilakukan di mmah dan dilaksanakan oleh peneliti dan orangtua.
Hasil yang didapatkan setelah program intervensi dijalankan adalah adanya peningkatan kemampuan subyek dalam menggunakan sendok ketika aktivitas makan. Suhyek juga terlihat mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat. Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah dengan menjalankan program intervensi secara berkesinambungan dengan dua orang peneliti atau lebih, penggunaan sendok yang lebih sesuai dengan kebutuhan anak, serta pelibatan ahli dan tenaga profesional yang bergcrak di bidang tuna netra-rungu.

The aim of this intervention program is to shape self-help skill in eating with a spoon for deatlblind child aged 6 year 2 months using behavior modification method. Prompting and fading are the techniques used to shape behavior because those techniques are the most important in teaching self-help eating skill (Snell, 1983). Moreover, shaping technique is also used because children will learn independence in showing self-help skill through numerous phases (Venkatesan, 2004).
In implementing the intervention program, it is necessary to include the sign language program for eating activity to facilitate teachers and parents to be able to communicate with the subject consistently. Intervention was conducted by a researcher and subject`s parents at subject’s home.
Result of the intervention program shows there is an increase in subject’s self-help skill in using spoon while eating. Subject also begins to show an ability to communicate with sign-language. For liirther interventions, a few suggestions are made, such as implementing the intervention program continuously with two or more researchers, the use of a spoon which is in line with the need ofthe child, and the involvement of experts and professionals in deaf-blind children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34042
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Monintja, Aleta K.P.
"Mempunyai anak yang tidak normal seperti tuna rungu dapat menjadi sumber stres dalam keluarga (Suran &, Rizzo, 1979). Oleh karena ibu adalah tokoh yang selalu atau diharapkan siap mengasuh anaknya setiap waktu, maka tidak terelakkan ia mengalami stres. Usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi keadaan yang menekan, menantang atau mengancam, serta emosi-emosi yang tidak menyenangkan disebut sebagai tingkah laku coping (Lazarus, 1976).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatitif dengan tipe metodelogi penelitian Studi kasus pada 3 orang ibu. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah wawancara (indepth interview).
Hasil telaahan menunjukkan bahwa para subyek mengalami stres yang bervariatif dan khas, sebagai akibat dan kondisi ketunaan yang disandang anaknya. Mereka pun berusaha untuk mengatasi stresnya tersebut. Stres yang diterima dan tingkah laku coping yang dilakukan timbul setelah melwati proses penilaian dari subyek yang dipengaruhi faktor-faktor internal (kontrol personal, hardy personality, pola perilaku) dan eksternal (ienis stres, kehadiran stres lain, dukungan sosial) masing-masing. Selain ilu, ada 6 faktor lain diluar kedua faktor temebut yang muncul pada setiap subyek penelitian yailu karakteristik individu/ibu (kepribadian, pendidikan), karakteristik anak (usia, tingkah laku anak), dan kondisi finansial, dukungan sosial, dan keyakinan agarna.
Kemampuan mengatasi keadaan stres bukanlah sualu kemampuan yang terberi, melainkan hams dipelajari oleh orangtua. Oleh karena itu, dalam upaya untuk dapat rnenghadapi stres yang timbul dari situasi anak yang menyandang ketunarunguan, orangiua perlu secara aktif mencari dan membekali diri dengan informasi yang dibutuhkan (berkaitan dengan ketunarunguan). Pihak orangtua (dalam hal ini ibu) juga tidak berarti semata-mata hanya mendedikasikan seluruh waktunya bagi anak tersebut. Meluangkan waktu bagi pribadi, mencari atau menciptakan cara yang sesuai untuk terlepas dari rutinitasnya. sehari-hari akan sangat membantu mengurangi intensitas stres."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T37591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Dwi Insani
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan hukum dan sistem pelaksanaan terapis wicara di institusi pemerintahan yang berbeda. Penulis melakukan studi perbandingan sistem terapis wicara di Rumah Sakit Bayukarta Karawang dan Panti Sosial Bina Rungu Wicara. Perbandingan penerapan sistem terapis wicara disesuaikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Terapis Wicara dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Terapi Wicara. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukan adanya perbandingan sistem terapi wicara di Rumah Sakit Bayukarta dan Panti Sosial Bina Rungu Wicara. Perbandingan di mulai dari sistem penerimaan terapis wicara, informed consent dan rekam medis dalam terapi wicara, tahapan pelayanan terapi wicara, hak dan kewajiban terapis wicara dan hubungan tanggung jawab terapis wicara dengan Rumah Sakit Bayukarta Karawang dan Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati.
Penelitian ini menyarankan institusi kesehatan dan institusi sosial untuk melakukan sosialisasi bagi masyarakat terkait pelayanan terapi wicara, karena terapi wicara merupakan hal penting dalam perkembangan diri dan pendidikan seseorang. Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dapat membantu masyarakat untuk memahami perbandingan pelayanan terapi wicara di rumah sakit dan panti sosial. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi perbaikan dan pengembangan bagi pelayanan terkait rehabilitasi medik di rumah sakit dan pelayanan terapi wicara di panti sosial.

This Research is about application of law and implementation systems of speech therapist in different governmental institutions. The author conducted comparative studies about speech therapist in Bayukarta Karawang Hospital and Bina Rungu Wicara Melati Social Homes. Comparison of the speech therapist's application system is adjusted to Act of Republic Indonesia Number 44 Year 2009 about Hospital, Regulation Ministry of Health Indonesia Number 24 Year 2013 about Work Organizing and Speech Therapist's Practice, and Regulation Ministry of Health Indonesia Number 81 Year 2014 about Speech Therapy Service Standards. This research methods is a descriptive normative juridical.
The result of this research shows the comparison of speech therapist system in Bayukarta Karawang Hospital and Bina Rungu Wicara Melati Social Homes. Comparison starts from speech therapist's acceptance system, informed consent and medical record in speech therapy, stages of speech therapy services, rights and obligations of speech therapist, correlation speech therapist's responsibilities with Bayukarta Karawang Hospital and Bina Rungu Wicara Melati Social Homes.
This research suggest health institutions and social institutions to conduct sozialitation for the community about speech therapy service, because speech therapy is an important thing in self development and education. Socialization conducted by the government can help people to understand the comparison of speech therapy services in hospitals and social homes. From the result of this research can be improvement and development for medical rehabilitation services in hospital and speech therapy in social homes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Finda Finari
"Latar belakang. Kecemasan adalah bentuk ketakutan akan hal yang tidak diketahui. Dianjurkan tindakan yang dilakukan adalah memberikan informasi atau mengedukasi dengan cara yang baik dan menyenangkan. Salah satu bentuk pendekatan melalui gambar yang berkesan positif baik yang statis maupun bergerak.Anak tuna rungu adalah anak yang memilki kelainan pendengaran. Hambatan terbesar adalah kesulitan berkomunikasi, oleh karena itu manajemen kecemasan pada anak tuna rungu membutuhkan komunikasi dan teknik tersendiri Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan tingkat kecemasan pada anak tuna rungu sebelum dan sesudah ditunjukkan gambar statis atau gambar bergerak “berkunjung ke dokter gigi”. Metode Penelitian. Desain penelitian adalah studi eksperimental klinis. Pendekatan yang dilakukan dengan menunjukkan gambar statis dan gambar bergerak. Sebanyak 42 anak tuna rungu, dibagi menjadi 2 kelompok, 1 kelompok diberikan gambar statis dan 1 kelompok diberikan gambar bergerak. Subjek diukur tingkat kecemasannya sebelum dan setelah melihat gambar statis atau gambar bergerak. Pengukuran tingkat kecemasan dihitung dengan Facial Image Scale (FIS) dan Venham Behaviour Scale (VBS). Hasil. Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap tingkat kecemasan anak tuna rungu antara sebelum dan sesudah pemberian aplikasi gambar statis dengan VBS (p=0,010) dan tidak bermakna dengan FIS (p=0,310). Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap tingkat kecemasan anak tuna rungu antara sebelum dan sesudah pemberian aplikasi gambar bergerak dengan VBS (p=0,003) dan tidak bermakna dengan FIS (p=0,1000). Kesimpulan. Dapat disimpulkan baik gambar statis maupun gambar bergerak memberikan pengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan anak tuna rungu yang baru pertama kali berkunjung ke dokter gigi.

Background. Anxiety is relating to a fear of unknown subject. One important technique in alleviating anxiety for patients is delivering patient education in the best way. The alternate way to allevating patient’s anxiety is by giving picture and video based patient education. Deaf children is children with hearing impairment that cause difficulty to communicate. American Association Pediatric Dentristry provides the guidelines that effective communication is essential, and for hearing impared patients, can be accomplished through a variety of methods. Method. The design of this study is clinic experimental study. We show the static picture and the moving picture “Berkunjung ke Dokter Gigi” to 42 deaf children. The anxiety level before and after is measured by using the Facial Image Scale (FIS) and Venham Behaviour Rating Scale (VBS). Result. There are significant differences on level of anxiety before and after by giving static picture measured by using VBS (p=0,010) and not significant defferences measured by using FIS (p=0,310). There are significant differences on level of anxiety before and after by giving moving picture measured by using VBS (p=0,003) and not significant differences measured by using FIS (p=1,000). Conclusion. Static picture and moving picture can reduce the level of anxiety in deaf children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1979
S7016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>