Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103796 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Henry Ronald T.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S36772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Yuniar
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Bayu Luhkito Santiado
"Leasing adalah merupakan suatu kata atau peristilahan baru dari bahasa asing yang masuk ke dalam Bahasa Indonesia, yang padanannya sampai sekarang dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak ada atau belum ada yang dirasakan cocok untuk menggantikannya. lstilah Leasing ini sangat menarik oleh karena istilah tersebut dapat bertahan tanpa diterjemahkan dalam bahasa setempat, baik di Amerika yang merupakan asal usul adanya lembaga leasing ini, maupun di negara-negara yang telah mengenal lembaga Leasing, termasuk di Indonesia. Namun istilah Leasing ini di Indonesia sering diterjemahkan dalam istilah "Sewa Guna Usaha" atau dapat disingkat dengan "SGU".
Secara umum Leasing artinya equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Mengenai definisi Leasing itu sendiri sebenarnya ada banyak pendapat, namun dari semua pendapat-pendapat yang ada, dapat diambil suatu kesimpulan tersendiri. Kesimpulan tersebut adalah bahwa definisi-definisi Leasing yang telah ada mempunyai beberapa unsur-unsur pokok seperti : adanya dua pihak pihak yang terlibat, yaitu pihak yang menyewa barang modal (Lessee) dan yang menyewakan barang modal (Lessor), adanya penyediaan barang modal, adanya ketentuan jangka waktu tertentu, pembayaran secara berkala, adanya hak pilih (hak opsi), serta adanya nilai sisa dari barang modal tersebut.
Keuntungan pembiayaan perusahaan melalui sistem Leasing ini adalah adanya penghematan modal, sifatnya yang fleksibel, on I off balance sheet yaitu barang modal dapat ditampilkan atau tidak ditampilkan dalam neraca perusahaan, dapat menguntungkan cash flow, adanya hak opsi bagi Lessee, dapat mengurangi resiko ketinggalan teknologi, dapat sebagai pelindung terhadap kenaikan inflasi, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan fasilitas Leasing adalah relatif lebih rendah dibandingkan biaya untuk mendapatkan fasilitas kredit (dari Bank misalnya). Sedangkan kerugian dari sistem Leasing ini adalah biaya yang relatif mahal, tidak dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan kredit dari bank, masalah prestise, dan resiko dari pihak Lessor yang cukup besar.
Penelitian yang dilakukan penulis ini dilatar belakangi oleh perkembangan bisnis yang semakin mengglobal serta tingkat persaingan yang semakin tajam diantara perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan pangsa pasar atau tingkat return yang tinggi. Sehingga diperlukan adanya efisiensi dalam pembelian barang modal untuk mengurangi pengeluaran (biaya) pembelian barang modal. Hal tersebut dapat diatasi dengan digunakannya kontrak sewa secara Leasing untuk mengganti keputusan pembelian barang modal.
Dalam berlangsungnya suatu kontrak perjanjian SGU (Leasing) --- dengan hak opsi --- kadang kontrak tersebut dapat terputus sebelum masa SGU berakhir. Sehingga masa SGU menjadi lebih pendek dari masa yang semula disepakati. Hal ini dapat terjadi karena berbagai hal, yaitu force majeur, default (tidak mampu membayar}, dan sebab ekonomis. Dengan terjadinya hal-hal tersebut diatas maka akan terjadi penyesuaian dalam pembukuan pihak perusahaan yang menyewakan barang modal (Lessor). Penyesuaian atau koreksi yang dilakukan oleh pihak Lessor tersebut meliputi koreksi terhadap pengakuan penghasilan dan pembebanan biaya yang sebelumnya telah diakui.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui tahapan pengakuan penghasilan dan pembebanan biaya yang ditetapkan oleh pemerintah dan yang dilakukan oleh PT Bumiputera - BOT Lease dalam kasus Sewa Guna Usaha dengan jangka waktu yang lebih pendek dari masa yang semula disepakati; (2) mengetahui adanya perbedaan atau penyimpangan pelaksanaan antara ketentuan dari pemerintah dengan pelaksanaannya yaitu pada PT Bumiputera - BOT Lease; dan (3) mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau penyimpangan tersebut. Penulisan Karya Akhir ini bersifat deskriptif-analitis, dengan menggunakan tekilik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan. dan studi lapangan. Surat Keputusan Menteri Keuangan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak digunakan penulis untuk menganalisis perbedaan atau penyimpangan yang terjadi pada PT Bumiputera - BOT Lease. Juga digunakannya tabel jadwal pembayaran (payment schedule) untuk menilai konsistensinya dalam praktek.
Dalam penelitian, penulis menemukan adanya (1) ketidak konsistenan serta kesalahan dalam penetapan perhitungan oleh Lessor, yaitu dalam penggunaan tabel jadwal pembayaran (payment schedule), dan perhitungan interest income; (2) perhitungan profit I loss termination account yang tidak jelas perinciannya; dan (3) penentuan nilai sisa barang modal (repossessed asset) yang tidak sesuai dengan payment schedule.
Dapat disimpulkan dari penelitian penulis, bahwa Lessor sebenarnya sudah cukup konsisten dalam melaksanakan peraturan yang ditentukan oleh pemerintah. Namun ada beberapa perbedaan atau penyimpangan yang timbul dalam perhitungan dan pencatatan dari Lessor, dimana menyangkut jumlah perhitungan yang cukup materiil (meminjam istilah akuntansi). Untuk kasus Force Majeur ditemukan dua macam penyimpangan, yaitu profit I loss termination account yang tidak terperinci perhitungannya dan ketidak konsistenan Lessor dalam menggunakan payment schedule. Dalam kasus Default penulis menemukan tiga macam penyimpangan, yaitu perhitungan interest income yang tidak konsisten, perhitungan nilai sisa barang modal yang tidak jelas, dan penggunaan barang modal selama sebelas bulan yang tidak dibayar oleh Lessee. Sedangkan untuk kasus Ekonomis ditemukan tiga macam penyimpangan, yaitu penentuan profit yang tidak jelas perhitungannya, adanya kesalahan perhitungan interest income oleh Lessor, serta penentuan nilai sisa barang modal yang digunakan Lessor berbeda dengan yang tercantum pada payment schedule.
Oleh karena itu dalam hal masa Leasing lebih pendek dari masa yang semula disepakati, penulis dapat menyarankan (1) Lessor perlu memperhatikan prospek dari Lessee dalam kemampuannya membayar atau melunasi setiap angsurannya. Ini untuk mencegah terjadinya kasus pemutusan kontrak leasing dengan alasan default seperti diatas; (2) Perlunya mengefektifkan penggunaan surat teguran pada Lessee jika terjadi keterlambatan pembayaran, sehingga dapat mencegah terjadinya default dari Lessee, dan juga mencegah penggunaan barang modal yang cukup lama oleh Lessee; (3) Lessor juga perlu menjelaskan pemilihan perhitungan nilai sisa (residual value) dari barang modal apabila kontrak tersebut diputuskan sebelum masa kontrak leasing selesai. Karena untuk contoh kasus pemutusan Ekonomis diatas, Lessor tidak menggunakan perhitungannya, melainkan mengikuti perhitungan pihak Lessee. Sedangkan untuk contoh kasus default, perhitungan pihak asuransi yang menjadi patokan; dan ( 4) Lessor dalam melakukan koreksi haruslah dilakukan secara wajar tanpa motif untuk menghindarkan atau memperkecil besarnya penghasilan, karena hal tersebut juga akan mempengaruhi besar kecilnya pajak penghasilan yang harus disetor ke kas negara."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mira Aranti Ciptadi
"Penelitian ini dibuat untuk menjelaskan mengenai pelaksanaan virtual office di Indonesia dalam rangka mengkaji keabsahan perjanjian sewa-menyewa alamat virtual office dengan dikaitkan alamat sebagai suatu benda atau properti yang dapat dijadikan sebagai objek didalam suatu perjanjian serta mengkaji mengenai pertanggungjawaban hukum perdata pihak penyedia virtual office terhadap permasalahan hukum yang ditimbulkan oleh pihak pengguna virtual office.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan virtual office di Indonesia berbeda dengan pelaksanaan virtual office dibeberapa Negara, dengan penggunaan konsep sewa-menyewa menjadikan perjanjian sewa-menyewa virtual office di Indonesia tidak dapat dikatakan sebagai perjanjian sewa-menyewa yang sesuai dengan yang diatur oleh KUH Perdata Indonesia, maka perjanjian virtual office dikategorisasikan sebagai perjanjian tak bernama (inominaat).
Pertanggung jawaban hukum perdata mengenai hubungan kontraktual antara pengguna virtual office dengan pihak ketiga tidak dapat mengikat pihak penyedia virtual office sehingga apabila terjadi permasalahan hukum yang ditimbulkan atas hubungan kontraktual tersebut pihak penyedia virtual office tidak memiliki tanggung jawab hukum perdata.

This study was made to explain the implementation of a virtual office in Indonesia in order to assess the validity of the lease agreement with the associated virtual office address as the address of an object or property that can be used as an object in an agreement and examine the civil liability of the provider of virtual office to problems law posed by the virtual office users.
Results from this study is that the implementation of a virtual office in Indonesia is different from the virtual office implementation in several countries, with the use of the concept of lease agreement makes a virtual office in Indonesia might not be categorized as lease agreement in accordance with stipulated by the Civil Code Indonesia, the virtual office agreements categorized as inominaat agreement.
Civil liability law regarding the contractual relationship between the virtual office users with third parties can not bind the virtual office provider so that in the event of legal problems arising on the contractual relationship the virtual office provider does not have a civil legal liability.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Andiny
"Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kepastian dan akibat hukum dilakukannya tindakan pengakhiran sewa oleh Kurator secara sepihak. Selain itu, juga bertujuan untuk mempelajari putusan hakim atas perbuatan hukum tersebut. Penulis menggunakan penelitian hukum normatif, dengan tipologi penelitian eksplanatoris, dan menggunakan data sekunder. Tim Kurator menimbulkan kerugian terhadap boedel pailit dengan mengakhiri perjanjian sewa, dan tidak memperhatikan ketentuan pengakhiran perjanjian yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kewenangan luas yang diberikan kepada Kurator hendaknya disertai dengan pengawasan yang tegas, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi kesalahan ataupun kelalaian.

This study aims to determine the legal certainty and legal consequences of termination of the lease for action by curator unilaterally. It also aims to study the judge's ruling on the legal acts. The author uses a normative legal research, the typology of explanatory research, and using secondary data. Curator Teamm causing losses to bankrupt estate by ending the lease agreement, and does not pay attention to the termination provisions of the agreement stipulated in the Law on Bankruptcy and Suspension of Payment and the Code of Civil Law. Broad authority granted to Curator should be accompanied by strict supervision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evie Amandha
"Laporan magang ini membahas mengenai evaluasi terhadap perlakuan akuntansi atas piutang sewa pembiayaan serta tindakan dan penerapan kode etik KAP EAT dalam rangka kelangsungan usaha PT KLJ (KLJ). KLJ merupakan perusahaan afiliasi dari PT ABC Group (ABC) bergerak di bidang transmisi gas alam. KLJ terlibat sebagai transporter dalam Gas Transportation Agreement (GTA) dengan PLC dan SLM sebagai shipper, serta PPP sebagai offtaker. GTA diklasifikasikan sebagai suatu perjanjian yang mengandung sewa berdasarkan ISAK 8 sehingga KLJ mengakui piutang sewa pembiayaan sesuai dengan PSAK 30. Pada tahun 2016 PLC melakukan pelanggaran perjanjian GTA dan memberikan notifikasi keadaan kahar pada tahun 2017 yang berujung pada penghentian perjanjian pada tahun 2019. Manajemen KLJ melakukan evaluasi ulang atas perjanjian tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak lagi mengandung sewa. Manajemen KLJ memutuskan untuk melakukan penurunan nilai dan reklasifikasi piutang sewa pembiayaan menjadi piutang usaha dan aset tetap sebagai upaya mempertahankan kelangsungan usaha. Piutang sewa pembiayaan direklasifikasi menjadi piutang usaha berdasarkan probable cash flow atas Ship-or-Pay tahun 2016 September 2019. Sisa dari piutang sewa pembiayaan kemudian direklasifikasi menjadi Aset Tetap. Secara umum, perlakuan akuntansi yang diterapkan pada piutang sewa pembiayaan dan dampak pelanggaran perjanjian atas pengakuan selanjutnya telah sesuai dengan PSAK berlaku. Auditor KAP EAT telah melakukan tindakan sesuai dengan SA 570 terkait dengan kelangsungan usaha dan menerapkan kode etik dengan baik.

This internship report discusses the evaluation of the accounting treatment on finance lease receivables along with the actions and application of the code of ethics by KAP EAT in the framework of PT KLJ (KLJ)s going concern. KLJ is an affiliated company of PT ABC Group (ABC) which is engaged in gas transmission. KLJ was involved as a transporter in the Gas Transportation Agreement (GTA) with PLC and SLM as shipper, and PPP as an offtaker. GTA is classified as an agreement that contains a lease based on ISAK 8 so KLJ recognizes finance lease receivables in accordance with PSAK 30. In 2016 PLC violated the GTA and gave a force majeure condition notification in 2017 which led to termination of the agreement in 2019. KLJ management re-evaluated the agreement and states that the agreement did not contain any lease. The management of KLJ decided to impair and reclassify the finance lease receivables into trade receivables and fixed assets in order to maintain KLJs going concern. Finance lease receivables are reclassified into trade receivables based on probable cash flow for Ship-or-Pay in 2016- September 2019. The remainder of the finance lease receivables is then reclassified as Fixed Assets. In general, the accounting treatment applied to finance lease receivables and the impact of breach of agreement for subsequent recognition is in accordance with applicable PSAK. KAP EAT auditors have acted in accordance with SA 570 related to business continuity and implemented the code of ethics properly."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Dashinta Hamid
"Dalam transaksi Sewa Guna Usaha secara Sales and Lease Back, pertamatama pelaku usaha menjual dahulu barang modal yang telah dimilikinya kepada perusahaan pembiayaan atau Lessor, dan kemudian setelah menjadi pemilik barang modal tersebut, Lessor dapat menyewakannya kembali kepada pelaku usaha yang bersangkutan. Sedangkan untuk pengalihan hak milik Kapal Laut harus dibuat dengan akta balik nama kapal dihadapan penjabat pencatat dan pendaftar balik nama kapal dimana kapal didaftarkan, diikuti dengan pendaftaran akta balik nama tersebut. Setelah hal itu dilakukan barulah Lessor menjadi pemilik yang sah atas Kapal Laut sehingga dapat menyewakannya kembali kepada si pelaku usaha. Untuk alasan efisiensi, pada perusahaan pembiayaan PT. Xxxx FINANCE hal ini tidak dilakukan. Namun untuk melindungi kepentingan PT. Xxxx FINANCE sebagai Lessor atas Kapal yang menjadi objek sewa guna tersebut, dibuat perjanjian pembebanan hipotik, dimana si pelaku usaha bertindak sebagai pemberi hipotik, dan perusahaan pembiayaan sebagai penerima hipotik. Atas dasar itu penulis bermaksud melakukan analisa kedudukan Lessor terhadap Kapal yang merupakan objek sewa guna tersebut apakah sebagai pemilik ataukah sebagai penerima jaminan? Adapun metode penelitan dalam penulisan tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif yaitu dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan dan pembuatan perjanjian sewa guna usaha serta kepemilikan dan pembebanan hipotik kapal laut.

For a Leasing Transaction in the form of Sales and Lease Back, at first a Lessee shall sell its owned capital goods to finance company or Lessor, and then after becoming the owner of the capital goods, Lessor can lease out back the capital goods to the Lessee. Nevertheless for transferring of ownership of a Vessel must be executed with a Name Conversion Deed (Akta Balik Nama) in front of the authorized registration officer where the vessel is registered, and followed by registration of the deed. Only after it is concluded the Lessor legally becomes the owner of the Vessel so that it can lease out the Vessel back to the Lessee. For efficient purpose it's not done in PT. Xxxx Finance. To protect the interest of PT. Tifa Finance as Lessor, instead of making a Name Conversion Deed, they make a Hypothec Deed, in which the customer acts as hypothec giver and Lessor as receiver. Based on those transactions the author wants to analyze the position of Lessor against the Vessel which is the lease object, as owner or guarantee receiver? This research uses normative juridical method by analyzing the law and regulation, the implementation and the execution of lease agreement, as well as the ownership and hypothec on Vessel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30245
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggara Widisasongko
"ABSTRAK
Laporan magang ini membahas mengenai perlakuan akuntansi atas perjanjian
sewa antara PT PIE dengan PT PKG serta prosedur audit atas akun aset tetap pada
PT PIE. Studi kasus ini bersifat deskriptif serta menjelaskan mengenai kerja
praktek yang dilakukan di PT PIE yang akan dibandingkan dengan ISAK 8,
PSAK 16, PSAK 30, dan PSAK 26. Berdasarkan hasil analisis, disimpulkan
bahwa perlakuan akuntansi atas perjanjian sewa antara PT PIE dengan PT PKG
telah sesuai dengan PSAK yang berlaku. Serta tahap pelaksanaan audit yang
dijalankan oleh tim audit KAP PwC atas akun aset tetap telah sesuai dengan teori
dan standar yang berlaku.

ABSTRACT
This internship report discusses the analysis of the accounting treatment of lease
agreement between PT PIE and PT PKG and the audit procedires for fixed asset
on PT PIE. This descriptive case study is based on the internship activity held in
PT PIE which will be compared to ISAK 8, PSAK 16, PSAK 30, and PSAK 26.
Based on the analysis, it is concluded that the accounting treatment of lease
agreement between PT PIE and PT PKG is in accordance with the applied
accounting standard (PSAK). Also, the audit procedures that is conducted by KAP
PwC on fixed asset is in accordance with the applied auditing standards and
theories."
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Claudia Maria Yossy
"I. Problem Identification Tarzan Ltd is currently looking forward to expand its cash reserves. The company has recently received a sales and leaseback proposal from East Finance Ltd as a means to achieve this particular objective. With a current debt ratio of 74% and a requirement from its major lender that said debt ratio should not reach 75%, it is important for Tarzan Ltd to determine whether or not the proposal will result in its debt ratio exceeding its current amount before accepting the proposal, and whether or not the proposal will result in a gain in cash reserves.
II. Analysis Following the requirements of AASB 117, there are some rules that the proposal will have to comply with. As required by the AASB, both leases-building and land leases-will be classified separately (AASB 117:15A) as operating and finance leases. According to the standards set in AASB 117, the land lease would be classified as an operating lease due to a lack of transfer of ownership at the end of lease term (AASB 117:8). In addition to that, it would also be classified as an operating lease because of its indefinite economic life and a lack of bargain purchase option (AASB 117:8). Due to the fact that there will be a substantial transfer of ownership and risks at the end of the building lease to the lessee, the lease should be classified as a finance lease (AASB 117:8). In addition to that, the present value of the minimum lease payments is said to cover a substantial major amount of the leased building at 91%. Furthermore, seeing as the classification of lease depends on the substance of the lease rather than the contract, it is also considered that the building lease is classified as a finance lease due to the term being for the major part of the asset`s economic life (10 years) and the lessee`s option to purchase the asset at the end of the lease term (AASB 117:10). Due to the different classification of the two leases, the accounting treatment for both leases would differ according to AASB 117. Profit and loss resulting from the land lease as an operating lease would have to be recognised immediately (AASB 117:61), while any profit or loss resulting from the building lease as a financial lease would have to be amortised over the term. In conclusion, while the land lease can be classified as an operating lease, the building lease cannot be classified as an operating lease. The lease will have to be classified as a finance lease according to the requirements of AASB 117 and shall have different accounting treatments."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>