Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105902 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Praharyawan Sandi Sumargo
"Kota sebagai lingkungan fisik telah mengalami perkembangan yang dinamis seIama berabad-abad. Secara historis keberadaan sebuah kota berkaitan erat dengan fungsinya sebagai wadah bertinggal dan beraktivitas sekaligus sebagai Iempat bertahan hidup dan beradaptasi terhadap Iingkungan alam sekitar. Manusia sebagai pembentuk kota telah melakukan berbagai modifikasi terhadap bentukan- bentukan fisik kota yang secara Iangsung mempengaruhi pola hidup dan kegiatan yang terjadi di dalamnya. Secara sadar maupun tidak sadar mereka telah membentuk struktur fisik yang kompleks.
Mixed use merupakan sebuah konsep yang mencoba untuk memahami kompleksitas tersebut ke dalam suatu bentuk Iingkungan yang memiliki keterpaduan baik secara fisik maupun fungsional. Dalam konteks urban, keberadaaannya dapat diartikan sebagai usaha untuk mendefinisikan kembali karakter kehidupan urban yang heterogen. Dalam hal ini konsep mixed use menawarkan suatu bentuk integrasi ruang dan aktivitas dalam jarak yang berdekatan. Dengan demikian, penerapan konsep ini akan berimplikasi pada penciptaan ruang yang kompak dengan intensitas kehidupan publik yang tinggi sehingga berpotensi untuk membentuk lingkungan yang 'hidup'.
Tulisan ini berisi tinjauan terhadap penerapan konsep mixed use dalam konteks urban yang terkait dengan penataan fisik dan kualitas ruang yang terjadi serta hubungannya dalam pembentukan Iingkungan yang 'hidup'."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S49375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Galeni Oktavianty
"Penggusuran kampung yang banyak terjadi belakangan ini terlihat semakin menyudutkan kampung sebagai permukiman yang tidak layak untuk bersanding dengan modernitas kota. Sebagai permukiman yang terjadi dengan sendirinya (organic) dan tanpa perencanaan (informal), kampung kota sangat identik dengan citra tidak teratur, kumuh, padat dengan kualitas lingkungan yang buruk. Perspektif buruk mengenai kampung kota sebenarnya bisa saja dirubah, dengan potensi, ciri khas yang dimiliki dan kontribusi terhadap kota membuatnya dapat dipertahankan. Sekarbela sebagai salah satu kampung yang mempunyai potensi, ciri khas dan kontribusi terhadap kota di Kota Mataram mampu menunjukkan eksistensinya di tengah modernitas kota.
Penelitian mengenai keberadaan kampung perajin emas dan mutiara Sekarbela ini untuk mengungkap apa pola permukiman yang terbentuk sebagai perwujudan dari eksistensinya, dan mengapa pola permukiman tersebut yang terbentuk. Metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan mengungkap kondisi kerja, karya dan aksi yang mengkondisikan kehidupan masyarakat perajin di dalam proses penstrukturan dalam masyarkat. Kemudian akan diungkap ruang yang terserap, terkonsep dan terhidupi sebagai hasil dari kondisi manusia dan penstrukturan dalam masyarakat tersebut yang diinterpretasikan melalui observasi partisipan di Sekarbela.
Dengan analisa ditemukan bahwa transformasi sosial dan ekonomi menjadi suatu proses yang unik dalam kebertahanan mereka sebagai masyarakat perajin. Masyarakat perajin dapat tampil sebagai masyarakat modern yang mampu menciptakan sistem ekonomi dengan meleburkan nilai-nilai agama, tradisonal dan kapitalis ke dalamnya. Intervensi dari luar kampung tidak mempengaruhi bentuk spasial kampung, namun sebagai pemicu dari metamorfosis yang berlangsung di dalamnya. Sehingga reproduksi sosial ekonomi masyarakat sebagai faktor internal berjalan secara terus menerus dan senantiasa dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal.
Akhirnya ditarik suatu kesimpulan bahwa kampung sebagai ruang yang mewadahi kegiatan bermukim dan terjadinya proses transformasi sosial ekonomi yang terus berproduksi. Kampung sebagai ruang yang nyata dan masyarakatnya akan terus berusaha mewujudkan kampung sebagai ruang yang sesungguhnya bagi kehidupan mereka. Hanya mereka, masyarakat yang bermukim di dalam permukiman yang dapat merasakan dan akan terus menerus merubah model ""ideal"" spasial permukiman. Perubahan secara terus menerus dalam masyarakat inilah yang menjadi cara dalam proses mereka untuk mempertahankan keberadaannya."

Penggusuran kampung or kampung eviction that many happened lately seen more and more made that kampung as the settlement improper to close together with modernity. As settlement that happened by it self (organic) and without planning (informal), kampung very identical with not regular image (disorder), dirty, solid with ugly environmental quality. Ugly in perspective about kampung actually can be changed, with potency, uniquely and contribution to city, make it defensible. Sekarbela as one of the kampung that have potency, uniquely and contribution to city in Mataram can show its existence in the modernity.
Research concerning existence of "kampung perajin emas dan mutiara Sekarbela" is to express what do the settlement pattern formed as appearance of their existence, and why it settlement pattern that formed. Used method to answer the the question is by expressing the condition of labor, work and action that conditioned the life of society in the process of structuration of society. Then will be expressed about perceived space, conceived space and lived space as a result of human condition and structuration of society which interpreted passing the participant observation in Sekarbela.
With analysis found that social and economic transformation become a unique process in staying them as craftsman society. They can come up as modern society capable to create the economic system by melting the religion values, traditional and capitalist into its. Intervention from outside kampung is not influence the form of spatial kampung, but as stimulate of metamorphosis that goes on in it. So that, social and economic reproduction of society as internal factor walk continually and is always influenced by external factors.
Finally, a conclusion that kampung as the space of live activity and the happening of social economic transformation process continuing productive. Kampung as real space and the society will continue to try to realize the kampung as virtual space for their life. Only their, the society that live in settlement able to feel and will continuously change the model of ideal spatial of settlement. The continually of change in this society become the way in course of them to maintain their existence.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
T41132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Elysia Nadinda Putri A.T.
"Manusia memerlukan media fisik untuk menyampaikan konsep atau idenya. Desain dan bangunan arsitektur merupakan media arsitek dalam menyampaikan ide arsitek tersebut. Skripsi ini mengangkat isu tentang bagaimana implementasi komik sebagai ide desain arsitektur.
Skripsi ini bertujuan untuk penerapan komik sebagai ide desain dan cara arsitek menggunakan elemen-elemen arsitektur dalam menyampaikan konsep atau ide komik ke dalam bangunan arsitektur. Dalam mengkaji kedua isu tersebut saya menggunakan teori arsitektur, komik, komik dalam arsitektur, definisi ide dan desain serta proses desain arsitektur.
Studi kasus yang digunakan adalah Comic Cafe yang berlokasi di Tebet, Jakarta. Informasi data studi kasus didapatkan dengan menggunakan metode observasi lapangan dan wawancara.
Hasil analisis menunjukkan bahwa arsitek Comic Cafe menggunakan komposisi bentuk dan warna, bentuk, warna, material, alur, tokoh komik sebagai elemen dekorasi untuk menyampaikan ide desain komik dalam Comic Cafe. Tingkat kedalam pemahaman berdasarkan dengan seberapa jelas dan banyak elemen arsitektur yang digunakan dalam merepresentasikan ide tersebut.

Human need physical medium to convey his her concept or idea. Architectural design and building is a medium for architect to conveying his her idea. The main issue of this thesis is to see the aplication of comic as architectural design idea.
This thesis aims to know the aplication of comic as architectural design idea and how architect use architectural elements to conveying comic idea into the building. To analyze both objectives, i used architecture, comic, comic in architecture, definition of idea and design, and architectural design process theories.
The case study of this thesis is Comic Cafe located in Tebet, Jakarta. Data information of case study was obtained by using observation and interview methods.
The result of this thesis showed that architect use the composition of shapes, colors, materials, groove, comic character as decoration elements to convey comic design ideas in Comic Cafe. The depth level of understanding idea based on how clear and many architectural elements are used in representing it.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Pebriana
"Di zaman sekarang video musik tidak lagi hanya sekedar sebagai media promosi dan hiburan lagi, ia berkembang menjadi sebuah sumber ide yang potensial bagi bidang-bidang lain seperti halnya bidang arsitektur interior. Skripsi ini membahas mengenai sejauh mana elemen-elemen video musik, seperti karakter-karakter ruangnya dan proses produksi ruang didalamnya, dapat diaplikasikan pada proses perancangan ruang dalam dunia arsitektur interior. Video musik merupakan media komunikasi yang paling berpengaruh bagi berbagai kalangan masyarakat maupun lapisan usia. Hal ini dikarenakan ia tersusun oleh elemen audio dan visual, jadi selain ada penjabaran dari narasi audio, terdapat juga visualisasi gambar tentang hal apa yang dinarasikan media audio tadi. Skripsi ini juga membahas mengenai interiority yang tercipta di dalam ruang video musik dan perbedaanya terhadap interiority ruang di keseharian kita. Selain itu, di sini juga dibahas mengenai bagaimana interiority yang tercipta oleh karakteristik ruang pada video musik, menginspirasi proses pengeksplorasian ruang pada bidang arsitektur interior.

Nowadays, music video not only serves as entertainment and promotional media. Its role has been expanding into becoming a potential source of ideas toother fields such as interior architecture. This thesis discusses about how far themusic videos elements such as its space characteristics and its spaceproduction can be applied in the interior architecture‟s space design process. Music videos are the most influential communication media to various communityand generations. It is because a music video is composed by audio and visualelements. Not only there is an explanation of the narration by audio, but in the same time, there is also a visualization that explains what‟s being narrated. This thesis is also discusses about the difference between interiority inside music videos and interiority in our everyday life, and how interiority created by the space characteristic of a music video could inspire a space exploration of an interior architecture project."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Andrean
"Ruang antara merupakan ruang yang menjembatani ruang luar dan ruang dalam pada arsitektur. Dalam penelusurannya terdapat hubungan antar ruang yang terjadi dengan atribut masing-masing sebagai penghasil kompleksitas makna. Posisi ruang antara dalam hubungan ruang dalam dan luar, akan memberi pemahaman utuh mengenai konsep space. Pada prosesnya, terdapat asal mula, batas ruang, pengguna ruang, kualitas, serta respon ruang yang menjadi atribut utama. Dengan demikian, skripsi ini akan menjelaskan posisi ruang antara, melalui sudut pandang Interioritas kepada hubungan antar ruang luar dan ruang dalam. Posisi ruang antara akan dijelaskan dengan lebih dalam melalui elemen yang didapati pada hubungan antar ruang berupa, (1) batas ruang yang dapat memberi akses fisik dan visual, sebagai respon ruang, serta (2) kualitas ruang yang dihasilkan berdasarkan karakteristiknya dan aspek fisiologis - psikologis.

In-between space is a space that bridges the relation of inside and outside in architecture. In the process, an inside - outside relationship is established by each attribute which constructs a complexity of meaning in space. In-between space position in the inside - outside relationship will ultimately carry the ideation of space. It started with the origin of space, inhabitants, spatial quality, and architectures respond as the main attribute. Therefore, this thesis will clarify the in-between space, by presenting the perspective of Interiority, by exploring the connection of inside and outside. In-between positions will be examined by the elements of spatial relation through, (1) boundaries that give accessibility both physically and visually as architectural responses, also (2) spatial quality composed by inside - outside characteristic, and psychology - physiology aspect."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hokki Sintaro Khoeng
"ABSTRAK
Bangunan campuran merupakan bangunan yang terdiri dari tiga atau lebih fungsi yang terintegrasi menjadi satu bangunan. Pada umumnya fungsi bangunan campuran di pusat kota terdiri dari tempat belanja retail, tempat bekerja dan tempat tinggal. Konfigurasi massa bangunan campuran terlihat dari retail yang berbentuk besar dan lebar terdapat di dekat tanah, tempat bekerja berbentuk tower yang terdapat di bagian atas dan tempat tinggal berbentuk tower atau slab yang juga terdapat di bagian atas. Terdapat dua faktor yang paling mempengaruhi bentuk konfigurasi massa bangunan campuran yaitu persyaratan ruang secara arsitektur dan bisnis real estate. Dari sisi arsitektur, terdapat persyaratan ruang yang harus dipenuhi oleh masing-masing fungsi tersebut, sedangkan dari sisi bisnis real estate terdapat konsep highest and best use serta opportunity yang dapat mempengaruhi tempat perletakan fungsi-fungsi tersebut.

ABSTRACT
Mixed use buildings are buildings that consist of three or more functions integrated into one building. In general, the function of mixed buildings in the city center consists of retail shopping, workplaces and residences. The mass configuration of a mixed building can be seen from retail in the form of a large and wide near the ground, a tower-shaped work place located at the top and a residence in the form of a tower or slab also at the top. There are two factors those most influence the form of mixed building mass configuration, which is the architectural spatial requirements and real estate busines. In terms of architecture, there are space requirements that must be met by each of these functions, while in terms of real estate business there is the concept of highest and best use and opportunity that can influence the placement of these functions.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmeang, Boris A.
"Program telah menjadi anak emas dalam perancangan arsitektur masa kini. Perancang sangat tertolong dengan arahan yang diberikannya. Program juga memungkinkan arsitektur untuk berubah sepanjang waktu, sesuai dengan informasi yang terus‐menerus diterimanya. Informasi mengenai hal teraga maupun tak teraga pada tapak menjadi masukan bagi program. Dengan begini arsitektur dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Namun, selidik punya selidik, program dahulu tidak memungkinkan arsitektur untuk berubah.
Dahulu, program kaku adanya. Kakunya program disebabkan oleh hasrat perancang untuk memenuhi persyaratan fungsi saja, melupakan budaya. Kalaupun teringat, lambat laun perancang akan melupakannya. Akibatnya makna pada arsitektur sirna. Dengan demikian, program yang semula sesuai dengan pemicu menjadi mentah dan tak layak lagi di mata waktu. Hal ini telah terjadi dari masa ke masa, terlihat jelas di era arsitektur modern dan postmodern. Perubahan zaman menuntut arsitektur untuk berubah pula. Dengan berubah, arsitektur dapat terus menerus menghasilkan makna.
Budaya yang menjadi bagian penting pada perancangan, terlebih pemrograman, mendorong timbulnya pertanyaan mengenai kemampuan program untuk mengolah masukan tersebut. Dipertanyakan pula bagaimana program berubah dan memaksa arsitektur berubah sehingga makna dapat diciptakan lagi dan lagi.

No such doubts can be inquired of the program?s popularity. Program is helpful for it provides directions for designers. Program is lithe by allowing architecture to change through time by its perpetual endeavor to import informations. Any site‐specific informations, whether physical or non‐physical, can be the input for the program. Consequently, change is surmountable because architecture is adaptive. Nevertheless, this quality wasn?t always there.
Program has been inflexible, caused by the search for functional perfection. Designers have forgotten another factor: the culture. Remembrance was futile, for it only lasted a while, short enough for meanings to vanish. The program which was once considered suitable became irrelevant and inappropriate. We have seen triumphant thought and theories at the times of modern and post‐modern architecture turned old and obsolete, which occuring has been witnessed through each eras which is known in history. As time goes on, architecture insist on change. Hence, it enable architecture to produce fresh meanings persistently.
Significantly, culture affects program. That very sentence provokes certain questions regarding the ability of program to process cultural inputs and to change architecture and its meanings."
2008
S48438
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Assyifa
"Untuk memenuhi semua keinginan emosional dan fungsional klien, empati menjadi faktor penting dalam proses perancangan arsitektur. Namun, besarnya utilisasi teknologi dalam proses perancangan arsitektur telah merevolusi bagaimana arsitek mendesain dan menjauhkan arsitektur dari kehidupan. Virtual Reality adalah dunia digital 3 dimensi immersive yang diklaim oleh Chris Milk sebagai mesin yang bisa menghasilkan empati satu sama lain. Teknologi ini diharapkan dapat menghubungkan kembali hubungan yang putus antara arsitektur dan manusia. Skripsi ini menampilkan tiga buah studi kasus pemanfaatan VR dalam proses perancangan empatik arsitektur. Dengan merefleksi teori kerangka kerja desain empatik pada studi kasus, pemanfaatan VR terbukti mampu mendukung 2 strategi utama yang penting dalam melakukan proses perancangan arsitektur empatik. Yaitu, penyediaan bahasa bersama dan pemodelan empatik. Meski menurut analisis VR terbukti bisa membantu kedua faktor tersebut, pemanfaatan VR tidak dapat menjamin solusi desain yang sukses karena aspek lain dari proses desain dan keterbatasan VR. Skripsi ini memberikan rekomendasi penggunaan VR dalam proses desain empatik untuk mengendalikan keterbatasan VR.

To fulfill all the emotional and functional desire of client, empathy becomes an essential factor in architecture design process. However, the great amount of technology utilization in architecture design process has been revolutionizing how architects design and distant architecture from life. Virtual Reality is an immersive 3 dimensional digital world which claimed by Chris Milk as a machine that could generate empathy towards each other. This technology are hoped to be able to reconnects the broken string between architecture and human. This thesis provides three experiments of VR utilization in architecture empathic design process. By reflecting the theory of empathic design framework to the study cases, the utilization of VR is found to able to support 2 key strategies important in performing an architecture empathic design process. That is, shared language and empathic modeling. Although according to the analysis VR is proven to be able to aid these two factors, the utilization of VR cannot guarantee a successful design solution due to other aspects of design process and VR limitations. This thesis provides recommendations to use VR for empathic design process to control the limitations of VR."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defry Agatha Ardianta
"Disertasi ini merupakan paparan hasil penelusuran kolektivitas dalam drawing arsitektur sebagai proses terbuka. Drawing memiliki relasi yang mengikat dengan arsitektur, dan seringkali berposisi sebagai perantara antara gagasan menuju realita. Penelitian ini memosisikan drawing dalam arti sebagai produk dan juga sekaligus sebagai proses. Dengan menggunakan logika bahwa drawingdapat bersifat terbuka dan eksploratif, terbuka potensi kehadiran gagasan kolektivitas dalam drawing arsitektur. Penelusuran dalam penelitian ini bertujuan menyelidiki gagasan kolektivitas dalam drawing tersebut sebagai usaha pengembangan wacana representasi dan pengetahuan desain arsitektur.
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan dua model hubungan riset dan desain yaitu research into design dan research through design. Rangkaian penelitian terdiri dari dua kegiatan, yaitu penelitian berbasis observasi dan penelitian berbasis praktik drawing. Penelitian berbasis observasi dilakukan untuk menelusuri drawing yang dilakukan secara kolektif, sedangkan penelitian berbasis praktik dilakukan dengan menggunakan drawing untuk mengungkap bentuk-bentuk kolektivitas tertentu melalui studi kasus sebagai konteks. Kedua kegiatan tersebut bertujuan untuk menelusuri dua posisi kolektivitas, yaitu sebagai landasan drawing serta sebagai kondisi yang diungkap melalui drawing.
Temuan dari penelitian ini mengungkap karakteristik paradoks dan gagasan kesekaligusan pada kolektivitas dalam drawing. Penelusuran terhadap aspek kunci seperti negosiasi fragmen dan rangkaian keseluruhan, serta pengungkapan kondisi kolektivitas berbasis entitas, kualitas kondisi, dan waktu, menjadi aspek untuk pengembangan pengetahuan drawing arsitektur. Temuan ini memperluas wacana drawing sebagai proses terbuka, dengan memosisikan gagasan kolektivitas sebagai bagian dari representasi dan desain arsitektur.

This dissertation explores collectivity in architectural drawing as an open process. Drawing binds with architecture and is often an intermediary between ideas and reality. This research positions drawing as both a product and a process. By using the logic that drawing can be open and explorative, it opens the potential for the presence of the idea of collectivity in architectural drawing. This research aims to investigate the idea of collectivity in drawing as an effort to develop the discourse of representation and knowledge of architectural design.
This research was conducted using a qualitative approach, and utilised two models of research and design relationships: research into design and research through design. The research series consisted of two activities: observation-based research and drawing practice-based research. Observation-based research is conducted to explore drawing that is done collectively. In contrast, practice-based research uses drawing to reveal certain forms of collectivity through case studies as a context. Both activities aim to explore two positions of collectivity, namely, as the foundation of drawing and as a condition revealed through drawing.
The findings of this research reveal the paradoxical characteristics and the notion of altogetherness of collectivity in drawing. The exploration of key aspects, such as the negotiation of fragments and whole series and the disclosure of entity-based collectivity conditions, quality conditions, and time, become aspects of the development of architectural drawing knowledge. The findings expand the discourse of drawing as an open process, positioning the notion of collectivity as part of architectural representation and design.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutari Maya Rianty
"Sejak kemunculan aplikasi photo-sharing Instagram, masyarakat terlihat semakin gemar memotret dan merekam apapun yang terjadi di sekitar mereka. Hal-hal yang dapat menjadi objek foto pun sangat beragam, mulai dari kegiatan sehari-hari sampai objek-objek yang terlihat sangat instagrammable, atau layak untuk diunggah ke Instagram karena memenuhi standar estetika tertentu. Salah satu objek yang tampaknya telah dianggap sebagai objek foto yang instagrammable adalah arsitektur. Namun, foto-foto arsitektur yang ada di Instagram hanyalah adalah representasi yang instagrammable dari sebuah arsitektur. Padahal, arsitektur tidak hanya dibentuk oleh elemen-elemen yang terlihat, tapi juga oleh aspek-aspek spasial yang tidak kasat mata.
Tulisan ini membahas bagaimana arsitektur dapat dikatakan sebagai objek foto yang instagrammable, juga sejauh apa foto arsitektur yang instagrammable dapat merepresentasikan dan menyampaikan makna dari arsitektur yang difoto. Sebuah foto yang instagrammable bisa jadi bukanlah media yang paling tepat untuk merepresentasikan arsitektur karena lebih menekankan pada estetika visual dibandingkan menyampaikan makna dari arsitektur itu sendiri.

Since Instagram launched several years ago, society seems to be more eager to take photos and record everything they do or see and share them online through the famous photo sharing application. There are a lot of things that are considered to be instagrammable photo objects. The term instagrammable is used to identify photos that are worthy enough to be posted on Instagram. Meanwhile, architecture seems to already be considered as one of those instagrammable objects. However, the architecture we see on Instagram is only the instagrammable representation of it, not the real one. Architecture is supposed to be formed not only by tangible elements, but also the intangible spatial aspects.
This paper discusses how architecture is interpreted to be instagrammable, then to what extent an instagrammable architectural photograph can represent the meaning of architecture itself. An instagrammable photo, despite of having high aesthetic level, is probably not the best media to deliver architectural meanings.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>