Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134777 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siska Mardini Rawar
"Permukiman di lingkungan sungai banyak ditemui di Indonesia. Budaya, komunitas, dan mata pencaharian merupakan beberapa alasan yang menimbulkan permukiman di lingkungan sungai. Permukiman Suku Tiar di Kampung Usku 2 terletak di tepi Sungai Usku. Hidup di tepi sungai telah dilakukan turun-temurun oleh Suku Tiar. Untuk menyesuaikan keberadaannya di kawasan aliran sungai warga Kampung Usku 2 membuat rumah panggung di tepi sungai.
Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai permukiman Kampung Usku 2 yang terletak di tepi sungai Usku. Penyesuaian yang dilakukan manusia terhadap lingkungan terwujud dalam bentuk hunian dan sebarannya. Keberadaan sungai sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup, hal inilah yang menimbulkan adaptasi warga terhadap lingkungan sungai.

Settlement in the river environment can be easily found in Indonesia. Cultures, communities and livelihoods are several reasons that lead to settlement in the river environment. Traditional settlement in Kampung Tiar Usku 2 situated on the banks of the River Usku. Living on the edge of the river has carried down - for generations by the Tribe Tiar. To adjust its presence in the area of watershed residents of Kampung Usku two houses on stilts at the edge of a river.
In this paper we will discuss about the settlement of Kampung Usku 2 which is located on the banks of the river Usku. Adjustments made man on the environment manifested in the form of occupancy and distribution. The rivers play a significant role in fulfilling the necessities of life, this is what causes people to the river environment adaptation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52288
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Purnamawati
"Pengasuhan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak dalam rangka 'membesarkan' mereka, sangat besar perannya terhadap tumbuh-kembang anak. Upaya ini meliputi upaya pemenuhan kebutuhan biomedis, kasih sayang, dan stimulasi. Di lain pihak, lingkungan merupakan faktor penentu proses tumbuh-kembang anak dan corak asuhnya. Secara garis besar lingkungan terdiri dari, faktor ibu sebagai tokoh utama ekosistem mikro, faktor sosial ekonomi, dan faktor pemukiman.
Di negara sedang berkembang, 45% dari populasi adalah anak berumur kurang dari 15 tahun dan di antaranya 20% adalah balita. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tumbuh-kembang anak sebagai sumber potensi bangsa, adalah dengan meningkatkan kualitas corak asuhnya. Untuk itu diperlukan data mengenai corak asuh khususnya pada golongan sosial ekonomi rendah, karena anakanak dari golongan ini merupakan kelompok rawan dengan risiko tinggi terhadap timbulnya gangguan tumbuh-kembang.
Melihat kenyataan tersebut, telah dilakukan penelitian mengenai corak asuh anak dengan tujuan mendapatkan gambaran tentang pengasuhan dan kaitannya terhadap tumbuh-kembang anak. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang corak asuh dan status tumbuh-kembang anak pada golongan sosial ekonomi rendah, serta gambaran mengenai faktor lingkungan yang berperan baik terhadap corak asuh maupun terhadap tumbuh-kembang anak.
Penelitian ini dilakukan selatna 8 bulan mulai Desember 1987 sampai Mei 1988, dengan mempergunakan disain cross sectional yang bersifat deskriptif. Populasi penelitian adalah bayi/anak berumur 6-24 bulan, berasal dari golongan sosial ekonomi rendah yang memanfaatkan sarana kesehatan RSCM. Selain pemeriksaan klinis telah dilakukan wawancara dan observasi langsung pada saat kunjungan rumah. Telah diteliti 111 sampel, di antaranya 61 anak laki-laki, dan 50 anak perempuan. Sejumlah 50 anak berumur 6-12 bulan, 41 anak berumur 13-18 bulan, dan 20 anak berumur 19-24 bulan.
Ketiga karakteristik lingkungan (ibu, sosial ekonomi, dan pemukiman), menggambarkan kondisi yang tidak baik. Ibu yang gambaran karakteristiknya baik sebanyak 29,7%-38,7%. Keadaan sosial ekonomi buruk karena yang baik hanya 6,3% - 11,7%, demikian pula halnya dengan pemukiman karena yang kondisinya baik hanya 7,9% - 13,8%.
Di lain pihak, kualitas corak asuh juga tidak baik. Dari ketiga komponen pengasuhan anak, komponen kasih sayang merupakan komponen yang terbaik Kualitas komponen pengasuhan kasih sayang yang baik berdasarkan tehnik inferens adalah, 54,1% - 72,1%. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pengasuhan kasih sayang adalah corak reproduksi ibu, keadaan fisik rumah, dan pendidikan ayah.
Upaya pemberian makan sebagai bagian dari pengasuhan biomedis, kondisinya tidak baik karena yang baik hanya 14,7%-30,3%. Sedangkan upaya perlindungan kesehatan (imunisasi), sebagai bagian kedua dari pengasuhan biomedis, kondisinya lebih baik karena sebanyak 42,1% - 60,7% menunjukkan pola imunisasi yang baik. Tetapi secara keseluruhan, kualitas upaya biomedis yang baik hanya 4,7%-15,1%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan dengan pengasuhan biomedis.
Komponen pengasuhan yang ketiga yaitu upaya stimulasi, yang gambarannya baik hanya 13,9% - 29,3%. Terdapat hubungan yang bermakna antara beberapa karakteristik lingkungan yaitu corak reproduksi, pendidikan ibu, dan kepadatan lingkungan, dengan upaya ini.
Pada penelitian ini, status pertumbuhan fisik yang baik sebanyak 41,2% - 59,8%. Status pertumbuhan dipengaruhi oleh pengasuhan biomedis (imunisasi) dan stimulasi. Status perkembangan yang baik sebanyak 67,7%-83,7%. Perkembangan anak secara bermakna dipengaruhi oleh kualitas ibu, pendidikan ayah, dan pengasuhan stimulasi verbal.
Pada penelitian ini ternyata teknik sederhana untuk mengamati perkembangan anak, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik bila dibandingkan dengan DUST.
Berdasarkan penemuan yang diperoleh, terdapat 2 pemikiran yaitu,
1. Disamping faktor ibu sebagai tokoh utama pengasuhan anak, ayah yang lebih aktif berperan dalan pengasuhan anak, dapat meningkatkan kualitas perkembangan anak.
2. Penerapan teknik pengamatan sederhana dalam menilai perkembangan anak terutama yang berumur kurang dari 2 tahun oleh kadar masyarakat yang terlatih, akan menunjukkan tingkat kepekaan dan spesivisitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan penerapan DDST oleh tenaga ahli.
Akhirnya, untuk kelengkapan penelitian ini sebaiknya dilakukan penelitian yang serupa dalam jangka panjang, serta melakukan pengujian analitik hubungan peran ayah dalam proses tumbuh-kembang anak. Sementara itu, ayah perlu dilibatkan sebagai obyek sasaran dalam program penyuluhan kesehatan anak. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pemantauan tumbuh-kembang anak (terutama batita) di Posyandu, maka perlu dilakukan pengujian penggunaan metode pengamatan sederhana perkembangan anak. Dan mengingat rendahnya mutu pengasuhan anak, maka harus dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pengasuhan anak terutama komponen biomedis dan stimulasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T5402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Sanca Lovandhika
"Penelitian ini mengkaji sebaran keteraturan permukiman di Kota Semarang Tahun 2012 yang dikaitkan dengan daya dukung wilayah untuk permukiman. Data sebaran permukiman diekstraksi dari citra satelit. Data daya dukung wilayah untuk permukiman didapatkan dengan menggunakan formula Muta?ali (2012). Analisis overlay dilakukan untuk melihat sebaran permukiman menurut kemiringan lereng dan jaringan jalan untuk mengkaji kesesuaian teori Kuffer et al. (2008), yang selanjutnya dikaitkan dengan daya dukung wilayah untuk permukiman. Permukiman Kota Semarang tersebar merata dari daerah pantai hingga perbukitan, dari kemiringan lereng landai hingga curam, dengan pola persebaran permukiman pada kawasan perkotaan Random dan pada kawasan non perkotaan Mengelompok. Jenis permukiman yang mendominasi adalah permukiman tidak teratur. Sebaran permukiman dipengaruhi oleh kemiringan lereng dan jaringan jalan. Semakin besar kemiringan lereng suatu wilayah semakin kecil luasan permukiman yang ditemukan. Semakin panjang kelas jalan lokal pada suatu wilayah semakin besar luasan permukiman yang ditemukan. Permukiman tidak teratur cenderung lebih mendominasi pada wilayah dengan daya dukung wilayah untuk permukiman tinggi, sedangkan pada wilayah dengan daya dukung untuk permukiman rendah proporsi permukiman teratur dan tidak teratur cenderung tidak jauh berbeda. Semakin tinggi daya dukung wilayah untuk permukiman pada suatu wilayah, semakin kecil persentase luasan permukiman pada kemiringan lereng curam yang didapati pada wilayah tersebut.

This study discusses the orderliness of Semarang City settlements in 2012 and the relation with region rsquo s carrying capacity for settlements Settlements distribution data were extracted from satellite imagery Semarang City region rsquo s carrying capacity data were obtained using Muta rsquo ali rsquo s formula 2012 Overlay analysis is done to examine the settlements distribution according to slope elevation and road network it rsquo s compliance with Kuffer et al 2008 theory and it rsquo s relation to the region carrying capacity for settlements Settlements in Semarang City spread from coast to hills from gentle slope to very steep with random distribution in city zone and clustered distribution in non city zone Irregular type of settlements are dominant in Semarang City The distribution of settlements were influenced by slope This study discusses the orderliness of Semarang City settlements in 2012 and the relation with region?s carrying capacity for settlements. Settlements distribution data were extracted from satellite imagery. Semarang City region?s carrying capacity data were obtained using Muta?ali?s formula (2012). Overlay analysis is done to examine the settlements distribution according to slope elevation and road network, it's compliance with Kuffer et al. (2008) theory and it?s relation to the region carrying capacity for settlements. Settlements in Semarang City spread from coast to hills, from gentle slope to very steep, with random distribution in city zone and clustered distribution in non city zone. Irregular type of settlements are dominant in Semarang City. The distribution of settlements were influenced by slope elevation and road network. Bigger slope elevation in a region, fewer settlements were founded in that region. Longer local type road in a region, more settlements were found in that region. Irregular settlements disposed to be dominant in region with high region?s carrying capacity, in region with low region?s carrying capacity regular and irregular settlements almost had the same proportion. Higher region?s carrying capacity for settlements, fewer settlements which was founded in very steep slope."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Indonesia, 2014
S53200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Austronaldo FS
"Permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya kantong-kantong permukiman berbasis etnis akibat dari diaspora. Etnis Batak dalam Kampung 'Mayasari', Cililitan diambil sebagai kasus, yang mana formasi spasialnya akan diungkap dalam tesis ini. Metode yang digunakan adalah etnografi yang mana peneliti bertindak sebagai observator-partisipan. Keberadaan mayoritas warga Batak di Kampung 'Mayasari' tidak berarti bahwa diaspora termanifestasi khususnya secara spasial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dampak diaspora terlihat secara signifikan dari unsur gereja dan rumah karena lebih banyak ruang dan struktur yang yang tetap. Namun dampak diaspora tidak terlihat secara signifikan dari unsur lapo dan ruang semi-privat karena adanya perubahan pada ruang dan struktur di dalamnya. Maka kampung kota ini terbentuk oleh tanda diaspora yang termanifestasi dalam ruang tetap berupa ruang privat Batak. Namun adanya tanda kehadiran non-Batak dan ruang semi-privat Batak di dalamnya membuat kampung ini tidak murni terkonstitusi oleh ruang Batak secara spasial. Oleh karena itu kata 'Mayasari' atau 'kampung Batak' hanya menjadi suatu nama yang memberi identitas Batak pada kampung ini.

The issue of this research is the presence of pockets of settlement on the basis of ethnicity due to diaspora. The Batak ethnicity in Kampung 'Mayasari', Cililitan is taken as the case study, in which its spatial formation will be revealed in this thesis. The method used is ethnography in which the researcher acts as an observator-participant. The presence of majority Batak dwellers in Kampung 'Mayasari' does not mean that diaspora is manifested spatially. It is found that the impact of diaspora is significantly shown in the elements of church and house because more space and structure is fixed. But the impact of diaspora is not significantly shown in the elements of lapo and semi-private space because of the change in space and struture in it. Therefore this urban kampung is formed by a diasporic sign that is manifested in a fixed space in the form of Batak private space. But the presence of a non-Batak sign and a semi-private Batak space makes this kampung not purely constituted spatially by Batak space. Therefore the word 'Mayasari' or 'Batak kampung' becomes merely a name that gives this kampung a Batak identity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frisia Soraya
"Kampung kota merupakan salah satu bentuk permukiman kumuh yang terdapat di kota-kota besar seperti halnya di Jakarta. Kampung kota ini timbul akibat urbanisasi yang datang dari seluruh pelosok tanah air yang sebagian besar terdiri dan masyarakat desa berpenghasilan rendah dan memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah. Hal ini terus menerus melanda kota-kota besar seperti Jakarta sehingga banyak warga yang tinggal di permukiman-permukiman padat penduduk. Pada permukiman kampung kota tersebut banyak sekali masalah-masalah yang timbul, dan masalah yang ada biasanya merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menempati permukiman tersebut. Padahal kesehatan merupakan sesuatu yang berharga dan harus dimiliki oteh manusia untuk melakukan kegiatan sehari-harinya. Kumuh sering sekali dikaitkan dengan penyakit. Penyakit yang timbul di permukiman kampung kota antara lain penyakit saluran pernapasan, penyakit kulit dan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Hal-hal tersebut timbul karena utilitas seperti sarana air bersih, saluran air kotor, pengudaraan serta sinar matahari tidak terencana dengan baik. Jadi hams dipikirkan suatu sistem utilitas sehat pada suatu permukiman kampung kota agar permukiman tersebut dapat menjadi sehat dan layak dihuni.

Kampung Kota represent one of dirty form settlement which is in metropolis city such as Jakarta, this Kampung Kota appeared as result of incoming urbanization from entire remote area in Indonesia, mostly consisted of the village society which is have low salary, low education and low skilled. This matter continuously happened knock over metropolis city like Jakarta, many people live in dense settlement. At Kampung Kota settlement there are a lot of problem arised, and the problem generally represent society health problem. Besides of that, health is valuable and must possessed by human being to do their activity everyday. Slum very often related to a disease. Disease which is arising in Kampung Kota settlement for example bronchi disease, skin disease and disease which is because of mosquito, The things immerge from utility such as clean water, dirty aqueduct, air and also the sunshine which is not unplanned. So, must be thought a healthy utility system at Kampung Kota settlement and then the settlement can become health and dwelt competent."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatisya Ilani Yusuf
"Banjir yang terus melanda wilayah Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur menyebabkan banyak kerugian, terutama kerugian ekonomi yang diterima oleh masyarakat terdampak. Hal ini membuat pemerintah DKI Jakarta merencanakan normalisasi Sungai Ciliwung yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detil Tata Ruang RDTR.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi manfaat yang diterima masyarakat setelah proyek normalisasi sungai selesai, menghitung nilai sekarang bersih net present value dari dampak normalisasi sungai berdasarkan selisih estimasi manfaat yang diterima masyarakat setelah proyek normalisasi sungai selesai dengan biaya normalisasi sungai, dan menganalisis kelayakan proyek normalisasi sungai berdasarkan nilai sekarang bersih NPV. Pendekatan penelitian kuantitatif dan menggunakan metode kuantitatif.
Hasil penelitian yaitu estimasi manfaat yang diterima masyarakat setelah proyek normalisasi adalah sebesar Rp 4 miliar. Nilai sekarang bersih net present value dari dampak normalisasi sungai adalah sebesar Rp -169,79 miliar. Dari aspek lingkungan, normalisasi sungai juga merusak ekosistem sempadan sungai. Kesimpulan dari penelitian ini adalah proyek normalisasi sungai yang memiliki hasil nilai sekarang bersih net present value negatif NPV < 0 , maka dapat dikatakan bahwa proyek normalisasi sungai ini tidak layak untuk dilaksanakan.

Floods continue to hit Kampung Pulo, part of Kampung Melayu village, East Jakarta and caused a lot of losses, especially economic losses which affected communities. This problem makes DKI Jakarta rsquo s goverment plan a decision to normalize Ciliwung river that contained in the Regional Regulation No. 1 2012 on Spatial Plan 2030 and Regional Regulation No. 1 2014 on Detailed Spatial Plan RDTR.
The aims of this study is to estimate benefit which accepted by communities after river normalization project, calculate the net present value NPV of river normalization based on difference between the estimated benefit which accepted by communities as a result of floods before river normalization, and to analyzed feasibility river normalization rsquo s project based on net present value NPV . This research use quantitative approach and quantitative method.
The results of this study, that estimated of the benefits received by the community after normalization project is around IDR 4 billion. The net present value NPV of the river normalization project is around IDR 169,79 billion and can be said that normalization project is not feasible. From the environmental aspect, the normalization of rivers also damaged riparian ecosystem. The conclusion of this study is the river normalization project which has the result of net present value NPV negative NPV 0 , it can be said that the normalization of the river project is not feasible.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Tjahjadi
"Pembentukan sebuah kampung dipengaruhi oleh banyak faktor. Munculnya penduduk pendatang yang menggantikan posisi penduduk setempat mengakibatkan banyaknya transformasi pada sebuah kampung. Kini banyak kampung yang tidak hanya dihuni oleh penghuni pendatang tetapi juga penghuni yang tidak menetap/ temporer. Di beberapa kasus, penghuni pendatang sekaligus temporer tersebut bahkan seringkali mendominasi penduduk kampung dibandingkan penghuni setempat. Sebagai contoh misalnya ada beberapa kampung yang sebagian besar dihuni oleh mahasiswa dan sering mendapat istilah kampung mahasiswa.
Jika dilogikakan, tentunya terbentuknya suatu kampung dengan penghuni temporer seperti mahasiswa (berganti tiap kurun waktu kurang lebih empat tahun) tidak akan sama dengan terbentuknya kampung pada umumnya yang penduduknya menetap. Mahasiswa yang mendominasi penduduk kampung tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi pembentukan kampung baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga kampung tersebut pun berubah menjadi sebuah kampung yang baru.

Establishment of kampung affected by many factors. The emergence of new settlers who replaced the locals are causing a transformation in kampung. Now, many kampung are not only inhabited by residents but also residents of immigrants who do not settle down / temporary. In some cases, newcomers as well as temporary residents even dominate the residents of kampung than local residents. For instance, there are a few kampung, mostly inhabited by students and often referred to as a kampung of student.
Logically, the establishment of a kampung with temporary residents such as students (changing each period of approximately four years) will not be the same as the formation of kampung whose inhabitants are generally settled. Students who dominate many of the residents of kampung more or less certainly will affect the formation of kampung, directly or indirectly so that the kampung was turned into a new kampung.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42261
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Aliyati
"Pertumbuhan penduduk yang tinggi tanpa diimbangi penambahan fasilitas, sarana, prasarana cenderung membentuk permukiman yang sangat padat. Permukiman penduduk yang sangat padat memberikan peluang atau penyebab kondisi lingkungan kota menjadi buruk. Kapasitas ruang yang ada tidak mampu melayani rumah penduduk secara layak sehingga muncul permukiman kumuh. Hampir semua pinggiran sungai di perkotaan digunakan untuk permukiman.
Peraturan Pemerintah nomer 35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 26 dilarang mendirikan bangunan di bantaran sungai harus seizin pemerintah setempat. Bantaran sungai merupakan jalur pengaman atau penghijauan. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik permukiman kumuh, dan bagaimana konsepsi penataan ruang dan pembangunan jangka panjang serta bagaimana pemahaman dan kesiapan masyarakat di daerah penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan permukiman kumuh Region Barat Bantaran Ci-Liwung meliputi Kelurahan Manggarai - Kelurahan Srengseng Sawah terdapat dua karakteristik yaitu kumuh sedang dan kumuh ringan. Permukiman kumuh Region Timur Bantaran Ci-Liwung meliputi Kelurahan Kampung Melayu - Kelurahan Kalisari terdapat tiga karakteristik yaitu kumuh berat, kumuh sedang, kumuh ringan. Daerah penelitian tidak sesuai dengan konsepsi penataan ruang serta masyarakat daerah penelitian tidak paham dan tidak siap tentang implementasi konsep penataan ruang khususnya pada daerah penelitian.

Higher population growth without balanced addition of facilities, equipment, infrastructure tends to form a very dense settlements. A very dense population settlements provide opportunities or environmental conditions cause the city to be bad. The capacity of the existing space could not adequately serve the people's houses so that they appear slums. Almost all rivers in the urban periphery is used for settlements.
Government Regulation number 35 Year 1991 on the river section 26 are prohibited from building on flood plains should the local government's permission. Flood plains is a safety line or reforestation. Issues to be discussed in this research is how the characteristics of slums, and how the conception of spatial planning and long-term development and how the understanding and preparedness of communities in the study area.
The results showed the banks of the slums of West Region Ci-Liwung includes Kelurahan Manggarai - Kelurahan Srengseng Sawah there are two characteristics of slum and shanty was mild. Eastern Region slums banks of Ci-Liwung include Kelurahan Kampung Melayu - Kelurahan Kalisari there are three characteristics of heavy slum, medium slum, mild slum. The study area does not match the spatial conception of society does not understand the research area and is not ready on the implementation of the concept of spatial planning, particularly in the research area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T33681
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Widayati
"Pada awal formasi karaton, yakni zaman kota kerajaan Jawa yang memiliki wilayah kekuasaan di luar benteng kota (manca negara), permukiman karaton dapat berfungsi sebagai "ruang-antara" dan "ruang-pertahanan", selain itu merupakan salah satu komponen dari struktur pemerintahan dan kekuasaan karaton pada saat itu (abdi dalem dan sentana dalem). Setelah Indonesia Merdeka tahun 1945 "Kota-Kerajaan" berubah status politiknya menjadi bagian dari kota demokratis yang dikelola berdasarkan ketentuan perundangan sesuai klasifikasinya. Perubahan tersebut berdampak pada keradaan permukiman di sekitar karaton, dari sistem Magersari menjadi RT dan RW dan Kalurahan.
Metoda yang dipakai strategy grounded theory research atau riset yang memberikan basis kuat suatu teori. Penelitian difokuskan pada aktor-aktor secara aktif atau pasif yang relevan terlibat dalam proses perubahan permukiman karaton. Data yang dikumpulkan "Fokus Investigasi" diarahkan pada para aktor yang mempengaruhi perubahan tersebut baik internal maupun eksternal. Basis melakukan investigasi adalah data itu sendiri tanpa tuntunan suatu perangkat teori tertentu.
Temuan investigasi, non fisik yang mengarah kepada perubahan komuniti dianalisis dengan teorinya Giddens tentang; Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat (2010), yang penekanan kajiannya pada; praktik sosial yang tengah berlangsung, sebagaimana adanya. Dengan mengulas aktor, agen yang berperan dalam perubahan. Hasilnya disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang heterotropia, didapat hasil secara makro mengalami heterotopia.
Temuan investigasi, fisik dibagi menjadi 3 yaitu; 1). Tatanan makro terdiri dari benteng yang mengelilingi, tidak berubah karena benteng tetap berdiri tegak sebagaimana adanya, dapat dimaknai sebagai heterotopia. Hal tersebut dikarenakan kondisi arsitektural sampai sekarang tidak mengalami perubahan (sama), secara ujud tetap ada tetapi kehidupannya telah mengalami perubahan, yang pada awalnya mempunyai pola pikir "mengabdi kepada raja" sekarang ini menjadi masyarakat yang merdeka dengan pola pikir "hidup untuk mencari uang supaya dapat hidup layak". 2). Tatanan meso mengalami perubahan dari toponimi nama masing-masing permukiman menjadi tatanan Rukun Tetangga, dan Rukun Warga sesuai dengan Tatanan Struktur Pemerintah Kota Surakarta. disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang Heterotropia, didapat hasil secara mezzo mengalami heterotopia. 3). Tatanan mikro yaitu spatial permukiman mengalami perubahan antara lain; Tamtaman, Kampung Baluwerti, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, satu-satunya ruang terbuka untuk berlatih naik kuda para putra dalem dan pangeran. Perubahan mikro tersebut apabila disandingkan dengan teorinya Foucault tentang heterotopia dan tropotopia serta Harjoko tentang tropotopia, hasilnya permukiman karaton mengalami tropotopia.
Kesimpulannya permukiman karaton (Baluwerti) ditinjau dari tatanan makro, meso, dan mikro telah mengalami perubahan non fisik, yang berakibat terhadap fisik [spasial] yang tak terkendali dan dapat dipahami sebagai perubahan "tempat" (topos) yang mengalami dua "nilai" makna-hetero dan tropo-topia, hal ini akan menjadi "asing" bagi mereka yang pernah mengenal dalam konteks lingkung arsitektur "asli/awal", tetapi juga berubah di sana-sini menjadikannya tempat dengan bentuk arsitektur "aneka gaya"

In the beginning of karaton formation, namely era of Javanese kingdom towns had power area outside of town fort (foreign countries), karaton settlement can function as "space-inbetween" and "defense space", besides it was one component of government structures and karaton power at that time. After Indonesia was Independent in 1945 "Kingdom towns" changed in its political status into part of democratic city managed based on constitution stipulation commensurate with its classification. That change affects existence of settlement nearby karaton, from Magersari system to RT and RW and Kalurahan (village administration).
Method used is strategy of grounded theory research or research providing a strong base of a theory. Research focuses on actors actively and passively to get involved relevantly in process of settlement alteration. Data accumulated as in "Fokus Investigasi" oriented on actors taking influence on changes, either internal or external. The base that does investigation is data by itslef without guidance of a set of certain theory.
A finding of investigation, the non-physic is spotlighted on community alteration analyzed with theory of Giddens; Theory of Structuration: Basics of Societal Social Structure Establishment (2010), in which the research is on; social practice that is on-going, as it is natural. By reviewing actors, agent taking roles in changes. The result is coupled with viewpoint of Foucault (1967) about heterotropia, the result in macro undergoes heterotopia.
Finding of investigation, the physics is divided into three points namely; 1). Macro order consists of fort/citadel that surrounds, does not change since it stands still as natural, signified as heterotopias, due to architectural condition up to present it does not undergo change, as being or entity it still exists but its life has changed. In the beginning, there is mindset of "dedication to the king" presently it is society independent with mindset of "life must seek money for better living". 2). Order of mezzo undergoes the alteration; toponymy of name on each settlement becomes order of Rukun Tetangga (RT), and Rukun Warga (RW or citizen unit administration of village administration) [Structure Order of Surakarta City Administration], coupled with viewpoint of Foucault (1967) about Heterotropia, it takes a result in mezzo to undergoes heterotopia. 3). Micro order namely spatial settlement undergoes alteration such as; Tamtaman, Baluwerti Village, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, the only one space from open spaces to get on horse for training of prices or putra dalem. Micro alteration is coupled with theory of Foucault as in heterotopia and tropotopia and theory of Harjoko about tropotopia, the result in micro undergoes tropotopia.
A finding reviewed from order of the macro, mezzo, and micro it has undergone alteration in non physics result to physics [spatial] uncontrollable and comprehensible as a change of "place" (topos) undergoing two "values" namely hetero-meaning and tropo-topia-meaning, these are "foreign" for those ever familiar in context of "origin/early" architectural environment, but also changes elsewhere making the place with "various styled" architectural forms."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2152
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Puspita
"Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tarakan menyatakan bahwa kualitas air Sungai Karang Anyar yaitu parameter COD, Amonia dan TSS tahun 2010- 2013 melebihi baku mutu. Penurunan kualitas air tersebut diduga disebabkan oleh perilaku masyarakat. Fokus penelitian adalah air Sungai Karang Anyar sebagai sumber air bersih harus baik kualitasnya padahal kualitas air sungai Karang Anyar menurun dipengaruhi oleh perilaku masyarakat kawasan bantaran sungai. Tujuan penelitian adalah memahami perilaku masyarakat kawasan bantaran sungai dalam perlakuan aliran sungai dan menguji penurunan kualitas air sungai; dan menghasilkan strategi-strategi pengelolaan air sungai. Pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan gabungan metode kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian yaitu perilaku membuang air limbah domestik langsung ke sungai diduga mempengaruhi parameter COD dan Amoniak; perilaku tidak mengolah kotoran ayam diduga mempengaruhi parameter Amoniak; perilaku mengambil tanah dari bukit/gunung diduga tidak mempengaruhi parameter TSS; perilaku menambang pasir di sungai diduga mempengaruhi parameter Amoniak tetapi diduga tidak mempengaruhi parameter TSS.
Kesimpulan adalah tidak semua perilaku warga yang bermukim dan berkegiatan di kawasan bantaran sungai mengakibatkan penurunan kualitas air sungai. Strategi pengelolaan air sungai adalah masyarakat perlu meningkatkan kinerja SDM, partisipasi, informasi dan pengetahuan; mengurus perizinan (IMB dan SITU) dan meningkatkan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dalam pengawasan pembuangan air limbah domestik dan nondomestik.

Environmental status data of Tarakan City stated that water quality of Karang Anyar's river for parameter COD, BOD5, Ammonia and TSS from year 2010- 2013 are above the government regulation for quality standard. Karang Anyar's river water quality decreased because of society behavior. Karang Anyar's river as fresh water resources should be improved their quality. This is the point of this research. The aim of this research is understanding the regional society's behavior, examining water quality and to compose the strategies of river water management. I use the combination between quantitative and qualitative methods for this research.
The result is that society's behavior of disposing domestic wastewater directly to the river was suspected as the cause of parameter level of COD and Ammonia; disposing untreated chicken's dirt to the river was suspected increased ammoniac parameter; taking soil from the hills/mountains suspected influenced TSS parameter; behavior of river sand mining suspected affecting Ammonia parameter but not TSS parameter.
The conclusion is that not all behavior of regional society along the riverbanks affect to decreasing Karang Anyar's river water quality. River water management's strategies are community had to improve human resources' performance, participation, information, knowledge, managing the government's licenses (IMB and SITU) and increasing the cooperation between community with local government to control the disposal of non-domestic and domestic waste water.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>