Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115587 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadya Rathna Riestayati
"ABSTRAK
Pemeliharaan merupakan aktivitas yag harus dilakukan untuk mempertahankan kondisi peralatan seperti pada saat awal dan dapat terus berfungsi dengan baik. Kalibrasi peralatan dan pengecekan peralatan medis secara berkala merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan rumah sakit dalam rangka melaksanakan kegiatan pemeliharaan. Pemeliharaan merupakan salah satu faktor penting untuk memastikan fasilitas dan peralatan medis di rumah sakit dapat berfungsi dengan seharusnya dan tidak terjadi kerusakan yang dapat menyebabkan medical error yang mengancam patient safety. Salah satu unit yang menjadi fokus utama pemeliharaan peralatan medis adalah Intensive Care Unit (ICU). ICU merupakan unit yang merawat pasien yang memerlukan perawatan intensif dan monitoring intensif, oleh karena itu harus selalu dipastikan peralatan di unit ini harus berjalan dan berfungsi dengan baik, dan peran dari pemeliharaan sangat besar dalam menunjang lancarnya operasional ICU. Namun dalam pelaksanaannya kegiatan pemeliharan tidak pernah lepas dari risiko. Oleh karena itu manajemen risiko perlu dilakukan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan kemudian menyusun strategi penanganan risiko. Penelitian dilakukan dalam ruang lingkup pelaksanaan pemeliharaan peralatan medis ICU di rumah sakit X. Item risiko akan dinilai berdasarkan survei lalu disusun berdasarkan peringkat dari risiko kategori tinggi hingga risiko kategori rendah. Risiko yang masuk ke dalam tahapan analisis alokasi biaya merupakan risiko peringkat lima besar dan akan dilakukan simulasi dengan menggunakan OptQuest. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh usulan penanganan untuk setiap risiko yang terjadi dan optimalisasi alokasi biaya lima risiko peringkat teratas terhadap 5 jenis skenario pengalokasian budget dengan jumlah yang berbeda untuk tiap skenario. Hasil yang didapatkan dari simulasi adalah optimasi alokasi biaya dengan asumsi ketersediaan dana untuk mengelola penanganan risiko.

ABSTRACT
Maintenance represent activity that should be done to maintain the condition of medical device as build and its function can work properly. Medical device's scheduled calibration and periodical maintenance become part of maintenacefocused approach that hospital does. Maintenance is one of the important factor s to assure facility and medical devices can function properly in good condition and to prevent broken device that can cause medical error and threat patient safety. One of the units that become main focus of medical device maintenance activity is Intensive Care Unit (ICU). ICU is a unit that has a function to take care patient who needs care and monitoring intensively. Because of this reason, the medical devices in this unit have to be guaranteed can function in good condition and can be seen that maintenance activity plays a major role in this part. However, in the operational of maintenance activity never free from risks that may happen, therefore risk management is needed to identify, measure, and then prepare strategy to manage risks as base to build risk management intact. This research is conducted in the scope of medical device maintenance in Hospital X. The risk items will be assessed by survey and then arranged based on its position from high risk category to low risk category. Risks that enter cost allocation analysis phase are risks that belong to five biggest risks. These risks will be analyzed using OptQuest. The objectives of this research are to gain response planning for each risk that will be mitigated and to get optimal budget allocation for every risk mitigation plan according to five different budget scenarios. The result from simulation is budget allocation with several available budget assumptions to mitigate risks."
2008
S50311
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas
"Latar belakang/ Tujuan Alat-alat kesehatan adalah salah satu instrumen penting dalam pelayanan klinis sehingga merupakan suatu hal yang esensial bagi para pekerja di bidang kesehatan untuk memahami penggunaan alat-alat tersebut yang dirasa cukup rumit. Panduan penggunaan alat-alat medis yang komprehensif berguna untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan dalam pemakaian alat-alat tersebut sehingga dapat berimplementasi dalam menyediakan perawatan yang optimal bagi pasien. Metoda Wawancara dengan tenaga kesehatan yang memahami secara detil penggunaan alat-alat medis serta penelusuran literatur berbagai jurnal, situs internet resmi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil Manual penggunaan alat-alat medis yang umum digunakan di depo Intensive Care Unit (ICU) dirasa dapat membantu untuk proses perawatan pasien. Kesimpulan Alat-alat medis pada depo ICU bersifat menunjang penyembuhan secara pasien sehingga perlu dipahami penggunaannya.

Background/ Aims Healthcare devices is one of the crucial instruments in clinical services, making it an essential aspect for healthcare workers to understand their complex usage. Comprehensive guidelines for using medical devices are beneficial in improving efficiency and safety in their application, thus enabling optimal patient care. Methods The method used in this study includes interviews with healthcare professionals who have a detailed understanding of medical equipment usage, as well as literature review from various journals, official websites, and relevant regulations. Results The findings indicate that a comprehensive manual for commonly used medical devices in the Intensive Care Unit (ICU) ward can aid in the patient care process. Conclusion Medical devices in the ICU plays a supportive role in patient recovery, making it essential to comprehend its usage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melda Nesta Febrina
"Corona virus disease 2019 (COVID 19) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS CoV-2) dan dinyatakan sebagai pandemi global oleh WHO pada 2020. Dalam pemberian terapi pasien ICU COVID-19, polifarmasi dan faktor risiko seperti komorbid menjadi perhatian utama yang dapat meningkatkan potensi interaksi obat dan mempengaruhi keberhasilan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi interaksi obat serta faktor yang mempengaruhi pada pasien COVID-19 Intensive Care Unit Rumah Sakit Universitas Indonesia periode Januari sampai Desember 2021. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan teknik consecutive sampling. Analisis dilakukan menggunakan instrumen Lexi-Interact®. Dari 113 sampel penelitian, didapatkan bahwa antivirus dan antibiotik terbanyak yang digunakan adalah remdesivir (84,7%) dan levofloksasin (75,22%). Hasil identifikasi potensi interaksi menunjukkan terdapat 457 jenis potensi interaksi obat dimana sebanyak 4% kategori X (hindari kombinasi), 14% kategori D (modifikasi terapi), 69% kategori C (pantau terapi), dan 13% kategori B (tidak perlu tindakan apapun). Hasil analisis korelasi Spearman’s rho menunjukkan terdapat korelasi antara jumlah obat dan jumlah komorbid terhadap potensi interaksi obat dengan koefien korelasi sebesar 0,656 dan 0,035. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ditemukan berbagai jenis potensi interaksi pada pasien ICU COVID-19 sehingga diperlukan pemantauan lebih dalam dan pertimbangan untuk modifikasi terapi jika diperlukan.

Corona virus disease 2019 (COVID 19) is a disease caused by Severe Acute Respiratory Syndrome CoronaVirus-2 (SARS CoV-2) and was declared as a global pandemic by WHO in 2020. In providing therapy for COVID-19 ICU patients, polypharmacy and risk factor such as comorbidities are a major concern that can increase the potential of drug interactions and affect the success of therapy. This study aims to analyze the potential for drug interactions and the factors that influence COVID-19 Intensive Care Unit patients at the University of Indonesia Hospital from January to December 2021. This study used a cross-sectional study design with consecutive sampling technique. Analyzes were performed using the Lexi-Interact® instrument. Of the 113 patients, the most frequently antivirals and antibiotics used were remdesivir (84.7%) and levofloxacin (75.22%). There were 457 types of potential drug interactions, around 4% category X (avoid combinations), 14% category D (consider therapy modification), 69% category C (monitor therapy), and 13% category B (no action needed). ). The results of the Spearman's rho correlation analysis showed that there were a correlation between the number of drugs and the number of comorbidities on the potential of drug interactions with correlation coefficients values are 0.656 and 0.035. The conclusion of this study is various potential drug interactions in COVID-19 ICU patients were found so patient should be closely monitored and consider modifying therapy if needed."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karlina
"ICU Rumah Sakit Pusat Pertamina merupakan salah satu ICU dengan kapasitas besar yang terdapat di Indonesia. Fasilitas yang dimilikinya cukup lengkap, standar operasional prosedur maupun jumlah serta kompetensi tenaga kerja yang bekerja didalamnya membuat instalasi ini dapat disetarakan dengan ICU tersier yaitu ICU pada level tertinggi yang biasanya terdapat pada rumah sakit rujukan atau pendidikan yang mampu mengatasi berbagai macam kondisi kritis pasien karena lengkapnya fasilitas yang dimiliki.
Akan tetapi ICU RSPP ini masih perlu mendapatkan perhatian lebih demi tujuan pelayanan yang optimal kepada pasien sesuai dengan visi dan misi RSPP kedepan. Melihat sumber daya dan kesempatan yang ada, maka pilihan model open pada sistem tata laksana pasien di ICU yang diterapkan selama ini dinilai sudah kurang sesuai hal ini disebabkan karena masih tingginya angka mortalitas, dokter intensivis maupun anestesi yang masih membagi waktunya dengan pembiusan di ruang operasi, panjangnya rantai pengambilan keputusan terapi dan masih bercampurnya antara pasien yang sungguh-sungguh membutuhkan ICU dengan pasien yang belum sepenuhnya memerlukan tindakan intensive.
Oleh karena itu peneliti mencoba menemukan model manajemen pasien yang dianggap lebih sesuai, efisien dan efektif bagi pasien maupun untuk rumah sakit. Metoda yang dipilih adalah Focus Group Discussion (FGD), indepth interview dan observasi karena topik yang diangkat merupakan topik yang sangat khusus dan belum banyak penelitian tentang ICU di Indonesia, juga karena sedikitnya waktu responden untuk dapat berkumpul serta metoda ini dapat memberikan jawaban yang lebih kaya karena adanya interaksi responden. Peneliti juga melakukan studi banding di 2 (dua) rumah sakit top referral di Jakarta dan Surabaya.
ICU RSPP memiliki sumber daya yang cukup besar yaitu 1 orang tenaga intensivis dan 3 orang tenaga anestesi yang siap mengikuti pelatihan intensivis, tenaga paramedis yang telah mendapat sertifikat intensive care sebanyak 75% dan terdapat 19 macam keahlian spesialis serta kapasitas jumlah tempat tidur sebanyak 22 buah membuat ICU RSPP pantas disetarakan dengan ICU tersier. Bukan hanya itu, standar prosedur tata laksana pasien telah disusun sesuai dengan semi-close model, hanya pelaksanaannya yang belum sesuai.
Dari hasil FGD dan indepth interview didapatkan bahwa sebagian besar peserta FGD menyatakan komposisi tempat tidur ICU saat ini masih kurang dan perlu adanya pemisahan fungsi ICU seperti ICCU dan ICU anak. Sedangkan dari hasil indepth interview menyatakan sebagian besar jumlah tempat tidur ICU sudah cukup dan sebagian kecil menyatakan kurang, dengan terbanyak menyatakan perlu adanya pemisahan.
Tentang jumlah dan kompetensi tenaga kerja sebagian besar peserta FGD menyatakan jumlah tenaga kerja dan kompetensinya dinyatakan cukup, sedangkan sebagian kecil menyatakan kurang. Untuk pertanyaan ini sengaja hanya ditanyakan pada kelompok FGD dikarenakan kelompok FGD adalah personil yang bekerja di unit ICU RSPP. Sedangkan kelompok indepth interview adalah kelompok dokter spesialis yang mengirimkan pasien ke ICU, sehingga penilaian atas kebutuhan jumlah tenaga kerja di kelompok ini kurang relevansinya.
Pertanyaan selanjutnya adalah tentang siapakah yang berwenang menentukan penilaian kritis pasien yang masuk ke ICU, pada kelompok FGD seluruhnya menyatakan dokter intensivis yang berwenang sekaligus mengukuhkan perlunya kehadiran dokter intensivis tersebut di ICU. Sedangkan kelompok indepth interview sebagian besar menyatakan dokter intensivis yang berwenang, dan sebagian kecil menyatakan dokter ruangan-lah yang berwenang.
Untuk menemukan jawaban pada pertanyaan apa yang lebih baik antara open model atau close-model pada kelompok FGD peneliti menggunakan teknik bertanya melalui bagaimana penentuan pasien masuk dan siapa yang bertanggung jawab, seluruh informan FGD menyatakan dokter intensivis dalam semi-close model ICU-lah yang terbaik. Sedangkan kelompok indepth interview sebagian besar menyatakan close model atau paling tidak semi-close adalah yang lebih baik dan sebagian kecil menyatakan open model-lah yang lebih cocok. Pada jawaban responden yang sebagian kecil tersebut ketika digali tentang kompetensi dokter yang merawat pasien kritis, keseluruhannnya menjawab dokter intensivis-lah yang lebih berkompeten akan tetapi pemilihan manajemen di ICU tetap diinginkan open model dengan asumsi dokter yang merawat sejak awal lebih memahami penyakitnya.
Selanjutnya harapan dan saran untuk perbaikan ICU mendatang seluruh dari informan FGD maupun responden pada indepth interview menyatakan perlu adanya perbaikan yang didukung oleh adanya kebijakan dari manajemen rumah sakit.
Sedangkan hasil studi banding yang telah peneliti lakukan di 2 (dua) rumah sakit top referral didapatkan hasil indikator yang lebih rendah dari hasil di Rumah Sakit Pusat Pertamina dikarenakan sebagai rumah sakit rujukan terakhir, kondisi pasien yang dirujuk seringkali berada dalam keadaan terminal atau sangat buruk. Tentu saja kondisi ini membuat angka harapan hidup pasien menjadi lebih kecil.
Bila melihat kondisi kegawatan pasien yang dirawat di ICU kiranya perlu suatu nilai standar yang disepakati bersama oleh persatuan dokter intensive care sebagai tolok ukur hasil kinerja medis yang dapat dievaluasi setiap bulan atau setiap tahun. Nilai standar ini dapat pula dijadikan sebagai target pencapaian keberhasilan suatu upaya pertolongan kritis pasien. Nilai standar dapat diambil dari nilai skor kritis pasien yang digunakan untuk menilai keadaan awal pasien sebelum pasien masuk ICU.
Dari keseluruhan hasil kegiatan penelitian ini di dapatkan kesimpulan bahwa pilihan semi-close model ICU menjadi pilihan yang paling sesuai yaitu dengan menempatkan dokter spesialis intensivis sebagai captain di ICU yang bekerja sama berkolaborasi dengan dokter spesialis yang merawat pasien tersebut sebelumnya."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41273
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Malau, Aro Sintong
"Neonatal Intensive Care Unit adalah unit perawatan intensif yang disediakan khusus untuk bayi baru lahir dengan kondisi kritis atau memiliki gangguan kesehatan berat. Rentang usia pasien yang dirawat di ruang NICU ini adalah bayi baru lahir.  Bayi Baru Lahir yang dimaksud adalah bayi umur 0 sampai dengan 28 hari. Bayi-bayi yang baru lahir dan bermasalah dengan kesehatannya tidak boleh dibawa pulang, namun harus dirawat di ruang NICU. Selain bayi-bayi prematur, ruang NICU juga diisi dengan bayi-bayi yang lahir normal, sudah dibawa pulang namun perlu dirawat karena ada gangguan kesehatan serius. Bayi baru lahir memiliki banyak penyesuaian yang perlu dia lakukan terhadap dunia di luar rahim ibunya. Penyesuaian tersebut adalah langkah yang besar untuk sang bayi karena ia tak lagi bergantung sepenuhnya pada tubuh sang ibu seperti bernapas, makan, ekskresi, atau daya tahan tubuh. Maka, tenaga medis yang melaksanakan tindakan medis di NICU tentu diharapkan memiliki kompetensi dan keahlian tambahan dalam hal perawatan intensif pada bayi-bayi tersebut. Tetapi, sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Hal ini menyebabkan belum adanya kepastian hukum mengenai kompetensi dan kewenangan dokter serta pertanggungjawaban hukum dokter dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan keadaan dari pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit ditinjau dari kasus Blegur berdasarkan putusan nomor 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, terdapat kompetensi dan kewenangan tersendiri bagi dokter spesialis anak. Disamping itu, pertanggungjawaban hukum dokter dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit ditinjau dari kasus Blegur berdasarkan putusan nomor 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, dapat dikaitkan dengan Kode Etik Kedokteran,  Disiplin Kedokteran, dan juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Pidana. Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis yakni dalam pelaksanaan tindakan medis di Neonatal Intensive Care Unit (NICU), terdapat perbedaan kompetensi dan kewenangan antara dokter umum dan dokter spesialis anak. Selanjutnya, saran yang penulis berikan, yakni kepada Kementerian Kesehatan diharapkan agar membentuk peraturan terkait pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit, agar dapat memperjelas kompetensi, kewenangan, hak, dan kewajiban tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis anak.

Neonatal Intensive Care Unit is an intensive care unit that is provided specifically for newborns with critical conditions or has severe health problems. The age range of patients treated in the NICU room is a newborn. Newborn babies in the subject are babies aged 0 to 28 days. Newborns who have health problems may not be taken home but must be treated in the NICU room. In addition to premature babies, the NICU room is also filled with babies who are born normal, have been taken home but need to be treated because there are serious health problems. A newborn baby has many adjustments he needs to make to the world outside his mother's womb. This adjustment is a big step to the baby because the baby no longer depends entirely on the mother's body such as for breathing, eating, excretion, or endurance. Thus, medical personnel who carry out the medical treatment in NICU are certainly expected to have additional competence and expertise in terms of intensive care for these babies. However, until now there has been no legislation governing the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. This has caused the absence of legal certainty regarding the competence and authority of doctors as well as the legal responsibility of doctors in carrying out medical actions at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. The purpose of this study is to describe the state of the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. The research method used is normative juridical. The results of the study stated that in the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals in terms of the Blegur case based on decision number 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, there is competence and special authority for pediatricians. Besides, the legal responsibility of doctors in carrying out medical actions at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals in terms of Blegur cases based on decision number 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, can be related to the Code of Medical Ethics, Medical Discipline, and also Civil Code and Criminal Law. The conclusion that can be drawn by the author, namely in the implementation of medical actions in the Neonatal Intensive Care Unit (NICU), there are differences in competence and authority between general practitioners and pediatricians. Furthermore, the advice given by the author, namely to the Ministry of Health is expected to form regulations related to the implementation of medical measures for the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals, to clarify the competencies, authorities, rights, and obligations of health workers, especially pediatricians."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Tri Darmayanti
"ABSTRAK
Tenaga perawat di ICU RSU Tabanan yang memiliki dasar pelatihan perawat ICU
sebagai suatu keharusan, kurang dari 50%. Profesionalisme perawat merupakan
bagian intergral dari pelayanan asuhan kesehatan didasarkan pada ilmu dan
keterampilan keperawatan menuju pelayanan kesehatan yang bermutu.
Tesis ini tentang hubungan antara sistem rekrutmen, sistem penempatan dan
orientasi serta pengembangan SDM terhadap kompetensi perawat melalui
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Populasi penelitian kuantitatif adalah
perawat ICU sedangkan informan untuk kualitatif adalah manajemen SDM rumah
sakit umum Tabanan.
Hasil penelitian menunjukkan kompetensi perawat di ICU RSU Tabanan kurang
dari nilai yang diharapkan, namun ada hubungan yang bermakna antara sistem
rekrutmen, sistem penempatan dan orientasi serta pengembangan SDM dengan
kompetensi perawat. Belum adanya standar sistem penempatan tenaga perawat
sesuai kompetensinya serta sistem rekrutmen, orientasi perawat dan
pengembangan SDM belum berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu perlunya disusun standar yang baku untuk meningkatkan
kompetensi perawat sehingga akan menghasilkan tenaga yang berkompeten dan
berkinerja tinggi.

ABSTRACT
Intensive Care Nurse as health care provider in Tabanan Hospital that have basic
skill as intensive care is a necessary quality, less than 50%. Nurse Profesionalism
is an integral part to health care services based on nursery knowledge and skill
toward better helath care.
This thesis focus on relationship between recruitment system, placement system
,orientation,and also development of human resource against nursecompetence
through qualitative and quantitativeapproach. Quantitative study in population
subject is nurse while informant for qualitative study is Human resource
management in Tabanan General Hospital
The results showed that the nurse competeny of nurses in ICU of Tabanan
General Hospital is less than the expected value, but there is a meaningful
relationship between the recruitment system, placement and orientation system as
well as the development of human resources with the competence of nurses. Lack
of standardization of nurse placement system suitable for their competencies, as
well asrecruitment system,nurse orientation and human resource development not
developing according to a predetermined standard.
Because of this reasons, we need to establish a standardized approach to improve
nurse competency to produce competent human resource and better in
performance"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T39192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafayta Sekar Amalina
"Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja dengan menginhibisi ikatan antara interleukin-6 (IL-6) dengan reseptornya. Pemberiannya pada pasien COVID-19 bertujuan untuk menekan dampak IL-6 terhadap inflamasi yang terjadi pada pasien COVID-19 derajat berat atau kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU). Pasien ICU umumnya memiliki kondisi yang berisiko tinggi terhadap terjadinya perburukan dan disertai penyakit penyerta sehingga membutuhkan terapi yang kompleks antara tocilizumab dengan obat-obatan lain. Penelitian ini bertujuan utuk menganalisis masalah terkait obat (MTO) tocilizumab pada pasien COVID-19 di ICU Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) tahun 2020-2021. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari resep dan rekam medis pasien. Klasifikasi MTO yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Hepler dan Strand. Analisis dilakukan pada 50 pasien yang merupakan total sampel penelitian. Hasil dari analisis menunjukkan adanya MTO tocilizumab pada pasien COVID-19 di ICU RSUI sebanyak 52 kejadian dengan persentase potensi interaksi 86,27% dan reaksi obat tidak diinginkan 13,72%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan pada pasien COVID-19 di ICU RSUI dengan tocilizumab pada tahun 2020-2021 menyebabkan masalah terkait obat dengan MTO yang terjadi berupa potensi interaksi obat dan reaksi obat tidak diinginkan.

Tocilizumab is a monoclonal antibody that inhibits interleukin-6 (IL-6) from its receptor. The administration to COVID-19 patients aims to suppress the impact of IL-6 to inflammation that occurs in severe COVID-19 patients in the Intensive Care Unit (ICU). ICU patients generally have conditions that are at higher risk of worsening and are followed by comorbidities that require complex therapy between tocilizumab and other drugs. This study aims to analyze the Drug-related Problems (DRP) of tocilizumab in COVID-19 patients in the ICU of Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) in 2020-2021. This study is a descriptive study with a cross-sectional study design. The data used in this study are secondary data taken retrospectively from prescriptions, and medical records. The DRP classification used in this study refers to the classification made by Hepler and Strand. Analysis was carried out on 50 patients which constituted the total sample of the study. The results of the analysis showed the presence of DRP of Tocilizumab in COVID-19 patients in the ICU RSUI as many as 52 events with the percentage of interactions is 86,27% and adverse drug reactions is 13,72%. Therefore, it can be concluded that tocilizumab as the treatment therapy for COVID-19 patients in the ICU RSUI in 2020-2021 experience DRP in drug interaction potentials and adverse drug reactions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Aji Wijanarko
"ICU sebagai bagian dari pelayanan Rumah Sakit RS harus mempertahankan mutu dan standarpelayanan. Dalam melayani pasien Jaminan Kesehatan Nasional, RS menggunakan tarif inaCBGs sistempaket menuntut RS melakukan kendali biaya dan mutu. Data bagian keuangan: banyak tagihan ICU,terutama yang berhubungan dengan pelayanan ventilator, dibayarkan dibawah tarif. Pada 2015 untukkelas III 30 kasus dibayarkan defisit. Tahun 2016 tarif baru diberlakukan. Hal tersebut menjadi dasarpenulis meneliti biaya satuan dan cost recovery rate CRR pelayanan ventilator dengan tarif lama danbaru. Populasi penelitian 4 pasien dengan diagnosis utama Respiratory Failure J969 , kode INA-CBG J-1-20-III. Penelitian melalui telaah biaya terkait pelayanan ventilator, didapatkan biaya langsung dan taklangsungdengan metode Step-down dan Relative Value Unit. Hasilnya per pasien: biaya satuan aktual BSA Rp8.522.431 dan biaya satuan normatif BSN Rp1.429.657. Perbandingan tarif 2011 didapatkanCRR dengan BSA 14.55 dan BSN 85.34 . Dengan tarif 2016 CRR dengan BSA 15.92 dan BSN93.38 . Untuk tarif BPJS 2014 CRR dengan BSA 10.62 kelas 1 , 9,11 kelas 2 , 7,59 kelas 3 .Untuk tarif BPJS tahun 2016 CRR BSA 16,86 kelas 1 , 14,45 kelas 2 , dan 12,04 kelas3 . Jikakapasitas dioptimalkan dengan rerata BOR, CRR BSN tarif BPJS2014 masing-masing sebesar62,30 kelas 1 , 53,41 kelas 2 , 44,50 kelas 3 . Dengan tarif BPJS2016 CRR BSN 98.84 kelas 1 ,84,72 kelas 2 , dan 70,60 kelas3 . BSA penggunaan ventilator yang sangat tinggi oleh karenarendahnya kunjungan pasien dan tingginya nilai biaya investasi. Tingginya biaya ini juga menunjukkansupport daerah masih dibutuhkan di RSUD Nunukan baik sebagai pengawas maupun pendukung finansialmelalui APBD.

AbstrarctIntensive Care Unit as a part of hospital service, must maintain the quality and standard of services. Intreating patients of National Health Insurance hospitals use InaCBGs fare in package per diagnosisdemanding hospital to control cost and quality. Data from our financial division shown that many ICU rsquo sclaim were paid below fare, especially ventilator services claim. In 2015 for class 3 about 30 was paidbelow fare. In 2016 new list of fares was enacted. This become the main reason to find out how much theactual AUC and normative unit cost NUC and Cost recovery rate CCR ventilator service comparewith previous and recent fare. Population of this research are 4 patients with diagnosis Respiratory Failure J969 , INA CBG code J 1 20 III. The research through cost analysis due to ventilator service, find outdirect and indirect cost with step down and Relative Value Unit method. The results per patient are AUCRp8.522.431 dan NUC Rp1.429.657. Compare with 2011 fare CRR of AUC 14.55 and NUC 85.34 .Compare with 2016 fare CRR of AUC 15.92 and NUC 93.38 . Compare with BPJS2014 fares CRRof BSA 10.62 class 1 , 9,11 class 2 , 7,59 class 3 . Compare with BPJS2016 fares CRR of BSA16,86 class 1 , 14,45 class 2 , dan 12,04 class 3 . If capacity optimalize according with mean BOR,CRR of NUC of BPJS2014 each are 62,30 class 1 , 53,41 class 2 , 44,50 class 3 . With BPJS2016fares CRR of NUC are 98.84 class 1 , 84,72 class 2 , dan 70,60 class 3 . The AUC of ventilatorservice was very high mainly because of low patients visit and the investment cost is high. These highcosts shown that Nunukan Hospital still needs support from local government as owner and financialsupporter."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Puspita
"Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan BPJS sebagai badan penyelenggaranya merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan. Namun, dalam pelaksanaannya masih mengalami kendala terutama mengenai perbedaan tarif rumah sakit dengan tarif INA CBG's dimana di RS. Hermina Palembang perbedaan tarif tersebut menyebabkan selisih negatif bagi rumah sakit khususnya untuk perawatan pasien di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Tarif RS juga dirasakan tinggi oleh pasien non jaminan (sebelum era BPJS) yang dampaknya erat sekali dengan keselamatan pasien. Untuk itu, dirasakan perlu dilakukan analisis biaya satuan penggunaan alat ventilator dan CPAP sebagai bagian dari perawatan NICU.
Penelitian ini bertujuan mengetahui besarnya biaya satuan (unit cost) pada penggunaan alat ventilator dan CPAP di ruang NICU RS. Hermina Palembang serta mengetahui tingkat pemulihan biaya (Cost Recovery Rate) yang dihitung dari biaya satuan terhadap tarif RS dan tarif INA CBG's. Penelitian yang bersifat analisis deskriptif ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif menggunakan metode Activity Based Cost dimana data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari bagian keuangan, fix asset dan rekam medis di tahun 2014. Dari hasil perhitungan dengan ABC system didapatkan biaya satuan penggunaan ventilator sebesar Rp. 5.790.673,-(biaya satuan aktual) dan Rp.2.053.552,- (biaya satuan normatif). Sedangkan pada penggunaan CPAP, biaya satuan aktual sebesar Rp.4.201.712,- dan biaya satuan normatif sebesar Rp.2.840.519,-. CRR tarif RS terhadap biaya satuan aktual untuk penggunaan ventilator sebesar 44,9% dan 63,76% untuk penggunaan CPAP. Sedangkan CRR tarif INA CBG's terhadap biaya satuan aktual untuk penggunaan ventilator sebesar 13% dan 17% untuk penggunaan CPAP.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperlukan keterlibatan stakeholder eksternal yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Kemenkes dalam rangka efisiensi biaya bagi pihak rumah sakit serta evaluasi tarif INA CBG's untuk penggunaan alat ventilator dan CPAP yang didasarkan pada biaya satuan yang digunakan dalam menghasilkan suatu layanan agar terciptanya keseimbangan antara biaya RS dan tarif INA CBG's serta terjaminnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

National Health Assurance whereas BPJS as an organizer is one form of social protection to insure people health needs. However in practice, still having problems especially about differentiation between hospital and INA CBG's rates in which at Hermina Hospital Palembang this problem create negative difference in particular for patient care in Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Hospital rates also very high perceived by the patient who didn't have any health insurance which create issues related to patient safety. Therefor, it is needed to having unit cost analysis for ventilator and CPAP Usage in Neonatal Intensive Care Unit (NICU).
The purpose of this research is to knowing how much of unit cost in ventilator and CPAP usage at Hermina Hospital Palembang's NICU and how about Cost Recovery Rate (CRR) by comparing actual unit cost with hospital rates and INA CBG's rates. This descriptive analitic research was done by using Activity Based Cost method in which the data that used in this research was obtained from financial record, fix asset, and medical record in year 2014. The counting result with ABC system, actual unit cost for ventilator usage is Rp.5.790.673,- and normative unit cost is Rp. 2.053.552,-. For the use of CPAP, actual unit cost is Rp. 4.201.712,- and normative unit cost is Rp. 2.840.519,-. CRR for ventilator usage by comparing actual unit cost with hospital rate is 44,9% and 63,76% for CPAP usage. While CRR by comparing actual unit cost with INA CBG's rates is just 13% for ventilator usage and 17% for CPAP usage.
Based on this research results, it is needed to have cost efficiency by involving external stakeholder such as Government and Health Ministry in decreasing unit cost of ventilator and CPAP's and evaluate INA CBG's rate for ventilator and CPAP's usage which is based on the calculation of unit cost incurred to produce a hospital service/product in order to create a balance between hospital unit cost and INA CBG's rate and for assuring public health services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, 2015
T44219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risna Budy Astuti
"RSCM adalah rumah sakit rujukan nasional, tersier, pelayanan sub spesialis dan sub spesialis luas. Unit Rawat Inap Terpadu Gedung A menjadi sentral pelayanan rawat inap dengan 660 tempat tidur dari total 1033 kapasitas RSCM. Pasien yang dirawat di Gedung A 90 menggunakan alat kesehatan medis. Sistem manajemen Pemeliharaan alat medis penting untuk penyediaan alat medis yang siap pakai, laik pakai, dan aman. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan bagaimana perancanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pemeliharaan. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara mendalan, Forum Grup Diskusi FGD, telaah dokumen dan observasi. Hasil dari penelitian ini bahwa pendanaan, pemenuhan suku cadang, sarana dan prasarana, kebijakan dan system informasi berpengaruh dalam pelaksanaan system manajemenpemeliharaan alat medis.

RSCM is a national, tertiary referral hospital, sub specialist and sub specialist services. The integrated inpatient unit building a becomes the center of inpatient services with 660 beds out of a total of 1033 rscm capacity. 90 Patients treated in integrated inpatient unit Building A RSCM use medical equipment. Health Management system maintenance of medical devices is important to provide ready made, wearable, and safe medical equipment. The purpose is to know the factors that influence and how the planning, implementation, monitoring and evaluation of maintenance. Using qualitative research methods with in depth interviews, focus grup disscusion, document the review and observation. The results of this study that funding, fulfillment of spare parts, facilities and infrastructure, policies and information systems have an effect on the implementation of medical equipment maintenance management system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>