Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90295 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmat Gustiana
"ABSTRAK
Pajak Penghasilan adalah iuran wajib atas setiap
tambahan kemampuan ekonomis Wajib Pajak balk untuk konsumsi
ataupun untuk menambah kekayaan Wajib Pajak, kepada
pemerintah berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dan tidak mendapat kontraprestasi secara
langsung dari pemerintah kepada Wajib Pajak bersangkutan.
Pajak Penghasilan tersebut akan dipergunakan untuk menjadi
salah satu sumber pembiayaan pemerintahan. Notaris/PPAT
merupakan salah satu Subjek Pajak Dalam Negeri yang telah
menerima atau memperoleh penghasilan, sehingga mempunyai
hak dan kewajiban selaku Wajib Pajak Orang Pribadi.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah penghasilan
Notaris/PPAT apa saja yang termasuk Objek Pajak, cara
penghitungan apa yang dapat digunakan Notaris/PPAT dalam
menetapkan besarnya Penghasilan Kena Pajak, dan apa alasan
Notaris/PPAT dalam memilih salah satu cara penghitungan
tersebut. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut maka
dalam penelitian ini digunakan dua metode penelitian, yaitu ^®toci0 p©n©litia.n kepustakaan dan m©tod© p©n©litian
lapangan. Dari penelitian yang telah dilakukan maka
kesimpulan yang diperoleh adalah penghasilan Notaris/PPAT
yang termasuk Objek Pajak adalah jasa yang telah dilakukan
berkaitan dengan tugas dan wewenangnya sebagai Pejabat Umum
dan jasa pendukung lainnya. Sejalan dengan itu ada dua cara
penghitungan Notaris/PPAT dalam menetapkan besarnya
Penghasilan Kena Pajak yaitu: Pembukuan dan Norma
Penghitungan. Notaris/PPAT banyak menggunakan Norma
Penghitungan karena lebih mudah dan sederhana dalam cara
penghitungannya. Tetapi disarankari lebih baik menggunakan
Pembukuan, karena lebih jelas, terinci, tercatat dan
dihitung segala penghasilan dan pengeluaran, sehingga
m©nggainbarkan k©adaan yang seb©narnya."
Universitas Indonesia, 2004
T36653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artatiek Agustini
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T24516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Basir
"Pokok permasalahan tesis ini adalah bagaimana kaitan antara Zakat Penghasilan dengan Pajak Penghasilan, apakah Zakat Penghasilan merupakan beban untuk mendapatkan penghasilan atau sama sifatnya dengan pajak sebagai suatu kewajiban yang dapat dipaksakan tanpa kontra prestasi langsung. Oleh karena itu, maka tujuan penulisan tesis adalah mejelaskan kemungkinan Zakat Penghasilan dipersamakan dengan Pajak Penghasilan dan mencari alternatif guna penyempurnaan system Pajak Penghasilan dengan memperhatikan kedudukan yang sebenarnya dari Zakat Penghasilan.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analitis, dengan metode pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan penelitian lapangan melalui wawancara dengan Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak, Direktur Peraturan Perpajakan, Ketua Pansus RUU Tentang Perubahan Undang-undang Perpajakan, Anggota DPR-RI Fraksi Persatuan Pembangunan dan Anggota DPR-Rl Fraksi Reformasi.
Pada dasarnya suatu beban dapat dikurangkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak jika beban tersebut merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Dengan demikian, perlakuan Zakat Penghasilan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak menjadi tidak tepat. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis atas hasil penelitian tersebut, zakat penghasilan lebih tepat diperlakukan sebagai kredit pajak mengingat bahwa Pajak dan Zakat Penghasilan itu setara dalam kedudukannya sebagai institusi yang independen untuk mengumpulkan dana yang pengelolaannya perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Sementara, perlakukan zakat penghasilan sebagai kredit pajak masih memerlukan beberapa perbaikan, di antaranya adalah dengan membuat perundangan yang mengatur secara khusus tentang penegakan kewajiban Zakat Penghasilan (enforcement). UU No. 3811999 hanya mengatur tentang mekanisme pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat oleh Amil Zakat. Untuk lebih mengefektifkan enforcement Zakat Penghasilan, disarankan pula agar dibentuk lembaga yang dikhususkan untuk mengelola, memungut, menegakkan, dan mendistribusikan Zakat (Penghasilan) yang pada akhirnya, penerimaan dan pengeluaran Zakat (Penghasilan) dimungkinkan untuk masuk dalam APBN untuk memenuhi akuntabilitas pengelolaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sally Zulmadji
"Kebijakan Zakat Penghasilan sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat secara formil mulai berlaku dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-163/PJ/2003 tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan pada bulan Juni 2003. Perangkat peraturan inilah yang menjadi dasar lahirnya tertib administrasi zakat yang dikenal dengan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ). Kebijakan ini diharapkan dapat mengoptimalkan dana zakat dari masyarakat muslim Indonesia dan sebagai proses sosialisasi akan kesadaran membayar zakat dan pajak. Pemberlakuan kebijakan Nomor Pokok Wajib Zakat ini terbentur berbagai macam kendala baik dari segi sumber daya manusia, mekanisme pengurangan, dukungan finansial dari pemerintah pusat, dan juga kebijakan itu sendiri yang dirasa kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dalam kebijakan Zakat Penghasilan Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, jumlah pengurangan pajak yang diterima masyarakat sangat sedikit karena zakat penghasilan diakui sebagai biaya. Pembayaran zakat adalah kegiatan yang mengurangi penghasilan sehingga tidak tepat diakui sebagai biaya. Lebih tepat dan memenuhi rasa keadilan masyarakat apabila zakat diakui sebagai kredit pajak yang mengurangi pajak terhutang, dengan demikian jumlah pengurangan pajak yang diperoleh menjadi lebih besar."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S23852
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Yuana Bundariawan
"Instrumen keuangan derivatif berupa opsi saham, dalam perkembangannya digunakan perusahaan sebagai kebijakan kompensasi yang diberikan kepada karyawan. Kompensasi opsi saham merupakan perjanjian dimana perusahaan memberikan hak kepada karyawan untuk dapat membeli atau memperoleh sejumlah saham perusahaan pada harga tertentu setelah melewati suatu tanggal tertentu dimasa depan. Praktik pada umumnya perusahaan terbuka di Indonesia memberikan hak opsi kepada karyawannya untuk membeli saham perusahaan tersebut dengan harga dibawah harga pasar saham setelah melewati tanggal tertentu dimasa depan. Dari kacamata Undang-Undang Pajak Penghasilan di Indonesia (selanjutnya disebut dengan UU PPh) atas manfaat atau penghasilan kompensasi opsi saham yang diterima karyawan tentunya memiliki konsekuensi pajak penghasilan bagi perusahaan maupun karyawan. Atas fenomena ini, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlakuan pajak penghasilan atas kompensasi opsi saham kepada karyawan menurut UU PPh. Dari penelitian ini diharapkan perusahaan dan karyawan memahami kewajiban pajak masing-masing terkait pemberian kompensasi opsi saham.
Dalam melakukan analisis terhadap pajak penghasilan atas kompensasi opsi saham untuk karyawan menurut UU PPh, metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, dan referensi lainnya yang berhubungan dengan perpajakan atas kompensasi opsi saham kepada karyawan menurut UU PPh. Hasil analisis menunjukan bahwa ketentuan UU PPh tidak menjelaskan secara eksplisit perlakuan pajak penghasilan atas kompensasi opsi beli saham perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang diterima karyawan. Opsi saham hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan yang diperoleh seorang eksekutif atau karyawan sebagaimana halnya bonus atau tantiem dan melekat pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seorang eksekutif atau karyawan.
Berdasarkan ketentuan UU PPh Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (1), kompensasi opsi saham yang diterima atau diperoleh karyawan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 oleh perusahaan sebagai pemberi kerja. Sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh, biaya terkait pemberian kompensasi opsi saham untuk karyawan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Pajak penghasilan juga dikenakan pada saat saham yang diperoleh dari hak opsi dijual. Menurut ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, atas penghasilan dari penjualan saham di bursa efek Indonesia dipungut pajak penghasilan yang bersifat final. Petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21/26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi diatur lebih lanjut dalam PER-15/PJ./2006. Sedangkan petunjuk pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) diatur lebih lanjut dalam PP 14/1997,KMK-282/KMK.04/1997 dan SE-06/PJ.4/1997.

Derivative financial instrument like stock option, in recent years being used by many companies as compentation policy which is given to the employees. Stock option compentation is a contract giving its employees the right but not an obligation to buy several stocks at fixed price on or before a given date. On the common practice, companies which is listed in Indonesian Capital Market give an option right to the employees to buy their company stock with the exercise price below stock market price after passing the given date in the future. Regulated by Indonesian Income Tax Law (next will be written by UU PPh) for the benefit or stock option income which is accepted by the employee definitely has their own income tax consequence either for company or employee. Begin with this phenomenon, there is a research that has been done on purpose to find out how income tax treatment for employee stock option based on UU PPh. From this research, we expect company and employee as tax payers to realize their own tax obligation related to the employee stock option.
Method of research explained by qualitative approach using reference with secondary data such as literature, scientific journal, and other references that connected with income tax treatment for employee stock option based on UU PPh. The analysis result shows that UU PPh regulation do not explain as explicit way about income tax treatment for employee stock option; the underlying stock listed in Indonesian Capital Market. Stock option essences just the same with received income by an executive or employee like bonuses or tantiem and attached to its employee?s responsibility.
Regulated by UU PPh Articles 4 Paragraph 1 Part a, Articles 21 Paragraph 1 and Articles 26 Paragraph 1; income from employee stock option shall be witholding tax Articles 21 to resident and Articles 26 to non-resident by companies as employer. According to Articles 6 Paragraph 1 UU PPh, cost related to stock option given to employee may be deductable from gross income to calculate income tax base. Income tax is also witholding when underlying stock are sold. Based on Articles 4 Paragraph 2 UU PPh, income from selling stock in Indonesian Capital Market will be collected taxes by capital market authority which is the characteristic is final. The guideline of witholding, payment, and reporting income tax Articles 21 or Articles 26 related to employments, services, or activities conducted by personal; regulated by Director General of Taxes Decree Number 15/PJ./2006. While the guidelines of collected tax Articles 4 Paragraph 2 by Capital Market Authority; regulated by Goverment Regulation Number 14/1997, Secretary of the Treasury Decree Number 282/PJ.04/1997, and Director General of Taxes Decree Number 06/PJ.4/1997."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T24509
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaiful Anwar
"Indonesia termasuk melakukan perdagangan dan pengembangan derivatif yang tertinggal. Banyak sekali produk derivatif yang telah diperdagangkan di bursa intemasional tujuannya adalah untuk mengairahkan bursa dan mengembangkan keragaman produk di bursa, secara tidak langsung akan dapat mendongkrak perekonomian suatu negara, dengan investasi hanya beberapa persen dari total investasi atau hanya sebesar premium bisa memberikan keuntungan yang besar bagi investor.
Berbagai Produk derivatif sudah diperdagangkan di Indonesia, baik yang diperdagangkan di bursa maupun di luar bursa. Baik berbentuk option, future, forward dan swap.
Namun demikian peraturan perpajakan yang ada hanya berupa peraturan tentang forward dan swap, sedangkan future dan option belum diatur dalam bidang perpajakan. Artinya peraturan perpajakan yang ada belum mencover secara keseluruhan tentang perdagangan instrumen keuangan derivatif.
Thesis ini yang berjudul perlakuan pajak penghasilan transaksi opsi atas saham mengkaji apa yang menjadi dasar pengenaan pajak dari derivatif kontrak opsi serta bagaimana mekanisme transaksi kontrak opsi dimaksud."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hafi Sahri
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S9955
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Sriwahyuti
"ABSTRAK
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang
Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan dalam
pelaksanaannya masih dihadapkan pada permasalahan dari
pihak Wajib Pajak, antara lain : masyarakat belum
sepenuhnya mengetahui dan memahami pemberlakuan peraturan
tersebut. Masyarakat merasa keberatan atas pungutan PPh.
Sejalan dengan itu ada praktek-praktek seperti pemecahan
pengalihan hak atas tanah dan bangunan, pencantuman Nomor
Obyek Pajak yang tidak sesuai dengan sebenarnya, Keberatan
atas besarnya Nilai Jual Obyek Pajak, keluhan terhadap
pungutan dalam proses legalisasi. Sementara itu dari pihak
Pelaksana Pajak masih sering kurang teliti dalam
pemantauan, penelitian tentang kebenaran materil dan dari
segi kuantitas banyaknya Pelaksana Pajak juga tidak sesuai
dengan jumlah Wajib Pajak; Disamping itu dari pihak-pihak
lain yang turut membantu dalam pelaksanaan pemungutan PPh
dan BPHTB antara lain Notaris/PPAT mempersoalkan apakah
turut bertanggung jawab atas pengisian Surat Serotan BPHTB
atau Surat Setoran PPh. Oleh karenanya Undang-Undang
tersebut perlu dikaji dari sudut teori pemungutan pajak,
asas-asas perpajakan, asas-asas antara lain yang
dikemukakan oleh Adam Smith dan syarat pembentukan
peraturan perpajakan serta dapat disempurnakan dengan
menggunakan metode deskriptif analisis. Pelaksanaan
pemungutan PPh dan BPHTB perlu didukung oleh sumber daya
manusia (pelaksana pajak) baik secara kualitas berprilaku
jujur dengan kuantitas dapat menunjang tercapainya target
pajak. Sedangkan untuk Notaris/PPAT perlu ada ketegasan
bahwa mereka tidak bertanggung jawab terhadap kebenaran
materil pengisian Surat Setoran BPHTB ataupun pelaksanaan
pembayaran PPh sehubungan dengan tugasnya dalam membuat
akta."
2002
T36813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>