Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178415 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rizki Adhitya
"ABSTRAK Penyelesaian sengketa saat ini, dapat diselesaikan dengan melalui jalur peradilan maupun di luar peradilan. Undang-undang No.8 Tahun 1999 membentuk suatu Lembaga dalam Hukum Perlindungan Konsumen, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). (BPSK) mempunyai tugas dan wewenang yang pada intinya adalah Berbagai penyelesain dapat dilihat di UUPK yaitu Penyelesaian dengan jalan litigasi bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 48 UUPK. Putusan yang dihasilkan BPSK dengan arbitrase ini akan memberikan suatu pertentangan dari sudut masing-masing pihak, dalam putusan yang dihasilkan ada pihak yang merasa dirugikan dan ada juga pihak yang merasa diuntungkan akibat putusan Arbitrase ini. Putusan Arbitrase yang dikeluarkan BPSK ini menimbulkan suatu pertanyaan, bagaimana kekuatan dan keabsahaan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini, dan bagaimana akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Putusan BPSK dan Pengadilan Negeri dibawahnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk penelitian yuridis-normatif, sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif dan menggunakan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara. Hasil dari penelitian ini memberikan saran kepada BPSK untuk mengadopsi ketentuan Arbitrase yang berlaku di Indonesia, sehingga BPSK hadir sebagai pilihan penyelesain sengketa diluar pengadilan dapat berjalan maksimal.

ABSTRACT Current dispute resolution, can be resolved through judicial channels or outside the court. Law No. 8 of 1999 established the Consumer Legal Protection Agency, the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). (BPSK) has the duties and authority in essence is a variety of resolutions can be seen in UUPK namely Settlement by way of litigation can be seen in the provisions of Article 48 UUPK. The decisions produced by BPSK with this arbitration will provide contradictions from the point of view of each party, in the resulting decision there are parties who are disadvantaged and there are also parties that are profitable in this Arbitration award. The Arbitration Award issued by BPSK raises questions, about the strength and validity of the Decision of the Consumer Dispute Settlement Agency, and how to process the law from the Supreme Court Decision that returns the BPSK Decision and the District Court below. This study uses a research method consisting of juridical-normative research, while the data analysis method used by the author is a qualitative method and using a data converter tool used in this study is the study of documents or library materials and interviews. The results of this study provide advice to BPSK to implement the provisions of Arbitration that apply in Indonesia, so BPSK is present as a resolution option."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Puspita
"abstrak
Perlindungan hukum bagi konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, yang
melahirkan suatu benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang
merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.
Pengenaan service charge dianggap sebagai aktivitas bisnis yang dilakukan oleh
pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan lainnya, dengan konsumen selaku
subjek pajak sebagai objeknya. Dalam kaitannya dengan Pajak, pengenaan service
charge dianggap sebagai pungutan pajak karena bersifat memaksa. Peneilitan ini
membahas terkait perlindungan hukum atas pengenaan service charge (uang servis)
pada usaha restoran terhadap konsumen, yang dimana belum terdapatnya aturan
mengenai pengenaan service charge yang diterapkan kepada konsumen selaku
subjek pajak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Kesimpulan yang didapatkan yaitu terkait dengan pengenaan
service charge dianggap sebagai pungutan pajak karena bersifat memaksa,
sedangkan diketahui bahwa service charge bukan merupakan pungutan pajak,
karena service charge diatur bukan oleh Undang-Undang. sebagaimana diketahui
bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus diatur oleh undangundang.
Saat ini yang ada hanya aturan mengenai uang servis yang merupakan
pendapatan non upah, yang dibagikan kepada Pekerja/Buruh guna mensejahterakan
Pekerja/Buruh. Dalam hal yang demikian, konsumen dibenarkan untuk menolak
atau meminta keringanan pembayaran service charge, dan melakukan upaya-upya
hukum atas pembebanan service charge yang dibebankan kepadanya.

abstract
Legal protection for consumers is the effort that guarantees legal certainty
to provide protection to consumers, which create a fortress to eliminate arbitrary
actions which are detrimental to businessmen only for the sake of consumer
protection. The imposition of a service charge is considere a business activity
carried out by a businessmen to gain other benefits, with the consumer as the
subject and tax as the object. The relation with taxes, the imposition of a service
charge is considered a tax levy because it is coercive. This research is related to
the legal protection of the imposition of service charges (service money) in the
restaurant towards consumers, for which there are no rules regarding the
imposition of service charges that are applied to consumers as tax subjects. This
study use a normative and empirical juridical approach. The conclusion is that
related to the imposition of service charges are considered as tax levies because
they are coercive, whereas it is known that the service charge is not a tax, because
service charges are regulated not by law. as it is known that taxes and other levies
that are coercive must be regulated by law. In this current time the rules is only
regarding service fees which constitute non-wage income, which is distributed to
Workers / Laborers to prosper Workers / Laborers. Therefore, the consumer is
justified in refusing or requesting the relief of the payment of the service charge,
and making legal efforts for the imposition of the service charge charged for them
"
2020
T54604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aura Lu Lu Tazkiya Aham
"Kemajuan teknologi telah membuat perilaku manusia lebih efisien, menciptakan inovasi seperti Deepfake, yang menggunakan data dan algoritma untuk menggantikan wajah seseorang secara realistis daam konten yang dihasilkan. Meskipun Deepfake menimbulkan kekhawatiran etis dan hukum yang signifikan karena penyalahgunaannya, sering kali menciptakan konten tanpa izin yang pada akhirnya merusak reputasi, teknologi ini juga menawarkan solusi hemat biaya, seperti dalam perikalanan, karena dapat digunakan untuk membuat iklan imersif untuk demografi tertentu. Namun, penggunaan Deepfake dalam periklanan menantang prinsip-prinsip perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, karena regulasi saat ini tidak secara eksplisit mengatur praktik AI atau Deepfake. Hak konsumen atas keamanan dan informasi yang benar dikompromikan oleh ikah yang menyesatkan. Oleh karena itu, transparasi dalam penggunaan Deepfake sangat penting untuk memastikan keamanan konsumen dan menegakkan hak-hak mereka.

Technological advancements have made human behavior more efficient, creating innovations like Deepfake, which uses data and algorithms to realistically replace an individual’s face in the generated content. While Deepfake raises significant ethical and legal concerns due to its misuse, often creating content without consent, eventually damaging reputations, it also offers cost-effective solutions like in advertising as it can be used to create immersive advertisements for specific demographics. However, the use of Deepfakes in advertising challenges consumer protection principles that are outlined in Law Number 8 of 1999, as current regulations do not explicitly address AI or Deepfake practices. Consumers’ rights to security and truthful information are compromised by misleading advertisements. Therefore, transparency in using Deepfakes is crucial to ensure consumer safety and uphold their rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aura Lu Lu Tazkiya Aham
"Kemajuan teknologi telah membuat perilaku manusia lebih efisien, menciptakan inovasi seperti Deepfake, yang menggunakan data dan algoritma untuk menggantikan wajah seseorang secara realistis daam konten yang dihasilkan. Meskipun Deepfake menimbulkan kekhawatiran etis dan hukum yang signifikan karena penyalahgunaannya, sering kali menciptakan konten tanpa izin yang pada akhirnya merusak reputasi, teknologi ini juga menawarkan solusi hemat biaya, seperti dalam perikalanan, karena dapat digunakan untuk membuat iklan imersif untuk demografi tertentu. Namun, penggunaan Deepfake dalam periklanan menantang prinsip-prinsip perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, karena regulasi saat ini tidak secara eksplisit mengatur praktik AI atau Deepfake. Hak konsumen atas keamanan dan informasi yang benar dikompromikan oleh ikah yang menyesatkan. Oleh karena itu, transparasi dalam penggunaan Deepfake sangat penting untuk memastikan keamanan konsumen dan menegakkan hak-hak mereka.

Technological advancements have made human behavior more efficient, creating innovations like Deepfake, which uses data and algorithms to realistically replace an individual’s face in the generated content. While Deepfake raises significant ethical and legal concerns due to its misuse, often creating content without consent, eventually damaging reputations, it also offers cost-effective solutions like in advertising as it can be used to create immersive advertisements for specific demographics. However, the use of Deepfakes in advertising challenges consumer protection principles that are outlined in Law Number 8 of 1999, as current regulations do not explicitly address AI or Deepfake practices. Consumers’ rights to security and truthful information are compromised by misleading advertisements. Therefore, transparency in using Deepfakes is crucial to ensure consumer safety and uphold their rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Kirana
"Permasalahan pada tesis ini dibagi menjadi 3 (tiga) hal yakni bagaimana tingkat pengetahuan konsumen mengenai perlindungan konsumen terkait Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial, bagaimana kesesuaian isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dengan ketentuan peraturan yang ada dan yang terakhir apa saja kendala dan solusi untuk memberikan perlindungan konsumen terhadap Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif-empiris. Kesimpulan yang dapat diberikan adalah tingkat pengetahuan konsumen mengenai perlindungan konsumen terkait Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dianggap cukup baik, walaupun masih memiliki kelemahan. Lalu tidak adanya kesesuaian isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dengan ketentuan peraturan yang ada. Perlindungan konsumen terhadap isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial harus mampu mengatur mengenai aspek transparansi atau akuntabilitas. Lalu juga harus mampu mencerdaskan konsumen dengan cara pemberian edukasi, literasi dan sosialisasi kepada konsumen mengenai Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial. Kendala yang dihadapi di sini juga berkaitan dengan pelaku usaha yang belum memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019, domain dari pengawasan klausula baku, tidak adanya badan usaha jejaring sosial di Indonesia dan kerja sama internasional yang belum tentu sesuai dengan ketentuan peraturan di Indonesia. Solusi yang dapat diberikan adalah dengan disahkannya RUU PDP dan penyegaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

The three major issue of this thesis are: the level of consumer’s knowledge about consumer protection related to Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks, the suitability of the contents of Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks with the existing regulations, the constraints and it solutions for consumer’s protection against Privacy Policy on Terms and Conditions on the social networks. This thesis is using normative-empirical legal research method. The conclusion: the consumer’s knowledge level about consumer protection related to Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks is considered quite good, although it still has weaknesses. There is no correlation between contents Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks with the existing regulations. Consumer’s protection to the contents Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks must be able to regulate aspects of transparency or accountability. Then also must be able to educate consumers by providing literacy and socialization to consumers about Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks. The emerging constraints that can be described are business actors who have not complied with Government Regulation No. 71 of 2019, the domain of standard clause supervision, the absence of social networking business entities in Indonesia, international cooperation which are not necessarily suit with rules in Indonesia. The solution that can be given is by passing the PDP Bill and refreshing Law No. 8 of 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RR Syahannisa P.
"Perkembangan ekonomi yang semakin meningkat yang akan menimbulkan berbagai permasalahan dalam perlindungan konsumen. Perlindungan terhadap konsumen merupakan masalah, dikarenakan konsumen di negara kita masih sering mengalami hal-hal yang merugikan dirinya. Hal ini dikarenakan konsumen berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan produsen. Beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan dengan adanya pernyataan BPOM bahwa terdapat bahan pengawet dalam minuman isotonik yang tidak tercantum dalam label kemasan.
Salah satu dari minuman isotonik yang ditemukan tidak mencantumkan adanya kandungan bahan pengawet adalah Mizone. Bahan pengawet pada dasarnya merupakan bahan yang ditambahkan untuk menghambat terjadinya kerusakan pada makanan atau minuman yang umumnya mudah rusak dan apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat menimbulkan efek berbahaya terhadap kesehatan. Dari uraian tersebut menimbulkan beberapa pokok permasalahan yaitu: pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha, sanksi yang dapat dikenakan, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen serta penyelesaian yang telah dilakukan terhadap kasus ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder mencakup Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Kesehatan, artikel ilmiah, buku, makalah, laporan penelitian serta kamus istilah. Pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Pangan dan Peraturan Pemerintah Label dan Iklan Pangan. BPOM kemudian melakukan tindakan administratif berupa penarikan produk Mizone dari peredaran. Penyelesaian yang telah dilakukan adalah saat ini produk Mizone tersebut telah dipasarkan kembali dengan penggantian label. Perlindungan hukum terhadap konsumen perlu terus dikaji dan dikembangkan, sehingga segala kemungkinan yang dapat merugikan konsumen dapat diatasi dengan baik dan demi ditegakkannya perlindungan konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabria Umar
"Bank merupakan salah satu usaha yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Untuk dapat bersaing dalam dunia perbankan maka suatu bank harus dapat berusaha untuk meningkatkan pelayanan mereka kepada para nasabah, sehingga nasabah tersebut tidak tertarik untuk menggunakan jasa bank lain yang mereka nilai lebih memberikan kenyamanan bagi mereka. Teknologi sistem informasi dan telekomunikasi yang semakin berkembang merupakan sarana yang dapat dipergunakan oleh bank untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Salah satu jenis pelayanan yang sudah lazim saat ini diberikan adalah Internet banking. Yang menjadi focus pembahasan pada tesis ini adalah ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan internet banking dan tanggung jawab dari pelaku usaha (Bank) sebagai penyelenggara layanan Internet banking, adalah Pasal 6 huruf n Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang telah diubah melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Selain itu Bank Indonesia melalui SKDBI No.27/164/KEP/DIR dan SEBI No.27/9/UUPB tanggal 31 Maret 1995 menginstruksikan Penggunaan Sistem Informasi Oleh Bank yang merupakan pedoman pelaksanaan teknologi informasi. Pada tanggal 20 April 2004 Bank Indonesia juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor 6/18/DNDP perihal Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking). Bank sebagai penyelenggara layanan wajib memberikan jaminan kenyamanan dan keamanan bagi nasabah dalam bertransaksi melalui internet banking dengan mengikuti standarisasi yang telah ditetapkan dan menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivonne Silvia Tumbel
"Perlindungan konsumen nasional telah diatur dalam UUPK yang menganut azas keseimbangan antara kepentingan konsumen pelaku usaha. Perlindungan konsumen atau nasabah termasuk salah satu aspek penting dalam hukum perbankan. Pertukaran informasi data nasabah dalam praktek perbankan merupakan hal lazim khususnya dalam operasional pemasaran produk bank sendiri ataupun produk pihak lain yang bekerja sama dengan bank. Data pribadi nasabah termasuk dalam hak privasi yang telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Dasar negara kita sebagai alas konstitusi. Namun harus disadari bahwa bentuk perlindungan yang membingkai hak privasi belum terimplementasi menjadi instrumen hukum nasional. Beberapa peraturan perundang-undangan berlaku (ius constitutum) maupun RUU terkait (ius constituendum) berupaya mengatur aspek perlindungan data pribadi dengan berbagai pembatasan-pembatasan terhadap penggunaannya, di antaranya adalah hukum perbankan. Penghargaan atas privasi data nasabah bank diwujudkan dalam bentuk penerapan ketentuan rahasia bank, GCG Bank Umum, dan transparansi penggunaan data pribadi nasabah terkait dengan desakan atau tuntutan keterbukaan perbankan dan penerapan international best practice dari pihak-pihak internasional yang berkepentingan dengan kondisi ekonomi Indonesia, selain juga program edukasi nasabah perbankan yang dicanangkan oleh BI. Berdasarkan penelitian dengan metode yuridis normatif dan menggunakan jenis data kepustakaan dengan bahan hukum primer, sekunder maupun tersier ini, dapat disimpulkan bahwa untuk mengimbangi pesatnya perkembangan teknologi informasi, diperlukan keberadaan peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan kepastian hukum perlindungan konsumen atas penggunaan data pribadinya mencakup keberlakuan penegakan hak dan kewajiban konsumen berimbang dengan hak dan kewajiban pelaku usaha yang dikaji berdasarkan kaidah etis Privacy, Accuracy, Property dan Accesibility termasuk dalam sektor perbankan dan kelak berkembang menjadi perlindungan privasi secara nasional.

The protection of nation-wide consumers has been arranged and regulated within the Law of Consumer Protection (UUPK) which is based on the balance principles, referring to both the consumers’ and business players’ interests. This matter, undoubtedly, is one of the most important aspects within the law of banking. Exchange of customers’ private data information among banks is considered as something common, particularly in purpose of marketing their products, as well as other parties’ products which hold cooperation with the concerned bank itself. Private data of the customers, however, have been included as a privacy right, and regulated in our National Constitution as the basis of the constitution itself. However, it is a fact that the implementation of privacy right in Indonesia has yet to be properly and perfectly carried out, particularly due to the absence of any specific national legal instrument regulating the matter. Some parts of our law, be it in form of applicable law (ius constitutum) as well as draft of applicable law (ius constituendum) have been trying to regulate the aspects of private data protection, particularly emphasizing the restrictions should be applied in its usage. Among those regulations is Law on Banking. The appreciation on the data privacy of the bank customers have been manifested in form of various means, comprising the implementation of the bank’s secrecy utilization, GCG of the Public Bank, as well as the transparency of the private data usage, as the logic consequence of the demand for transparency addressed to the banks currently as well as the implementation of the international best practice of some particular international parties concerned about Indonesian economy. In addition, the customer education program held by Bank Indonesia can also be included within. This research, applying juridical normative method and using literature data, comprising primary, secondary and tertiary legal materials, leads into conclusion that in order to catch up with the fast dynamics of information technology, it is necessary to provide a legal instrument (law) that can firmly guarantee the consumers’ protection concerning the usage of their private data. This would also comprise the balanced implementation of both consumers’ and business players’ rights and obligations, which are based on the ethical codes, namely Privacy, Accuracy, Property and Accessibility, including in the banking context in particular, and hopefully also nation-wide in general (in future)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fahrian Agam
"ABSTRAK
Penjualan komputer rakitan menunjukkan peningkatan seiring dengan kemajuan
teknologi dan kebutuhan masyarakat. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan
perkembangan teknologi membuat posisi antara penjual dan pembeli komputer
menjadi tidak seimbang. Keinginan untuk mengambil untung sebanyakbanyaknya
terkadang membuat penjual melakukan hal-hal yang dapat merugikan
konsumen. Penulisan skripsi ini secara umum bertujuan untuk mengetahui
bentuk-bentuk permasalahan hukum yang mungkin timbul dalam transaksi jual
beli komputer rakitan. Secara khusus penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk
mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Toko X dan tanggung
jawabnya serta penyelesaian sengketa yang dilakukan apabila terjadi sengketa
konsumen. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang
bersifat deskriptif?analitis, sedangkan metode analisis datanya menggunakan
metode kualitatif yang mengacu pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen guna menjawab permasalah yang ada.

ABSTRACT
Sales of own-assambled computer showed an increase in line with technological
advances and the needs of the community. Lack of knowledge society
developments in technology make the position between seller and buyer ownassambled
computers become unbalanced. Sometimes the seller do things that can
harm the consumer to take advantage as much as possible. The thesis aims to
determine the forms of legal issues that may arise in buying and selling ownassembled
computers. In particular, the thesis also aims to determine the
violations committed by X?s Store, responsibilities and dispute resolution. The
research method is using descriptive-analytical normative juridical approach, and
the method of data analysis is using qualitative method refer to the Law Number
8 Year 1999 on Consumer Protection to answer the problems.
"
Universitas Indonesia, 2012
S42525
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>