Ditemukan 93272 dokumen yang sesuai dengan query
Kastanya, Anastasia Yoria
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T37192
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Anastasia Yoria Kastanya
"Yang melatar belakangi penelitian ini adalah sejak jaman pemerintah Hindia Belanda dilakukan pengangkatan anak dengan cara dan motifasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum yang berkembang di Indonesia. Sayangnya motifasi yang berkembang saat ini tidak memperhatikan lagi segi kesejahteraan dan kemanusiaan bagi anak-anak. Pada jaman pemerintah Hindia Belanda dikeluarkan suatu pernyataan bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan akta Notaris, namun sesuai perkembangan jaman saat ini, hukum menyatakan lain bahwa untuk melakukan pengangkatan anak harus melalui Yayasan Sosial yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan bersifat yuridis normatif, dengan mengacu pada sumber-sumber seperti buku, dan media internet. Yang menjadi permasalahan Utama penelitian ini adalah mengenai organisasi sosial yang seperti apa yang dapat melakukan usaha Pengangkatan Anak dan Mungkinkah bagi suatu Pengangkatan Anak dilakukan di luar yayasan sosial. Setelah meneliti berbagai sumber, diperoleh hasil dan kesimpulan bahwa bahwa untuk melakukan pengangkatan anak harus melalui Yayasan Sosial yang telah ditunjuk oleh pemerintah, hal ini dilakukan oleh Pemerintah untuk meminimalis kejahatan di dunia anak, seperti sering kali terjadi jual beli organ anak. Karena pengangkatan anak di depan notaris terkesan lebih mudah dilakukan, dan tidak melalui proses yang bertele-tele, sehingga memungkinkan terjadinya kejahatan dan kriminalitas. Maka pengangkatan anak dengan cara lain yang tidak ditetapkan oleh Undang-undang menjadi hal yang dilarang oleh Hukum. Dengan kata lain tentu tidak mungkin suatu pengangkatan anak dilakukan diluar yayasan social, Yayasan sosial menjadi suatu wadah perantara bagi terciptanya suatu pengangkatan anak di Indonesia, tentunya yayasan tersebut harus mendapat ijin dari pemerintah untuk melakukan usaha Pengangkatan anak. Dan dinilai mempunyai citra dan kapabelitas yang tinggi di mata masyarakat dalam memberikan pelayanannya. Karena tidak semua Yayasan Sosial di Indonesia dapat menjadi media dalam Pengangkatan anak.
Issue that constitutes background of this research is that since Dutch Colonial era, child adoption was conducted by different ways and motivations in connection with the developing legal system in Indonesia. Unfortunately, the motivation that is currently developing does not any longer put the concem on the welfare and humanity aspects for the children. In the era of the Government of Dutch Colonial, a statement was issued regulating that child adoption shall be conducted by Notarial Deed; however, along with the development of time, the Law later regulates the other way around, that child adoption shall be conducted through Social Foundation appointed by the Government. This research uses documentary study with normative and juridical approach refeiring to sources such as books and internet media. The main problem of this research is on types of social organization that is authorized to conduct child adoption and the possibility of conducting child adoption outside social foundation. Having researched all sources, it is resulted and concluded that child adoption shall only be conducted by Social Foundation appointed by the Government. This matter is conducted by the Government in order to minimize crime against children as sale and purchase of child’s organs often occurs. Since child adoption before Notary seems to be less difficult to be carried out and without a complicated procedure, it is therefore possible for crime and criminality to exist. Accordingly, conducting child adoption by any other means not regulated by the laws is prohibited. In other words, it is impossible for conducting child adoption outside social foundation. Social foundation becomes an intermediary of conducting child adoption in Indonesia, with the exception that such foundation shall obtain license from the Government to carry out child adoption. Further, such foundation shall also have a good image and capability in the eyes of the society in giving its Service as not all Social Foundations in Indonesia are able to become the media in the case of child adoption."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26422
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Siahaan, Dame Octavine
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S22090
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Monika Anton Putri
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T36963
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Lili Sufiena
"Penelitian ini membahas mengenai akta perdamaian dan kewenangan Notaris dalam pembuatan akta perdamaian. Kajian ini dilakukan melalui penelitian hukum normatif melalui studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan analisis data secara induktif.
Hasil penelitian menunjukkan dalam proses penyelesaian sengketa akta perdamaian merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh dan memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara cepat dan murah. Notaris berwenang dalam membuat akta perdamaian, sebagaimana kedudukannya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Akta perdamaian yang dibuat dihadapan Notaris memiliki kedudukan hukum yang sah terhadap putusan pengadilan dan sebagai alat pembuktian yang lengkap. Akta perdamaian Notariil memiliki kekuatan hukum yang tetap, dan kekuatan eksekutorial dengan adanya penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri berisi perintah eksekusi agar akta perdamaian dapat dilaksanakan."
2005
T37767
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Monika Anton Putri
Universitas Indonesia, 2008
T24692
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Hanny
"Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa. Keanekaragaman adat-istiadat, golongan dan suku bangsa dalam masyarakat menimbulkan berbagai masalah terutama dalam hal perkawinan yang akan dilangsungkan oleh pasangan yang berbeda agama, namun masing-masing pihak tetap berpegang teguh untuk memeluk agamanya. Hal ini bertentangan dengan hukum agama dan hukum negara, karena baik hukum agama maupun hukum negara melarang terjadinya perkawinan beda agama. Di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda telah memiliki peraturan mengenai perkawinan campuran, yaitu Regeling op de Gemengde Huwelijke (GHR) yang termuat dalam Stbl 1898 No. 158. Namun perkawinan campuran yang dimaksud disini adalah perkawinan antar bangsa bukan perkawinan beda agama. Oleh karena itu diterbitkanlah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan harapan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada mengenai perkawinan. Dengan demikian GHR Stbl. 1898 No. 158 secara otomatis tidak berlaku lagi. Bagi pasangan beda agama yang ingin melaksanakan perkawinan di Kantor Catatan Sipil dapat meminta penetapan izin kawin terlebih dahulu kepada Pengadilan Negeri. Karena Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara tegas dan rinci mengenai perkawinan beda agama maka Hakim Pengadilan Negeri kembali menggunakan GHR Stbl. 1898 No. 158 dalam memberikan izinnya. Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas kasus mengenai perkawinan beda agama yang didahului dengan izin dari Pengadilan Negeri sebagai bahan analisa yang dirasakan bermanfaat bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan mencari bahan pustaka (library research)."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2005
S21104
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"The role of judge in the application practice for adoption is to examine the adoption case presented by the child's parents and the adoption parents, and all administrative requirements. When all requirements have been fulfiled the judge determines the court session day. The Unfulfilment of requirements result in postponement of the court session. Barries of the adoption application are the absence of child's parents and uncomplete administrative requirements."
343 JPIH 17 (1997)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Lisa Astrianti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21348
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Elza Puspa Mardiani
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas mengenai wasiat yang melanggar bagian mutlak (Legitime Portie) anak kandung menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Skripsi ini mengambil studi kasus putusan Pengadilan Negeri tangerang atas perselisihan yang terjadi antara penerima wasiat dengan ahliwaris legitimaris. Permasalahan terjadi pada saat Pewaris membuat wasiat yang isinya menyatakan bahwa memberikan seluruh hartanya kepada salah satu anak kandungnya saja, padahal disini pewaris masih mempunyai ahliwaris lain yang merupakan ahliwaris legitimaris, yang berhak terhadap bagian mutlak dari harta warisan tesebut,da n bagian tersebut tidak dapat dikesampingkan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pewaris seringkali menggunakan kebebasannya untuk memberikan sebagian atau bahkan seluruhnya harta benda miliknya kepada siapa saja yang dikehendakinya, tanpa ia menyadari bahwa bagian mutlak ahliwaris yang seharusnya mendapatkan harta benda tersebut telah tersinggung pemberian wasiat yang dilakukannya. Dalam putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 29/PDT.G/2010/PN.TNG, para ahliwaris legitimaris berhak mendapatkan bagiannya yang tidak bisa dikesampingan oleh pewaris. Karena dalam undangundang sendiri sudah diatur mengenai bagian mutlak (legitime portie), yang besarnya menurut pasal 914 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan cara pembagian seperti yang diatur dalam pasal 916a Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penulis juga menyimpulkan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 29/PDT.G/2010/PN.TNG tertanggal 11 Oktober 2010 yang dikeluarkan oleh majelis Hakim kurang tepat, dengan membatalkan Akta Wasiat No.08 tanggal 05 Mei 2009, karena seharusnya terhadap tuntutan bagian mutlak tersebut dilakukan pemotongan (inkorting) bukan pembatalan
ABSTRACTThis paper will discuss about the violation of the absolute part (Legitime Portie) biological children according to the Book of Law Civil Law. This paper takes a case study tangerang Court ruling on disputes between the receiver testament with legitimate legacy receiver. The set of problems occurs when the heir to make a testament stating that it gave his entire estate to one of the only biological child, but here the heir still have another the legitimate legacy receiver, have the right to the absolute part (Legitime Portie), and that part can not be ruled out. The author uses the method of juridical normative research, using secondary data.This study concluded that the heirs are often using their freedom to provide some or even all of his property to whomever it chooses, without realizing that the absolute part (legitime portie) legitimate legacy receiver should get the property has offended the administration testament do. Within the decision Tangerang District Court No. 29/PDT.G/2010/PN.TNG, the legitimate legacy receiver have the part that can not be ruled out by the heir. Because the statute itself is set on the absolute part (legitime portie), which in this case there are three (3) legitimate legacy receiver, the amount under section 914 of Act Book of the Civil Code which each of the three-quarters (3/4) part, by the division as provided in section 916a of Act Book of the Civil Code. Authors also conclude that the Tangerang District Court Decision No. 29/PDT.G/2010/PN.TNG dated October 11, 2010 issued by the presiding judge who tried the case has been very proper, the judge's will cancel the testament Deed No.08 dated May 5, 2009, basic consideration is that the judge in deciding is the treasure to EA are the entire property ED. Judge to consider other than the ED has legitimate legacy receiver EA should get his share, EI and MH as a child of the ED has the absolute that can not be contested by the ED. These actions have resulted EI and MH can be lost their rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43713
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library