Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16194 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elly Nursamsiah Danardono
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nursamsiah Danardono
"Puisi adalah salah satu jenis sastra di samping prosa dan drama. Pada mulanya, puisi merupakan alat untuk menyatakan segala sesuatu yang patut diketahui oleh manusia, misalnya mantra-mantra, asal-usul para dewa atau nenek moyang, cara-cara bercocok tanam, hidup bermasyarakat, dan seterusnya. Dengan demikian puisi merupakan suatu teknik ingatan lisan. Tetapi di dalam perjalanan sejarah manusia, puisi mengalami perkembangan. Untuk alasan-alasan yang jauh melampaui kegunaan puisi sebagaimana telah disebutkan di atas, para penyair menjadikan alat tadi esensi dari suatu kreasi.
Puisi pada umumnya dapat dikatakan sebagai pemakaian bahasa secara khusus. Pemakaian bahasa secara khusus ini bertujuan untuk menyatakan atau nensugestikan sesuatu melalui irama, rima, citraan, dan lain-lain. Keanekaragaman bentuk dan fungsi pemakaian bahasa tersebut menimbulkan kesulitan di dalam mendefinisikan puisi.
Paul Claudel (1868-1955), seorang penyair dan penulis drama Perancis, berpendapat bahwa puisi merupakan suatu komposisi yang memberi nilai tambah pada kebahagiaan manusia sebagaimana yang dikatakannya berikut ini:
La poesie est composition et c'est grace A la composition qu'elle procure A I'oreille et au coeur de I'auditeur le plaisir qui lui est propre. Ce plaisir nett en effet du rapprochement, du contact, et de I'amalgame, par le moyen de seas canfie a la vibration, d'idthes appartenant aux ordres les plus divers, qui naus procure le sentiment dune extention heureuse, penetrante et Presque divine, de nos pouvairs.
Puisi adalah komposisi. Komposisi ini memindahkan emosi yang terkandung di dalamnya kepada pendengar melalui telinga dan kalbunya. Emosi ini memang lahir dari kedekatan, kontak, dan pembauran, melalui pancaindera yang peka terhadap getaran, melalui gagasan-gagasan yang berasal dari tatanan-tatanan yang sangat berbeda. Sarana tersebut memberikan kepada kita suatu rasa perluasan dari kemampuan--kemampuan kita, rasa perluasan yang membahagiakan, merasuk, dan hampir bersifat Illahi.
Mengenai Janis sastra ini, Lamartine (1790-1869) salah seorang penyair besar romantik Perancis, mengatakan:
"La poesie sera de la raison chantee, voila sa destine pour longtemps; eIle sera philosophique, religieuse, politique, sociale, comme les epoques que le genre humain va traverser; elle sera intime surtout, personnelle, meditative et grave: non plus un }eu de I'esprit, un caprice melodieux de la pensee leg&re et superficielle, mais I'echa profond, reel, sincere, des plus hautes conceptions de I'int!Iligence, des plus mysterieuses impressions de I'gme."
Puisi akan merupakan akal budi yang disenandungkan, itulah pembawaan puisi untuk waktu yang lama; puisi akan bersifat filsafat, agama, politik, sosial, seperti zaman-zaman yang akan dilalui oleh umat manusia; puisi terutama akan bersifat intim, pribadi, meditatif dan serius; puisi bukan lagi merupakan suatu permainan jiwa, suatu tingkah musikal dari pikiran yang ringan dan dangkal, akan tetapi gema yang dalam, nyata dan tulus dari kesan-kesan jiwa yang paling misterius?."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nursamsiah Danardono
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S13842
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okke Saleha K. Sumantri Zaimar
"Dalam suatu karya sastra terpancar pemikiran, kehidupan dan tradisi yang hidup dalam suatu masyarakat. Karena itu, berbicara tentang kesusastraan berarti juga membicarakan suatu segi kebudayaan. Sekarang, di mana-mana kita dapat menyaksikan percampuran budaya. Berkat hubungan antarnegara dan adanya komunikasi modern, dunia menjadi lebih kecil. Lagi pula, situasi politik menunjang percampuran budaya tersebut. Kita masih dapat melihat akibat kolonisasi yang tersebar selama berabad-abad di berbagai bagian bumi ini.
Di Paris, misalnya, kita lihat hadirnya berbagai macam budaya bersama pendukungnya, baik yang berasal dari Eropa maupun dari benua lain: dari Asia atau dari Afrika. Mereka tinggal bersama kelompoknya dalam wilayah-wilayah. Muncullah kekhawatiran bahwa Paris akan menjadi menara babel, tempat manusia tidak lagi saling mengerti karena perbedaan bahasa. Hal itu mungkin terjadi jika setiap orang tetap terpencil dalam lingkungannya masing-masing. Akan tetapi selama masih ada komunikasi antar mereka, selama masih ada kontak budaya, kekhawatiran itu tidak perlu ada.
Di pihak lain, ada pula kekhawatiran akan terjadinya penyeragaman budaya yang akan mengarah pada kemiskinan budaya. Akan tetapi kita masih jauh dari situasi semacam itu. Justru di sini ingin dikemukakan bahwa hampir dalam setiap negara terdapat keragaman budaya.
Demikian pula halnya di Indonesia, negeri yang terdiri dari ribuan pulau. Setiap suku bangsa mempunyai budaya sendiri. Lagi pula posisi geografisnya menyebabkan Indonesia selalu terbuka bagi datangnya berbagai pengaruh budaya dari luar. Indonesia telah lama sadar akan keragaman budayanya. "Bhineka Tunggal Ika" demikian bunyi semboyan bangsa Indonesia. Keadaan itu sebenarnya merupakan suatu kondisi ideal untuk suatu kontak budaya yang dapat mengembangkan pemikiran. Pada umumnya, anak Indonesia dibesarkan dalam keragaman budaya. Kolonisasi Belanda yang berlangsung selama berabad-abad menambah kuatnya keragaman budaya itu. Tidak mengherankan apa bila kita melihat percampuran budaya dalam karya sastra Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D435
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Tsurayya Afifah
"Skripsi ini membahas antologi puisi karya Han Yong-un, salah satu dari 33 orang yang memimpin perjuangan kemerdekaan pada tahun 1919, yang berjudul "Nim-ui Chimmuk" yang terbit tahun 1926. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan desain deskriptif. Makna Nim yang merupakan sebuah simbol, dapat diartikan sebagai "kekasih", "Tuhan", atau "Kemerdekaan". Dari penelitian ini disimpulkan bahwa Nim lebih tepat diinterpretasikan sebagai "Kemerdekaan Korea", dan puisi ini memiliki pesan tersirat untuk membangkitkan semangat rakyat Korea untuk tidak menyerah dalam mengejar kemerdekaan Korea setelah usaha mereka gagal dan membawa mereka ke dalam depresi dan keputusasaan.

This study focused on deeper meaning of Nim-ui Chimmuk, a poem anthology created and released in 1926 by Han Yong-un who was also one of 33 patriots leading Korea‟s independence movement. This study is qualitative descriptive. Nim, as a symbol, can be interpreted as "lover", "God, or "independence". The conclusion is that the meaning of Nim is best to be interpreted as "Korea`s independence", as well as this poem anthology was made to give spirit and hope to Korean people to keep struggling in achieving their independence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Wahyuni
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
907 PJKB 7:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Carissa Erlinda
"ABSTRAK
Verba bahasa Jepang dasu dan hajimeru masing-masing memiliki makna leksikal yang berbeda. Dasu memiliki makna ?mengeluarkan? dan hajimeru memiliki makna ?memulai?. Namun demikian, sebagai verba sufiks dalam verba majemuk gramatikal bahasa Jepang, dasu dan hajimeru memiliki makna gramatikal yang sama yakni ?mulai?. Meskipun memiliki makna gramatikal yang sama, terdapat beberapa perbedaan di antara kedua verba sufiks tersebut. Perbedaan tersebut dapat ditemukan pada makna dan penggunaan dari verba sufiks dasu dan hajimeru. Dasu cenderung digunakan untuk menggambarkan hal yang tidak diduga, sedangkan hajimeru cenderung digunakan untuk menggambarkan hal yang terjadi secara bertahap.

ABSTRACT
Japanese verbs dasu and hajimeru have different lexical meaning. Dasu means ?to take out? and hajimeru means ?to begin (something). However, as a verb suffixes in syntactic compound verb, both have the same grammatical meaning, which is ?start? or ?begin?. Even though they share the same grammatical meaning, there have to be differences in between them. Those differences can be found in the meaning and the use of them in syntactic compound verb. Dasu tends to depict unexpected things, while hajimeru tends to be depict things that happens gradually.
"
2015
S59692
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djanti Virantika
"ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji penyerapan istilah-istilah di bidang tata busana dalam bahasa Indonesia. Analisis ini dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi dalam penyerapan istilah-istilah tersebut. Analisis dilakukan dengan melihat bagaimana pengindonesiaan serta melihat makna yang terkandung dari istilah-istilah tersebut di dalam bahasa Indonesia. Kerangka analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemadanan kata yang dikemukakan di dalam buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah, serta kerangka analisis mengenai perubahan makna yang dikemukakan oleh Chaer. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan cara mendeskripsikan data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan makna, ejaan, bentuk, serta pelafalan dalam penyerapan istilah di bidang tata busana.

ABSTRACT
This research review the terms loan of fashion field in Indonesian language. The analysis is done to seek the change that occurred in the process of terms loan and absorption. This analysis is done to see how the result of Indonesian-ization, and also the meaning of the terms loan in Indonesian language. Analytical framework that used in this research by matching the words that stated in Pedoman Umum Pembentukan Istilah book with the changing of means that stated by Chaer. This research is a qualitative descriptive analysis method. The result of this research will show that there was any means, spelling, forms, and pronunciation that change in the process of terms loan in fashion field.
"
2015
S59695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentius Heru Stoffer
"Latar Belakang
Hubungan antara karya sastra dan kenyataan sering dipertanyakan oleh para kritikus sastra. Kenyataan di sini adalah segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
Salah seorang kritikus yang mencoba melihat hubungan tersebut adalah Aristoteles (384-322 SM) melalui sebuah konsep mimesis yang dikemukakannya. Dalam karyanya yang berjudul Poetica, ia mengatakan bahwa mimesis bukan semata-mata tiruan kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif. Bertolak dari sebuah kenyataan, seorang penyair mencoba menciptakan suatu kenyataan lain. Dengan bermimesis seorang penyair sebenarnya menciptakan kembali kenyataan, berdasarkan hal-hal yang pernah ada, atau hal-hal yang dibayangkan seharusnya ada, baik berupa fakta, keyakinan, maupun cita-cita (Luxemburg, et.al, 1992:17).
Dalam ilmu sastra modern, teori Aristoteles mengenai mimesis masih diperhatikan, terutama teorinya mengenai recreatio, yang berasumsi bahwa karya sastra merupakan suatu dunia tersendiri. Di satu pihak karya sastra dapat dianggap sebagai sebuah cermin atau gambaran mengenai kenyataan, akan tetapi di pihak lain karya sastra juga dianggap mampu menciptakan dunianya sendiri, yakni dunia kata-kata, sebuah dunia baru yang kurang lebih terlepas dari kenyataan. Unsur-unsur khayalan yang terlepas dari kenyataan tersebut dikenal sebagai fiksionalitas. Dengan demikian sebuah teks fiksi adalah teks yang mengandung unsur-unsur tersebut (ibid: 19).
Dalam pengertian sintaks naratif, fiksi menunjuk pada sekumpulan teks dengan ciri--ciri yang khas. Dalam hal ini karya sastra, misalnya roman dan novel -dengan berbagai aturan dan pengelompokannya- dapat dianggap sebagai fiksi. Sedangkan fiksi dalam pengertian semantik menunjuk pada status denotatum, yakni rekaan.
Kebenaran fiksi di sini sebenarnya berkaitan dengan sebuah kenyataan yang didenotasikan. Akan tetapi kedua pengertian tersebut saling berkaitan, artinya di dalam fiksi menurut pengertian sintakis terdapat fiksi dalam pengertian semantik (Van Zoest, 1990: 5).
Fiksi merupakan gabungan dari realitas dan imajinasi. Seringkali realitas dalam fiksi seolah-olah dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, akan tetapi tidak jarang realitas tersebut nampak jauh dari jangkauan realitas, sehingga sukar dibedakan dengan imajinasi. Realitas yang kelihatan jauh dari realitas kita seharihari inilah yang disebut sebagai "realitas intern", yakni kebenaran yang terikat oleh kesepakatan dan sama sekali lepas dari kenyataan yang mentah (ibid: 44).
Fiksi memberi kebebasan kepada pengarang untuk menyimpang dari realitas sehari-hari. Seorang penulis secara leluasa dapat mengolah tanda/denotatum ke dalam karyanya sehingga membentuk kebenaran baru, kebenaran tekstual, yakni sebuah "dunia mungkin"."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>