Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109444 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firly Irhamdani
"Tanah hak milik non pertanian merupakan salah satu sumber utama yang diperlukan yang diperuntukkan untuk perumahan,. Pembatasan kepemilikan tanah hak milik non pertanian khususnya yang ditentukan dalam dalam pasal 7 dan pasal 17 UUPAyang mempunyai tujuan agar tanah tidak tidak tertumpuk pada satu golongan atau pihak-pihak tertentu saja, tetapi sampai saat ini belum terdapat batas maksimum kepemilikan terhadap tanah non pertanian sebagaimana yang telah diamanatkan dalam pasal 17 UUPA dimana agar segera mengatur mengenai pembatasan khususnya pembatasan mengenai hak milik non pertanian. Tetapi disatu sisi BPN menyatakan bahwa pembatasan hak milik non pertanian telah di atur dalam Keputusan KBPN No. 6 Tahun 1998. Tetapi dengan alasan belum adanya payung hukum maka BPN tidak melakukan pengawasan terhadap batas maksimum kepemilikan tanah hak milik non pertanian. Mengenai sanksi terhadap dilanggarnya batas maksimum kepemilikan tanah hak milik non pertanian Keputusan KBPN No. Tahun 1998 tidak mengatur, sanksi mengenai batas maksimum tanah hak milik non pertanian pertanian terdapat pada pasal 11 Undang Undang No. 56 Prp. Tahun 1960 dimana peraturannya sampai saat ini belum ada atau belum diatur.

Non-agricultural land property rights is one of the major sources are required to cater for housing. Restrictions on land ownership, especially non-agricultural property specified in article 7 and article 17 UUPA have goals that are not stacked on the ground no one group or certain parties only, but as yet there is a maximum limit of ownership of non-agricultural land as a has been mandated in Article 17 UUPA in which to immediately set about restrictions, especially restrictions on non-agricultural property. But one side BPN stated that the restrictions of nonagricultural property has been set in Decree No. KBPN. 6 of 1998. But by reason of the absence of legal protection is not to supervise the BPN maximum limit of land ownership rights of non-agricultural property. Regarding sanctions against the violation of the maximum limit of land ownership rights of nonagricultural property Decision No. KBPN. Year 1998 is not set, the maximum penalty on non-agricultural land agricultural property rights contained in article 11of Law No.. 56 Prp. Where the rules of 1960 until now there is no or not yet regulated."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T21669
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kolopaking, Anita D.A.
"Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang setiap orang ingin dimllikinya. Untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa diperlukan pengaturan kepemilikan hak atas tanah bagi bangsa Indonesia, dengan mempertimbangkan juga peruntukan bagi WNA dan Badan Hukum. Oleh karena itu Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan wajib mengatur kekayaan nasional untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan mendorong investasi. Sejalan dengan program pembangunan nasional dipedukan suatu sistem pertanahan nasional yang dapat memberikan sarana dalam mengatur sumber daya alam tersebut.
Metodologi penelitian adalah deskriptif analitis dengan metode yuridis normatif, yang ditengkapi dengan studi historis dan komparatif, meliputi kajian secara akademik peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem hukum yang berkaitan dengan kepemilikan hak atas tanah bagi WNA dan Badan Hukum. Peneiitian ini bertujuan menemukan kepastian terhadap kepemilikan hak atas tanah yang merumuskan konsep kepemilikan hak atas tanah bagi WNA dan Badan Hukum yang sejalan dengan sistem pertanahan Indonesia dalam rangka pembangunan hukum.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan perlakuan dalam kepemilikan hak atas tanah bagi WNA dan Badan Hukum, sehingga menlmbulkan terjadinya penyelundupan hukum dalam memperoleh kepemilikan hak atas tanah dengan memakali nama WNI ataupun Direksi pada Badan Hukum melalui perjanjian Nominee yang didasari atas perjanjian Trustee untuk memperoleh kepemilikan tanah jenis HM. Agar hal ini tidak terjadl, maka diperlukan pembaharuan hukum mengenai kepemilikan hak atas tanah dalam pembangunan hukum tanah di Indonesia yang dapat menarik investasi oleh WNA dan Badan Hukum yakni memberikan jangka waktu kepemilikan secara Iangsung, tanpa perpanjangan ataupun pembaharuan sebagaimana jangka waktu yang telah ditentukan oleh undang- undang, sehingga memberikan kepastian hukum dalam kepemilikan haknya. Kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki sistem hukum pertanahan nasional Indonesia dengan demikian menjadi hanya 2 (dua) bentuk hak, yakni HM dan HP. Dalam kepemilikan HM tetap melekat asas Nasionalitas larangan terhadap WNA dan asas Individualitas larangan terhadap Badan Hukum, sedangkan HP mempunyai beberapa kriteria kepemilikan sebagaimana peruntukan yang terjadi untuk HGB, HGU, HP dan HS.

Land is desirable human needs to be owned by everyone. Accordingly, for the maximum benefit of nation welfare it would require regulations on ownership of the land right for Indonesia citizen, which also consider the interest of foreign citizen and legal entity for business undertaking. As the authoritys holder; the Government shall control. the national asset for the nation welfare and promoting investment. Given the national development program, it would require national system on land matters which could support the management of natural resources.
The methodology of the research is descriptive analysis of normative law, which is complemented by historical and comparative study covering the academic review of laws and regulations concerning the legal system related to the ownership of the land right for the foreign citizen and legal entity. The research has an objective of achieving certainty on the ownership of land right which formulates the concept of land right for foreign citizen and legal entity, consistent with the Indonesia system on land matters in the framework of law reform.
The result of the research showed that there is a difference in the treatment of iand right for foreign citizen and legal entity resulted in fraudulent Action when acquiring the land right by means through nominee agreement with Indonesia citizen or companys Director under the trustee agreement of land acquisition. To prevent such a practice, it would require reform of the law concerning the ownership of land right that capable promoting the foreign investment by foreign citizen and legal entity, namely by providing direct ownership of the right without any extension or renewal beyond the time limitation as stipulated in the law, it will thereby provide certainty with respect to its right. Subsequently, the land right under the national law dealing with land matters would only take two forms, namely Free Hold and Lease Hold. The ownership of land with free hold will still be attached to the principle of natlonaiity and the principle of individuality, while the Right to Use may have some criteria as practiced in issuing Right to Build (HGB), Right of Cultivate (HGU), Right to Use/Lease Hold (HP) and Right to Rent (HS)."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
D1152
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Hafizhah Suristyo
"Perjanjian Jual beli tanah adalah salah satu perjanjian yang tidak dapat dilakukan cukup dengan dibawah tangan. Kepastian hukum dalam perjanjian jual beli tanah mengakibatkan perlu  adanya kekuatan hukum pada pembuktian dalam perjanjian jual beli dengan objek hak atas tanah. Umumnya perjanjian jual beli tanah dilakukan dihadapan Pejabat yang berwenang  yakni Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 586/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Utr perjanjian jual beli tanah dibawah tangan ini di sahkan  oleh pengadilan, yakni para pihak Penjual dan Pembeli melakukan perbuatan hukum perjanjian jual beli tanah tidak dihadapan pejabat yang berwenang. Untuk itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah dibawah tangan terhadap peralihan hak atas tanah yang terjadi serta penyelesaian pada peralihan hak atas tanah. Berdasarkan Putusan Hakim  pembeli mendapatkan  perlindungan hukum sebagai pembeli yang beritikad baik, namun  kepastian hukum pembeli atas tanah yang seharusnya menjadi kepemilikan nya tidak tercapai. Dari hasil studi, dapat dijelaskan bahwa dalam perjanjian jual beli dibawah tangan  yang dinyatakan sah tidak dapat memberikan kepastian hukum terhadap pembeli sebagai dasar peralihan hak atas tanah. Selain itu penyelesaian eksekusi terhadap tanah tersebut tidak  dapat dilakukan.  Penelitian hukum doktrinal ini mengkaji bahan-bahan hukum sekunder melalui studi kepustakaan yanhg didukung dengan wawancara, selanjutnya penelitian ini mengenai Kekuatan Hukum perjanjian jual beli tanah dibawah tangan  terhadap peralihan hak atas tanah  dan penyelesaian pada putusan yang telah disahkan pengadilan di analisi secara kualitatif. 

Land sale and purchase agreement is one of the agreements that cannot be done simply under the hand. Legal certainty in the land sale and purchase agreement results in the need for legal force in proof in the sale and purchase agreement with the object of land rights.  Generally, land sale and purchase agreements are made before an authorized official, namely the Land Deed Official (PPAT). However, what happened in the North Jakarta District Court Decision Number 586/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Utr was that this underhand land sale and purchase agreement was legalized by the court, namely the Seller and Buyer parties carried out the legal action of the land sale and purchase agreement not before an authorized official. For this reason, the issues raised in this research are regarding the legal force of the land sale and purchase agreement under the hands of the transfer of land rights that occur and the settlement of the transfer of land rights.Based on the Judge's Decision, the buyer gets legal protection as a good faith buyer, but the buyer's legal certainty over the land that should be his ownership is not achieved.  From the results of the study, it can be explained that the underhand sale and purchase agreement which is declared valid cannot provide legal certainty to the buyer as the basis for transferring land rights. In addition, the settlement of execution against the land cannot be done.  This doctrinal legal research examines secondary legal materials through literature studies which are supported by interviews, then this research on the Legal Power of land sale and purchase agreements under the hands of the transfer of land rights and the settlement of court-approved decisions is analyzed qualitatively. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oddy Hasbul Warits
"ABSTRAK
Terdapat beberapa cara untuk melakukan pemindahan hak milik atas tanah, salah satunya ialah melaui jual beli tanah. Jual beli tanah sendiri merupakan cara yang paling sering digunakan oleh masyarakat dalam hal pemindahan hak milik atas tanah itu tadi. Lahirnya UUPA merupakan sebuah perwujudan dalam unifikasi hukum tanah nasional. Sebelumnya, hukum tanah di Indonesia memiliki beberapa pengaturan, diantaranya adalah menurut hukum adat dan hukum barat. Semenjak diundangkannya UUPA, maka hukum tanah barat menjadi tidak berlaku lagi sepanjang terkait bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek. Keberlakuan UUPA sendiri berlandaskan hukum adat, termasuk jual beli tanah dimana dalam hukum adat menganut asas terang dan tunai. Asas terang dan tunai ini merupakan suatu syarat sah dalam jual beli tanah yang diadopsi dalam sistem hukum tanah nasional saat ini. Asas terang berfungsi untuk pembuktian terhadap pihak ketiga, sedangkan asas tunai ialah untuk pemindahan hak milik atas tanah itu tadi. Namun, terjadi ketidaksesuaian pemaknaan asas terang maupun tunai dalam sengketa tanah yang diputus melalui pengadilan. Ketidaksesuaian dalam pemaknaan kedua asas ini dikhawatirkan berujung pada ketidakpastian hukum. Oleh karena ketidaksesuaian pemaknaan itu pula menjadi timbul pertanyaan tentang bagaimana terjadinya suatu pemindahan hak atas tanah baik menurut hukum adat maupun menurut putusan-putusan pengadilan.

ABSTRACT
There are several ways to transfer property rights to the land, one of which is through the sale and purchase of land. Sale and purchase of land itself is the most commonly used by the community in terms of transfer of property rights to the land earlier. The birth of UUPA is an embodiment in the unification of national land law. Previously, the land law in Indonesia has several arrangements, among others are according to customary law and western law. Since the enactment of UUPA, the law of the western lands shall become invalid as long as the earth, water and natural resources contained in, except the provisions concerning hypotheek. UUPA 39 s own enforcement is based on customary law, including the sale and purchase of land which in customary law adheres to the principle of cash and carry. This cash and carry principle is a legitimate requirement in the sale and purchase of land adopted in the current national legal system of land. The principle of carry serves for proof against a third party, while the cash principle is for the transfer of property rights to that land. However, there is a discrepancy in the interpretation of the cash and carry principle in land disputes that are passed through the courts. Non conformity in the interpretation of these two principles is feared to lead to legal uncertainty. Because of the inconsistency of meaning, it also arises the question of how a transfer of land rights applies both according to customary law and according to court decisions. "
2017
S70027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Azzis
"Tesis ini membahas peran hak properti dalam kepemilikan sertifikat tanah terhadap akses pinjaman rumah tangga. Studi ini dilakukan secara kuantitatif dengan desain cross-sectional. Hasil studi menyarankan bahwa implementasi percepatan sertifikasi tanah perlu memperhatikan faktor sosial ekonomi rumah tangga. Dalam konteks meningkatkan inklusi keuangan, sertifikasi tanah lebih efektif dilakukan pada wilayah perkotaan dan rumah tangga miskin. Tidak teratasinya masalah pinjaman bank dengan sertifikasi tanah bagi rumah tangga dengan status ekonomi miskin di perdesaan mendasari munculnya rekomendasi bagi pemerintah untuk mengurangi risiko sektor primer yang mendominasi ekonomi di perdesaan dan perlunya membangun faktor institusi terkait sertifikasi tanah di perdesaan.

This thesis discusses the role of property rights in land ownership on household credit access. This study was conducted quantitatively with a cross-sectional design. The results of the study suggest that accelerating the acceleration program of land certification needs to pay attention to household socio-economic factors. In the context of increasing financial inclusion, land titling is more carried out in urban areas and poor households. Not solving the problem of bank credit with land certification for households with poor economic status in rural areas underlies findings for the government to reduce the risk of the primary sector that dominates economic certification in rural areas and the need to build related institutional factors."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Khusuma Putra
"Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan suatu tonggak sejarah dalam Hukum Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan tersebut selanjutnya diterbitkan tanda bukti kepemilikan atas tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah merupakan awal dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, yang kemudian digantikan oleh PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai kepastian dan perlindungan hukum dari sertipikat tanah. Dengan adanya kedua peraturan yang memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi Warga Negara Indonesia ditandai dengan terbitnya sertipikat. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menilai bahwa begitu banyak kesalahan serta kecurangan yang terjadi dalam mencapai perlindungan serta kepastian hukum tersebut. Kita dapat melihat dalam hal terbitnya Sertipikat Hak Milik ganda atas sebidang tanah yang sama yang dimiliki oleh Tuan OR. Penerbitan Sertipikat Hak Milik yang kedua dilakukan oleh Nyonya RMH yang berkedudukan sebagai saudara ipar dari Tuan PM. Sertipikat merupakan salah satu alat bukti yang kuat, tetapi harus diingat bahwa sertipikat bukan merupakan alat bukti yang mutlak, selama dapat dibuktikan sebaliknya didalam persidangan, maka perlindungan serta kekuatan hukumnya akan hilang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi.

In 1960, Agrarian Law Number 5 Year 1960 was a pioneer and a foundation of our National Land Law. In article 19th explained that to create the certainty of land law, the Government hold the land registration system, so that for which land that was already registered, must have published with a certificate as a solid or strong evidence. Government Regulation number 10 Year 1961 about Land Registration was a beginning of the basic of law which have been supporting the operation of the Agrarian Law. This regulation was then replaced with Government Regulation Number 24 Year 1997. In article 32th of that new government regulation sets about the legal certainty and the legal protection on a land certificate. But nowadays, we could evaluate that there’re so many mistakes and fraudulence happening in reaching the legal certainty and legal protection. Let us see in writer’s case that there are double certificate published on a land owned by Mr. OR. The second certificate publishing was done by Mrs. RMH whom was Mr. OR’s sister in law. Certificate is a solid or strong evidence, but we should remind that it isn’t an absolute evidence as long as it can be proved in reverse when in trial, so that the legal protection and the legal power vanished. This research was using juridical normative method by researching a case of a court decision, and then arranged with the positive regulation and manifested it in analytical - descriptive written form about researching the problem which occurred.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianti Ayu Rahmadani
"Tesis ini membahas hak setiap orang mengajukan permohonan hak atas tanahnya untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum tetapi dapat terjadi setelah mendapatkan keputusan pemberian hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional kemudian dibatalkan karena kurangnya surat bukti peralihan hak. Sebagaimana ternyata dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.138/G/2007/PTUN.JKT, berdasarkan pertimbangan Hakim dan dari buktibukti yang diajukan diketahui bahwa pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah dikarenakan adanya ketidakcermatan dari Badan Pertanahan Nasional dalam meneliti data-data yang ada yang menyebabkan kerugian bagi pemilik tanah. Putusan hakim disini melindungi hak pemohon. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Hasil penelitian menyarankan Badan Pertanahan Nasional lebih cermat dan pemilik tanah menyegerakan pendaftaran tanah miliknya.

This thesis explores the right of every person applying for rights over land to get a guarantee of legal certainty but it could occur after getting the decision on granting of land rights by the National Land Agency (BPN) was later canceled due to lack of proof of right?s transition. As it turns out in the State Administrative Court No.138/G/2007/PTUN.JKT, in consideration of the Judge and of the evidence submitted in mind that the cancellation of the decision to give land rights due to carelessness from the National Land Agency in researching data which is caused loss to the landowner. Judge's decision here to protect the rights of the applicant. This study using a normative juridical approach to the type of descriptive research. The results suggest more accurate National Land Agency and hasten the land owner of its land registration."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahwa Salie Aprili Rangkuti
"Penelitian ini membahas mengenai suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah yang dibuat Karena adanya Perjanjian terdahulunya yaitu Hutang Piutang serta objeknya dilakukan pembelian kembali yang menimbulkan Sengketa. Perjanjian jual beli dan perjanjian hutang piutang merupakan perjanjian yang sangat kerap dilakukan di kalangan masyarakat, terutama terkait obyek yang berupa tanah. Perjanjian jual beli tanah dan perjanjian utang piutang dengan jaminan tanah merupakan perjanjian yang berbeda satu sama lain dan saling berdiri sendiri, karena kedua perjanjian tersebut sama-sama merupakan perjanjian pokok. Dalam hukum jaminan sendiri terdapat ketentuan bahwa kreditur tidak dapat menjadi pemilik dari obyek jaminan dan apabila diperjanjikan bahwa kreditur dapat memiliki obyek jaminan dan debitur cidera janji maka janji yang demikian adalah dapat batal demi hukum. Adapun Permasalahan yang diangkat adalah mengenai PPJB yang diikat untuk perjanjian hutang piutang serta keabsahannya apabila kemudian objeknya tersebut dilakukan pembelian kembali. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan tipologi penelitian preskriptif analitis dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder, dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Berdasarkan hasil penelitian, di dalam Perjanjian Hutang Piutang dengan jaminan tanah tidak bisa diikat dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tetapi harus dipasang dengan Hak Tanggungan atau dibuatkannya APHT oleh Notaris/PPAT. Ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, serta jual beli dalam hak membeli kembali tidak dikenal dalam hukum adat dan dapat dinyatakan batal demi hukum karena dianggap sebagai Perjanjian Hutang Piutang dengan disertai bunga.

This study discusses a land sale and purchase binding agreement that was made because of the previous agreement, namely Payable and Accounts Receivable and the object was repurchased which caused a dispute. Sale and purchase agreements and agreements for accounts payable are agreements that are very often carried out in the community, especially in relation to objects in the form of land. The land sale and purchase agreement and the loan and credit agreement with land guarantee are different and independent agreements, because the two agreements are the principal agreement. In the guarantee law itself, there is a provision that the creditor cannot be the owner of the collateral object and if it is agreed that the creditor can own the guarantee object and the debtor is in default, such a promise can be null and void by law. The issues raised are regarding PPJB which is tied to a payable agreement and its legality if later the object is repurchased. This research uses normative juridical research, using a prescriptive analytical research typology with the type of data used is secondary data, and the data collection tools used are document studies or library materials. Based on the research results, in the Accounts Receivable Agreement with land collateral, it cannot be tied to a Sale and Purchase Agreement but must be attached with a Mortgage or an APHT made by a Notary / PPAT. This provision has been regulated in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, as well as buying and selling under the right to repurchase is not known in customary law and can be declared null and void because it is considered a debt agreement with interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amalia Jamhur
"Penelitian ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam jual beli tanah berdasarkan akta hibah yang pada akhirnya berimplikasi kepada hak pembeli yang telah membeli tanah tersebut dengan itikad baik. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Fokus penelitian adalah untuk mengetahui apakah perbuatan Para Terbanding yang menjual tanah berdasarkan akta hibah tersebut adalah perbuatan melawan hukum, serta melihat bagaimana sebenarnya praktik maupun teori terkait perlindungan terhadap pembeli yang beritikad baik. Dimana meskipun pembeli beritikad baik pada prinsipnya harus dilindungi, namun ketika dimasukkan dalam keadaan tertentu, ternyata terdapat hak pembeli beritikad baik yang dapat dikesampingkan. Pada akhirnya penulis mengelaborasi dua fokus di atas untuk melihat apakah putusan hakim telah tepat atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan hakim kurang tepat dilihat dari peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum yang terkait.

The research discusses the illegal act of buying and selling land based on the grant deed, which in turn has implications for the rights of buyer who have purchased the land in good faith. The research method used is normative juridical. The focus of the research is to find out whether the act of the Appealed who sold the land base on the grant deed is an act against the law, and to see how the actual practice and theory regarding the protection of buyer with good intentions. Although the buyer in good faith in principle must be protected, when it is included in certain circumstances, it turns out tha there is a right of the buyer in good faith which can be overridden. In the end the writer elaborates the two focuses above to see whether the judge’s decision has been correct or not. The result of the research show that the judge’s decision is not correct in view of the statutory regulations and related legal theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almas Fadhil Ramadan
"Penelitian ini membahas tentang kedudukan dan penyelesaian hukum tanah Sertipikat Hak Milik yang berada dalam Kawasan Hutan Produksi Konversi di Kabupaten Indragiri Hulu. Dalam menetapkan dan menunjuk suatu kawasan bukan hutan menjadi kawasan hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus memperhatikan tata ruang daerah masing-masing wilayah untuk melindungi hak-hak masyarakat disekitarnya. Dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hulu terjadi penetapan kawasan hutan yang tidak didahului pertimbangan dan kajian di lapangan sehingga menimbulkan tumpang tindih antara tanah Hak Milik dengan kawasan hutan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah status Sertipikat Hak Milik Masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu sebelum ditetapkannya kawasan hutan dan penyelesaian hukumnya bagi Masyarakat yang terdampak. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum doktrinal. Hasil analisis dari penelitian ini ialah status Sertipikat Hak Milik atas tanah Masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu yang berstatus kawasan Hutan Produksi Konversi tetap menjadi tanda bukti tertulis yang sah sebagai pembuktian penguasaan atas tanah. Salah satu faktor yang menyebabkan tanah-tanah Hak Milik berstatus Hutan Produksi Konversi tersebut adalah perbedaan peta yang digunakan dalam penetapan kawasan hutan dan belum berlakunya One Map Policy. Untuk tercapainya kepastian hukum, tanah-tanah Hak Milik Masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu harus dikeluarkan dari kawasan hutan dengan melakukan perubahan batas wilayah kawasan hutan sebagaimana yang telah diatur di dalam Perpres 88/2017.

This research discusses the position and legal settlement of land ownership certificates located in the Convertible Production Forest Area in Indragiri Hulu Regency. In determining and designating a non-forest area as a forest area, the Ministry of Environment and Forestry must pay attention to the regional spatial planning of each region to protect the rights of the surrounding community. In the Indragiri Hulu Regency area, there is a determination of forest areas that is not preceded by considerations and studies in the field, resulting in an overlap between freehold land and forest areas. The problem raised in this research is the status of the Indragiri Hulu Regency Community Property Rights Certificate before the forest area was established and the legal settlement for the affected communities. In this research, doctrinal legal research methods were used. The results of the analysis from this research are that the status of the Certificate of Ownership Rights for the land of the Indragiri Hulu Regency Community which has the status of a Convertible Production Forest area remains a valid written proof as proof of control over the land. One of the factors that causes freehold lands to have Convertible Production Forest status is the difference in maps used in determining forest areas and the One Map Policy not yet in force. To achieve legal certainty, Indragiri Hulu Regency community-owned lands must be removed from the forest area by changing the boundaries of the forest area as regulated in Presidential Decree 88/2017."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>