Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122183 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eldawati
"Latihan kekuatan otot preoperasi bertujuan untuk mencegah atropi otot, memelihara kekuatan otot sebelum operasi dan mempersiapkan ambulasi dini pasca operasi. Disain penelitian adalah quasi eksperimen dengan post test only (quasi experiment with control) terhadap 28 responden dengan 14 responden kelompok intervensi dan 14 responden kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan latihan kekuatan otot sebelum operasi selama ± 1 minggu. Setiap hari pasien dilakukan latihan kekuatan otot 3 kali dalam sehari, selama ± 5 - 10 menit. Penilaian terhadap kemampuan ambulasi dengan alat ukur skala ILOA, dilakukan setelah responden dioperasi, baik terhadap kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.
Hasil uji t- test independent, diperoleh ada perbedaan yang bermakna rata - rata kemampuan ambulasi pada kelompok intervensi lebih baik dari pada kelompok kontrol dengan nilai p 0.017 (𝛼 < 0.05). Rekomendasi penelitian ini latihan kekuatan otot preoperasi dapat menjadi standar operasional prosedur tindakan keperawatan di rumah sakit pada pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah.

Muscle strength preoperative exercise aims to prevent muscle atrophy, maintains muscle strength before surgery and prepare early postoperative ambulation. Is a quasi-experimental research design with post test only (quasi-experiment with control) of 28 respondents with 14 respondents intervention group and 14 control group respondents. The intervention group strength training is given before surgery for ± 1 week. Every day patients do strength training 3 times a day, for ± 5 -10 minutes. Assessment of the ability to ambulate with a measuring instrument ILOA scale, respondents performed after surgery, either to the intervention group and control group.
The results of independent t-test, there were significant differences obtained mean of ability ambulation between the intervention group and control group with p value of 0.017 (α <0.05). Recommendations of this study is an exercise in muscle strength preoperative can become standard operating procedure in a hospital nursing actions in patients post-operative fracture of the lower extremities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farif Miharto
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keikutsertaan pekerja pada kegiatan senam pagi rutin yang dilaksanakan di PT. Astra Daihatsu Motor. Dari observasi, banyak pekerja tidak melaksanakan senam pagi rutin dengan sungguh-sungguh. Penelitian dilakukan pada 255 responden yang dipilih secara random pada karayawan dengan status karyawan tetap. Dua tujuan utama adalah untuk melihat bagaimana persepsi pekerja terhadap kegiatan senam pagi dan melihat posisi kegiatan senam pagi rutin menurut pekerja itu sendiri dan juga organisasi (manajemen). Terkait dengan persepsi pekerja terhadap kegiatan senam pagi rutin digunakan Paradigma Psikometri dan Health Belief Model (HBM), sedangkan dari sisi manajemen atau organisasi digunakan metode wawancara. Dari hasil analisa berdasarkan paradigma psikometri dan HBM didapatkan bahwa banyak pekerja yang menganggap kegiatan senam pagi sebagai sesuatu yang tidak memberikan keuntungan atau manfaat bagi mereka. Sedangkan dari sisi manajemen menganggap kegiatan senam pagi merupakan kegiatan regular yang juga tidak mempunyai nilai tambah yang bisa diambil oleh perusahaan, sehingga kegiatan tersebut berjalan begitu saja dan tidak perlu untuk dievaluasi atau diperbaiki. Secara garis besar, kegiatan senam pagi rutin belum menjadi budaya dalam kehidupan perusahaan.

This study aims to analyze the participation of workers on a routine morning exercise activities which conducted at PT. Astra Daihatsu Motor. From observation, many workers do not carry out the morning exercise routine earnestly. The study was conducted on 255 respondents chosen randomly on permanent employees. Two main purposes are to see the perception of workers to routine morning exercise activities and also the the posisiton of those program in organization (management). Workers perception of routine morning exercise activities evaluated using Psychometric Paradigm and Health Belief Model (HBM), while in terms of management or the organization used interview method. From the analysis by the psychometric paradigm and HBM found that many workers consider that morning exercise activities as something that does not provides advantages for them. In terms of the management considers routine morning exercise activities is an activity that does not have added value that can be taken by the company, so that the activity runs away and does not need to be evaluated or iproved. Broadly speaking, a regular morning exercise activities is not a culture of corporate life."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Sisilia
"Kebugaran merupakan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik. Tingkat kebugaran yang rendah pada remaja berkaitan dengan risiko penyakit kardiovaskular. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi perbedaan tingkat kebugaran pada siswa SMA Budi Mulia Kota Bogor Tahun 2016 yang diukur menggunakan 20-m shuttle run test. Status kebugaran didapatkan dengan mengklasifikasikan nilai estimasi VO2max dengan menggunakan persamaan Matsuzaka, jenis kelamin dengan menggunakan kuesioner, status gizi diukur menggunakan pengukuran antropometri, data asupan menggunakan kuesioner 2x24 food recall, aktivitas fisik didapatkan menggunakan kuesioner Physical Activity Questionnare for Adolescent (PAQ-A), durasi tidur dan kebiasaan sarapan menggunakan angket. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional yang dilakukan pada 117 siswa kelas X dan XI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 56,4% siswa yang tidak bugar. Terdapat perbedaan bermakna antara tingkat kebugaran berdasarkan jenis kelamin (p value = 0,015), IMT/U (p value = 0,001), dan aktivitas fisik (p value = 0,017). Faktor dominan terhadap tingkat kebugaran siswa SMA Budi Mulia Bogor adalah aktivitas fisik setelah dikontrol dengan variabel jenis kelamin, IMT/U, lingkar pinggang, asupan protein, asupan karbohidrat dan asupan zat besi. Peneliti menyarankan siswa agar dapat meningkatkan aktivitas fisik.

Physical fitness is a person?s ability to do physical activity. Low level of physical fitness in adolescents associated with high risk of cardiovascular disease. The purpose of this study was to determine the dominant factor of physical fitness level among students at Budi Mulia High School that were measured using 20-m shuttle run test. Physical fitness level was determined by grouping the value of estimated VO2max using Matsuzaka formula. Gender using questionnaires, nutritional status were measured using anthropometric measurements, nutrition intake were measured using 2x24 hours food recall , physical activity measured using Physical Activity Quistionnaire for Adolescents (PAQ-A), sleep duration and breakfast consumption were measured using questionnaire. This study used cross sectional design which was conducted on 117 students of 10th and 11th grader. The results shows that 56,4% students are unfit. There are significant diffrences between the fitness level based on sex (p value= 0,015), IMTU (pvalue = 0,001) and physical activity (p vaue= 0,017). The dominant factor of physical fitness level of Budi Mulia high School Students is physical activity after being controlled by gender, IMT/U, waist circumference, protein intake, carbohydrate intake and iron intake. The author suggest that students should increase the physical avtivity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Trisnowati
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Febrina
"Kebugaran kardiorespiratori yang rendah dapat mempengaruhi terjadinya penurunan performa kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan persen lemak tubuh, aktivitas fisik, status merokok, tingkat stres, asupan zat gizi makro, dan asupan zat gizi mikro pada Pamasis STHM Ditkumad tahun 2017. Desain studi yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional dengan total sampel 70 responden. Nilai VO2max yang menentukan status kebugaran kardiorespiratori diukur dengan two-mile run test. Dengan menggunakan tes tersebut didapatkan sebanyak 60 Pamasis STHM memiliki status tidak bugar. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi square didapatkan adanya perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan persen lemak tubuh p-value < 0,05.

Low cardiorespiratory fitness related to decreased work performance. This study aims to examine the differences of cardiorespiratory fitness based on body fat percentage, physical activity, smoking status, stress level, macronutrients and micronutrients intake among military students of SHTM Ditkumad. This study used cross sectional design and participated in 70 samples. VO2max was used to determine cardiorespiratory fitness using two mile run test. The result of this study shows that 60 military students are unfit. Chi square result is showing that cardiorespiratory fitness statistically different based on body fat percentage p value 0,05.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S67503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Mailani
"Kebugaran kardiorespirasi yang rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kebugaran kardiorespirasi berdasarkan status gizi (IMT), persentase lemak tubuh, aktivitas fisik, konsumsi sarapan pagi, asupan gizi dan gizi mikro pada siswa SMAN 39 Jakarta sebelum dan sesudah dikontrol berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sebanyak 131 responden dari SMAN 39 Jakarta dari kelas 10 dan 11 dilibatkan dalam penelitian ini. Asupan makanan diukur menggunakan penarikan makanan 1x24 jam, aktivitas fisik menggunakan PAQ-A, status gizi (BMI) diukur menggunakan BIA dan konsumsi sarapan diukur dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61,8% siswa tidak layak. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BMI), persentase lemak tubuh dan aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin pada status kebugaran kardiorespirasi pada siswa SMAN 39 Jakarta. Sementara itu, ada juga perbedaan dalam status kebugaran kardiorespirasi berdasarkan asupan Vitamin B2 pada siswa SMAN 39 Jakarta.

Low cardiorespiratory fitness is associated with an increased risk of cardiovascular disease. This study aims to examine the differences in cardiorespiratory fitness based on nutritional status (BMI), body fat percentage, physical activity, breakfast consumption, nutrient intake and micronutrients in students of SMAN 39 Jakarta before and after being controlled by sex. This study uses a cross sectional design. A total of 131 respondents from SMAN 39 Jakarta from grades 10 and 11 were included in this study. Food intake was measured using 1x24 hour food withdrawal, physical activity using PAQ-A, nutritional status (BMI) was measured using BIA and breakfast consumption was measured by questionnaire. The results showed that 61.8% of students were not eligible. The results of the bivariate analysis showed that there were significant differences between nutritional status (BMI), body fat percentage and physical activity based on sex in cardiorespiratory fitness status in students of SMAN 39 Jakarta. Meanwhile, there were also differences in cardiorespiratory fitness status based on Vitamin B2 intake in Jakarta 39 High School students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andaru Hutama Samsuria
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Dalam bidang kerja, masih banyak program latihan kebugaran jasmani yang dilaksanakan sesuai program latihan kebugaran jasmani pada bidang olah raga, yang intensitas dan lama waktu latihan tidak sesuai dengan kebutuhan bidang kerja. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan penerapan program latihan yang didasari ilmu faal kerja.
Penelitian ini dilakukan dengan metoda pre dan post eksperimen. Tujuan penelitian adalah untuk melihat tingkat kebugaran jasmani sebelum dan setelah perlakuan dan hubungan antara faktor-faktor resiko dengan peningkatan kebugaran jasmani. Pada penelitian ini jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 50 orang tenaga kerja wanita.
Kebugaran jasmani terdiri dari variabel waktu daya tahan, kekuatan otot dan denyut nadi yang dinilai sebelum dan sesudah latihan selama 6 minggu (16 sesi). Selain itu dilakukan penelitian keluhan otot dan hasil produksi sampel sebelum dan sesudah latihan.
Penelitian menunjukkan:
- Perbedaan bermakna pada peningkatan waktu daya tahan, kekuatan otot dan denyut nadi sebelum dan sesudah latihan (p < 0,001).
- Terdapat korelasi positif lemah antara umur dan waktu daya tahan setelah latihan.
- Terdapat korelasi positif sedang antara Hb dan kekuatan otot sebelum latihan.
- Terdapat korelasi negatif lemah antara gizi dengan nadi latihan sebelum mengikuti program latihan.
- Terdapat hilangnya keluhan otot leher dan tangan setelah latihan dan terdapat penurunan keluhan otot lainnya (bahu, pinggang dan punggung).
- Peningkatan hasil produksi setelah latihan 6 minggu (p < 0,001 ).
- Terdapat korelasi positif sedang antara kadar Hb dengan hasil produksi sebelum latihan (p <0,05 ) dan antara kadar Hb dengan hasil produksi setelah latihan (p < 0,05).

Scope and method : At the moment we found many physical fitness sport programs were adopted for workers in which the intensity and duration of programs did not suit worker's fitness. Worker's fitness programs should be based on work physiological aspects. This study aimed to improve physical fitness of workers through participating in a physical training consist of a set of physiological activities. Several risks factors i.e., age, Hb, were being identified the relations to work body resistance, muscles power and pulse rate. Design of study was a pre-post quasi experimental test and the sample size was fifty women workers. Duration of training was six weeks containing 16 sessions. Muscular complaints and worker's productivity were also being assessed before and after training.
Results and conclusions :
- There were significant differences between work body resistance, muscles power, pulse rate before and after training. (p<0,001).
- There was a positive correlation between age ,and work body resistance after training.
- There was a moderate positive correlation between Hb ,and muscles power before training.
- There was a negative correlation between nutrition and pulse rate before training.
- There was decreases in muscular neck pain and other muscular complaints.
- There was an increase of productivity after training.
- There were strong positive correlation between lib and productivity before and after training. (p<0,05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athi Rahmawati
"ABSTRAK
Sindrom metabolik merupakan pengelompokan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular yang prevalensinya meningkat dalam proporsi epidemi di seluruh dunia, dimana di Indonesia sendiri terdapat sekitar 13,13 . Perubahan tren aktivitas fisik menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya sindrom metabolik. Diperkirakan terdapat 26,1 penduduk Indonesia yang tergolong kurang dalam beraktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan aktivitas fisik dengan sindrom metabolik pada orang dewasa di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2013. Analisis regresi dilakukan pada 34.321 sampel dan dihasilkan bahwa aktivitas fisik sedang memiliki risiko 1,9 kali lebih tinggi sementara aktivitas fisik rendah 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas fisik berat untuk mengalami sindrom metabolik setelah dikontrol faktor usia, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok.

ABSTRACT
Metabolic syndrome is a clustering of risk factors for cardiovascular disease whose prevalence is increasing in epidemic proportions worldwide, where the prevalence in Indonesia is about 13.13 . Changes in physical activity trends are among the factors that can affect the metabolic syndrome. It is estimated that there are 26.1 of Indonesian population who are classified as low in physical activity. This study aims to study the correlation between physical activity with metabolic syndrome in Indonesian adults. This study uses secondary data Riskesdas 2013. Regression analysis was performed on 34.321 samples and the resulting moderate physical activity may increase the risk up to 1.9 times higher and low physical activity may increase the risk up to 2.2 times higher than heavy physical activity for metabolic syndrome after adjusted for age, sex, and smoking."
2017
S67333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tesa Irwana
"Peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8 dari total seluruh kematian secara global. Modifikasi gaya hidup seperti melakukan aktivitas fisik merupakan salah satu rekomendasi utama dalam penurunan tekanan darah. Dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat berkontribusi dalam penurunan tekanan darah. Namun demikian, di Indonesia proporsi aktivitas fisik kurang masih tinggi yaitu sebesar 26,1.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah dan hipertensi. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan data Riskesdas 2013. Analisis regresi linier dan regresi logistik dilakukan pada sampel 717.014 responden yang diperiksa tekanan darah sistolik dan diastolik pada pengukuran pertama, kedua dan ketiga Pertanyaan Riskesdas K05a, K06a dan K07a.
Hasil penelitian multivariabel didapatkan bahwa terdapat asosiasi antara aktivitas fisik dengan tekanan darah dan hipertensi, dengan perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik pada responden yang melakukan aktivitas fisik lebih rendah dibandingkan dengan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik. Semakin lama intensitas waktu aktivitas fisik, maka akan semakin besar penurunan tekanan darah sehingga risiko untuk mengalami hipertensi juga lebih kecil.

An increase of blood pressure is estimated to cause 7.5 million deaths or about 12.8 of the total global deaths. Lifestyle modifications such as physical activity is one of the main recommendations in decreasing blood pressure. By doing regular physical activity can contribute to the decrease of blood pressure. However, in Indonesia the proportion of less physical activity is still high at 26.1.
This study aims to see the relationship between physical activity with blood pressure and hypertension. This study is a quantitative study using secondary data of Riskesdas 2013. Linear regression and logistic regression analysis was performed on a sample of 717,014 respondents who examined systolic blood pressure and diastolic blood pressure at first, second and third measurements Question of Riskesdas K05a, K06a and K07a.
The result of multivariable research shows there is an association between physical activity with blood pressure and hypertension, the average difference of systolic blood pressure in respondents who do physical activity is lower than respondents who do not do physical activity. The longer of time intensity of physical activity, the greater decrease in blood pressure so the risk of hypertension is also smaller.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Yogialamsa
"LATAR BELAKANG : Awak pesawat khususnya penerbang tempur yang bekerja pada kondisi hipobarik akan mudah terpajan hipoksia jika tidak menggunakan perlengkapan Positive Pressure Breathing diatas ketinggian 39.500 kaki dan bila mengalami kondisi emergensi berupa loss of cabin pressurization. Selama melakukan manuver Positive Pressure Breathing akan membutuhkan kekuatan otot-otot ekspirasi, karena kerja otot ekspirasi menjadi aktif. Tingkat kesamaptaan jasmani yang baik diyakini dapat meningkatkan kemampuan latihan Positive Pressure Breathing.
HIPOTESIS : Penelitian ini bertujuan membuktikan kebenaran hipotesis bahwa terdapat hubungan antara tingkat kesamaptaan jasmani A dan tingkat kesamaptaan jasmani B dengan durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing.
METODE : Pada simulasi latihan Positive Pressure Breathing subyek dipajankan terhadap tekanan 25 mmHg dan diinstuksikan untuk bernafas melawan tekanan tersebut sampai timbul kelelahan, tidak dapat berkomunikasi dan hiperventilasi. Kemampuan subyek pada latihan Positive Pressure Breathing dinilai dengan lamanya durasi bertahan. Tingkat kesamaptaan jasmani subyek dinilai dengan prosedur tes kesamaptaan jasmani yang diberlakukan di TNI AU.
HASIL : Rata-rata tingkat kesamaptan jasmani 67,6 ± 5,6. Rata-rata durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing 6,77 ± 1,49 detik. Pada analisis multivariate ditemukan adanya hubungan yang sedang antara tingkat kesamaptaan jasmani A (r = 0,285 ; p = 0,05) dan tingkat kesamaptan jasmani B (r = 0,292 ; p = 0,05) dengan durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing. Repetisi gerakan sit up dalam tes kesamaptaan B memiliki hubungan yang kuat (r = 0,549 ; p = 0,000) dengan durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing dan repetisi gerakan pull up dalam tes kesamaptaan B memiliki hubungan yang sedang (r = 0,347 ; p = 0,003) dengan durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing.
KESIMPULAN : Tingkat kesamaptaan jasmani A dan B dapat digunakan untuk memprediksi durasi kemampuan latihan Positive Pressure Breathing pada awak pesawat dan penerbang tempur. Latihan untuk menguatkan otot perut kemungkinan akan dapat mengurangi kelelahan yang terjadi saat melakukan manuver Positive Pressure Breathing.

BACKGROUND : Air Crew especially fighter pilots who work in a hypobaric condition shall tend to exposed by hypoxia when flying above 39,000 ft and in an emergency condition such as loss of cabin pressurization if they don't use a Positive Pressure Breathing equipment. During Positive Pressure Breathing maneuver they shall require expiratory muscles strength that become active during this maneuver. Good fitness levels are believed to be able to increase endurance ability on Positive Pressure Breathing training.
HYPOTHESIS : This study aims to define correlation between fitness levels and durations of endurance ability on Positive Pressure Breathing Training.
METHODS : Subjects who underwent to Simulation of Positive Pressure Breathing Training were exposed to 25 mmHg and instructed to resist that they suffered until volitional fatigue, difficulty to communication and hyperventilation. They endurance ability on Positive Pressure Breathing Training was evaluated by measuring the exposure durations. Fitness levels were determined by using a standardized test protocol of Indonesian Air Force.
RESULTS : The mean value of fitness levels 67,6 ± 5,6 . The mean value of duration of endurance ability on Positive Pressure Breathing Training 6,77 ± 1,49 second. With multivariate analysis statistically aerobic fitness level had moderate positive correlation (r = 0,285 ; p = 0,05) and statistically muscle fitness level had moderate positive correlation too (r = 0,292 ; p = 0,05). Sit up item had a strong correlation (r = 0,549 ; p = 0,000) with ability on Positive Pressure Breathing Training durations. Pull up item had a moderate correlation (r = 0,347 ; p = 0,003) with ability on Positive Pressure Breathing Training durations.
CONCLUSION : The result indicate that the aerobic and muscle fitness level both can be used to predict duration of endurance ability on Positive Pressure Breathing performed by air crew and Indonesian Air Force fighter pilots. Training to strengthen abdominal muscle may reduce fatique while performing Positive Pressure Breathing maneuver.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>