Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172580 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gusti Yulistina Wardhani
"Turunnya rezim Soeharto membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Perubahan atau yang lebih dikenal dengan istilah reformasi terjadi disegala bidang. Sejalan dengan reformasi, pemerintah telah mengeluarkan satu paket Undang-Undang baru yang mengatur tentang otonomi daerah, yaitu UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Otonomi daerah secara efektif berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001. Menjelang berjalannya pelaksanaan otonomi daerah, isu tersebut semakin semarak dibicarakan oleh berbagai pihak. Termasuk diantaranya oleh media massa. Dalam menanggapi suatu realitas yang ada di dalam masyarakat, setiap media massa mengkonstruksi realitas secara berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana Harian Banjarmasin Post dan Harian Kompas membingkai dan membahas isu otonomi daerah ? Apakah ada perbedaan antara surat kabar daerah dan pusat dalam menanggapi isu mengenai otonomi daerah ? Apakah isi pemberitaan pada Harian Banjarmasin Post dan Harian Kompas mendukung, menolak atau tidak berpihak (netral) terhadap isu otonomi daerah ? Peneliti menggunakan Metode Semiotik Sosial dari M.A.K Halliday dan Raquiyya Hassan, untuk menganalisis teks atau wacana mengenai isu otonomi daerah yang ada pada Harian Banjarmasin Post dan Harian Kompas. Harian Banjarmasin Post merupakan surat kabar daerah yang berbasis di Banjarmasin dan beredar di wilayah Kalimantan. Sedangkan Harian Kompas adalah surat kabar nasional yang berbasis di Jakarta dan beredar di seluruh Indonesia. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap wacana mengenai otonomi daerah pada Harian Banjarmasin Post dan Harian Kompas menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara kedua media ini dalam menampilkan isu otonomi daerah tersebut. Harian Banjarmasin Post yang merupakan surat kabar daerah mengangkat isu otonomi daerah dari sisi kesiapan daerah dalam menghadapi otonomi daerah. Sedangkan Harian Kompas lebih banyak menonjolkan dampak negatif dan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah. Dalam wacana yang dibangun oleh harian Banjarmasin Post terlihat jelas bahwa media ini mendukung isu otonomi daerah. Banjarmasin Post lebih berpihak pada pemerintah daerah. Sedangkan Harian Kompas menampakkan kecenderungan bersikap kritis terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Harian Kompas lebih berorientasi pada perspektif pusat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kawuryan, Megandaru W.
"[ABSTRAK
Setelah pemerintahan Orde Baru tumbang pemberitaan mengenai otonomi daerah mekar
bermunculan, media massa yang pada zaman Orde Baru jarang memberitakan mengenai isu
otonomi daerah berubah haluan menjadi gadrung memberitakan isu otonomi daerah, berbagai
berita bermunculan ada yang positif dan ada yang negatif, bermacam pertarungan wacana
mewarnai isu otonomi daerah di media massa.
Penelitian ini bermula dari rasa ingin tahu yang mendalam mengenai berbagai berita
tentang isu otonomi daerah yang muncul di media massa dan bagaimana media massa
melakukan konstruksi realitas terhadap isu otonomi daerah , selama ini penelitian mengenai isu
otonomi daerah banyak dilakukan oleh para ilmuwan yang berlatar belakang ilmu politik, ilmu
pemerintahan, ilmu administrasi negara, dan ilmu hukum, penelitian yang dilakukan oleh para
ilmuwan di atas lebih banyak bicara mengenai penerapan kebijakan otonomi daerah. Penelitian
mengenai isu otonomi daerah menggunakan perspektif ilmu komunikasi masih jarang bahkan
bisa dibilang langka, padahal peran media massa menurut Severin-Tankard (2007:15), adalah
membentuk opini publik. Para penganut mazhab konstruksionisme seperti Tuchman (1978),
Fisman (1980), dan Shoemaker (1996), melihat bahwa berita yang disiarkan oleh media massa
dapat membuat masyarakat mempunyai suatu sudut pandang dan mengkonstruksikan suatu
realitas suatu isu dalam masyarakat tak terkecuali isu otonomi daerah.
Penelitian dalam disertasi ini menggunakan perspektif interpretif. Perspektif ini dipilih
karena menurut Neuman (2006) teori konstruksi sosial merupakan ranah dalam perspektif
interpretif, untuk membedah teks dalam penelitian ini menggunakan analisa teks framing,
model yang digunakan adalah framing Robert N Entman. Framing model Entman dipilih karena
dalam konsep Entman framing dapat dipakai untuk menggambarkan proses seleksi suatu isu,
serta menonjolkan beberapa aspek tertentu dari suatu realitas oleh media. Empat elemen
framing model Entman adalah pertama Define Problem merupakan bingkai utama atau master
frame, kedua Diagnose Causes dalam elemen kedua ini yang menjadi titik berat adalah siapa
aktor utama dalam suatu kejadian atau peristiwa, ketiga Make Moral Judgement adalah elemen
yang digunakan untuk melakukan pembenaran dengan memberikan berbagai argumentasi pada
pedefinisian masalah yang sudah dibuat, empat Treatment Recommendation adalah elemen yang digunakan untuk melihat apa yang sebenarnya dikehendaki oleh wartawan, bagaimana cara yang
akan dipilih untuk menyelesaikan suatu masalah.
Dalam disertasi ini ada 3 media yang diteliti yaitu harian Kompas, harian Jurnal Nasional,
harian Kedaulatan Rakyat. Dipilihlah tiga surat kabar dengan orientasi yang berbeda, yaitu
pertama surat kabar Kompas sebagai surat kabar harian terkemuka nasional dengan tiras yang
besar, kedua surat kabar Jurnal Nasional sebagai surat kabar yang mempunyai kedekatan sejarah
dengan Partai Demokrat, ketiga surat kabar Kedaulatan Rakyat sebagai surat kabar daerah yang
masih survive dan masih leading sampai saat ini.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan dalam level mikro yaitu ada perbedaan frame
pemberitaan harian Kompas, harian Jurnal Nasional dan harian Kedaulatan Rakyat mengenai
Isu Otonomi Daerah. Pada analisis pada level meso media terlihat faktor kepemilikan dan modal
masih cukup kuat dalam mempengaruhi frame media yang diteliti.
Analisis level makro dapat dibagi menjadi dua. Pada harian Jurnal Nasional analisa yang
lebih tepat adalah menggunakan pendekatan analisis instrumentalis atau strukturalis daripada
strukturasi karena pada harian Jurnal Nasional struktur organisasi media terlihat mengikat erat
human agent. Tidak terlalu cukup ruang bagi agen melakukan interplay terhadap struktur. Lain
halnya dengan harian Kompas dan harian Kedaulatan Rakyat, yang dapat dibedah dengan
analisis strukturasi.
Dalam proses strukturasi dari tiga media yang diteliti, terlihat dua media yaitu harian
Kompas dan harian Kedaulatan Rakyat mampu merubah struktur dari sentralistik ke
desentralistik untuk isu Pemilihan Kepala Daerah Langsung dan Keistimewaan Yogyakarta,
meskipun harus diakui bahwa media bukan satu-satunya faktor yang diterminan dalam
perubahan struktur tersebut. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa isi dari teks media dalam dua
isu tersebut memberikan kontribusi kepada eskalasi tekanan atau adanya akumulasi-akumulasi
tekanan terhadap penguasa;

ABSTRACT
After the New Order government fell, news on regional autonomy appeared everywhere.
Mass media which rarely reported regional autonomy issues during the New Order now reported
the issues all the time. Various news emerged, some positive and others negative. A battle of
discourse of regional autonomy issues appeared in the mass media .
This research was started by curiosity on various news on regional autonomy in mass
media and how mass media constructs the reality of regional autonomy issues. Until now,
researches on regional autonomy issues are mostly performed by researchers from political
science, government science, public administration, and legal science. Studies by researchers
from the fields above mostly discuss the implementation of regional autonomy policy. Studies on
regional autonomy issue using communication science perspective are still rare, while the role of
mass media according to Severin-Tankard (2007:15) is actually to form public opinions.
Observers of constructionism such as Tuchman (1978), Fisman (1980), and Shoemaker (1996)
think that news broadcasted by mass media can make people have a certain point of view and
construct a reality of an issue in the society, including regional autonomy issues.
The research in this dissertation used interpretive perspective. This perspective was
selected because according to Neuman (2006) social construction theory is a field in interpretive
perspective. To dissect texts, this study used framing text analysis. The model used was Robert N
Entman's framing. Entman's model of framing was selected because in Entman's concept framing
can be used to describe the selection process of an issue and emphasize certain aspects of a
reality by the media. Four elements of Entman's model of framing are first, Define Problem
which is the master frame, second, Diagnose Causes in the second element the emphasize is who
is the main actors in an event, third, Make Moral Judgment is an element used to make
justification by giving various argumentation in the definitions of the problems which have been
made, fourth, Treatment Recommendation is an element used to see what reporters want, what
method will be chosen to solve a problem.
In this dissertation, there are 3 media which were studied, i.e. Kompas newspaper, Jurnal
Nasional newspaper, Kedaulatan Rakyat newspaper. The three newspapers selected have
different orientations, i.e. first, Kompas as a famous national newspaper with huge readership second Jurnal Nasional as a newspaper with a history with the Democratic Party, third
Kedaulatan Rakyat as a local news paper which still survive and leads to this day.
The result of this study showed that at micro level there was frame difference in the
reporting of Kompas, Jurnal Nasional and Kedaulatan Rakyat on Regional Autonomy Issues.
Analysis at meso level showed that ownership and capital factors were still rather strong in
influencing the frames of the studied media.
Analysis at macro level could be divided into two. In Jurnal Nasional, more accurate
analysis used instrumentalist or structuralist analysis approach rather that structuration because
in Jurnal Nasional the structure of media organization seemed to tightly bind human agents.
Theer wasn't enough space for agents to perform interplay on the structure. Meanwhile, Kompas
and Kedaulatan Rakyat could be dissected by structuration analysis.
In the structuration process of the three media, two media, Kompas and Kedaulatan
Rakyat, were able to change the structure from centralistic to decentralistic for Direct Regional
Head Election and the Special Region Status of Yogyakarta, although the author admits that the
media isn't the only determinant factor in changing the structure. However, it's undeniable that
the content of media texts in those two issues contributed to the escalation of pressure or
accumulation of pressure on the authority;After the New Order government fell, news on regional autonomy appeared everywhere.
Mass media which rarely reported regional autonomy issues during the New Order now reported
the issues all the time. Various news emerged, some positive and others negative. A battle of
discourse of regional autonomy issues appeared in the mass media .
This research was started by curiosity on various news on regional autonomy in mass
media and how mass media constructs the reality of regional autonomy issues. Until now,
researches on regional autonomy issues are mostly performed by researchers from political
science, government science, public administration, and legal science. Studies by researchers
from the fields above mostly discuss the implementation of regional autonomy policy. Studies on
regional autonomy issue using communication science perspective are still rare, while the role of
mass media according to Severin-Tankard (2007:15) is actually to form public opinions.
Observers of constructionism such as Tuchman (1978), Fisman (1980), and Shoemaker (1996)
think that news broadcasted by mass media can make people have a certain point of view and
construct a reality of an issue in the society, including regional autonomy issues.
The research in this dissertation used interpretive perspective. This perspective was
selected because according to Neuman (2006) social construction theory is a field in interpretive
perspective. To dissect texts, this study used framing text analysis. The model used was Robert N
Entman's framing. Entman's model of framing was selected because in Entman's concept framing
can be used to describe the selection process of an issue and emphasize certain aspects of a
reality by the media. Four elements of Entman's model of framing are first, Define Problem
which is the master frame, second, Diagnose Causes in the second element the emphasize is who
is the main actors in an event, third, Make Moral Judgment is an element used to make
justification by giving various argumentation in the definitions of the problems which have been
made, fourth, Treatment Recommendation is an element used to see what reporters want, what
method will be chosen to solve a problem.
In this dissertation, there are 3 media which were studied, i.e. Kompas newspaper, Jurnal
Nasional newspaper, Kedaulatan Rakyat newspaper. The three newspapers selected have
different orientations, i.e. first, Kompas as a famous national newspaper with huge readership second Jurnal Nasional as a newspaper with a history with the Democratic Party, third
Kedaulatan Rakyat as a local news paper which still survive and leads to this day.
The result of this study showed that at micro level there was frame difference in the
reporting of Kompas, Jurnal Nasional and Kedaulatan Rakyat on Regional Autonomy Issues.
Analysis at meso level showed that ownership and capital factors were still rather strong in
influencing the frames of the studied media.
Analysis at macro level could be divided into two. In Jurnal Nasional, more accurate
analysis used instrumentalist or structuralist analysis approach rather that structuration because
in Jurnal Nasional the structure of media organization seemed to tightly bind human agents.
Theer wasn't enough space for agents to perform interplay on the structure. Meanwhile, Kompas
and Kedaulatan Rakyat could be dissected by structuration analysis.
In the structuration process of the three media, two media, Kompas and Kedaulatan
Rakyat, were able to change the structure from centralistic to decentralistic for Direct Regional
Head Election and the Special Region Status of Yogyakarta, although the author admits that the
media isn't the only determinant factor in changing the structure. However, it's undeniable that
the content of media texts in those two issues contributed to the escalation of pressure or
accumulation of pressure on the authority, After the New Order government fell, news on regional autonomy appeared everywhere.
Mass media which rarely reported regional autonomy issues during the New Order now reported
the issues all the time. Various news emerged, some positive and others negative. A battle of
discourse of regional autonomy issues appeared in the mass media .
This research was started by curiosity on various news on regional autonomy in mass
media and how mass media constructs the reality of regional autonomy issues. Until now,
researches on regional autonomy issues are mostly performed by researchers from political
science, government science, public administration, and legal science. Studies by researchers
from the fields above mostly discuss the implementation of regional autonomy policy. Studies on
regional autonomy issue using communication science perspective are still rare, while the role of
mass media according to Severin-Tankard (2007:15) is actually to form public opinions.
Observers of constructionism such as Tuchman (1978), Fisman (1980), and Shoemaker (1996)
think that news broadcasted by mass media can make people have a certain point of view and
construct a reality of an issue in the society, including regional autonomy issues.
The research in this dissertation used interpretive perspective. This perspective was
selected because according to Neuman (2006) social construction theory is a field in interpretive
perspective. To dissect texts, this study used framing text analysis. The model used was Robert N
Entman's framing. Entman's model of framing was selected because in Entman's concept framing
can be used to describe the selection process of an issue and emphasize certain aspects of a
reality by the media. Four elements of Entman's model of framing are first, Define Problem
which is the master frame, second, Diagnose Causes in the second element the emphasize is who
is the main actors in an event, third, Make Moral Judgment is an element used to make
justification by giving various argumentation in the definitions of the problems which have been
made, fourth, Treatment Recommendation is an element used to see what reporters want, what
method will be chosen to solve a problem.
In this dissertation, there are 3 media which were studied, i.e. Kompas newspaper, Jurnal
Nasional newspaper, Kedaulatan Rakyat newspaper. The three newspapers selected have
different orientations, i.e. first, Kompas as a famous national newspaper with huge readership second Jurnal Nasional as a newspaper with a history with the Democratic Party, third
Kedaulatan Rakyat as a local news paper which still survive and leads to this day.
The result of this study showed that at micro level there was frame difference in the
reporting of Kompas, Jurnal Nasional and Kedaulatan Rakyat on Regional Autonomy Issues.
Analysis at meso level showed that ownership and capital factors were still rather strong in
influencing the frames of the studied media.
Analysis at macro level could be divided into two. In Jurnal Nasional, more accurate
analysis used instrumentalist or structuralist analysis approach rather that structuration because
in Jurnal Nasional the structure of media organization seemed to tightly bind human agents.
Theer wasn't enough space for agents to perform interplay on the structure. Meanwhile, Kompas
and Kedaulatan Rakyat could be dissected by structuration analysis.
In the structuration process of the three media, two media, Kompas and Kedaulatan
Rakyat, were able to change the structure from centralistic to decentralistic for Direct Regional
Head Election and the Special Region Status of Yogyakarta, although the author admits that the
media isn't the only determinant factor in changing the structure. However, it's undeniable that
the content of media texts in those two issues contributed to the escalation of pressure or
accumulation of pressure on the authority]"
2015
D2063
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Wayan Primayanti
"Keterpusatan pembangunan daerah pariwisata di bagian Selatan Pulau Bali memunculkan kebutuhan infrastruktur untuk menunjang kegiatan pariwisata. Namun, pengembangan ini terhalang oleh keterbatasan lahan sehingga memunculkan ide untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan di daerah pasang surut Teluk Benoa dengan melakukan reklamasi. Pengeluaran izin prinsip pemanfaatan daerah kawasan Teluk Benoa oleh Gubernur Bali menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagai media massa cetak, Kompas dan Bali Post turut berperan memberitakan polemik yang terjadi mengenai isu reklamasi Teluk Benoa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembingkaian berita reklamasi Teluk Benoa pada harian Kompas dan Bali Post. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan metode penelitian kualitatif. Analisis framing dilakukan dengan model analisis Robert M. Entman. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pembingkaian berita dari kedua media tersebut. Kompas memilih sikap tidak memihak dan memunculkan dampak reklamasi dalam dua sisi. Sementara itu, sebagai media lokal yang mempertahankan nilai-nilai budaya Bali, Bali Post mengambil sikap menolak reklamasi dengan cenderung memberitakan sisi negatif reklamasi Teluk Benoa."
FSRD-ITB, 2016
303 JSIOTEK 15:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Henri Subiakto
"Pers yang fungsi utamanya sebagai sarana penberitaan, mempunyai konsekuensi isi yang disajikan agar senantiasa menggambarkan realitas yang terjadi di masyarakat. Tapi dalam prakteknya, pers berada pada posisi yang sulit ketika dihadapkan kuatnya hegemoni negara melalui elit-elitnya, yang merambah ke berbagai aspek sosial politik, termasuk sebagai pembuat berita (news maker), dan sumber berita yang acapkali menentukan definisi realitas. Jadinya, kemandirian pers mengungkap berita menjadi pertanyaan yang menarik. Apakah pers dalam menjalankan fungsinya mengungkap dan mendefinisikan realitas itu bertumpu pada kemampuan dan visinya sendiri, ataukah sudah tunduk kapada kekuatan elit negara yang hegemonik tadi?
Melalui penelitian dengan metode analisis isi pada peraberitaan di Harian Kompas dan Republika, pernasalahan di atas dicoba dijawab. Kemandirian pers yang diteliti itu khususnya menyangkut kemandirian dalam mengungkap isu-isu kemasyarakatan yang pada akhir-akhir ini memang kebetulan banyak menenuhi agenda pemberitaan.Persoalan konflik tanah, perburuhan, pencemaran lingkungan, korupsi dan kolusi, demokratisasi, SARA, dan isu-isu kemasyarakatan lain yang sejenis, menjadi fokus penelitian.
Hasilnya, kemandirian pers dalam mengungkap berita sifatnya fluktuatif. Terkadang pers dapat menampilkan beritanya dengan kemadirian yang tinggi, terutama pada isu yang tidak sensitif, dan jenis tertentu yang memang menyangkut kepentingan yang mendasar, seperti persoalan tanah, perburuhan dan pencemaran lingkungan. Tapi pada kesempatan lain, pers terpaksa kompromi dengan kekuatan politis yang ada di luar diri mereka. Pada isu-isu yang sensitif menurut "kacamata" elit penguasa, definisi realitasnya lebih banyak ditentukan oleh sumber informasi yang berasal dari elit negara. Jadinya, kemandirian pers dalam mengungkap berita, bukan sekadar persoalan ketersediaan atau keterbatasan sumber daya dan perangkat peralatan yang dimiliki. Tapi persoalan kemandirian pemberitaan akhirnya lebih berkait dengan persoalan iklim politik. Yaitu siapa yang mempunyai posisi yang dominan dalam sistem politik tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanty Capucine Harmayn
"Media massa telah menjadi bagian yang melekat dengan kehidupan sehari-hari. Media menjalankan beberapa fungsi yang sangat penting sebagai sumber informasi. Penelitian Agenda Setting ini adalah salah satu cara untuk meneliti dan mengukur seberapa jauh suatu media massa menjalankan fungsi pengawasan terhadap lingkungan publik baik yang dekat dan yang jauh dari kehidupan publik sekalipun. Penelitian ini memperlihatkan apakah publik mahasiswa menerima gambaran yang disajikan oleh kedua media dalam hal ini Kompas dan TVRI tentang topik politik internasional. Terlebih lagi sekarang ini publik mahasiswa bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak dengan perkembangan teknologi komunikasi massa yang bergerak pesat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat fungsi Agenda Setting dari harian Kompas dan TVRI pada publik mahasiswa tentang isu-isu politik internasional walaupun bersifat lemah. Hubungan antara media dan publik ini pun mempunyai variasi. Pertama, faktor pola ketertarikan publik terhadap isu politik internasional merupakan faktor yang berperan dalam pembentukan agenda publik. Kedua, pembentukan agenda publik secara bertahap setelah publik menerima liputan berita dalam jangka waktu tertentu.Ketiga, kredibilitas media mempunyai pengaruh yang signifikan pada hubungan agenda media dan publik. Hal ini disebabkan publik cenderung memberi penilaian yang r berbeda dan unik bagi setiap media sesuai dengan karakteristik dan sifat masing-masing media. Keempat, fungsi Agenda Setting lebih terlihat pada tingkatan individu. Karena setiap individu mempunyai, pola penggunaan media dan latar belakang yang berbeda satu sama lainnya. Faktor-faktor ini yang sebenarnya paling berperan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
S3874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
S4453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Widyawati
"Media merupakan institusi yang ikut bertanggung jawab terhadap kerusuhan Mei 1998. Karena media merupakan institusi yang bertanggung jawab mentransformasikan simbol-simbol rasis kecinaan. Simbol rasis tersebut antara lain dalam bentuk wacana peminggiran etnis Cina yang dibentuk melalui bahasa bersifat meminggirkan. Selain itu penggambaran tentang etnis Cina sering kali dihubungkan dengan persoalan ideologi pemerataan dimana Cina yang sebenarnya merupakan kelompok subordinat justru memiliki kekuasaan ekonomi yang tinggi. Representasi yang menggambarkan etnis Cina sebagai kelompok yang senang kolusi dan tidak jujur dalam berusaha telah membawa kebencian pribumi terhadap etnis Cina. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana Kompas, Media Indonesia dan Republika mengartikulasikan jalannya kerusuhan Mei 1998 serta memetakan penyebab kerusuhan. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat bagaimana media memproduksi dan mereproduksi simbol-simbol rasisme baru dan bagaimanakah hubungan dominasi--subordinasi antara pribumi dan etnis Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 surat kabar yang dijadikan sampel memaknai kerusuhan dengan cara yang berbeda. Kompas memaknai kerusuhan ini sebagai kerusuhan antara rakyat dan penguasa ekonomi, oleh karena itu yang dijadikan sasaran adalah simbol kekuasaan ekonomi. Media Indonesia melihat kerusuhan Mei sebagai kerusuhan antara rakyat dengan penguasa, oleh karena itu sasaran kerusuhan adalah kekuasaan negara dan kekuasaan ekonomi. Republika membaca kerusuhan Mei sebagai perseteruan antara rakyat dan penguasa sebagai kelanjutan dari tragedi Trisakti. Penyebab kerusuhan juga dibaca secara berbeda oleh 3 surat kabar yang dijadikan sampel. Kompas menilai penyebab kerusuhan adalah masalah ekonomi, etnis dan agama. Media Indonesia lebih menitik beratkan pada keadilan ekonomi dan masalah etnis. Sedangkan Republika hampir sama dengan Kompas yaitu masalah keadilan ekonomi, etnis dan agama. Mekanisme produksi dan reproduksi simbol rasis pada Kompas, Media Indonesia dan Republika memiliki pola yang hampir sama. Media melakukan konstruksi sosial yang menampilkan imaji bahwa etnis Cina merupakan kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan kultural dengan pribumi. Dalam konstruksi tersebut nilai-nilai yang dianut pribumi selain dianggap baik sebaliknya nilai yana dianut etnis Cina dianggap kurang baik. Konstruksi yang dilakukan media disini adalah bahwa Cina adalah etnis yang memiliki nilai menyimpang atau dengan kata lain tidak waras. Selain itu etnis Cina bersifat tamak. Citra lain yang dibangun media kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, tidak mau berbaur dengan kelompok lain. Etnis Cina juga digambarkan memiliki nilai yang senang berkolusi, tidak jujur. Etnis Cina jarang ditampilkan sebagai narasumber. Dalam kasus perkosaan narasumber saksi dari etnis Cina dari masalah perkosaan hanya ada di Media Indonesia, teknik rasis dalam pemberitaan media juga dilakukan melalui lambatnya pemberitaan. Dalam kasus perkosaan pemberitaan media sangat terlambat. Sebutan yang diberikan oleh media merupakan sebutan-sebutan yang bermakna meminggirkan.. Sebutan non-piribumi atau warga keturunan memiliki makna bahwa etnis Cina merupakan "the others''. Hubungan dominasi-sub ordinasi yang digambarkan Kompas, Media Indonesia dan Republika juga memiliki pola yang hampir sama. Pribumi merupakan kelompok dominan (karena dari segi jumlah memang dominan) yang mampu memproduksi wacana rasis dalam konteks kultural. Wacana bahwa etnis Cina memiliki nilai yang kurang jujur, kolutif lebih banyak diproduksi oieh kelompok pribumi. Dilain pihak, etnis Cina walaupun jumlahnya minoritas, tetapi penguasaan asetnya bersifat mayoritas. Karena kemampuannya dibidang perdagangan lebih tinggi etnis Cina merasa superior dalam bidang perdagangan dan menganggap rendah kemampian pribumi. Wacana ini muncul dalam sebutan ?mampukan pribumi menggantikan peran etnis Cina dalam jalur distribusi'. Aplikasi teori yang disumbangkan dari penelitian ini adalah bahwa penggambaran yang berbeda tentang kerusuhan Mei tersebut diatas berbeda dengan teori yang dibangun oieh penganut strukturalis tentang proses pembentukan makna. Penganut strukturalis percaya bahwa makna yang menang adalah makna yang diproduksi oleh kelompok dominan. Dalam potret kerusuhan Mei 1998, 3 surat kabar sampeI ada dibawah sistem dominasi yang sama, tetapi kenyataannya makna yang ditampilkan oleh 3 surat kabar sampel tentang kerusuhan Mei 1998 berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan asumsi yang berbeda dengan pengikut strukturalis, bahwa dalam memproduksi makna terdapat hal lain yang mempengaruhi pembentukan makna selain ideologi dari kelompok dominan yang menguasai wacana. Ideologi yang dianut oleh organisasi media (yang tentunya berpengaruh pada pekerja media) memberi peran dalam pembentukan makna."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Nugraheni
"Judul yang diambil dalam penelitian ini adalah Orientasi Pemberitaan Hariam Ekonomi dalam Masalah Otonomi Daerah - Analisis Isi Pemberitaan Masalah Otonorni Daerah di Harian Ekonomi Bisnis Indonesia dan Harian Ekonomi Neraca Kumn Waktu Tahun 2000
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus (case study), dengan tipe peneliiian muIt:`ca.se-multilevel anaLIsis. Berita harian ekonomi Bisnis Indonesia dan Neraca selama kurun waktu Tahun 2000 yang memuat masalah otonomi daerah menjadi obyek atau kasus dalarn penelitian Analisis data dilakukan pada level teks (text), praktek wacana (aHscourse praom-e)(organisasifmdusu'i) dan level praktek sosiokultural (industri media cetak Indonesia).
Hasil penelitian menunjukkan, meskipun proses dalam memproduksi berita yang dilakukan redaksi kedua media relatif sama, tetapi produk akhir yang dihasilkan berupa berita relatif berbeda. Hal ini temtama discbabkan oleh kebijakan media yang berlajnan serta tuntumn pasar pembaca yang tersegmentasi yang mengakibatkan perbedaan pada penampilan produk yang dihasiIkan. Dari seluruh produk yang diteliti sebanyak 224 item berita, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pada tingkat teks, dilihat dari frekuensi pemuatan, Bisnfs Indonesia menampilkan 193 berita dan Nemca menampilkan 31 berita mengenai otonomi daerah selama kurun waktu Tahun 2000. Isu (tema) dominan yang ditampiikan Bisnis Indonesia adalah masalah dana atau kcuangan sedangkan Neraca mengenai masalah peraturan atau perundang-undangan. Mengcnai kualitas atau obyektiiitas pemberitaan 1) unsur faktualitas : Bisnis Indonesia dan Neraca cukup jelas dalam memisahkan fakta dan opini. 2) kescimbangan sumbsr : Bisnis Indonesia dan Neraca cendcrung iidak seimbang dalam penggunaan sumber berita 3) netralitas pemberitaan : kedua media menunjukkan sikap dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah.
Pada iingkat wacana dapat disimpulkan strulctur organisasi Bisnis Indonesia dan Neraca hampir sama, begin pula dcngan proscs induslri memproduksi produk berita. Namun karena kebiiakan redaksional berbeda, menjadikan penampilan kedua produk berbeda.
Pada tingkat sosiokultural dapat disimpulkan sedikimya ada tiga fenomena yang dapat menjelaskan konteks sosiokultural pers Indonesia di masa otonomi daerah yaitu 1) makin luasnya medan wilayah liputan dan jumlah narasumber yang diberitakan 2) makin longgamya ketentuan legal tentang izin pencrbitan media cctak (SIUPP) 3) makin memusatnya pers di ibukota negara atau Pulau Jawa meskipun kebijakan otonomi daerah telah diundangkan.
Dari hasil penelitian ini dirckomendasikan unruk mengadakan penelilian Ianjutan tentang manajsmen redaksional di harian ekonomi yang lain dengan menggunakan pendekatan konstruksi kategori yang berbeda, penelitian lanjutan tentang rnanajemen media ditinjau dari pengelolaan SDM, pasar pembaca, dil sorta pcnelitian lanjutan tentang induslri media cetak di Indonesia.

This research is done by using the case study methode, in the type of multicase-multilevel analysis. The object of research is The Bisnis Indonesia and Neraca Economy Newspaper during the 2000 decade which contained the district autonomy problem which being the object in this research. The analysis was done on the text level, discourse practise (organization/industri) and sosiocultural (Indonesia Press Media Industry).
The result of the research shows that in the process of producing news, both of that editorial staff the same relatively. But news, as the result of the product is diiferent. It happened because of the media regulations of both editorial staif are diierent. Also the different of the market demand segmentation causes the different of the product. From 224 item of the news product which had been analyzed, it can be concluded as follow :
On the manuscript level, seen from the contain frequency, Bisnis Indonesia has 193 news and Neraca gives 31 news about district autonomy in the year of 2000. The dominant issue or theme in Bisnis Indonesia news is the financial or fund problem, while Neraca contains the regulation of constitution. The quality or the objectivity ofthe issue:
1. Factuality : Bisnis Indonesia and Neraca are clear enough in separation or fact and opinion.
2. Balance of source 1 Bisnis Indonesia and Neraca intend unbalance in using the source of news.
3. Neutrality of news : Both of daily news shows their support for the district autonomy
On text level, it can be concluded that the organization structure of Bisnis Indonesia and Neraca almost the same, also the industry process in producing news. But the editorial staff regulation are different, it makes their performance different.
On the sosiocultural level can be concluded atleast there are 3 phenomena that can explain sosiocultural context of the Indonesia press in the decade of district autonomy, they are :
1. Getting wider of the covering area and the amount of news source which are covered.
2. Getting loser the legal regulation in publishing press.
3. The press in the capital city or Java island is getting more centralize, even though the regulation of district autonomy has been declared.
The result of the research, it is recommended to do the continuation of the research about the editorial staff management in the order economy newspaper, by using the different category construction theory. The research continuation about the media managment Rom the Human Resources Management, market reader, etc, and also the research continuation about the press industry in Indonesia generally."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
SamsuI Muarif
"Sejak peledakan gedung WTC di New York pada 11 September 2001, isu terorisme kian meluas dan tak henti-hentinya menjadi pembicaraan masyarakat dunia. Terlebih, media massa turut pula meramaikannya. Isu itu kian marak ketika disusul peristiwa pemboman di depan Sari Club, Legian, Kuta, Bali, pada 12 Oktober 2002.
Penelitian ini menggambarkan bagaimana media mengangkat pemberitaan bom Bali dan mengemasnya sesuai agenda media ybs. Dalam hal ini bagaimana Republika mengemas pemberitaannya yang menunjukkan kemungkinan pelaku lain di balik bom Bali, Hal ini tidak terlepas dari idealisme, ideologi, politik praktisnya yang berpotensi membentuk pandangan khalayak pembacanya terhadap isu terorisme dan bom Bali.
Sebagai penelitian kualitatif dengan perspektif kritis, dalam tesis ini digunakan metode analisis wacana dengan paradigma kritis. Yaitu, model wacana critical discourse analysis (CDA) dari Norman Fairclough. Teori ini menggabungkan tiga dimensi ke dalam communicative events, yaitu teks, praktik wacana, (discourse practice), dan praktik sosial budaya (sociocultural practice). Selanjutnya, analisis teks yang digunakan berdasar teori Gamson dan Modigliani. Dalam analisis praktik wacana terdapat dua hal yang diteliti: produksi teks (melihat karakteristik media) dan konsumsi teks (melihat karakteristik khalayak). Analisis sosial budaya adalah untuk melihat kondisi sosial dan budaya masyarakat dunia, termasuk Indonesia, yang diduga menjadi sarang teroris.
Hasilnya, frame yang ditemukan bahwa Republika lebih menonjolkan pelaku bom Bali bukan dari pihak atau organisasi tertentu yang selama ini dituduhkan Amerika dan Australia. Republika mencurigai adanya kegiatan intelijen asing di wilayah Indonesia dengan tujuan menjatuhkan citra Islam. Tuduhan mengarah ke Amerika sebagai dalang pemboman Bali.
Teori klasik ideologi mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok dominan dengan tujuan meligitimasi kelompok mereka dan media digunakan untuk mengkomuni-kasikan kelompok mereka. Ini tidak terlepas dari unsur nilai, kepentingan, dan kekuatan atau kekuasaan yang ada dalam media tersebut. Di sini Republika berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari kelompok pemegang kekuasaan dan kekuatan dalam masyarakat. Nilai yang dianggap penting oleh pemegang kekuasaan disebarkan melalui media sehingga pemberitaan seputar bom Bali mencerminkan ideologi pengelola Republika. Maka isi media itu tentu tidak bertentangan dengan kepentingan mereka, mewakili aspirasi umat Islam.
Sementara itu, sebagai intelektualitas penulis menganalisa pemberitaan Kompas pascaledakan bom Bali. Pemberitaan Kompas tampak ada perbedaan dalam penonjolan isu, lebih menekankan untuk khalayak pembaca pada umumnya. Secara garis besar, peneliti melihat pemberitaan Kompas bertolak belakang dengan Republika. Jika Republika lebih banyak "membela" Islam dan Abubakar Ba'asyir sebagai "tertuduh" pelaku pemboman Bali, maka Kompas lebih bersikap hati-hati --untuk tidak mengatakan "kurang mengkritisi" isu bom Bali."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Shanti Ruwyastuti
"ABSTRAK
Penelitian ini melihat tekanan—tekanan terhadap wartawan, baik secara juridis maupun secara fisik, khususnya ketika meliput kasus Kedungombo. Tekanan terhadap wartawan ada dua macam. Larangan, tekanan yang dikenakan oleh pemerintah terhadap profesi wartawan. Ancaman, tekanan yang menimpa wartawan karena sumber berita tidak sependapat dengan tulisan wartawan mengenai dirinya atau kasus di mana ia tersangkut. Penelitian ini berada pada lingkup kajian komunikasi politik. Alasannya, kasus Kedungombo termasuk isu politik (isu tanah). Isu politik di Indonesia tidak berarti kasus-kasus pemilihan umum saja, namun semua kasus yang menyangkut kendala kekuasaan terhadap proses komunikasi dalam pengambilan keputusan di masyarakat (Pabohtinygi, 1991). "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>