Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116550 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panji Prasetyo
"Tesis ini membahas efektifitas Keputusan Memperindag No.527/MPP/KEP/9/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula Terhadap Industri Gula Nasional terutama Pasal 7 ayat 5 tentang harga gula di tingkat petani dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan gula, produksi gula, impor gula dan harga gula domestik. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap tujuan pemerintah dalam rangka untuk mencapai swasembada gula nasional. Penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dengan metode Two Stage Least Square dan menggunakan data dari tahun 1980-2009. Hasil pendugaan model permintaan gula menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan harga gula domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan gula. Sementara pendugaan produksi gula menunjukkan baik produksi tebu maupun rendemen tebu berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi gula. Sedangkan pendugaan impor gula menunjukkan bahwa produksi gula dan dummy kebijakan impor gula berpengaruh negatif dan sebaliknya permintaan gula berpengaruh positif terhadap impor gula. Adapun pendugaan harga gula domestik menunjukkan baik permintaan gula, harga gula internasional dan dummy kebijakan pembelian gula petani berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga gula domestik.

This thesis discusses the effectiveness of the Ministry of Industry and Trade Stipulation No.527/MPP/KEP/9/2004 regarding the imported sugar mechanism on natural sugar industry especially article 7, paragraph 5 on the price of sugar at the farm level and analyze the factors that influence the demand for sugar, sugar production, imported sugar and domestic sugar prices. These factors affect the government's objectives in order to achieve national self-sufficiency in sugar. This study uses a simultaneous equations model with Two Stage Least Square method and using the data from the years 1980-2009. Sugar demand model estimation results show that the population has positive effect and domestic sugar price has negative effect on demand sugar. While sugar production estimation indicate both production and yield of sugarcane has positive and significant impact on sugar production. Imported sugar model indicate both sugar production and sugar import policy negatively affect on imported sugar. However demand for sugar has a positive effect on imported sugar. The estimation of domestic sugar price shows sugar demand, international sugar price and sugar farmers' purchasing policy have positive and significant effects on the price of domestic sugar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T29510
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania Eridaputri
"Gula merupakan salah satu komoditas strategis selain beras yang masih belum bisa dipenuhi kebutuhannya oleh produksi dalam negeri. Kebutuhan yang terus meningkat mendorong pemerintah untuk mencapai target swasembada di tahun 2017. Swasembada dikatakan tercapai ketika produksi dalam negeri mampu menutupi 90 persen kebutuhan. Dengan menggunakan metode ordinary least square dan data pada tahun 1975-2014, didapatkan hasil bahwa variabel luas lahan tebu, produktivitas, rendemen tebu dan dummy kebijakan proteksi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kuantitas produksi gula nasional. Sedangkan variabel bebas lainnya tidak signifikan.

Sugar is one of the strategic commodity other than hulled rice which the domestic production can not fulfill the demand The increasing of demand for sugar in every year encourages the governSugar is one of the strategic commodity other than hulled rice which the domestic production can not fulfill the demand. The increasing of demand for sugar in every year encourage the government to reach self-sufficiency in 2017. Self-sufficiency is a success when the domestic production can fulfill at least 90 percent of the quantity demanded. This paper is using ordinary least square method with data set from 1975-2014, the result shows that land, productivity of land, sucrose content of sugar cane and import tariff are significantly affecting the production of white sugar while the other variables are not significantly affecting it."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daddi Heryono Gunawan
"Sejak awal pertumbuhannya, industri gula di Indonesia tidak pernah Iepas dan campur tangan kepentingan negara. Ini karena peran khusus yang dimiliki oleh industri gula, yaitu sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Disamping komoditi gula kemudian menjadi salah satu komoditi pertanian yang strategis yang tingkat ketersediaan dan harganya mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi dan politik negara. Di sisi lain keberadaan industri gula di Jawa sangat tergantung pada keberadaan petani, khususnya dalam hal penyediaan tanah untuk penanaman tebu dan tenaga kerja untuk pengelolaan perkebunan tebu dan pabrik gula.
Namun ketergantungan itu tidak menyebabkan kedudukan petani dalam hubungannya dengan produksi gula menjadl kuat. Sebaliknya petani Iebih sering menjadi obyek eksploitasi pabrik gula yang praktiknya ditopang oleh kebijakan negara. Tesis ini berusaha mendeskripsikan proses dan bentuk eksploitasi petani tebu serta peranan kebijakan negara, sejak periode tanam paksa hingga masa sekarang.
Untuk itu dilakukan suatu penelitian yang bersifat deskriptif; Iewal suatu pendekatan atau metoda analisa komparatif sejarah (historical comparative analysis). Metoda analisa komparatif sejarah digunakan untuk mengungkapkan realitas sejarah eksploitasi petani tebu sejak awal pertumbuhan perkebunan tebu di Indonesia. Seiain itu, untuk mengungkapkan keadaan kontemporer perkembangan industri gula di Jawa, digunakan matoda pengamatan lapangan (field research).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pergulaan di Indonesia sejak awal pertumbuhannya pada masa kolonial, ditandai oleh adanya kontinyuitas kebijakan yang praktiknya Iebih banyak memihak kepentingan pabrik gula ketimbang petani. Kontinyuitas itu terjadi karena dalam sejarahnya, negara memiliki kepemingan ekonomi-politik terhadap produksi gula yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik gula. Ini berlangsung kelika pabrik gula dikuasai oleh negara (jaman tanam paksa) atau ketika dikuasai oleh pihak swasta (masa liberal dan politik etis). Keadaan yang sama juga terjadi ketika negara nasional, lewat program nasionalisasi tahun 1957, mengambil alih kepemilikan dari tanah para pengusaha swasta asing (Belanda). Yang hal itu terus berlanjut sampai sekarang.
Sifat eksploitatif dari kebijakan negara terwujud melalui eksploitasi tanah dan tenaga kerja pada petani oleh pabrik gula dan kekuatan "atas petani" lainnya. Semuanya itu dilakukan atas nama produksi gula. Di pihak lain, karakter pola hubungan produksi antara petani dengan pabrik gula menepis kemungkinan timbulnya suatu bentuk perlawanan yang bersifat radikal. Ini pada gilirannya mendorong kelangsungan keadaan dan nasib para petani yang selalu terpinggirkan dari jaman ke jaman.
Oleh karena itu hanya melalui suatu kebijakan sosial-ekonomi dan politik yang berskala Iuas, Iangsung menyentuh serta berpihak pada kepentingan para petani maka nasib petani tebu di Jawa yang Iebih dari satu setengah abad terpinggirkan, bisa dirobah. Salah satu bentuk kebijakan itu adalah menjalankan privatisasi pabrik gula yang mengarah pada transformasi kepemilikan pabrik gula secara bertahap kepada para petani dan penduduk desa Iainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Muhammad
"[Presiden Joko Widodo menargetkan untuk mencapai ketahanan pangan di era kepemimpinannya. Salah satu cara untuk memenuhi target tersebut adalah dengan swasembada pangan untuk lima komoditas, yaitu beras, jagung, kedelai, daging, dan gula. Tiga diantaranya, yaitu beras, jagung dan kedelai, memiliki kemungkinan yang tinggi untuk tercapai. Sementara itu, swasembada daging kemungkinan besar tidak akan tercapai sesuai target. Di lain sisi, swasembada gula sulit untuk tercapai, akan tetapi tidak sepenuhnya mustahil untuk tercapai melihat kinerja Indonesia di zaman dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemungkinan swasembada gula di tahun 2017 menggunakan rencana realistis pemerintah. Dalam analisis ini, penulis mengestimasi produksi dan konsumsi gula di tahun 2017. Dua metode digunakan dalam penelitian ini, yaitu model stokastik untuk proyeksi produksi dan model deterministik untuk proyeksi konsumsi. Hasilnya kemudian ditampilkan dalam rasio produksi terhadap konsumsi. Hasil menunjukan bahwa, di tahun 2017, konsumsi gula langsung dapat mencapai tiga juta ton dan konsumsi gula tidak langsung dapat mencapai 3.5 juta ton. Secara total, konsumsi gula Indonesia mencapai 6.5 juta ton di tahun 2017. Di lain sisi,produksi gula Indonesia di tahun 2017 hanya mencapai sekitar 2.7 ton. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa swasembada gula di tahun 2017 tidak akan tercapai, baik dari konsumsi gula langsung maupun konsumsi gula total. Dengan demikian, pemerintah perlu berusaha lebih keras agar rencana-rencana strategis yang sudah dibentuk dapat terlaksana dengan baik sehingga target dapat tercapai.

President Joko Widodo aims to reach food security in its era. One of the mean to reach the target is by achieving self sufficiency in 5 commodities rice corn soybean meat and sugar. Three of them rice corn and soybean is likely to be achieved meanwhile meat will be unlikely to be achieved. Sugar is hard to be achieved yet it is not impossible seeing the track record of Indonesia. This research is aimed to see the possibility of sugar self sufficiency in 2017 based on the government 39's realistic planning. To analyze writer estimates production and consumption of sugar in 2017 Two methods are employed 1 stochastic model for production projection and 2 deterministic model for consumption projection. The result is then presented using production to consumption ratio The result shows that in 2017 the direct sugar consumption may reach 3 million ton and the indirect sugar consumption may reach 3 5 million ton totaling to 6,5 million ton. In other side the production may only reach 2,7 million ton Based on the calculation it is found that Indonesia may not reach sugar self sufficiency both in only direct sugar consumption and total sugar consumption. Given this government needs to take extra action so that the target may be achieved., President Joko Widodo aims to reach food security in its era One of the mean to reach the target is by achieving self sufficiency in 5 commodities rice corn soybean meat and sugar Three of them rice corn and soybean is likely to be achieved meanwhile meat will be unlikely to be achieved Sugar is hard to be achieved yet it is not impossible seeing the track record of Indonesia This research is aimed to see the possibility of sugar self sufficiency in 2017 based on the government 39 s realistic planning To analyze writer estimates production and consumption of sugar in 2017 Two methods are employed 1 stochastic model for production projection and 2 deterministic model for consumption projection The result is then presented using production to consumption ratio The result shows that in 2017 the direct sugar consumption may reach 3 million ton and the indirect sugar consumption may reach 3 5 million ton totaling to 6 5 million ton In other side the production may only reach 2 7 million ton Based on the calculation it is found that Indonesia may not reach sugar self sufficiency both in only direct sugar consumption and total sugar consumption Given this government needs to take extra action so that the target may be achieved ]"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61826
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyono
"Gula dalam perekonomian Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dan strategis, karena gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Gula sebagai sebagai salah satu salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako) yang banyak digunakan. Seperti halnya komoditas beras, gula pasir merupakan komoditas yang keberadaannya selama ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Banyak persoalan yang mengharuskan pemerintah ikut campur tangan dalam hal pergulaan nasional, mulai dari produktivitas industri gula yang cenderung merosot, tingkat konsumsi gula pasir nasional yang besar, dan juga keberadaan gula impor yang Iebih murah. Produksi gula dari tahun ke tahun terus mengalami kemerosotan karena penurunan Iuas areal tebu dan produktivitasnya yang juga menurun. Akhir-akhir ini marak demonstrasi petani tebu atau karyawan pabrik gula menentang adanya berbagai kebijakan pergulaan nasional yang diterapkan pemerintah.
Dilihat dari aspek makro ekonomi industri gula memerlukan penanganan secara cermat agar efisiensi dan produktivitas Pabrik Gula (PG) tersebut dapat ditingkatkan, sehingga daya saingnya bisa meningkat. Sayangnya, sampai sekarang harga gula produksi lokal belum mampu bersaing dengan harga gula impor. Dalam beberapa tahun terakhir ini produksi gula merosot akibat persaingan ketat dengan komoditi Iain terutama beras. Kebijakan pemerintah yang menetapkan harga beras cukup tinggi Serta bunga pinjaman yang rendah menjadikan tanaman tebu kurang menarik, terutama di Jawa. Sementara itu, krisis ekonomi telah menghambat rencana pernerintah untuk mengalihkan industri gula ke Iuar Jawa.
Salah Satu masalah mendasar yang dihadapi industri gula nasional adalah inefisiensi di tingkat usaha tani dan pabrik gula (PG). Inefisiensi industri gula tersebut yang pertama adalah pabrik-pabrik gula sudah mengalami masa yang aus dan mesin-mesinnya sudah tua. Kedua, kinerja dari pabrik itu juga relatif rendah dan tidak cukup baik. Ketiga, kondisi pertanian tebu. Benin-benih tebu makin Iama-makin menurun produktivitasnya. Rendemen hasil gula dari tebu makin lama makin turun, karena tingkat produktivitas yang makin menurun juga. Inefisiensi lain juga datang dari ongkos produksi.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mencari akar permasalahan dan merumuskan beberapa alternatif kebijakan pemerintah yang efektif dan komprehensif dalam rangka meningkatkan kinerja industri pergulaan nasional yaitu produksi gula nasional, konsumsi gula nasional dan kebijakan impor gula."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Embang Supiati
"Intervensi pemerintah pada komoditas gula dimulai sejak diterbitkannya Inpres No. 9 Tahun 1975 yang meliputi tiga hal yaitu, pertama kebijakan produksi gula yang meliputi kebijakan Tebu Rakyat Intensifikasi, kebijakan mendorong perkembangan industri gula ke luar Jawa dan menetapkan harga provenue gula. Kedua, kebijakan pemasaran (tataniaga) gula pasir dan ketiga, kebijakan harga gula.
Tingginya intervensi pemerintah pada waktu itu telah menyebabkan berbagai masalah inefisiensi dalam struktur pasar gula Indonesia, yang pada akhirnya mendorong rendahnya poduktivitas dan tingginya harga gula di tingkat konsumen serta meningkatnya impor gula. Kemudian adanya kesepakatan Pemerintah RI-IMF, yang tidak lagi memperbolehkan adanya subsidi pada industri gula, dan tuntutan dari WTO sebagai perwujudan dari perjanjian pelaksanaan liberalisasi perdagangan dunia, intervensi pemerintah pada industri pergulaan dicabut dengan dikeluarkannya Inpres No. 19 Tahun 1998 tanggal 21 januari 1998. Sejak itu industri pergulaan Indonesia yang seharusnya berjalan sesuai dengan mekanisme pasar, namun karena tidak adanya persiapan bagi industri antuk menghadapi liberalisasi perdagangan dunia, menimbulkan berbagai masalah baru di dalam struktur pasar gula Indonesia. Tidak adanya hambatan tarif pada saat itu menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh tarif bea masuk impor gula dan menganalisa faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pasar gula Indonesia.Melalui model persamaan simultan, dibangun model dasar pasar gula Indonesia dengan menggunakan data sekunder rangkai masa tahunan dari tahun 1984-2000 yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Model terdiri dari 9 persamaan yang terdiri dari 6 persamaan struktural/perilaku dan 3 persamaan identitas. Data diolah dengan menggunakan analisa regresi linear berganda dengan metode two steps least square (2 SLS) dan dengan bantuan program TSP versi 4.3A.
Hasil pendugaan model dengan tingkat signifikansi α = 5% , dimana nilai koefisien determinasi ( R2 ) masing-masing perilaku yang berkisar antara 0,6487 - 0,9970, menunjukkan bahwa secara umum variabel penentu yang dimasukkan dalam persamaan perilaku dalam penelitian ini menjelaskan dengan baik keragaman setiap variabel endogennya. Sementara itu nilai F yang berkisar antara 10,2347 - 998,23, dapat di interpretasikan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel penentu berpengaruh nyata terhadap variabel endogen di setiap persamaan perilakunya.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa dari beberapa variabel yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan keragaan pasar gula Indonesia, hanya variabel impor dan harga eceran yang dipengaruhi oleh bea masuk. Rendahnya tarif bea masuk yang dikenakan terhadap impor gula menyebabkan gula impor masuk ke Indonesia secara tak terkendali hingga menyebabkan menumpuknya stok gula di pasar dalam negeri. Menumpuknya stok gula akan merusak pasar gula dalam negeri karena harga gula menjadi rendah dan gula produksi dalam negeri terdesak oleh gula impor yang harganya lebih murah. Kondisi industri pergulaan yang demikian jika tidak segera teratasi akan menurunkan produksi gula nasional dan pada akhirnya ketergantungan Indonesia terhadap produsen gula luar negeri semakin tinggi.
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa kenaikan harga provenue gula yang ditetapkan oleh pemerintah yang selama ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani tebu dan pabrik gula, ternyata telah meningkatkan marjin bagi pedagang perantara. Hal ini disebabkan kenaikan harga provenue lebih kecil dari kenaikan harga eceran akibatnya persentase harga provenue terhadap harga eceran juga semakin kecil, sedangkan selisih harga eceran terhadap harga provenue yang merupakan marjin pedagang semakin besar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabaruddin Amrullah
"Lewat catatan sejarah kita dapat mengetahui bahwa industri gula di Indonesia pernah mengalami masa keemasan (Sugar boom) pada masa pemerintahan Hindia Belanda antara tahun 1920-1930 dimana produksi mencapai sekitar 3 juta ton gula dan diekspor sekitar 2,6 juta ton. Pada tahun 1929 jumlah Pabrik Gula (PG) mencapai 179. Industri gula mulai runtuh tahun 1930-an akibat resesi ekonomi dunia (world recession). Pada tahun 1937 jumlah PG menyusut menjadi 92 buah, kemudian Zaman Jepang tinggal 20 buah. Setelah Indonesia merdeka, PG meningkat menjadi 30 buah pada tahun 1950, kemudian menjadi 51 pada tahun 1956, meningkat menjadi 67 pada tahun 1989, dan 68 buah tahun 1995. Kemudian meningkat menjadi 70 buah pada tahun 1997, di Jawa 57 unit dan di luar Jawa 13 unit.
Beberapa permasalahan yang mengemuka seperti: (i) sisi produsen meliputi; luas areal tebu di Jawa cenderung menurun, areal tebu di Jawa telah mencapai kondisi closing cultivation frontier, yaitu mencapai batas maksimal lahan subur yang layak untuk areal tebu akibat meningkatnya kompetisi penggunaan lahan, produktivitas leveling-off (kontribusi kenaikan produktivitas terhadap peningkatan produksi semakin kecil), subsidi pupuk telah dihapus, investasi berkurang, dana penelitian terbatas, faktor alam (kemarau, hama), (ii) sisi konsumen meliputi: kebijakan harga provenue terus meningkat yang mendorong harga naik ditingkat eceran, jumlah penduduk meningkat, pendapatan masyarakat meningkat, rupiah overvalued selama periode periode 1987-1996, hadirnya pesaing gula berupa: (a) pemanis alami, gula merah, gula kelapa, gula lontar, (b) pemanis sintetis, sakarin, sildamat, dll.
PeneIitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan: produksi, konsumsi, harga gula domestik, harga impor gula Indonesia, impor gula Indonesia, serta ekspor gula dunia, impor gula dunia, dan harga gula dunia. Kemudian mengevaluasi, meramalkan posisi industri gala domestik dalam kaitannya dengan perdagangan gula dunia melalui simulasi historis dan simulasi peramalan (historical and ex-ante simulation).
Dalam penelitian ini memakai data periode tahun 1969-1997 dengan model pendekatan ekonometrika, metode Two Stage Least Squares (2SLS) dipakai untuk mengestimasi model simultan yang dinamik. Model terdiri dari 11 persamaan (m), yaitu 8 persamaan strukturallperilaku dan 3 persamaan identitas; dan 52 variabel predetermined, yang terdiri dari 45 variabel eksogen dan 7 variabel lag endogen, sehingga total seluruhnya 63 variabel (K). Berdasarkan kriteria identifikasi model, maka semua persamaan overidentified, sehingga metode 2SLS dapat digunakan.
Hasil pendugaan model dimana nilai koefisien detenninasi (R2) masing-masing perilaku berkisar antara 0.791 - 0.989, dengan demildan secara umum variabel penentu yang dimasukkan dalam persamaan perilaku dalam penelitian ini menjelaskan dengan baik keragaan setiap variabel endogennya. Sementara nilai F yang berkisar antara 19.876 - 675.056, yang pada umumnya tinggi , maka dapat dinterpretasikan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel penentu berpengaruh nyata terhadap variabel endogen disetiap persamaan perilakunya. Kemudian Durbin-Watson (DW) berkisar 1.571 - 2.887, mengingat masalah korelasi serial (DW) hanya mengurangi efisiensi pendugaan dan tidak menimbulkan bias parameter regresi, maka hasil pendugaan model dalam penelitian ini dapat dinyatakan cukup representatif menggambarkan fenomena ekonomi gula di Indonesia, kaitannya dengan perdagangan gula dunia.
Kemudian untuk validasi nilai aktual variabel endogen menggunakan kniteria statistika yaitu Root Mean Square Percentage Error (RMSPE), proporsi dekomposisi Mean Square Error (MSE) Bari bias peramalan Theil's Inequality Coefficient, (U-Theil's) Proporsi bias (UM), bias regresi (UR), dan bias distribusi (UD), R2. Selanjutnya jika didekomposisikan kedalam proporsi bias (UM), bias regresi (UR), dan proporsi distribusi kesalahan non sistematik atau bias distribusi (UD), maka tampak bahwa sebagian besar nilai-nilai UM dan UR mendekati nol (0), serta nilai UD mendekati satu (1). Hal ini berarti bahwa sebagian penyimpangan simulasi lebih bersifat non sistematik dibanding penyimpangan regresi dan sistematik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model ekonometrika komoditas gula yang telah diestimasi dalam penelitian ini cukup valid untuk simulasi altematif kebijakan dan non kebijakan melalui analisis simulasi historis maupun peramalan (historical and ex-ante simulation).
Keterbatasan utama penelitian ini adalah luasnya lingkup permasalahan (aggregate) dan sifat ekonometrika yang termasuk ekonomi positif (arbitrary), sehingga tidak dapat menetapkan kebijakan terbaik secara spesifik. Keinginan untuk kembali menggapai swasembada gula di capai pada tahun 1984 dihadapkan pada situasi ekonomi gula domestik saat ini dimana laju pertumbuhan produksi sangat lambat (4,44%) dibanding laju pertumbuhan konsumsi (41,36%) dari periode tahun 1969-1997, atau terjadi defisit (produksi < konsumsi), sehingga mendorong peningkatan impor gula Indonesia. Pada tahun 1998 impor gula mencapai 1.8 juta ton atau sekitar 55% dari kebutuhan konsumsi gula domestik.
Impor gula Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh Stok Gula Domestik, Harga Gula Dunia, Kekuatan Intervensi Harga oleh Pemerintah Indonesia, Produksi Gula Indonesia, Produk Domestik Bruto Indonesia, Konsumsi Gula Indonesia, dan Bedakala Impor Gula Indonesia. Kuantitas Perdagangan Gula Dunia (ekspor dan impor) dalam jangka pendek memberikan respon inelastis (variabel endogen atau Harga Gula Dunia terhadap vaniabel eksogen atau Ekspor, Impor Gula Dunia) ini berarti bahwa dalam jangka pendek Harga Gula Dunia stabil. Sementara dalam jangka panjang Perdagangan Gula Dunia memberikan respon elastis yang berarti bahwa dalam jangka panjang sulit mencapai posisi harga stabil (harga bergejolak), sebab perubahan dalam jumlah Ekspor dan Impor, Gula Dunia masing-masing atau bersama-sama akan mempengaruhi Harga Gula Dunia.
Melalui Simulasi Historis, Dengan mempertahankan Swasembada Gula Absolut (tanpa impor), maka luas areal baik di Jawa maupun di luar Jawa meningkat. Kebijakan ini tepat ketika dimaksudkan untuk meningkatkan luas areal tebu. Melalui Simulasi Peramalan, dengan skenario menghapus intervensi harga oleh pemerintah Indonesia, maka luas areal tebu di Jawa dan di Luar Jawa akan menurun sebagai akibat dari ketidak mampuan berkompetisi dengan harga gula dunia, yang masuk ke Indonesia tanpa hambatan tarif (Bea Masuk=O), sehingga harga gula domestik anjlok. Berbagai kebijakan pemerintah untuk pengembangan industri gula domestik telah dilakukan antara, antara lain: subsidi pupuk, kredit usahatani tabu, price support (harga provenue), tataniaga dalam hal ini pengadaan, penyaluran, dan stok oleh Bulog.
Era liberalisasi menghendaki dihapuskannya berbagai bentuk proteksi, tanpa retriksi perdagangan. Perlindungan (protection) pemerintah terhadap industri gula domestik selama ini kurang mampu mendorong peningkatan produksi, implikasinya kemudian adalah meningkatnya jumlah impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat (income) meningkat, serta berkembangnya inndustri makanan dan minuman yang menggunakan gula sebagai salah sate inputnya. Eksistensi industri gula domestik dapat "diselamatkan" melalui intervensi pemerintah dalam hal ini menggunakan instrumen pengenaan tarif bea masuk impor gula, yang pada saat ini gula masih dalam exception list, harga provenue, kemudian pada sisi industri gula domestik diharapkan untuk mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam proses produksinya.
Tantangan bagi industri gula domestik adalah "serbuan" gula impor yang sangat murah sebagai akibat dari efisiensi, serta adanya dumping negara produsen utama gula dunia. Kendatipun demikian industri gula domestik juga memiliki peluang dan pangsa pasar yang demikian luas dalam negeri sehingga hal tersebut dapat merupakan kekuatan pendorong (driving force) untuk terus bertahan (survive) sekaligus meningkatkan produksi gula domestik. Kemudian yang sangat mendesak (urgent) adalah seberapa besar perhatian (concern) yang sungguh-sungguh dari pihak-pihak yang terkait dalam industri gula domestik, dalam haI ini para pelaku disisi produsen, serta penentu kebijakan (pemerintah) memberikan atensi terhadap upaya memacu peningkatan produksi gula domestik. Singkatnya diperlukan "political will" dan 'political action" para penentu kebijakan (decision makers) serta semangat dan kesadaran kolektif (consciousness collective) serta kemauan berbuat lebih banyak (willingness to do more) dari pihak-pihak produsen (petani dan industri gula) untuk meningkatkan efisensi dan produktivitasnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pabrik gula Gondang Baru semula bernama Pbrik Gula Gondang Winangun.Pabrik yang dibangun dan di kelola oleh Perusahaan swasta Belanda itu merupakan satu diantara beberapa pabrik gula yang ada di Kabupaten Klaten
"
PATRA 9(1-2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Pelitasari Soebekty
"Beberapa tahun terakhir industri gula yang pernah menjadi primadona di Indonesia menunjukkan adanya ketimpangan antara produksi dan konsumsi. Implikasinya adalah terjadi peningkatan jumlah impor gula dalam jumlah yang cukup signifikan. Pada sisi lain, seiring dengan perkembangan ekonomi negara-negara di dunia, konsumsi gula untuk industri mengalami peningkatan relatif yang lebih tinggi daripada konsumsi rumah tangga. Dalam konteks kebijakan perdagangan Indonesia, kecenderungan ini direspon antara lain dengan diaturnya tarif impor bagi gula kristal mentah (raw sugar) dan gula rafinasi (refined sugar) sebagai bahan pemanis bagi industri. Pada perkembangannya beberapa kebijakan terhadap gula rafinasi dinilai telah melahirkan realitas yang berbeda dari yang diharapkan dan diduga akan mengakibatkan distorsi pada industri ini. Dengan dasar pemikiran tersebut tesis ini disusun untuk menganalisis pasar dan strategi persaingan antar industri terkait, serta merumuskan alternatif kebijakan yang harus diprioritaskan pemerintah untuk mengembangkan industri gula rafinasi sehingga bisa melindungi kepentingan petani, konsumen tingkat rumah tangga dan sekaligus mendorong persaingan usaha yang sehat antar industri.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa industri gula rafinasi pasar termasuk dalam struktur pasar oligopoli dengan perilaku (conduct) yang mengarah pada praktek kolutif. Kinerja (performance) dan profitabilitas menunjukkan adanya margin yang cukup besar namun dari persepsi konsumen mengharuskan industri ini melakukan perbaikan, terutama pada aspek kualitas, harga dan kontinuitas suplai. Untuk itu kebijakan yang dianggap perlu menjadi prioritas pemerintah dalam mewujudkan industri gula rafinasi yang efisien dan menguntungkan semua stakeholders berturut-turut adalah : 1) Optimalisasi pabrik gula rafinasi, 2) Penerapan kuota impor, 3) Memperketat perijinan & pengawasan Industri gula rafinasi, 4) Menurunkan bea masuk refined sugar, dan 5) Menurunkan bea masuk raw sugar. Adapun prioritas strategi yang akan ditempuh oleh industri gula raflnasi menghadapi industri pesaing, dalam hal ini industri gula petani (berbasis tebu rakyat) adalah meningkatkan kapasitas & produksi, sedangkan prioritas strategi petani dalam menghadapi strategi industri gula rafinasi adalah menuntut penyesuaian harga pembelian gula.
Melihat potensi konflik yang terjadi antar stakeholders gula rafinasi, Pemerintah harus melakukan pendekatan yang lebih fair kepada semua pihak sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Pemerintah perlu secara konsisten untuk mulai mengurangi proteksi terhadap industri gula rafinasi sehingga mendorong bekerjanya pasar yang akan meningkatkan efisiensi.
Berdasarkan analisis strategi yang dipilih oleh masing-masing industri gula menghadapi strategi pesaingnya maka ada tiga kebijakan yang direkomendasikan, yaitu : penghapusan segmentasi pasar, jaminan pembelian gula petani dengan pola dan mekanisme baru, serta pengembangan industri gula berbasis tebu rakyat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Pelitasari Soebekty
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri gula rafinasi di Indonesia serta merumuskan alternatif dan prioritas kebijakan dalam pengembangan industri gula reformasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan S-C-P (Structure - Conduct - Performance), sedangkan perumusan prioritas dilakukan dengan menggunakan Analystical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri gula rafinasi memiliki struktur pasar oligopoli dengan perilaku yang mengarah pada praktek kolutif. Kinerja berdasarkan ukuran profitabilitas menunjukkan adanya marjin yang cukup besar. Namun begitu persepsi konsumen mengharuskan industri ini untuk melakukan perbaikan terutama pada aspek kualitas harga dan kontinuitas suplai. Pilihan dan prioritas kebijakan yang dapat diambil pemerintah untuk mewujudkan industri rafinasi yang efisien dan menunguntungkan semua stakeholder adalah : 1) optimalisasi pabrik gula rafinasi dan 5) menuruhnkan bea masuk gula kasar. Mempertimbangkan potensi konflik yang ada di antara stakeholders, pemerintah harus melakukan pendekatan yang lebih adail kepada semua pihak sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Pemerintah perlu secara konsisten mulai mengurani proteksi terhadap industri gula rafinasi sehingga diharapkan akan mampu mendorong pasar untuk bekerja lebih efisien."
2005
JUKE-1-2-Des2005-181
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>