Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210396 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratih Perbatasari
"Bekerja merupakan aktifitas yang penting dalam kehidupan manusia, karena merupakan sumber identifikasi dirinya untuk mengekspresikan dan mengembangkan Dengan bekerja, manusia akan menemukan esensi individualitasnya. Namun tidak selalu manusia memperoleh apa yang diinginkannya melalui bekerja, karena banyak faktor di luar dirinya yang ikut mempengaruhi tercapainya keinginan tersebut. Faktor di luar diri yang berperan besar dalam menimbulkan pengaruh pada individu antara lain sistem yang berlaku di perusahaan tempatnya bekerja. Adanya perubahan sistem dengan rnenerapkan proses mekanisasi dan otomatisasi dalam dunia kerja membawa dampak pula pada kehidupan individu. Tugas-tugas yang terlalu terspesialisasi menimbulkan perasaan kurang bebas dalam bekerja dan merasa kurang diberi pengendalian yang cukup dalam bekerja. Dengan perkataan lain individu teralienasi (Blazmer, 1964). Individu yang teralienasi merasa 'asing' dengan dirinya sendiri, karena dirinya seolah-olah ?dirampas? oleh kekuatan dari luar. Adanya pemisahan antara aktifitas kerjanya dengan keinginan diri ini menimbulkan perasaan tidak berdaya dan terasing dari pekerjaannya (Marlin Robertson, 1972).
Sedangkan dalam bekerja, individu akan selalu berinteraksi dengan lingkungan kerjanya. Dalam arti bahwa ia akan melakukan penyesuaian diri dengan berusaha memperlajari aturan-aturan dan norma-norma yang diterapkan perusahaan tersebut. Dengan interaksi ini individu akan melakukan peni1aian-penilaian yang akan membentuk persepsi dirinya mengenai iklim organisasi yang ada. Jika individu mempersepsikan bahwa lingkungan kerjanya tidak memiliki kesesuaian dengan nilai-nilai yang ada pada dirinya, maka akan timbul persepsi negatif terhadap iklim organisasi, yang dapat menimbulkan alienasi pada individu. Kondisi ini muncul karena iklim organisasi ikut mempengaruhi munculnya perilaku tertentu pada individu (Tagiuri dan Litwin, 1968).
Skripsi ini ingin melihat hubungan antara persepsi terhadap ikim organisasi dengan tingkat alienasi kerja pada level manajer dan non-manajer, Untuk meneliti masalah tersebut, dipilih subyek penelitian yang bekerja pada perusahaan bidang produksi barang, dengan pendidikan minimal SLTA dan telah mempunyai masa kerja minimal 1 tahun. Tingkat jabatan dibedakan karena ada pendapat dari Blauner (1964) yang mengatakan bahwa tingkat alienasi tinggi biasanya terjadi pada pekerja dengan keahlian sedikit.
Alat yang digunakan adalah skala alienasi hasil modifikasi dari Blauner (1964) dan Robinson dan Shaver (1980), dan alat iklim organisasi dari Litwin dan Stringer (1968). Untuk melihat adanya hubungan tersebut, digunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Sedangkan untuk melihat perbedaannya, digunakan t-test.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi karyawan terhadap iklim organisasi dengan tingkat alienasi kerjanya. Namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara level manajer dan non-manajer, pada persepsinya terhadap iklim orgranisasi maupun pada tingkat alienasi kerjanya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Januar J. Rasyid
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1987
S2147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grammy Lusiana
"Penelitian bertujuan untuk memahami apakah identifikasi organisasi dapat memprediksi terjadinya alienasi kerja. Sejauh mana seseorang mengidentifikasi dirinya sendiri dengan tempat kerjanya tercermin dalam perilaku yang ditunjukkan, didukung oleh social identity theory. Partisipan merupakan Gen Z yang sedang bekerja dengan durasi minimal 6 bulan (N=315). Data dianalisis menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan SPSS for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi dapat memprediksi alienasi kerja secara positif dan signifikan, namun dengan daya prediksi yang tidak terlalu kuat. Penelitian dapat menjadi landasan bagi perusahaan untuk membuat keputusan strategis bagi pekerja dan referensi bagi Gen Z yang merupakan pekerja untuk memaknai pekerjaannya.

The study aims to understand whether organizational identification can predict the occurrence of work alienation. The extent to which individuals identify themselves with their workplace is reflected in the behaviors exhibited, supported by social identity theory. The participants are Gen Z individuals who have been working for a minimum of 6 months (N=315). The data were analyzed using simple linear regression analysis techniques with SPSS for Windows. The research findings indicate that identification can positively and significantly predict work alienation, albeit with a moderate predictive power. Research can serve as a foundation for companies to make strategic decisions for their employees and as a reference for Generation Z, who are workers, to give meaning to their work."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N.K. Endah Triwijati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1987
S2916
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Diana Lusi Cahyandari
"Urbanisasi secara tidak langsung telah menimbulkan masalah kemiskinan di perkotaan. Salah satu bentuk kemiskinan yang ditimbulkannya adalah banyaknya pendatang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal yang layak sehingga cukup banyak diantara mereka yang harus tidur di sembarang tempat atau menjadi gelandangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari gambaran alienasi pada warga pendatang (urbanis) yang hidup sebagai gelandangan di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode pengambilan data berupa wawancara mendalam dan observasi.
Penelitian ini menggunakan landasan teori alienasi dari Seeman (1959) dan Mirowsky & Ross (1989). Alienasi memiliki lima dimensi yaitu powerlessness, self-estrangement, isolation, meaninglessness dan normlessness pada satu kutub serta control, commitment, support, meaning dan normality pada kutub yang berlawanan. Kelima dimensi tersebut merupakan persepsi dan penghayatan seseorang akan berbagai aspek kehidupan yang dijalaninya.
Dengan mengambil empat subyek yaitu gelandangan yang ber-?tempat tinggal di sekitar Stasiun Cikini, penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa :
1. Pada dimensi powerlessness/control, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan powerlessness, hanya ada satu subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan control, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa keempat subyek menunjukkan adanya penghayatan yang lebih cenderung ke arah powerlessness. 2. Pada dimensi self-estrangement/commitment, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan self-estrangement, hanya dua subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan commitment, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa keempat subyek memiliki penghayatan yang lebih cenderung ke arab self-estrangement. 3. Pada dimensi isolation-support, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan support, hanya dua subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan isolation, sehingga dapat disimpulkan bahwa keempat subyek memiliki penghayatan yang lebih cenderung ke arah support. 4. Pada dimensi meaninglessness -meaning, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan meaninglessness, hanya satu subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan meaning, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa penghayatan keempat subyek lebih cenderung ke arah meaninglessness. 5. Pada dimensi normlessness - normality, semua subyek menunjukkan adanya penghayatan normlessness, hanya satu subyek yang juga menunjukkan adanya penghayatan normality, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa penghayatan keempat subyek lebih cenderung ke arah normIessness.
Berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin, secara umum tidak terdapat perbedaan antara penghayatan pada subyek laki-laki dan perempuan.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratulangie, Bunga
"Perubahan banyak memakan biaya dan tenaga, namun harus dilakukan apabila perusahaan tidak ingin tertinggal dari perusahaan lain. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensinya perusahaan harus mengubah cara-cara lama yang digunakan untuk menjalankan perusahaan. Salah satu bentuk perubahannya adalah restrukturisasi perusahaan. Dalam melakukan perubahan, unsur terpentingnya adalah manusia yang bekeija di perusahaan karena merekalah yang menjalankan perubahan. Untuk itu perlu diperhatikan bagaimana sikap individu terhadap perubahan. Sikap individu terhadap perubahan tidak terlepas dari pengaruh berbagai hal, salah satunya adalah stressor dalam lingkungan kerjanya. Bagaimana individu mempersepsikan stressor dapat mempengaruhi sikap terhadap perubahan organisasi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran hubungan antara stressor dalam lingkungan kerja dengan sikap terhadap perubahan organisasi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel dengan menggunakan tehnik non probability sampling tipe Occidental sampling. Subyek Penelitian ini adalah pegawai di perusahaan BUMN X dan BUMN Y sebanyak 135 orang, dengan pendidikan terakhir SLTA/ sederajat, dan telah bekerja minimal 2 tahun.
Metode pengambilan data dengan menggunakan kuesioner dengan skala 1-6. Penelitian ini menggunakan 2 kuesioner, yaitu kuesioners stressor dalam lingkungan kerja yang dibuat berdasarkan teori Ivancevich & Matteson (1982) dan kuesioner sikap terhadap perubahan organisasi yang dibuat berdasarkan teori dari beberapa tokoh. Stressor dalam lingkungan kerja yang ingin dilihat hubungannya dengan sikap terhadap perubahan organisasi adalah dimensi stressor organisasi, stressor kelompok, stressor pekerjaan, stressor karir.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara stressor dalam lingkungan keija dengan sikap tehadap perubahan. Untuk dimensi stressor kelompok, stressor pekerjaan, stressor karir juga tidak terdapat hubungan yang signifikan. Untuk dimensi stressor organisasi, terdapat hubungan negatif signifikan pada sikap terhadap perubahan organisasi. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi stressor dalam organisasi maka semakin rendah penerimaannya terhadap perubahan.
Penelitian ini masih memerlukan penelitian lanjutan dengan menambah jumlah item kuesioner sehingga jumlah item setiap dimensi seimbang. Selain itu masih diperlukan perbaikan-perbaikan pada alat ukur, metode pengumbulan data juga perlu dilakukan wawancara dengan pegawai yang perusahaannya mengalami perubahan. Hal ini diharapkan dapat memberikan data kualitatif yang cukup mendalam dan menunjang hasil penelitian yang lebih baik. Selain itu juga perlu dilihat pengaruh/ peran faktor-faktor lain pada sikap terhadap perubahan organisasi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariana Novadian A.K.
"ABSTRAK
Sebagaimana diketahui, perkawinan di Indonesia bukan sekedar menyatukan
dua individu tetapi berikut juga dengan keluarganya, maka sosok mertua menjadi perlu
diperhatikan keberadaannya karena dapat mempengaruhi kebahagiaan perkawinan
seseorang. Disukai atau tidak, kondisi tersebut harus disadari oleh pasangan, apalagi
bagi mereka yang harus menetap sementara di rumah orang tua karena pertimbangan
tertentu, sedangkan antara pasangan muda tersebut pun, masih harus melakukan
usaha penyesuaian diri, maka dapat dilihat bahwa pilihan untuk tinggal dengan orang
tua setelah menikah ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan, perlu pemikiran
dan persiapan sebelumnya. Jadi membina dan mempertahankan hubungan yang baik
dengan mertua jelas harus dapat tercipta karena dampaknya bukan saja pada
kehidupan perkawinan tetapi juga pada hubungan dengan keluarga besar pasangan.
Hubungan menantu-ibu mertua, khususnya menantu perempuan merupakan
fenomena yang menarik untuk ditelaah. Tampaknya, hubungan mereka seperti ibu-
anak tetapi tidak sepenuhnya demikian, karena berkaitan dengan keberadaan suami
sebagai ?penghubung" yang menyebabkan mereka menyandang status menantu dan
mertua. Belum Iagi adanya steriotip negatif yang melingkupi hubungan dengan ibu
mertua ataupun tentang sosoknya. Hal tersebut memang secara penelitian, khususnya
di indonesia belum dibuktikan namun melalui pengamatan sehari-hari, baik dari
percakapan maupun dari media-media massa, cukup memperlihatkan kecenderungan
ke arah tersebut. Bila meIihat pada tahapan perkembangan keluarga, kerawanan
dalam hubungan menantu dan mertua memang dapat mungkin terjadi. Sebagaimana
diketahui, bahwa akan ada suatu tahap di mana terjadi pengalihan beberapa tugas
dari ibu kepada istri, dan bukan tidak mungkin, hal tersebut dapat menimbulkan
ketidakpuasan, apalagi jika mereka tinggal seatap. Dengan tinggal bersama, berarti
penerimaan dari pengalihan beberapa tugas menjadi Iebih transparan daripada bila
pasangan muda langsung pisah rumah. Bagaimanapun hal tersebut juga terkait
dengan kesamaan tuntutan mereka sebagai perempuan yang sudah menikah.
Biia ditelaah dari sudut pandang gender, hubungan antara dua orang
perempuan seharusnya dapat menciptakan suatu hubungan yang intim, tapi ternyata
dapat juga sebaliknya, yaitu tercipta hubungan yang rawan. Jadi untuk mendapatkan
gambaran yang lebih jelas tentang hubungan menantu-ibu mertua yang tenyata khas,
maka dilakukan penelitian ini, dengan melihat dan sudut pandang menantu. Hal
tersebut disadari karena sebagai ?pendatang?, menantu akan Iebih dituntut untuk
menyesuaikan diri, apalagi jika diperhatikan, keluhan yang ada biasanya datang dari
pihak menantu. tidak heran steriotip yang muncul pun adalah tentang ibu mertua
bukan menantu perempuan. Jadi melalui penelitian ini, ingin dilihat bagaimana
persepsi menantu terhadap kualitas hubungan dengan ibu mertua.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, menggunakan wawancara dan
observasi, agar dapat tergali apa yang terjadi dalam hubungan menantu-ibu mertua,
sehingga Iebih dapat memahami kualitas hubungan mereka. Penelitian ini
menggunakan 4 orang menantu sebagai subyek. Hasil yang diperoleh adalah 2 orang mempersepsikan hubungan dengan ibu mertuanya dekat dan 2 Iainnya ?biasa saja".
maksudnya tidak dekat ataupun jauh, namun keempatnya masih merasakan adanya
keterbatasan dalam menjalin hubungan dengan ibu mertua. Hal tersebut dapat dilihat
dari kurangnya pengungkapan diri, topik pembicaraan menjadi kurang beragam dan
mendalam serta gaya komunikasinya yang cenderung diam bila menghadapi masalah
dengan ibu mertua. Disarankan agar kedua belah pihak dapat mengembangkan
komunikasi efektif dengan melakukan teknik ?pesan diri' dan ?mendengar aktif".
Penelitian ini temyata perlu mempertimbangkan beberapa saran Iain, seperti subyek
penelitian dapat pula ditujukan suami karena perannya sebagai mediator sangat
penting dalam pengembangan hubungan istri dengan ibunya. Selain itu penelitian ini
dapat ditujukan pada ibu merlua sebagai pihak ?penerima", yang perlu melakukan
penyesuaian diri pula. Juga tidak menutup kemungkinan penelitian ini dilakukan
secara kuantitatif."
1998
S2582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>