Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131512 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayuthia
"Peneiitian ini bertujuan untuk memahami pengaruh peer group, dinamika reaksi remaja dalam menghadapi negative peer pressure, serta alasan remaja bereaksi demikian terhadapnya. Hal ini menarik untuk diteliti karena masalah negative peer pressure adalah masalah yang dihadapi oleh sebagian besar remaja, sedangkan tampaknya belum ada peneiitian yang secara khusus menggambarkan reaksi remaja terhadap negative peer pressure. Kebanyakan teori mengenai remaja dan peer group membicarakan mengenai fungsi peer group, pengaruh peer group, dan macam-raacam negative peer pressure yang dialami oleh remaja. Adanya peneiitian ini akan sangat berguna untuk memahami "pergulatan" remaja dalam peer groupnya sehingga dapat dilakukan tindakan preventif agar remaja dapat memberikan reaksi yang tepat terhadap negative peer pressure yang dialaminya.
Peneiitian dilakukan pada seorang parlisipan remaja akhir yang mengalami negative peer pressure untuk merokok semenjak ia berada pada masa remaja awal. Metode yang diguna.kan dalam peneiitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat eksploratif, dengan in-depth interview. Basil dianalisis menggunakan teori perkembangan remaja dan peer group.
Hasil peneiitian menunjukkan bahwa remaja mengalami pengaruh positif dan negatif dari kelompok. Pengaruh positifpeer grow/? adalah berfungsi sebagai sarana untuk: (1) memperoleh status, popularitas dan identitas, (2) meningkatkan esteem, (3) mengembangkan keterampilan sosial, (4) memperoleh dukungan emosional, (5) memperoleh pengalaman dan infonnasi mengenai dunia remaja, (6) mendapatkan pemahaman untuk dapat melihat hal-hal yang positif dari kehidupan pribadi, (7) mengenali diri sendiri dengan lebih baik.
Dalam menghadapi negative peer pressure, reaksi remaja adalah konfonn. Namun keputusan untuk konfonn tidak dibuat begitu saja, melainkan terjadi dinamika dalam reaksi remaja. Alasan remaja untuk konform adaiah karena menginginkan status dan penerimaan dari peer groupnya. Keputusan remaja untuk konform ataupun tidak konform dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu: jumlah orang yang menekan, suara bulat, keterpaduan, persepsi individu terhadap orang yang memberikan tekanan. tanggapan umum, jenis kelamin, self-esteem dan self-confidence, hubungan dengan orang tua, pola asuh, dan ketidak pastian standar bagi suatu perilaku.
Dampak negative peer pressure pada remaja berlangsung cukup lama (sampai dua tahun setelahnya) dan dapat menimbulkan masalah perilaku baru pada remaja. Remaja juga mengalami perasaan-perasaan bersalah, berdosa, dan takut karena melakukan apa yang sebenarnya tidak ingin dilakukan olehnya. Perasaan-perasaan ini juga bertahan cukup lama, bahkan sampai remaja lulus dari SMU.
Untuk memperkaya penelitian selanjutnya, peneliti dapat mewawancarai lebih banyak partisipan sehingga dapat dibandingkan antara dinamika reaksi satu remaja dengan yang lainnya. Akan sangat baik apabila dapat mewawancarai remaja dari peer group yang sama, sehingga dapat dilihat reaksi remaja yang berbeda terhadap negative peer pressure yang sama. Jenis peer pressure ywgdi dapat dipersempit sehingga penelitian dapat menjadi lebih terfokus dan dalam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erzsalinda Ari
"Penulisan Tugas Karya Akhir ini bertujuan memberikan penggambaran tentang sejauh mana pengaruh kelompok teman sebaya atau peer group menyebabkan individu menjadi homoseksual. Gambaran diperoleh dengan mengetahui kehidupan individu melalui pembentukan diri dari masa kecil hingga dewasa. Dilihat juga kehidupan individu dalam keluarga dan pergaulan di dalam kelompok peer groupnya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif terhadap dua orang informan yang memilih homoseksual sebagai jalan hidupnya. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan disertai pengamatan langsung terhadap kehidupan informan. Penulis menemukan bahwa faktor penyebab seseorang menjadi homoseksual sebagian besar dipengaruhi oleh kelompok sebaya atau peer group. Peer group merupakan pemicu timbulnya perilaku homoseksual yang tersembunyi dalam diri seseorang dengan memberikan pengalaman homoseksual terlebih dahulu. Pengalaman pertama tersebut yang mengantarkan laki-laki normal untuk mencari pengalaman homoseksual berikutnya. Aturan-aturan dan nilai-nilai yang tercipta di dalam kelompok sebaya ini dapat mempengaruhi individu di dalamnya untuk berperilaku sesuai dengan nilai kelompoknya. Begitu pula lingkungan yang homoseksual dapat dijadikan model atau contoh dari individu untuk menjadi seorang homoseksual."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Ridha Aulia
"Dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang tinggi, terutama dalam makanan dan minuman. Hal ini dapat terlihat dari kecenderungan pergi ke kafe atau restauran terutama pada remaja saat pulang dari sekolah atau kampus. Pada penelitian ini, semakin tinggi tingkat sosialisasi media dan tingkat sosialisasi peer group maka akan semakin tinggi pula tingkat perilaku konsumtif remaja dalam kebiasaan makan. Selain itu, dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa strata sekolah cenderung tidak terlalu memberikan pengaruh yang siginifikan pada kekuatan hubungan antara tingkat sosialisasi media dan peer group dengan tingkat perilaku konsumtif remaja dalam kebiasaan makan. Namun terdapat perbedaan perilaku konsumtif remaja dalam kebiasaan makan berdasarkan strata sekolah. Metode penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif. Data didapatkan melalui penyebaran kuesioner, wawancara mendalam dan data sekunder.

In recent years, Indonesia has a high level of consumption, especially in food and beverages. It can be seen from many people to go to a cafe or restaurant, especially in adolescents while come back to home from school or college. This study shows that the higher level of socialization of media and peer group socialization, so the higher level of adolescent consumptive behavior of eating habits. This study shows that schools strata have no significant influence on the strength of the relationship between the level of media socialization and peer group with the level of adolescent consumptive behavior of eating habits. But there are differences in eating habits between school strata. Methode of this research is quantitative research. Data obtained through questionnaires, in-depth interviews and secondary data.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melia Agustina
"Salah satu bentuk financial technology yang ada adalah peer to peer lending. Peer to Peer Lending memfasilitasi transaksi utang dengan menghubungkan para peminjam dan pemberi pinjaman secara online. Menurut technology acceptance model salah satu komponen yang bisa mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi teknologi baru adalah social influence. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh social influence terhadap intensi meminjam melalui peer to peer lending dan memasukan trust sebagai variabel moderasi.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa social influence berpengaruh terhadap intensi meminjam melalui peer to peer lending. Semantara faktor trust terindikasi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap intensi meminjam melalui peer to peer lending dan trust memperlemah pengaruh Social Influence terhadap intensi meminjam melalui peer to peer lending.

One form of financial technology that exists is peer to peer lending. Peer to Peer Lending facilitates debt transactions by connecting borrowers and lenders online. According to the technology acceptance model, one component that can influence someone to adopt a new technology is social influence. This study aims to analyze the influence of social influence on intention to borrow through peer to peer lending and include trust as a moderating variable.
The results of this study state that social influence has an effect on intention to borrow through peer to peer lending. Among the trust factors indicated to do not have a significant relationship on intention to borrow through peer to peer lending and trust weaken the influence of Social Influence on intention to borrow through peer to peer lending.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasqia Rizqiana
"Kementerian Kesehatan RI melaporkan bahwa prevalensi merokok pada usia 10-18 tahun pada tahun 2023 di Indonesia mencapai 7,4%. Tingkat merokok pada remaja dapat dikurangi dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan self-esteem, lingkungan keluarga merokok, pola asuh negatif, dan tekanan teman sebaya dengan perilaku merokok pada siswa SMA DKI Jakarta Tahun 2023. Penelitian ini menggunakan data Survei Perilaku Remaja Siswa Sekolah Menengah di DKI Jakarta dengan menggunakan desain studi cross-sectional yang dianalisis secara univariat, bivariat, dan stratifikasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan lingkungan keluarga merokok (p=0,0001), pola asuh negatif (p=0,0001), dan tekanan teman sebaya (p= 0,0001) dengan perilaku merokok pada siswa, sedangkan pada self-esteem tidak terdapat hubungan dengan perilaku merokok pada siswa (p=0,582). Analisis stratifikasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan self-esteem, lingkungan keluarga merokok, dan tekanan teman sebaya dengan perilaku merokok siswa perempuan, sedangkan pada laki-laki terdapat hubungan lingkungan keluarga merokok, pola asuh negatif, dan tekanan teman sebaya dengan perilaku merokok. Selain itu, terdapat pengaruh pola asuh negatif pada hubungan tekanan teman sebaya dengan perilaku merokok pada siswa. Sementara itu, tidak terdapat pengaruh pola asuh negatif pada hubungan self-esteem dengan perilaku merokok pada siswa. Oleh karena itu, disarankan untuk mengadakan layanan konseling dan program peer educator/peer counselor pada siswa.

The prevalence of smoking among 10-18 years old in Indonesia reach 7,4% in 2023. Understanding the factors associated with smoking behavior can reduce smoking rates in adolescents. The purpose of this study is to determine the relationship between self-esteem, smoking family environment, negative parenting, and peer pressure with smoking behavior among high school students in DKI Jakarta in 2023. This study uses data from the Adolescent Behavior Survey of High School Students in DKI Jakarta using a cross-sectional study design that was analyzed univariate, bivariate, and stratified. The results of the study showed a relationship between smoking family environment (p=0,0001), negative parenting (p=0,0001), and peer pressure (p=0,0001) with smoking behavior among students. Meanwhile, self-esteem (p=0,582) is not related to smoking behavior among students. Stratified analysis shows a relationship between self-esteem, smoking family environment, and peer pressure with smoking behavior among female students, while among male students, there is a relationship between smoking family environment, negative parenting, and peer pressure with smoking behavior. Apart from that, negative parenting influences the relationship between peer pressure and smoking behavior among students. Meanwhile, there was no influence of negative parenting on the relationship between self-esteem and smoking behavior among students. Therefore, it is recommended to provide counseling services and peer educator/peer counselor programs for students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henrietta Sarah Mega
"Kegiatan berinvestasi untuk menumbuhkan aset merupakan hal penting dalam pertumbuhan ekonomi. Salah satu platform investasi yang menjadi pilihan populer adalah platform peer-to-peer lending dengan janji tingkat pengembalian atau return yang tinggi. Namun tingkat pengembalian investasi yang tinggi ini juga diikuti dengan risiko gagal bayar yang tinggi pula. Selain risiko gagal bayar, layanan peer-to-peer lending juga memiliki berbagai risiko operasional yang terdapat dalam penyelenggaraannya. Oleh karena itu dibutuhkan kepastian hukum untuk menjamin penyelenggaraan peer-to-peer lending berjalan dengan efisien dan aman. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan regulasi penyelenggaraan peer-to-peer lending di Indonesia, tanggung jawab penyelenggara atas risiko yang ada dalam layanan peer-to-peer lending, dan perlindungan hukum bagi investor dan penerima pinjaman yang menggunakan layanan peer-to-peer lending. Penelitian ini menemukan bahwa regulasi layanan peer-to-peer lending diatur dalam peraturan-peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia dan OJK sebagai lembaga yang memiliki wewenang regulasi. Walau telah diatur untuk menjamin keamanan penyelenggaraannya, risiko dalam layanan ini tetap ada dan kerugian yang diderita pengguna akibat risiko tersebut menjadi tanggung jawab dari penyelenggara. Lebih lanjut, investor maupun penerima pinjaman memerlukan perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap haknya sebagai pengguna.

Investment activities to grow assets are important for economic growth. One of the investment platforms that has become a popular choice is the peer-to-peer lending platform with the promise of a high rate of return. However, this high rate of return on investment is also accompanied by a high risk of default. In addition to the risk of default, peer-to-peer lending services also have various operational risks involved in their business. Therefore, legal certainty is needed to ensure that the business of peer-to-peer lending runs efficiently and safely. The research method used in this research is normative juridical. This study aims to explain the regulations for peer-to-peer lending services in Indonesia, the responsibility of the company for the risks involved in peer-to-peer lending services, and legal protection for investors and loan recipients who use peer-to-peer lending services. This study finds that the regulation of peer-to-peer lending services is regulated in the rules made by Bank Indonesia and OJK as institutions that have regulatory authority. Even though it has been regulated to ensure the security of its implementation, risks in this service still exist and the losses suffered by the users due to these risks are the responsibility of the peer-to-peer lending company. Furthermore, investors and loan recipients need legal protection in the event of a violation of their rights as users."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilbert Hansel
"Dengan hadirnya berbagai perkembangan teknologi informasi pada saat ini, menjadikan pertukaran informasi di bidang telekomunikasi sangat mudah. Salah satu perkembangan tersebut adalah internet yang sudah sangat umum digunakan dan pada saat ini Indonesia menempati posisi ke enam di dunia dalam jumlah pengguna internet, dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertumbuh. Hal ini tidak hanya berdampak terhadap perkembangan bidang telekomunikasi saja, tetapi juga bidang finansial, salah satunya adalah dengan hadirnya layanan yang menggabungkan kedua bidang tersebut, yaitu fintech. Salah satu fintech yang pada saat ini berkembang pesat di Indonesia adalah peer to peer lending, yaitu layanan yang mempertemukan investor sebagai pemberi pinjaman dengan penerima meminjam melalui sebuah platform/marketplace berbasis sistem elektronik sehingga para pihak tersebut dapat masuk ke dalam perjanjian pinjam-meminjam. Dengan hadirnya peer to peer lending ini diharapkan dapat menghadirkan inklusi keuangan di Indonesia.
Pada saat ini pengaturan peer to peer lending di Indonesia telah hadir dengan diterbitkannya POJK Nomor.77/POJK.01/2016. Namun peraturan tersebut belum sempurna karena masih kurangnya transparansi pihak penyelenggara terhadap investor sebagai pengguna. Karena ini skripsi ini akan mengkritisi pengaturan peer to peer lending di Indonesia serta membandingkannya dengan pengaturan di Inggris dan Amerika Serikat.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum prime, sekunder, dan tersier serta wawancara. Hasil laporan penelitian ini akan berupa sebuah laporan yang mengidentifikasi dan mengklarifikasi permasalahan yang ada sehingga dapat melewati proses analisa dan pengambilan kesimpulan. Temuan yang akan disampaikan dalam penelitian ini adalah masukan-masukan untuk perbaikan terhadap pengaturan peer to peer lending di Indonesia ke depannya.

The presence of various information technology developments, making the exchange of information in the field of telecommunication is very easy. One of such development is the internet, that has been very commonly used and at present Indonesia is the sixth largest of internet users in the world, and this number is predicted to continue to grow. This not only affects the development of the telecommunications sector, but also the financial sector, one of the developments which combine the two sectors is fintech. Currently, one of the most rapidly growing fintechs in Indonesia is peer to peer lending, a service that matches an investors to become a lender with borrower through a platform marketplace based on electronic systems so that the parties can enter into a loan agreements.
The presence of peer to peer lending is expected to bring financial inclusion in Indonesia. Currently, peer to peer lending in Indonesia has been regulated based on POJK Number.77 POJK.01 2016. However, the regulation is not perfect due to the lack of transparency of the service provider to investors as the users. Based on this problem, this thesis will criticize the current regulation of peer to peer lending in Indonesia as well as compare it with the s UK and US regulation.
The research method in writing this thesis is juridical normative research with a qualitative approach and using library materials and interview. The findings in this study can become inputs for improvements to the current of peer to peer lending regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Shazi Rajendra Kirana
"Teknologi finansial berbasis Peer to Peer Lending mengalami perkembangan pesat di Indonesia. Data Statistik Fintech Periode Desember 2020 milik OJK
menunjukkan bahwa seiring pesatnya pertumbuhan pengguna layanan Peer to Peer Lending, angka Tingkat Keberhasilan Bayar 90 Hari (TKB90) justru mengalami
penurunan yang artinya semakin banyaknya kasus gagal bayar pada aktivitas Peer to Peer Lending. Akan tetapi AFPI melalui Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Secara Bertanggung Jawab justru mewajibkan seluruh penyelenggara Peer to Peer Lending untuk menyatakan bahwa risiko gagal bayar ditanggung sepenuhnya oleh pemberi pinjaman kecuali diatur lebih lanjut mengenai pertanggungan. Platform x sebagai penyelenggara inovasi keuangan digital dalam klaster aggregator dengan Peer to Peer Lending sebagai
salah satu layanannya hadir dengan mengusung inovasi berupa dana proteksi guna melindungi pemberi pinjaman ketika mengalami gagal bayar. Akan tetapi pada laman surat pembaca masih ditemukan adanya aduan dari pengguna platform x terkait gagal bayar. Oleh karena itu, Penulis mengangkat dua pokok permasalahan yaitu bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman pada penyelenggaraan teknologi finansial berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia dan implementasinya oleh platform x dalam kasus gagal bayar. Bentuk penelitian pada skripsi ini bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh alat pengumpulan data berupa bahan pustaka dan wawancara.
Kesimpulan yang didapat ialah pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman terhadap kasus gagal bayar dalam penyelenggaraan teknologi
finansial berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia sudah cukup beragam untuk menjamin kepastian hukum, akan tetapi pengaturan itu masih bersifat umum dan
tidak ada pengaturan khusus mengenai kasus gagal bayar, platform x telah mengimplementasikan pengaturan tersebut dalam kasus gagal bayar dengan cukup baik akan tetapi masih terdapat beberapa kewajiban yang belum sepenuhnya platform x laksanakan.

Financial technology based on Peer to Peer Lending is experiencing rapid development in Indonesia. OJK's December 2020 Fintech Statistical Data shows that along with the rapid growth of Peer to Peer Lending service users, the 90-Day Payment Success Rate (TKB90) has actually decreased, which means that there are more cases of default in Peer to Peer Lending activities. However, AFPI through its Code of Conduct for Responsible Financial Technology Based on Peer to Peer Services requires all Peer to Peer Lending providers to state that the risk of default is fully suffered by the lender unless further regulated regarding coverage. Platform x as the provider of digital financial innovation in the aggregator cluster with Peer
to Peer Lending as one of its services comes by bringing innovation in the form of protection funds to protect lenders when they against the case of default. However, on the reader's letter page, there are still complaints from platform x users regarding
default case. Therefore, the author raises two main issues, namely how to regulate legal protection for lenders in the implementation of financial technology based on Peer to Peer Lending in Indonesia and its implementation by platform x in case of default. The form of research in this thesis is juridical-normative with a descriptive
research typology supported by data collection tools in the form of library materials and interviews. The conclusion obtained is that the regulation regarding legal protection for lenders against default cases in the implementation of Peer to Peer Lending-based financial technology in Indonesia is diverse enough to ensure legal certainty, but the arrangement is too general and there are no special arrangements
regarding default cases. Platform x has implemented these arrangements in the case of default quite well but there are still some obligations that platform x has not fully implemented.
"
Depok: Fakultas Hukum, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fabillah Irdeva
"Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki dampak yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia, namun dalam mengembangkan usahanya masih menghadapi banyak kendala, termasuk masalah permodalan. Mereka berjuang dalam pembiayaan bisnis mereka karena persyaratan kompleks yang diperlukan untuk mendapatkan pendanaan tradisional dari bank. Oleh karena itu, financial technology peer-to-peer (P2P) lending hadir sebagai salah satu alternatif pendanaan UMKM. Namun, masih rendahnya adopsi P2P lending oleh UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi niat adopsi P2P lending oleh UMKM sebagai peminjam yang perlu mendapat perhatian prioritas untuk mendukung perkembangan UMKM di Indonesia. Hasil kajian tersebut diharapkan dapat mendukung pemerintah dalam menyusun strategi pengembangan P2P lending. Analisis hasil menemukan bahwa faktor utama Ekspektasi Kinerja merupakan faktor utama yang paling penting dan Efektivitas merupakan subfaktor yang paling penting dalam mempengaruhi niat adopsi P2P lending oleh UMKM.

Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) have a substantial impact on Indonesia's economy, and yet they are facing many problems in developing their businesses, including capital problems. Financial technology of peer-to-peer (P2P) lending comes as an alternative for funding MSMEs. However, there is still a low adoption of P2P lending by MSMEs. This research aims to investigate the factors influencing adoption intention of P2P lending by MSMEs as borrowers that need priority attention to support the development of MSMEs in Indonesia. The findings
of the study are expected to support the government in developing strategies for P2P lending development. The analysis of the result finds that the main factor of Performance Expectancy and subfactor of Effectiveness are the most important factor in influencing the adoption intention of P2P lending by MSMEs.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arief
"Tesis ini membahas perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending dengan mengkaji peraturan apa saja yang mengatur mengenai peer to peer lending di Indonesia, dan bagaimana perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan teknik pengolahan data secara kualitatif sehingga menghasilkan penelitian dalam bentuk deskriptif analitis. Dalam hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan Pengaturan mengenai peer to peer lending di Indonesia adalah sebagai perlindungan hukum bagi pengguna dan penyelenggara dari jasa P2P Lending tersebut. Hal tersebut diatur secara khusus dalam POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, POJK 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, SEOJK 18/SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, dan SEOJK 21/SEOJK.02/2019 tentang Regulatory Sandbox. Perlindungan hukum penerima pinjaman P2PLending dalam hal terjadinya pelanggaran saat penagihan dapat dibedakan sebagai berikut: Perlindungan bagi penerima pinjaman pada penyelenggara P2PLending legal, yaitu berdasarkan POJK Nomor 18/POJK.07/2018 tentang layanan Pengaduan Konsumen Sektor Jasa Keuangan maka, penerima pinjaman yang merasa dirugikan disaat penagihan dapat terlebih dahulu mengajukan penyelesaian kepada penyelenggara P2P Lending, apabila tidak mendapat kesepakatan maka penerima pinjaman dapat melakukan upaya hukum melalui litigasi maupun non litigasi dan apabila tidak ada upaya hukum non litigasi dapat melakukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan. Perlindungan bagi Penerima pinjaman pada P2P Lending illegal tidak mengikuti aturan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan, sehingga tidak tersedia lembaga khusus untuk menampung pengaduan penerima pinjaman, maka bentuk perlindungan hukum yang diberikan akan menyesuaikan dengan tindakan pelanggaran petugas penagihan terhadap peraturan perundangan-undangan yang ada.

This thesis discusses the legal protection for loan recipients against the violations of the peer to peer lending (P2P Lending) billing mechanism by examining the regulations governing the P2P lending in Indonesia, and the legal protection for loan recipients against the violations of billing mechanisms in P2P lending. The method used is a normative juridical literature method with qualitative data processing techniques, resulting in descriptive-analytical research. The result concluded that the regulation regarding peer to peer lending in Indonesia serves as legal protection for users and operators of the P2P Lending service. This is specifically regulated in POJK 77/POJK.01/2016 regarding Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, POJK 13/POJK.02/2018 regarding Digital Financial Innovation in the Financial Services Sector, SEOJK18/SEOJK.02/2017 regarding Governance and Information Technology Risk Management in Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, and SEOJK 21/ SEOJK.02/2019 regarding Regulatory Sandbox. The legal protection for P2P Lending loan recipients in the event of a violation during the billing process can be distinguished as follows: Protection for loan recipients at legal P2P Lending operators based on POJK Number 18 / POJK.07 / 2018 regarding Consumer Complaint services in the Financial Services Sector. The loan recipients who feel disadvantaged during the billing process can first submit a settlement to the P2P Lending organizer. If there is no agreement, the loan recipient can take legal action through litigation and non-litigation, and if there is no non-litigation legal remedy, he can file a complaint with the Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan, OJK). Protection for loan recipients in illegal P2P lending does not follow the rules set by the Financial Services Authority. Therefore, no institution will accommodate complaints from loan recipients. Thus, the form of legal protection provided will be adjusted to the actions conducted by billing officers that violated the existing laws and regulations"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>