Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185159 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumaryadi
"Sebagai seorang prajurit TNI AL khususnya Korps Marinir yang sedang mendapat tugas di daerah konflik di Nanggroe Aceh Darussalam, banyak sekali konsekuensi yang harus dihadapi. Konsekuensi negatif yang mereka hadapi selama bertugas di daerah konflik berpotensi menimbulkan stres, sehubungan dengan tugas mereka dalam menjaga stabilitas dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesi dari ancaman Gerombolan Sparatis Aceh. Tugas dan tanggungjawab mereka sebagai seorang prajurit dituntut untuk selalu sigap dan tanggap terhadap segala kemungkinan yang terjadi di lapangan. Tugas dan tanggungjawab yang berat di tambah lagi dengan medan tugas yang rawan dan cukup silit membuat para prajuri cukup rentan terhadap terjadinya stres, Penelitian ini lebih difokuskan pada kondisi yang dapat menimbulkan stres atau penyebab timbulnya stres (stressor).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres anggota prajurit Korps Marinir selama bertugas di daerah konflik di NAD. Penelitian ini dilakukan di Brigede 2 Marinir Cilandak dengan sampel anggota Maririr yang baru pulang dari penugasan di NAD. Pada penelitian ini jenis sumber stres yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan alat ukur adalah pembagian jenis sumber stres menurut Sarafino (1994). Sumber stres menurut Sarafino tersebut terbagi atas tigas jenis, yakni sumber stres yang berasal dari diri sendiri, keluarga dan komunitas dan masyarakat (lingkungan).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata sumber stres yang berasal dari diri sendiri dan keluarga yang potensial menimbulkan stres dibandingkan dengan sumber stres yang berasal lingkungan. Perbedaan yang signifikan terjadi pada l.o.s. 0.05 pada anggota Marinir yang sudah menikah dan pada mereka yang bertempat tinggal di luar kesatuan (kontrak) dan yang tinggal di rumah dinas. Sumber stres dari keluarga pada anggota yang sudah menikah lebih besar dibandingkan dengan anggota yang belum menikah. Hal ini disebabkan karena beban keluarga yang ditanggung oleh mereka yang sudah menikah lebih besar.
Dari penelitian ini juga ditemukan perbedaan yang signifikan pada anggota yang bertempat tinggal di rumah dinas dan yang tinggal di luar kesatuan (kontrak). Sumber stres yang terjadi pada kedua kelompok ini lebih potensial terjadi dibandingkan dengan anggota Marinir yang belum menikah (tidur dalam) dan anggota yang bertempat tinggal di rumah sendiri. Hal ini dikarenakan anggota yang tinggal di rumah dinas dan yang kontrak mempunyai beban yang lebih besar dibandingkan dengan anggota yang tidur dalam dan yang tinggal dirumah sendiri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmat Dartono
"Penugasan di daerah konflik mempunyai banyak konsekuensi yang harus dihadapi oleh anggota Brimob yang sedang mendapat tugas. Konsekuensi negatif yang dihadapi berpotensi menimbulkan stres pada anggota Brimob tersebut. Agar mereka bisa tetap survive selama bertugas maka mereka harus mengembangkan strategi coping untuk mengatasi stres yang dihadapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres anggota Brimob selama bertugas di konflik Aceh dan strategi coping apa yang paling banyak digunakan. Penelitian ini dilakukan di Mako Korps Brimob Kelapa Dua dengan sampel anggota Brimob yang baru pulang dari penugasan di Aceh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber stres anggota Brimob selama bertugas di Aceh terdiri dari sumber stres fisiologis, psikologis, dari dalam diri, dari keluarga dan dari lingkungan. Keluarga dan lingkungan ternyata lebih potensial menjadi sumber stres. Diikuti kemudian sumber stres fisiologis, psikologis, dan dari dalam diri. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa sumber stres dari keluarga pada anggota Brimob yang sudah menikah lebih besar dibandingkan yang belum menikah. Hal ini disebabkan beban keluarga yang ditanggung oleh mereka yang sudah menikah lebih besar. Mengenai strategi coping, ternyata anggota Brimob menggunakan ketiga strategi coping yang ada yaitu Problem-Focnsed Coping, Emotion- Focused Coping, dan Maladaptive Coping.
Namun demikian Problem- Focnsed Coping lebih banyak digunakan oleh anggota Brimob selama bertugas di Aceh, kemudian diikuti Emotion-Focused Coping dan Maladaptive Coping. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa anggota Brimob yang berpangkat Perwira lebih banyak menggunakan Problem-Focnsed Coping dibandingkan yang berpangkat Bintara maupun Tamtama. Fenomena ini disebabkan karena fungsi, peran, dan tanggung jawab seorang Perwira yang dituntut untuk menyelesaikan setiap masalah secara efektif. Anggota Brimob yang pernah bertugas di daerah konflik juga lebih banyak menggunakan Problem-Focnsed Coping karena mereka sudah terbiasa dengan lingkungan penugasan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarahmatun Kusminarin
"Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana hubungan antara tingkat stres pada dimensi stres dalam pekeijaan polisi dan karakteristik kepribadian beradasarkan Myers Briggs Type Indicator pada anggota brimob Polri yang pernah mendapat tugas di daerah konflik Aceh. Selain itu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui preferensi kepribadian dan temperamen berdasrkan Myers Briggs Type Indicator dari anggota Polri yang bertugas di Aceh dan tingkat stres yang mereka alami.
Subyek penelitian ini adalah anggota Korps Brimob Polri yang pernah melakukan dinas ke daerah konflik Aceh, namun pada penelitian ini subyek berada pada Mako Korps Brimob Kelapa Dua dan jumlah keseluruhan subyek adalah 96 orang. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur. Alat pertama yaitu untuk mengukur tingkat stres pada masing-masing dimensi stres pada pekeijaan polisi, yang merupakan pengembangan dari hasil penelitian mengenai stres pada anggota Brimob Polri yang bertugas di daerah konflik Aceh oleh Dartono (2003) dan sebagai tambahan dimasukan juga tingkat stres pada situasi kondisi perang. Alat tes kedua hasil adaptasi dari Myers Briggs Type Indicator Form M self scoreable yang sebelumnya telah digunakan dalam skripsi Yulistia (2003) yang kemudian dilakukan revisi mengingat karakteristik subyek dengan tingkat pendidikan yang berbeda.
Selain itu dimasukan juga data tambahan sebagai data control untuk melihat variasi demografi subyek, hal ini dilakukan karena stres juga dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar karakteristik kepribadian yang akan diteliti. Pengolahan data adalah dengan menentukan preferensi subyek dan menentukan temperamennya, kemudian dianalisa dengan melakukan perhitungan korelasi dengan tingkat stres sehingga diperoleh gambaran umum hubungan keduanya.Untuk melihat hubungan antara preferensi dari Myers Briggs Type Indicator dengan tingkat stres digunakan teknik korelasi Spearman dan untuk temperamennya digunakan analisis statistik Anova one-way.
Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa mayoritas subyek penelitian memiliki preferensi kepribadian extravert, sensing, feeling dan judging. Temperamen subyek penetian yang paling banyak adalah sensing-judging atau dengan istilah lain dalam Keirsey & Bates (1978) adalah guardian. Dari hasil perhitungan tingkat stres itu sendiri dengan menggunakan median sebagai batasan untuk menentukan apakah subyek termasuk kedalam tingkat stres tinggi atau rendah, didapatkan hasil bahwa dari semua dimensi rata-rata subyek berada pada tingkat stres yang rendah. Setelah dilakukan perhitungan statistik dengan teknik korelasi Spearman untuk mencari hubungan preferensi dengan tingkat stres pada semua dimensi stres, ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi T-F dengan stres bahaya nyata 0.252), stres perasaan bahaya (r= -0.282), stres melakukan sesuatu diluar kewenangan (r= -0.225), stres kehidupan yang kurang layak (r= -0.356) dan stres terisolasi (r= - 0.258). Sementara perhitungan anova one-way tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara temperamen kepribadian dengan semua tingkat stres pada masing-masing dimensi stres.
Dari hasil analisa tambahan mengenai karakteristik demografi dari subyek diperoleh gambaran mengenai hubungan antara lama dinas subyek dengan tingkat stres pada jam kerja yang tidak teratur dan stres merasa terisolasi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik kepribadian memiliki hubungan dengan tingkat stres pada dimensi stres pekeijaan polisi pada anggota Brimob yang pernah bertugas di daerah konflik Aceh. Namun untuk melihat lebih jauh mengenai hubungan ini diasumsikan dapat dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara yang mendalam dengan subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feera Agustina Handiyani
"ABSTRAK
Sampai saat ini kontradiksi mengenai status pernikahan dan kaitannya
dengan stres kerja masih berlanjut. Begitu banyak penelitian yang menyatakan
bahwa mereka yang telah menikah dinilai lebih baik secara fisik maupun
psikologis, namun begitu banyak pula penelitian yang menyakana bahwa mereka
yang telah menikah cenderung mengalami beberapa keadaan yang malah dapat
memacu timbulnya stres kerja. Sementara itu penelitian mengenai individu yang
masih melajang juga mengalami kontradiksi. Contohnya Hurlock (1980) yang
menyatakan bahwa mereka yang melajang cenderung lebih konsentrasi terhadap
pekerjaan dan berhasil dalam jenjang karir. Sementara kontradiksi datang dari
beberapa peneliti diantaranya Newman & Newman (1990) yang menyatakan
bahwa mereka yang melajang kurang sukses dibandingkan mereka yang telah
menikah dan Gove (dalam Cooper & Payne, 1981) yang mengatakan bahwa
mereka yang melajang memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
mengalami gangguan mental. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran stres keija pada
anggota Sat I / Gegana, dengan cara melihat sumber-sumber stres keija,
penghayatan, dan skor stres keija pada anggota yang sudah menikah dan anggota
yang belum menikah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara incidental
sampling. Subyek penelitian ini adalah para anggota Sat I / Gegana yang bertugas
di markas Kelapa-Dua Depok dan berada di sana pada saat penelitian
berlangsung, serta tercatat aktif dalam menjalankan tugas di lapangan.
Subyek penelitian dibagi ke dalam dua kelompok yaitu menikah dan
belum menikah. Untuk pengambilan data dilakukan dengan pemberian kuesioner
berskala 1-6. Penyusunan item kuesioner didasarkan pada teori Abelson (dalam
Everly, Dusek, & Girdano, 1993).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua sub stressor dalam
dimensi stressor organisasi dialami atau dianggap sebagai sumber stres oleh para
anggota Sat I / Gegana. Sementara itu dalam penghayatannya, terdapat perbedaan
skor yang signifikan pada stressor organisasi. Penelitian juga menunjukkan
adanya perbedaan skor stres keija yang signifikan pada kedua kelompok subyek.
Penelitian ini masih memerlukan penelitian lanjutan dengan memperbaiki
alat ukur, yaitu menambah jumlah item kuesioner sehingga jumlah item pada tiap
dimensi stressor seimbang. Selain itu akan lebih baik bila jumlah subyek
penelitian diperbanyak dan dilakukan wawancara kepada beberapa subyek
penelitian untuk memperoleh data kualitatif yang cukup mendalam dan
mendukung hasil penelitian yang lebih baik."
2003
S3312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Damayanti
"Menjadi pegawai sebuah perusahaan multinational di bidang MIGAS memang merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Namun bila pekerjaan tersebut harus dilakukan di daerah yang sedang mengalami konflik, merupakan masalah tersendiri. Menjadi pekerja di daerah konflik memang sering menimbulkan dilema. Di lain pihak, pekerjaan tersebut sangat kita butulikan, namun di pihak lain kita berhadapan dengan situasi atau kondisi yang sedang konflik, seliingga hal tersebut menimbulkan stres. Daerah konflik memang menimbulkan stres, karena kondisi-kondisi atau kejadian yang ada di lingkungan merupakan kondisi yang mengancam, merusak atau membahayakan dirinya. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik ingin mengetahui gambaran sumber stres yang dialami oleh para pekerja di daerah konflik tersebut. Setelah kita mengetahui apa sumber stresnya, penulis juga tertarik untuk mengetahui tentang kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para pekerja untuk menanggulangi stres tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga dibahas tentang coping stres para pekerja tersebut.
Sebagai dasar dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan teoriteori yang berkaitan dengan sumber stres dan coping stres. Untuk sumber stres, penulis menggunakan teori dari Safarino (1994) tentang sumber-sumber stres. Menurut Safarino ada 3 jenis stresor, yakni yang berasal dari diri sendiri, keluarga serta komunitas dan masyarakat. Sedangkan untuk strategi coping stres, teori yang digunakan adalah dari Lazarus (1976) dan Steptoe (dalam Cooper dan Payne, 1988) terbagi atas dua orientasi, yaitu: problem-focused coping (coping berorientasi masalah) dan emotion-focused coping (coping berorientasi emosi).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan kondisikondisi yang dinilai paling potensial menimbulkan stres adalah yang berasal dari komunitas dan masyarakat, karena merupakan tempat yang dapat mengancam, merusak atau membahayakan dirinya, keluarganya serta masyarakat sekitarnya. Jadi situasi lingkungan yang mengalami konflik inilah yang menimbulkan stres bagi para pekerja. Kemudian stresor yang dianggap dapat menimbulkan stres yang berasal dari keluarga berada pada urutan kedua, sedangkan stresor yang berasal dari diri sendiri berada pada urutan yang yang terakhir. Untuk coping stres, hasilnya adalah ternyata kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada emosi lebih efektif dalam menanggulangi stres daripada yang berorientasi pada masalah. Hal ini dilakukan karena mereka menganggap tidak ada solusi yang bisa mereka lakukan untuk mengatasi konflik di daerahnya. Hal ini menyangkut isu politik yang berkepanjangan seliingga mereka lebih memilih cara mengatasi stres yang berorientasi pada emosi untuk mengatur emosi yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh stressor."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwi M.
"Kualitas tidur yang buruk dipercaya dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, dan kognitif. Penelitian ini membahas tentang hubungan kualitas tidur mahasiswa dengan tingkat stres, kecemasan, dan depresi. Desain yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan potong lintang. Penelitian ini melibatkan 220 mahasiswa keperawatan sebagai responden yang dipilih dengan teknik stratified random sampling. Instrumen yang digunakan adalah Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat kecemasan (p<0.001), tetapi tidak ada hubungan kualitas tidur dengan stres dan depresi (p=0,12; p=0,086). Akan tetapi, ditemukan bahwa mahasiswa berkualitas tidur buruk memiliki tingkat stres dan depresi yang lebih tinggi. Kegiatan untuk menurunkan tingkat kecemasan, stres, dan depresi yang tepat perlu diprogramkan secara terstruktur di program studi, dan perlu penelitian lebih lanjut tentang terapi yang tepat untuk meningkatkan kualitas tidur.

Poor sleep quality is believed can affect the physical, psychological, and cognition. This study aimed to determine the correlation between sleep quality and levels of stress, anxiety, and depression. Design of this study was analytical with cross sectional approach. This study used Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) and Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21) as instruments. There were 220 nursing students who participated and chosen by stratified random sampling technique. The results showed there were an association between sleep quality with levels of anxiety (p<0,001). Although, there were no correlation between sleep quality with stress and depression (p=0.12 and p=0.086), it was found that students which have bad sleep quality also have the higher level in stress and depression. The structured activities to reduce levels of anxiety, stress, and depression should be programmed by study program. Researcher suggested for next research to explore how to improve sleep quality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadani Yandika Fitri
"Banyaknya stressor di Lembaga Pemasyarakatan memunculkan tingkat stres serta penggunaan strategi koping yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat stres dan strategi koping yang digunakan pada anak didik pidana di Lapas Anak Pria Tangerang. Desain penelitian yang digunakan yaitu deskriptif sederhana dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan teknik accidental sampling. Instrumen penelitian tingkat stres yang digunakan diadaptasi dari Hamdiana (2009), sedangkan instrumen strategi koping merupakan modifikasi dari Ways of Coping Questionnaire (Lazarus & Folkman, 1986). Responden dalam penelitian ini sebanyak 81 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anak didik pidana berada pada tingkat stres sedang (53,1%). Adapun jenis strategi koping yang paling sering digunakan oleh anak didik pidana yaitu emotion focused coping (54,49%). Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi bagi perawat untuk bekerja sama dengan pihak Lapas Anak Pria Tangerang dalam meminimalisir stres yang dirasakan anak didik serta untuk memfasilitasi anak didik dalam menerapkan kopingnya.

The number of stressors in prison led to different stress levels and coping strategies. This study aimed to identify the level of stress and coping strategies that young male inmates used in Young Male Prison of Tangerang. Simple descriptive research design used in this research with descriptive cross sectional approach and using accidental sampling technique. Stress level research instrument was adapted from Hamdiana (2009), while coping strategy reasearch instrument was a modification of Ways of Coping Questionnaire (Lazarus & Folkman, 1986). Respondents in this study were 81 young male inmates. The results showed that the majority of the young male inmate having an intermediate stress level (53,1%). The coping strategies most often used by young male inmates is emotion focused coping (54,49%). The results of this study provides recommendation for nurses to cooperate with Young Male Prison of Tangerang to minimize the stress felt by young male inmates and to facilitate young male inmates in applying their coping.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56233
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelviana Febi Christyanti
"Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan stres dan coping yang dialami oleh ibu setelah anaknya coming out tentang orientasi seksualnya sebagai seorang gay. Teori stres dan coping yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori stres dari Lazarus dan Folkman. Lazarus (1976) mengatakan bahwa apabila suatu keadaan atau situasi yang rumit tersebut pada akhirnya dirasakan sebagai keadaan yang menekan dan mengancam serta melampaui sumber daya yang dimiliki individu untuk mengatasinya, maka situasi ini dinamakan stres. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Auberbach, 1998), strategi coping terbagi menjadi dua kategori yaitu coping terpusat masalah (problem-focused coping) dan coping terpusat emosi (emotion-focused coping). Masing-masing strategi coping dibedakan dalam 5 variasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. Adapun karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah seorang ibu yang memiliki anak kandung gay yang telah coming out. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak tiga orang.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga subjek, yang memiliki anak gay yang sudah coming out, menghadapi beberapa kondisi dan situasi yang dinilai sebagai sumber stres. Ketiga subjek menampilkan kedua strategi coping, yaitu coping terpusat masalah (problem-focused coping) dilakukan bila menghadapi situasi yang dapat dicari pemecahannya atau dapat diubah, dan coping terpusat emosi (emotion-focused coping) yang ditampilkan dalam menghadapi emosi negati.
This research aims to describe stress and coping among mothers whose son openly admits (to his mother) that he is a homosexual. The theoretical orientation of this research is based on Lazarus and Folkman?s theory. According to this theory, when a stressful event occurs, people usually evaluate how much it threatens their well-being and judge their ability to deal with the consequences (Lazarus, 1976). There are two strategies of coping, problem-focused coping and emotion-focused coping (Lazarus & Folkman, on Auberbach, 1998). Those two major coping strategies further differentiate into ten minor coping styles, five minor styles for each major style.
This investigation is conducted using qualitative approach. Interviews and observations are used to gather the data. There are three participants in this study, and each of them fit the characteristic of participants, which is they have a gay son that already coming out.
Result shows that every participants experience stress. Further, in their coping, they using both of the major coping strategies. Problem-focused coping consists of efforts to alter, deflect, or in some way manage the stressor itself through direct action, while emotion-focused coping was used to deal with negative emotions.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Arista Akbar
"Orang tua dengan anak tunaganda memiliki peran dan tugas yang lebih berat dibandingkan orang tua dengan anak normal. Mereka harus menerima realita memiliki anak tunaganda, mereka harus bisa membela hak anaknya dan masih banyak lagi peran yang berpotensi menjadi sumber stres untuk orang tua. Bagaimana orang tua berespon terhadap kondisi yang sulit tersebut menjadi penentu berhasil atau tidaknya anak berkembang secara maksimal. Penelitian ini berusaha untuk melihat gambaran stres dan juga stretegi coping orang tua dengan anak tunaganda. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dimana pengambilan datanya dilakukan dengan metode wawancara. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah tiga orang tua yang memiliki anak tunaganda yang berdomisili di Jakarta. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sumber stres yang ada dalam setiap diri subyek dan juga mereka anggap paling berat berkaitan dengan kondisi anak mereka yang menyandang tunaganda. Setiap subyek mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya terutama berkaitan dengan hal kemandirian. Dari berbagai sumber stres yang mereka alami, cara coping yang paling banyak digunakan adalah planful problem-solving yang merupakan bagian dari problem-focused coping.

Parents with multiple disabilities children have more responsibility for their children than other parents whose children are normal. As parents, They must have to face the reality, they must fight about their children's rights and many other tasks that potentially become some stressors for the parents. How parents react with any difficult conditions will give a big influence for their children to be able to grow up. This research tried to see the description of stress and coping strategy of parents with multiple disabilities children. This research use qualitative method with interviewing method to take the data . Participants whose involved in this research were three parents with multiple disabilities children in Jakarta. The result of this research, was found that the most difficult stressor for parents are about their children?s condition. Participant have worried about the future of their children, especially about their independency. From all stressors have been around, the most coping strategy that has been used was planful problem-solving. This coping strategy is a part of problem-focused coping.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"The purpose of this article is to discuss the different views of how to manage stress, related to increasing job performance. Stress is needed to drive individual motivation to achieve expected level of performance, as well l as to increase productivity...."
TEMEN 4:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>