Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55857 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amien Rahardjo
"ABSTRAK
Untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik di Indonesia khususnya di PUlau Jawa yang semakin meningkat, maka Pemerintah dalam hal ini Perusahaan Umum Listrik Negara telah melaksanakan pembangunan jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTET) 500 kV, yang saat ini sudah terhubung antara PLTU Suralaya (Jawa Bagian Barat) sampai PLTU Paiton (Jawa Bagian Timur) dalam sistem interkoneksi Jawa-Bali, yang melintasi pemukiman penduduk, persawahan, ladang, dan lain-lain.
Dengan pengoperasian SUTET 500 kV tersebut akan muncul persoalan antara lain mengenai pengaruh medan listrik dan medan magnet, serta munculnya fenomena tegangan tinggi (gejala korona), yang apabila melampaui ambang batas tertentu dikhawatirkan dapat memberikan dampak negatif terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya.
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka dalam pengoperasian jaringan 500 kV tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang telah terjadi melalui studi Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL).
Untuk mengetahui apakah dalam pengoperasian SUTET tersebut menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan sekaligus untuk mempersiapkan langkah-langkah pengaman dan memperkecil dampak yang merugikan, maka dalam makalah ini akan dibahas salah satu aspek persoalan tegangan tinggi, yaitu menyangkut timbulnya korona dan kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan berupa gangguan radio (Interferensi radio), gangguan berisik (audible noise) dan rugi-rugi korona dalam bentuk panas."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
F. Gunarwan Suratmo, 1936-
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988
333.7 GUN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A. Tutut Subadyo
"ABSTRAK
Pembangunan gedung berdinding kaca refleksi di Jakarta akhir-akhir ini semakin popular. Pertimbangan yang sering diketengahkan dalam penggunaan kaca refleksi untuk dinding luar gedung tersebut adalah beban stnrkturalnya lebih ringan, waktu pelaksanaan yang cepat, biaya yang relatit lebih murah den unsur-unsur arsitektural lainnya. Hal lain yang banyak dijadikan dasar oleh pengembang adalah makna respansif yang dimunculkan oleh daya tarik dinding kaca yang menampilkan kesan mewah sehingga menjadi penarik mined konsumen.
Keadaan ini merupakan fenomena yang menarik, karena semakin banyaknya gedung berdinding kaca tersebut mengundang beberapa permasalahan yang sating dipertanyakan yaitu dampaknya terhadap lingkungan sekitar gedung.
Penggunaan kaca reFleksi pada satu sisi dapat meminimisasikan beban panas dan silau ke dalam ruangan, namun di sisi lain pantulan radiasi matahari dari dinding kaca tersebut akan mempengaruhi tingkat kesilauan dan perilaku termal di sekitar gedung.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk
1. Mengetahui besaran pantulan energi radlasi matahari dart gedung berdinding kaca refleksi di Jakarta.
2. Mengetahui apakah pantulan radiasi matahari dari gedung berdinding kaca refleksi mengakibatkan kesilauan dan perubahan keadaan termal (suhu) lingkungan sekitarnya.
3. Mengetahui bagaimana tanggapan/persepsi masyarakat di sekitar gedung terhadap dampak yang terjadi karena perubahan termal dan visual lingkungan sekitarnya.
Dari permasalahan tersebut, hipotesis yang diajukan adalah:
1. Pantulan radiasi matahari dari gedung berdinding kaca refleksi, dengan gelombang panjang akan memanaskan dan menyebabkan kenaikan suhu udara daerah di sekitar gedung.
2. Pantulan radiasi matahari dari gedung berdinding kaca refleksi, dengan gelombang pendek (cahaya dampak) akan mengakibatkan kesilauan.
3. Masyarakat di sekitar gedung kaca telah merasakan adanya dampak yang terjadi karena pantulan radiasi matahari dan gedung berdinding kaca refleksi
Obyek penelitian terdiri dari gedung berdinding kaca refleksi dan masyarakat sekitar gedung tersebut Lokasi penelitian di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Jenis peneitian ini adalah deskriptif eksploratif, dengan sampel yang ditentukan secara sengaja (purposif).
Gedung yang diteliti adalah Bank Bumi Daya Plaza Jalan Imam Bonjol No. 61, Kuningan Plaza Jalan H R. Rasuna Said Kav. C 11-14, Lippo Life Jalan H R. Rasuna Said Kav. B-10, Wisma BRI II Jalan Jenderal Sudrman Kav. 44-46, dan Wisma GKBI Jalan Jenderal Sudirman.
Sedangkan masyarakat yang djadkan responder adalah mereka yang berada dalam radius daerah pantul gedung kaca dan pada saat terjadnya peristiwa pantulan berada di lokasi.
Peneltian diaksanakan sejak bulan Juni 1996, sedangkan pengukuran fisik (suhu dan silau di lapangan dakukan pada tanggal 14 September 1996 sampai dengan 28 September 1996.
Penyebaran kuesioner, wawancara dan observasi diaksanakan pada bulan September dan Oktober 1996.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) data intensitas radiasi matahari global horisontal kota Jakarta selama 31 tahun, (2) suhu udara di sekitar gedung, (3) silau I luminasi gedung kaca, dan (4) respon I persepsi masyarakat sekitar gedung terhadap perubahan aspek termal dan visual akibat pantulan radiasi matahari dari gedung kaca.
Jumlah data intensitas radasi matahari global horisontal kota Jakarta yang diolah adalah 4. 176, suhu udara sekitar gedung yang diukur sebanyak 1.656, silau dari gedung kaca yang diukur sejumlah 960, dan masyarakat sekitar gedung sebanyak 60 responden. Analisis data dilakukan secara analitik matematik, deskriptif, uji statistik chi-square, anova dan grafik garis.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut
1. Intensitas pantulan radiasi matahari dari gedung berdinding kaca refleksi secara akumulatif sangat potensial dalam mempengaruhi energi panas karena konveksi dari Binding kaca dan kalor (bahang) yang diserap kaca untuk menaikkan suhu udara daerah yang terkena pantulannya. Besaran IR tersebut ditunjukkan oleh nilai maksimum dari Wisma GKBI (91.40 watt/m2), Wrsma BRI II (95.75 watt/m2), BBD Plaza (99.64 watt/m2), Kuningan Plaza (134.97 watt/m2), dan Lippo Life (140.47 watt/m2).
2. Pantulan radlasi atahari dari gedung berdinding kaca refleksi dengan gelombang panjang (infra marsh) memanaskan daerah sekitar gedung dan menyebabkan kenaikkan suhu udara. Pada daerah terkena pantulan terjadi kenaikan suhu yang ditunjukkan oleh selisih meratanya dengan daerah tidak terkena pantulan sebesar 1.4° C (c t 2.0° C). Hasil pengukuran juga memperahatkan adanya gradien horisontal dan vertikal. Pada jarak 15 m dari dinding gedung pengaruh pantulan terhadap suhu udara sangat nyata, sedangkan pada jarak 25 meter suhu udara sudah tidak memperfhatkan adanya pengaruh pantulan.
3. Pantulan radlasi matahari dari gedung berdinding kaca refleksi dengan gelombang pendek (cahaya tampak) menimbulkan kesilauan. Nilai luminasi kaca reratanya mencapai 15.67 x 106 c d/m2 (23.16 % dari luminasi langit) minimumnya 4.37 x 10s cd/m2 (6.2 % dari luminasi langit) terjadi di gedung Bank Bumi Daya Plaza pada kaca miring saat periode pengukuran jam 09.30 - 12.00 dan maksimum 28.46 x 106 c d(m2 (40.21 % dari luminasi langit) terjadi di gedung Kuningan Plaza. Semua nilai luminasi ada diatas ambang nilai `borderline comfort and discomfort glare'. Pada saat kondesi matahari kelihatan (langit cerah -awan putih) daerah yang terkena pantulan merupakan daerah silau.
4. Masyarakat di sekitar gedung telah merasakan adanya dampak pantulan radiasi matahari dari gedung berdinding kaca refleksi. Hal ini dtunjukkan oleh tanggapannya terhadap semua aspek dampak yang dirasakan mengganggu dan mengurangi kenyamanan, ditinjau dari latar belakang pendidikan, lama tinggal, jenis kelamin dan umur. Prosentasi tanggapan terkecil adalah 28.6 % (lama tinggal < 1 tahun vs silau) dan terbesar 93.4 % (pendidikan S1 vs kenyamanan). Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil uji hubungan antara variabel bebas (tingkat pendidkan, lama tinggal, jenes kelamin dan umur) dengan variabei terikat (pantulan panas, gangguan silau, dan berkurangnya kenyamanan) dimana dari 12 hubungan, 9 hubungan menunjukkan signifikansi dan hanya 3 hubungan (pendidikn vs silau, lama tinggal vs pantulan panas dan umur vs pantulan panas) yang memperilihatkan tidak adanya hubungan. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengukuran fisik (termal dan visual) yang dperoleh.

ABSTRACT
Construction of reflected curtain wall buildings in Jakarta recently is becoming popular. Consideration to use reflected curtain wall is primarly on its light structural load, quick implementation, cost eficiency, and other architectural elements. Curtain walls are non structured glass walls that are used mostly for facing tall buildings. Another important consideration in using the reflected curtain wall is related to its luxurious image which attract consumers.
This is very interesting phenomenon because the use of that material has produced impact to the surrounding environment On one aspect, the use of reflective glass (curtain wail) reduces the weight heat and minimizes sun glare in the budding. However, solar radiation reflection from curtain wall to surrounding area could change thermal and visual characteristics as well as pleasant environment based on the problems above, this research intend :
1. to determine the magnitude of energy of reflected solar radiation from curtain wall building in Jakarta.
2. to figure out whether reflected solar radiation from the curtain wall building could cause thermal change (air temperature) and sun glare to surrounding environment
3. to determine community perception surrounding the building about the impact of reflected solar radiation in relation to the changing in thermal, visual, and the pleasant of the environment
Hyphotesis used in this research included :
1. Reflection of long wave solar radiation (infra red) from curtain wall building increases surrounding air temperatur.
2. Reflection of short wave solar radiation (visible fight) from curtain wall building cause high glare.
3. Community surrounding the curtain wall building has felt the impacts of reflected solar radiation from the building.
The object of this research is curtain wall buildings and the community surround. The research is located in Jakarta Pusat and Jakarta Selatan. The type of research is descriptive explorative with purposive sampling.
The budding object to the research is Bank Bumi Daya Plaza, Jalan Imam Bonjol No. 61; Kuningan Plaza, Jalan H.R. Rasuna Said Kav. C 11-14; Lippo Life Building, Jalan H.R. Rasuna Said Kav. B-10; Wisma BRI II, Jahn Jenderal Sudirman Kav. 44-46 ; and Wisma GKBI, Jalan Jenderal Sudirman.
The research was carried out in June 1996, while the physics measurement (air temperature and luminance) was underway on 14 - 28 September 1996. The questionaire distribution, interview,and observation was taken in September and October 1996.
The data being collected included (1) 31 years serial data of intensity of global horizontal solar radiation of Jakarta; (2) air temperature surrounding the building; (3) lumination of curtain wall bung; and (4) response or community perception surrounding the budding towards change in thermal, visual, and pleasant aspect due to reflection of solar radiation.
The available number of data on global horizontal solar radiation intensities of Jakarta were used for the calculation is 4176, while the number of data on air temperature and lumination of budding is 1656 and 960 respectively. The number of respondent of community surrounding the building is 60. Data was analyzed using mathematical approach, descriptive analysis, chi-square test, anova and One graphics analysis.
The study reveals the following :
1. Intencity of reflected solar radiation from curtain wall the building accumulatively Is very potential In influencing convection heat energy from the curtain wall and calor absorbed by the glass Increased temperature of the area subject to reflection. The intencity of reflected solar radiation (IR) magnitude is shown by maximum value from Wisma GKBI (91.40 watt/rn2), Wisma BRI II (95.75 wattlm2), BBD Plaza (99.64 wattlm2), Kuningan Plaza (134.97 watt/m2), and L.ippo Life (140.47 watt/m2).
2. Reflection solar radiation from the curtain wall building with long wave improved temperature surrounding hence increases air temperatur. Increased in temperature has occured in area subject to reflection which is seen by the 1.4° C (°o ± 2.0° C) different from the area of non subject of reflection. The measurement also revealed horizontal and vertical gradient On 15 meter distance of the wall, the influence of reflection on air temperature is significant, but not from 25 meter distance.
3. Reflection solar radiation from the curtain wall building with short wave cause serious glare. The average value of glass Iuminatioon reached 15.67 x 106 cdlm2 (23.16 % from sky lumination) with minimum of 4.37 x 106 cdlm2 (6.2 % from sky lumination) occured in Bank Bumi Daya Plaza on slope glass during lime of measurement of 09.00 - 12.00 AM. The maximum 28.46 x 106 cdlrn2 (40.21 % from sky iuminatlon) occured in gedung Kuningan Plaza. Ai lumination values are above the standard of borderine comfort and discomfort glare. During clear sky, area being laminated is glare area. The size of glare area is depending upon the building tallness and orientation direction of building.
4. Community at surrounding the building has felt the impacts of reflection solar radiation on the local environment. This could be seen from the response in which most community felt that the reflection has heat reflection, glare and reduced their comfort (minimum procentage 28.6 %, length of stay < 1 year vs glare and maximum 93.4%, 51 education vs comfort). The analysis examines the relationship between Independent variables (education, length of stay, sex, and age) and dependent variables (heat reflection, glare, and a reduction of comfort). The result shows that from 12 relationship, 9 relationship showed significant relation, and only 3 relationship (education vs glare, length of stay vs heat reflection, and age vs heat) showed otherwise. That measurements supported by physics measurement (thermal dan visual).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Prabowo Soedarso
"Secara umum tujuan penelitian yang dilaksanakan adalah untuk mencari jawaban mengapa hukum lingkungan (terutama hukum mengenai Amdal) tidak efektif dalam pelaksanaannya, dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal itu. Sebagai suatu studi hukum negara maka penelitian hukum ini adalah dalam rangka mencari jawaban terhadap pertanyaan how to bring the law into efective implementation dengan menggunakan kajian normatif. Hal-hal tesebut di atas kemudian dirumuskan dalam berbagai pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Apakah terdapat sinkronisasi dan harmonisasi hukum di antara peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan pada umumnya dengan berbagai peraturan yang ada di bawahnya terutama yang mengatur tentang Amdal?
b. Kelemahan-kelemahan apa sajakah yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan khususnya yang mengatur tentang Amdal sebagai hukum positif (ius constitutum) dalam rangka pembangunan hukum (ius constituendum)?
c. Faktor-faktor apa sajakah yang secara normatif akan dapat mempengaruji derajat penegakan hukum Amdal, apabila secara normatif peraturan tersebut diimplementasikan?
Penelitian tentang penegakan hukum dalam kaitannya dengan pelaksanaan analiis mengenai dampak lingkungan, idealnya harus menggabungkan dua jenis atau tipe penelitian, yakni dengan melakukan penelusuran peraturan perundang-undangan sebagai kajian awal atau dasar, dan penelitian lapangan. pada penelitian dengan menelusuri peraturan perundang-undangan dimaksudkan sebagai pegangan teori tentang usaha-usaha dalam menemukan asas-asas hukum (dalam hal ini asas-asas hukum mengenai Amdal). Sedangkan penelitian lapangan dimaksudkan untuk melihat derajat penegakan 'rule of law' dari suatu ketentuan hukum normatif yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan yang harus dianalisis secara empiris.
Berdasarkan bentuk, sifat dan tujuan penelitian hukum normatif tersebut di atas, maka jenis data yang diperlukan untuk dianalisis adalah data yang berupa bahan hukum primer yang mencakup produk legislatif berupa perundang-undangan ang dibentuk oleh pemerintah dengan persetujuan badan legislatif,perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah pusat, terutama yang langsung berkaitan denga pengaturan hukum mengenai pengelolaan lingkungan, khususnya tentang analisis mengenai dampak lingkungan. Disamping bahan-bahan hukum primer tersebut di atas juga dibutuhkan bahan hukum sekunder yang merupakan dan atau berfungsi dalam memberikan petunjuk mengenai bahan hukum primer. Adapun bahan hukum sekunder dalam penelitian hukum normatif ini antara lain berupa hasil karya dari kalangan hukum dan hasil-hasil penelitian hukum lingkungan.
Di samping bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder tersebut diatas, penelitian ini juga memerlukan bahan hukum tersier berupa dokumen-dokumen KA Andal, Andal, RKL, dan RPL dari beberapa studi AMdal.
Adapun maksud dan tujuan penelitian yang dilaksanakan adalah untuk:
1. memahami apakah terdapat sinkronisasi dan harmonisasi hukum antara peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Amdal.
2. Menemukan kelemahan-kelemahan dalam peraturan perundang dalam rangka penegakan hukum pelaksanaan Amdal sebagi hukum positif (ius constitutum) dan bagaimanakah seharusnya dalam rangka pembangunan hukum (ius constituendum).
3. menemukenali faktor-faktor dominan yang dapat mempengaruji derajat penegakan hukum Amdal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
D693
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ashilla Salsabila Medina
"Micro trends merupakan sebuah tren pakaian yang berjalan dengan cepat. Hal ini mendorong para pengecer fast fashion untuk memproduksi pakaian secara massal dan cepat agar dapat sampai ke tangan konsumen secepatnya. Menggunakan metode existing statistics research dan content analysis, penulis memaparkan beberapa negara yang aktif berperan dalam fast fashion dan bagaimana masing-masing negara tersebut mendapati sejumlah kerusakan lingkungan yang terjadi karena proses produksi. Selain itu, penulis juga mengidentifikasi bagaimana peran media sosial sebagai tempat bertukar informasi tentang tren pakaian juga menyebabkan banyaknya pakaian yang terbuang. Menggunakan perspektif environmental justice dan ecological justice dalam green criminology, hasil analisis menunjukkan bagaimana pola produksi dan konsumsi yang ada menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan. Kerusakan-kerusakan ini pada akhirnya berdampak juga terhadap kesejahteraan manusia, terutama kesehatan.

Micro trends are clothing trends that get around very fast. This encourages fast fashion retailers to mass-produce clothes quickly so they can reach consumers as soon as possible. Using existing statistical research method and content analysis, the author describes several countries that play an active role in fast fashion and how each of them finds a number of environmental damages that occur due to the production process. In addition, the author also identifies how the role of social media as a place to exchange information about clothing trends also causes a lot of clothes to be wasted. Using the perspective of environmental justice and ecological justice in green criminology, the results of the analysis show how existing production and consumption patterns cause damage to the environment. These damages will eventually have an impact on human well-being, especially health."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Kasan Praja
"ABSTRAK
Seperti di negara-negara yang sedang berkembang lainnya, kota-kota besar di Indonesia sekarang berada dalam tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat dari laju pertumbuhan ekonominya yang pesat sehingga kebutuhan penduduk untuk melakukan pergerakan pun menjadi meningkat. Peningkatan pemilikan kendaraan pribadi merupakan cerminan hasil interaksi antara peningkatan taraf hidup dan kebutuhan mobilitas penduduk kota. Sayangnya sering terjadi adanya ketidakefisienan dalam penggunaan kendaraan pribadi. Sebagai contoh di Jakarta misalnya tercatat 84% kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya adalah kendaraan pribadi, yang ternyata 45% dari kendaraan tersebut hanya berisi satu orang saja.
Untuk pasca tahun 2000 dengan laju rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 2,19%, diperkirakan penduduk Jakarta akan berjumlah 23,3 juta jiwa dan pada tahun 2015 akan mencapai 32,3 juta jiwa. Akibatnya jumlah perjalanan orang akan meningkat, dengan peningkatan 3,6% pertahun dan pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai 23,7 juta perjalanan perhari. Pada tahun tersebut jumlah kendaraan pribadi akan mencapai lebih dari 4,5 juta buah, karena dari hasil survai terungkap bahwa golongan berpenghasilan tinggi lebih banyak melakukan perjalanan dengan menggunakan mobil pribadi, sedangkan golongan berpenghasilan menengah yang tidak mampu membeli mobil akan memilih sepeda motor atau bus. Dengan semakin meningkatnya tingkat penghasilan maka bila tingkat pelayanan transportasi tidak dinaikan, akan menurunkan perannya dalam membantu memenuhi kebutuhan transportasi perkotaan, sebaliknya pemakaian mobil pribadi akan semakin pesat dan akan menambah problema lalulintas yang telah ada.
Pada saat ini pada beberapa ruas jalan pada koridor tengah tingkat pelayanan jalan sudah berada dibawah batas kecepatan yang direncanakan yaitu kecepatan 60 km/jam sedangkan kecepatan yang terjadi rata-rata dibawah 30 km/jam. Dapat diperkirakan bahwa pada tahun 2000 dan 2010 jumlah kendaraan yang akan melewati koridor tengah cukup tinggi sehingga kalau tidak dilakukan perbaikan sistem transportasi situasinya akan lebih buruk lagi.
Sudah barang tentu keadaan lalulintas seperti itu menimbulkan masalah penurunanan kualitas udara yang serius, karena dengan volume lalulintas yang cukup besar dan kecepatan yang relatif rendah.Hal ini akan menimbulkan pula berbagai masalah bagi penduduk Jakarta.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka memecahkan persoalan transportasi kota telah banyak dilakukan baik dengan meningkatkan dan membangun prasarana transportasi kota, mengatur lalulintas serta menambah armada angkutan umum. Namun sudah merupakan kenyataan bahwa pertumbuhan kebutuhan angkutan kota akibat hasil pembangunan dan urbanisasi masih menuntut pelayanan angkutan yang lebih besar.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh beberapa instansi, terdapat kecenderungan untuk memberikan pelayanan angkutan massal kepada masyarakat.Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemecahan masalah transportasi kota pada umumnya, dapat menggunakan teknologi transportasi Aeromovel sebagai pemecahan yang murah, aman, nyaman dan memenuhi persyaratan lingkungan. Aeromovel adalah sistem transportasi kota yang menggunakan konsep baru dalam sistem menggerakkan kereta. Sistem ini menggunakan tenaga dorong udara yang dihasilkan oleh mesin blower yang dipasang pada lokasi yang strategis sepanjang lintasan Aeromovel, dalam suatu konstruksi yang kedap suara. Blower udara digerakkan dengan tenaga listrik. Sedangkan kebutuhan listrk dalam wagon dicatu oleh sumber yang diatur oleh pusat kendali, dengan jalan menyalurkannya lewat Aeromovel, pada tegangan rendah. Karena bergerak tanpa suatu mesin penggerak, yang berarti tidak akan ada emisi atau polusi yang timbul pada kawasan di mana Aeromovel beroperasi. Ringannya kendaraan akan mengurangi kebisingan dan vibrasi dibandingkan dengan bus, kereta jalan Baja dan jenis moda lainnya. Sebagai gambaran, tingkatan suara yang terjadi hanya sekitar 50dB. Sehubungan dengan masalah-masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pencernaran udara serta dampak sosial akibat lalulintas apabila tidak dilakukan perbaikan sistem transportasi dan untuk mengetahui keuntungan apabila dibangun transportasi masal dengan memakai teknologi Aeromovel.
Penelitian dilakukan di sepanjang koridor tengah yaitu Jalan Pangeran Antasari, Sisingamangaraja, Jenderal Sudirman, M.H. Thamrin, Merdeka Barat, Majapahit, Gajah Mada sampai dengan Stasiun Kota.
Data sosial ekonomi dan budaya diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dan mendalam dari 90 sampel yang ditentukan (Purposive sampling) yang mewakili ketiga pengguna jalan di koridor yaitu pengendara pribadi, penumpang kendaraan umum dan pengemudi kendaraan umum. Adapun data kualitas udara dan lalulintas berupa hasil penelitian terdahulu dari Instansi terkait.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat kecenderungan penurunan kualitas udara akibat adanya kenaikan volume lalulintas terutama untuk NOx dan debu, dan kerugian secara materil yang cukup besar akibat kemacetan. Dengan dibangunnya Aeromovel diperoleh data adanya penurunan tingkat pencemaran tetapi penurunan masih ada di atas ambang batas yang diijinkan sehingga perlu dibantu dengan cara lain untuk mencapai kualitas udara yang diinginkan.

ABSTRACT
Summary
As other developing countries, the larger cities in Indonesia are now trapped with high urban growing in consequence of economic growth acceleration. This in turn, impacts and increases the transportation requirements of the urban and suburban population.The increasing of private vehicle ownership resulting from the interaction between life standard improvement and urban mobility requirements has, unfortunately resulted in inefficiently use of private vehicles. For example, in Jakarta it has been recorded that 84% of the road traffic comprises private vehicles of which 45% carry a single person only.
For the next decade, after the year 2000, with average of people growth 2.19% it is estimated that Jakarta Urban will be 23.3 million and by 2015 will reach 32.3 million. With increasing, population vehicular trips will also increase anf with a 3.6% annual increase will mean 23.7 million trips per day by the year 2015.
In 2015 that the total number of private vehicle will be more than 4.5 million, based on the surveys held, it is easily understood that the people in the higher economic income bracket frequently make trips using private vehicles while those in the middle and lower income brackets will utilize motor cycles or publictransportation.
With the increasing economic level, if the transportation service level is not increased it will be unable to fulfill the urban transportation needs and, in other words, the use of private vehicles will even increase and will add to the existing traffic problemsCurrently the traffic conditions along various sections of the central corridor are such that the average traffic speed is less than 30 km/hr compared to the design speed of 60 km/hr. It is estimated that in the period, 2000 to 2010 total number of vehicles that will pass through the corridor will significantly increase and, unless three is improvement in the transportation system, the congested situation will worsen.
Based on this situation, the low speed, high traffic volume will rise to a serious air pollution problem. This will add to the various problems for the Jakarta urban population.
The government has already initiated many programs by building and improving many aspects of urban transportation and increasing the public transportation fleet. However, it already appears evident that, due to development and urbanization, the city requires a still transportation service.
Studies implemented by several institutions show a disposal towards providing society with a mass transportation service.
Considering this, the use of Aeromovel technology provides a solution to the problem of the city public transportation service. Aeromovel provides a citytransportation system that uses a new concept in train propulsion. This system uses pneumatic power provided by blower machines which are placed at strategic locations along the Aeromovel track, the blower machines are construted in sound proof housings. The air blowers are powerd by a low voltage electricity which is supplied from a central source with transmission lines running alongside the Aeromovel track. As movement is without a driving engine there are no emissions or pollution in the area where the Aeromovel operates.
Aeromovel's light weigth produces less noise and vibration compared with buses, rail trains and other transportation modes, The sound level that occurs is only about 50 Db. In relation with the above, the benefits of Aeromovel technology for a mass transit system are clear as without improvement to the transportation system a high level of air pollution, and its negative social impact are foreseen.
Studies along the length of the corridor is, Jalan Pangeran Antasari, Sisingamangaraja, Jenderal Sudirman, M.H. Thamrin, Merdeka Barat, Majapahit, Gajah Mada through to Kota Station have been made. Social, economic and cultural data from detailed interviews from 90 representative samples ( Purposive sampling) from users of the road corridor, private vehicles and public transportation passengers and drivers. Data concerning air quality and traffic collected by various institutions, show that air quality quickly decreases with increased traffic volume, mainly NOx and dust along with the high social costs resulting from traffic congestion. With Aeromovel contruction existing data shows a decrease in air pollutants but, although reduced, pollution is still above the permitted levels so it is important to help with another method to achieve the desired air quality."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roehajat Emon Soeriaatmadja
Jakarta : Direktroral Jenderal Pendidikan Tinggi. Depdiknas , 2000
363.7 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chafid Fandeli, 1944-
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press , 2017
333.7 CHA a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
F. Gunarwan Suratmo, 1936-
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004
333.7 GUN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>