Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174469 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eltanin Pryatmya Chavary
"Era reformasi telah membuka kesempatan bagi pers Indonesia untuk mengekplorasi kebebasan. Kebebasan tersebut memunculkan ekses-ekses sensasionalisme. Dampak yang kemudian terlihat, kebebasan itu untuk sebagian media, bukannya diekplorasi melainkan dieksploitasi. Banyak media baru menulis laporan yang tidak mengindahkan kode etik, termasuk ramainya penerbitan media yang mengusung seks. Sejak diterapkannya UU Pers no 40 tahun 1999 pasal 16 bab IV, muncul berbagai majalah asing yang diterbitkan dengan sistem franchise. Padahal, tidak semua majalah-majalah asing, yang notabene sebagian besar isinya seputar seks, tidak sesuai dengan budaya timur, dimana masyarakat Indonesia kebanyakan pun masih melihat seks sebagai sesuatu hal yang tabu dan kurang pantas untuk dibicarakan. Mengingat sebagian besar masyarakat kita masih dipengaruhi oleh lingkup budaya masing-masing, maka adanya ragam isi yang mengarah pada masalah seks dan perempuan memberikan peluang yang besar bagi pembacanya untuk mengurangi ketidakpastian mereka terhadap hal-hal tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengungkapan diri khalayak dan mendapatkan gambaran masalah-masalah seks apa yang dialami oleh pembaca melalui artikel `Ask Aline' dalam majalah For Him magazine Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta masukan bagi dunia penelitian karena seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi massa, media dapat juga memfasilitasi pembaca melalui suatu rubrik untuk mengungkapkan segala hal yang terkait dengan masalah pribadinya terutama yang terkait dengan masalah seks. Banyak hambatan yang ditemul jika individu mengungkapkan masalah seks secara pribadi langsung kepada individu lain. Dengan adanya artikel "Ask Aline", problem seks pembaca untuk sebagian bisa diatasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode penelitian yang digunakan adalah critical discourse analysis (CDA) dengan model milik Norman Fairclough, sedangkan analisis teks menggunakan semiotika model Peirce. Dari hasil pengarnatan terungkap bahwa masalah seks yang ditanyakan oleh pembaca majalah FHM Indonesia terutama adalah masalah-masalah seks yang tujuannya mencari kesenangan saja 'just for fun atau sex as recreational dan sebagai bentuk ungkapan pernyataan rasa cinta atau rasa lainnya (sex as relational). Fenomena ini juga sejalan dengan sifat budaya masyarakat kite yang masih berada di bawah "high context culture", sehingga dengan adanya artikel "Ask Aline" masyarakat khususnya pembaca FHM Indonesia diberi kemudahan untuk mengekspresikan lewat media. Hal ini mengindikasikan bahwa khalayak pembaca majalah FHM Indonesia reaksioner terhadap perubahan dan impulsif. Perkembangan teknologi dalam industri media telah merubah cara mereka berpikir, merasakan dan bertindak sehingga mereka yang berada dalam konteks budaya tinggi (high context culture) melihat media sebagai alternatif untuk melakukan self-disclosure mengenai topik yang dianggap tabu oleh masyarakat.

Reformation had made an opportunity for Indonesian ores to explore its freedom. Some of media exploited the freedom by emerging sensational journalism as the result of reformation. The freedom itself provoked un-ethical writing include sex. Since UU Pers no 40/1999 article 16 chapter IV being implemented, numbers of foreign magazines published in franchise. Those magazines brought sex to surface as a topic in their content, where most of Indonesian see sex as a taboo and least appreciated to be discussed as a topic. Considered Indonesian still being influenced by their own culture groups, sex contents in magazines gave their readers to minimize uncertainty. The objectives of this research are to describe audiences self-disclosure and to portray what is the most sex problems faced by the audience through "Ask Aline" column in Indonesia For Him Magazine. This research hopefully can give description and input as reference related to the development of mass communication technology, where media can facilitate audience through its column to talk about their personal matters especially sex. "Ask Aline" indeed can facilitate some of their problems despite sex still being considered as a taboo topic in term of self-disclosure. This qualitative-descriptive research use Norman Fairclough critical discourse analysis (CDA) method. Text level was analyzed by Peirce semiotic method. This research revealed that sex for fun or sex as recreational and sex as relational were being questioned by FHM audiences in every edition in that column. This phenomena occurred in "high contex culture society. "Ask Aline" obviously can meet the FHM audience to disclose certain topic through media. This indicated that Indonesia FHM audience impulsive and adaptive in progress. Switched of paradigm the way people think, feel and behave, as the result of media technology development, put media as an alternative to disclose certain topic that consider taboo in their society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Andre Tatontos
"Fenomena menggunakan akun kedua merupakan upaya untuk memampukan individu mengungkapkan informasi pribadi yang lebih tersembunyi. Konteks ekologi media di Indonesia, terutama pada faktor budaya, membuat beberapa topik sensitif tidak bisa dibahas di media sosial. Sehingga, Akun alter menjadi salah satu bentuk akun kedua yang digunakan untuk berinteraksi dengan kelompok sosial tertentu. Dalam konteks komunitas furry, individu menciptakai identitas alternatif yang dikenal dengan istilah fursona. Identitas tersebut menjadi artefak pada akun media sosial yang ditujukan untuk berinteraksi pada anggota furry lainnya. Penelitian ini mencaritahu bagaimana proses pengungkapan diri pada subkultur furry yang menggunakan akun fursona di media sosial. Penelitian ini berfokus pada 5 tujuan pengungkapan diri: ekspresi diri, klarifikasi diri, validasi sosial, kontrol sosial, dan membangun relasi. Penulis mencari tahu motivasi atau tujuan self-disclosure menggunakan akun fursona. Setelah dikaitkan dengan tujuan pengungkapan diri, penulis menemukan bahwa tiap individu memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam membuat akun fursona. Tiap individu mencapai motivasi pengungkapan diri yang utama saat membuat akun fursona, serta mencapai tujuan pengungkapan diri lain seiring dengan penggunaan akun tersebut. Penulis menemukan beberapa fenomena lain. Pertama, fursona diciptakan sebagai cerminan diri penciptanya. Kedua, akun fursona memiliki manfaat sebagai ruang aman untuk berbagi konten yang sensitif. Ketiga, pemilik akun fursona mencapai kesehatan mental yang positif karena berinteraksi dengan komunitas yang menerima beragam topik, termasuk yang tabu.

The phenomenon of using a second account is an attempt to enable individuals to reveal more hidden personal information. The media ecology context of Indonesia, especially cultural factors, means that several sensitive topics cannot be discussed on social media. Thus, an alter account becomes a form of second account used to interact with certain social groups. In the context of the furry community, individuals create alternative identities known as fursona. This identity becomes an artifact on a social media account intended to interact with other furry members. This research seeks to understand the process of self-disclosure in the furry subculture who use fursona accounts on social media. This research focuses on 5 goals of self-disclosure: self-expression, self-clarification, social validation, social control, and building relationships. The author seeks to find out the motivation or purpose of self-disclosure using the fursona account. After linking it to the purpose of self-disclosure, the author found that each individual had different motivations in creating a fursona account. Each individual achieves their primary self-disclosure motivation when creating a fursona account, as well as achieving other self-disclosure goals as they use the account. The author discovered several other phenomena. First, the fursona was created as a reflection of its creator. Second, fursona accounts have the benefit of being a safe space for sharing sensitive content. Third, fursona account owners achieve positive mental health by interacting with a community that accepts a variety of topics, including taboo ones."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Maria Alga Palla
"Munculnya influencer media sosial yang membagikan berbagai aspek kehidupan pribadi mereka menunjukkan perubahan dalam mekanisme influencer endorsement di platform media sosial. Influencer memberikan pengikutnya banyak informasi tentang kehidupan pribadi mereka. Biasanya mereka merekomendasikan produk yang mereka pakai sehari-hari. Pola seperti ini digunakan influencer secara strategis agar bisa menyajikan realita pada pengikut mereka. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana online self-disclosure dalam konteks influencer endorsement berdasarkan lima dimensi self-disclosure, yaitu amount, valence, honesty, intent, dan depth. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus kualitatif dengan single case design atau studi kasus tunggal dengan menggunakan dokumen dan observasi konten influencer yang melakukan endorsement secara online atau non participant observation. Self-disclosure seorang influencer di Instagram memiliki peran penting dalam membangun intimasi dengan audiens dan menarik perhatian mereka terhadap pesan endorsement produk. Penting bagi para influencer dan pemasar untuk memperhatikan dimensi self-disclosure seperti amount, depth, honesty, intent, dan valence dalam strategi pemasaran mereka untuk mencapai hasil yang lebih efektif.

The emergence of social media influencers who share various aspects of their personal lives demonstrates a shift in the mechanism of influencer endorsement on social media platforms. Influencers provide their followers with a lot of information about their personal lives, often recommending products they use in their daily lives. This pattern is strategically used by influencers to present a sense of reality to their followers. The purpose of this study is to analyze online self-disclosure in the context of influencer endorsement based on five dimensions of self-disclosure: amount, valence, honesty, intent, and depth. The method employed in this study is a qualitative single case design approach, utilizing literature review and non-participant observation of influencer content endorsing products online. The self-disclosure of an influencer on Instagram plays a crucial role in building intimacy with the audience and capturing their attention towards product endorsement messages. It is important for influencers and marketers to consider dimensions of self-disclosure such as amount, depth, honesty, intent, and valence in their marketing strategies to achieve more effective results."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S4396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S4363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminah Swarnawati
"Maraknya acara konsultasi melalui media elektronik akhir akhir ini menarik minat peneliti untuk mengkajinya, terutama karena topik yang dibahas seringkali menyentuh wilayah yang bagi sebagian orang masih tabu untuk dibicarakan, apaiagi dibicarakan melalui media dan didengar oleh banyak orang.
Konsultasi melalui radio pada penelitian ini ada 2 (dua) jenis yaitu yang melibatkan expert sebagai pemberi solusi pada radio Pesona FM dan radio Trijaya FM dan non-expert pada radio TMI dan Muara FM. Perbedaan expert dan non-expert membuat perbedaan pada model konsultasinya dan topik yang dibicarakan. Pada expert, konsultasi langsung dijawab oleh expert, pengasuh acara lebih berfungsi sebagai moderator atau pemberi komentar tambahan, sedangkan pada non-expert, konsultasi terlebih dahulu dilempar pada khalayak untuk urun rembuk baru pada akhir session pengasuh acara membahasnya atau menarik kesimpulan. Dari segi topik yang dibicarakan, pada expert: topik lebih khusus yaitu masalah seks, sedangkan pada non-expert topik lebih beragam antara lain masalah pergaulan, pekerjaan, percintaan, konflik keluarga.
Konsultasi yang dilakukan melalui radio pada penelitian ini dilihat sebagai bentuk tindak self-disclosure dilihat dari segi fungsi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berkaitan dengan topik yang menyentuh masalah seks mempunyai dampak pada etika, yaitu masalah pantas - tidak pantas, bermoral - tidak bermoral dalam kerangka budaya Indonesia. Masalah etika menjadi penting karena walaupun diasuh oleh expert akan tetapi pembawa acara kadang-kadang memberikan komentar yang tidak pantas dan tidak mendukung terhadap penyelesaian masalah yang dikonsultasikan.
Hal yang menarik pada penelitian ini adalah bahwa selama ini pembahasan tentang self-disclosure selalu dalam lingkup komunikasi interpersonal yang dicirikan terjadi dalam hubungan yang penuh keakraban atau keintiman dan idealnya dalam komunikasi dyadic, akan tetapi pada penelitian ini justru melalui media. Dengan sendirinya unsur-unsur keintiman tidak ada lagi, begitu pula komunikasi yang terjadi bukan komunikasi dyadic karena melibatkan lebih dari dua orang, paling tidak terdiri dari Wien, konselor dan khayalak. lmplikasi tentu saja pada bagaimana teori-teori interpersonal menjawab fenomena ini. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amadea Dwi Pradhipta
"Kemiskinan merupakan salah satu isu yang tak pernah pudar diangkat oleh media massa. Dari sekian banyak isu kemiskinan masyarakat Papua yang beredar, terdapat isu yang diangkat di luar sebagai berita melalui artikel Manusia Rawa Papua pada majalah National Geographic Traveler Indonesia Juli 2015, vol. 7, no. 7. Foto jurnalistik pada artikel ini menjadi unik karena masuknya isu yang tak biasa ke dalam majalah pariwisata. Media tidak menyajikan peristiwa secara netral dan sempurna. Teks dalam media merupakan susunan representasi yang sudah diseleksi dan dikemas sedemikian rupa. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan representasi kemiskinan kelompok minoritas melalui foto jurnalistik artikel tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis semiotika dan menggunakan paradigma penelitian kritis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa realitas mengenai kondisi ekonomi masyarakat Papua telah direproduksi ulang sehingga realitas tersebut digambarkan dalam bentuk representasi yang membawa makna tertentu. Melalui analisis tanda-tanda, penelitian ini menyimpulkan bahwa artikel Manusia Rawa Papua tidak lepas dari mitos mengenai masyarakat Papua sebagai masyarakat yang miskin dan kelompok minoritas, serta tidak lepas dari ideologi dominan, yakni kelasisme.

Poverty is one of the most discussed issues in media. Among so many poverty issues in Papua that were being circulated, there was an issue published by National Geographic Traveler Indonesia July 2015, vol. 7, no. 7 through an article titled Manusia Rawa Papua. The photo journalism showed in this article considered as unique to be brought up by a tourism magazine. Media does not present events neutrally and perfectly. Text in the media is a composition of representations that have been selected and packed in such a way. Therefore, this research is aimed to show the representation of poverty in a minority group through photo journalism in the article. This research uses semiotic analysis method and critical research paradigm.
The results show that the reality of economic condition of Papuan society has been reproduced so that reality is described in form of representation that carries a certain meaning. By using sign analysis, this research shows that the article titled Manusia Rawa Papua is related to the myth of Papuan society as a minority group and still living in poverty, moreover they are still attached with the dominant ideology, that is classism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Mona Natasha
"Self-disclosure didefinisikan sebagai tindakan seseorang untuk mengungkapkan informasi tentang dirinya kepada pihak lain. Dalam konteks media sosial, meskipun mampu memenuhi kebutuhan sosial dan emosional pengguna, perilaku self-disclosure juga disertai dengan risiko yang merugikan pengguna. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi perilaku self-disclosure pengguna media sosial di Indonesia dengan analisis komparatif berdasarkan kelompok usia. Model penelitian dibangun dengan mengadopsi teori privacy calculus dan Communication Privacy Management (CPM). Survei dilakukan terhadap 2.210 responden yang merupakan pengguna aktif media sosial di Indonesia. Data diolah dan dianalisis menggunakan metode Covariance-Based Structural Equation Modeling (CB-SEM) dengan program AMOS 24.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada data keseluruhan kelompok, faktor use of information, trust, privacy control, interactivity, perceived benefits, dan perceived risks memengaruhi perilaku self-disclosure pengguna. Selain itu, ditemukan juga bahwa faktor use of information dan personal innovativeness memengaruhi perceived benefits, sedangkan faktor trust, notices (privacy policy), dan privacy control memengaruhi perceived risks pada pengguna di media sosial. Penemuan dari penelitian ini dapat membantu penyedia layanan media sosial dalam mengevaluasi kredibilitas dan reliabilitas platform untuk mendorong retensi pengguna. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat membantu pengembang kebijakan di Indonesia dalam mengatur mekanisme kontrol terkait media sosial secara tepat untuk memastikan keamanan informasi yang disebarkan melalui media sosial.

Self-disclosure is the act of disclosing one's information about themselves to other parties or individuals. In the context of social media, besides being able to meet users' social and emotional needs, self-disclosure behavior is also accompanied by risks that can harm users. This study aims to determine the factors that influence self-disclosure behavior on social media users in Indonesia, with a comparative analysis based on age groups. Research model was built by adopting the privacy calculus and Communication Privacy Management (CPM) theory. Survey was conducted on 2,210 respondents who are active users of social media in Indonesia. Data were processed and analysed using Covariance-Based Structural Equation Modeling (CB-SEM) method with AMOS 24.0 program. The results of this study indicate that in the overall group data, the use of information, trust, privacy control, interactivity, perceived benefits, and perceived risks significantly affect users' self-disclosure behaviour. It was also found that the use of information and personal innovativeness affect perceived benefits, while trust, notices (privacy policy), and privacy control affect perceived risks on social media users. The findings from this study can help social media service proYiders to evaluate the platform's credibility and reliability, in order to encourage user retention. Results of this study also provide insights to Indonesia's policy makers in developing the appropriate control regarding social media, which ensures the safety of information shared on social media."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakia Virgine Balqis
"Remaja merupakan masa dimana individu mulai mengalami emosi yang intens dan fluktuatif serta meningkatnya kebutuhan akan otonomi dan privasi. Hal ini membuat remaja cenderung memberikan sedikit informasi kepada orang tua atau lebih sedikit melakukan disclosure kepada orang tua. Padahal, proses disclosure tersebut dapat membantu orang tua untuk memonitor aktivitas anak remajanya. Oleh karena itu diperlukan peran orang tua untuk menciptakan lingkungan yang positif seperti melakukan penerimaan, regulasi emosi, dan menyadari kondisi emosi remaja sehingga proses komunikasi dengan remaja dapat tetap berjalan dengan baik. Perilaku orang tua tersebut terangkum dalam konsep mindfulness yang diterapkan dalam pengasuhan atau mindful parenting. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara perceived mindful parenting dengan self disclosure pada remaja. Instrumen yang digunakan untuk mengukur perceived mindful parenting adalah Interpersonal Mindfulness in Parenting Scale (IMP-31) dari De Bruin (2014) sedangkan self disclosure diukur dengan Jourard Self Disclosure Questionnaire dari Jourard dan Lasakow (1958). Sampel penelitian berjumlah 241 remaja dengan rentang usia 15 hingga 18 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perceived mindful parenting dan self disclosure pada remaja (r=0.442, p< 0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riko Brazore Meliala
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku Self-Disclosure yang dilakukan pada kanal media sosial terhadap tingkat Repurchase Intention yang dilakukan oleh konsumen Somethinc pada wilayah Jabodetabek. Penelitian dianggap penting karena terdapat dorongan psikologis yang dapat timbul akibat perilaku self-disclosure terhadap pola repurchase intention konsumen. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif metode survei pada konsumen dari produk perawatn kulit Somethinc di daerah Jabodetabek. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 150. Penelitian melakukan uji validitas dengan analisis faktor dan reliabilitas dengan Cronbach’s Alpha. Regresi linear sederhana digunakan dalam pengujian hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan terhadap Self-Disclosure sebagai variabel independen dan Repurchase Intention sebagai variabel dependen

In this study aims to analyze the effect of Self-Disclosure behavior on social media channels on the level of repurchase intention by Somethinc consumers in the Jabodetabek area. This study uses a quantitative approach to survey methods on consumers of Somethinc skin care products in the Jabodetabek area. The sample used in the study amounted to 150. The study conducted a validity test with factor analysis and reliability with Cronbach's Alpha. Simple linear regression was used in hypothesis testing. The results showed that there was a significant relationship to Self-Disclosure as the independent variable and Repurchase Intention as the dependent variable"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>