Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195097 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4872
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumintjap, Merdy Ervina
"Berbagai tayangan program acara televisi untuk perempuan ditayangkan. Namun, perempuan masih ditampilkan dalam perspektif yang sama, yaitu tetap berkutat pada stereotip yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses tayangan program televisi yang berperspektif perempuan. Studi kasus yang diambil pada tayangan "Perempuan dan Peristiwa" di ANTV. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengungkapkan berbagai permasalahan yang dialami tim pembuat program "Perempuan dan Peristiwa" di ANTV. Selain itu, penelitian ini melihat bagaimana kemampuan dan ideologi dari pencetus acara untuk menampilkan program yang memberdayakan perempuan. Pendekatan kualitatif berperspektif perempuan dipilih dalam penelitian ini, dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, dan observasi langsung. Dalam penelitian ini ditemukan banyak hal yang mempengaruhi perspektif dari pembuat acara yang dikhususkan untuk memberdayakan perempuan. Sebaliknya, masih banyak tim dari sebuah program televisi yang dikhususkan memberdayakan perempuan, justru masih terpaku terhadap stereotip yang ada. Perempuan masih dijadikan objek, selalu ingin menampilkan sisi fisik yang cantik dan menarik tentang perempuan. Sedangkan tayangan yang diharapkan berbeda, dan menjadi bahan masukan buat penonton perempuan hampir tidak ada .

Various kinds of TV programs on women had been showed but women still presented with same perspective that is remain stuck in common stereotype. This research aimed to describe process TV program show on women perspectives. Case study on "Women and Event" taken from ANTV program. Aside above aim, this research to be conducted in order to make known various problems which met by its TV program crews. Other things, this research wants to see the ability and ideology of producer for women empowerment. The writer comes with "qualitative approach" as research approach base by using data collection method through deep interview and direct observation. This research had discovery many things that influenced the perspective of producer that particularly aimed to women empowerment. In contrary, many TV crew members being trapped by common stereotype, in fact their program aimed to empower women. The women remain to be used as object, often the show only to perform the beauty of physical and interesting related. Meanwhile other TV programs which expected to give positive input for women viewers almost none."
2006
T 17924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Erlyska Octaviany
"Meningkatkan jumlah perempuan di panggung politik merupakan isu yang banyak diperdebatkan sepanjang masa Pemilu tahun 2004 ini terutama menjelang Pemilu 5 April 2004 yang lalu untuk memilih calon legislatif. Inti perdebatan terfokus pada masalah kemampuan perempuan dalam berpolitik dan tidak terpenuhinya kuota 30 %.
Partisipasi perempuan dalam dunia politik masih kurang terwakili. Hal ini disebabkan bukan karena kecilnya represcntasi kaum wanita tetapi karena lambatnya proses perubahan. Hal ini dikarenakan adanya pendapat bahwa keikutsertakan kaum perempuan di kancah dunia politik akan membahwa dampak buruk yaitu ketidakstabilan dalam keluarga sehingga kaum pria enggan untuk memberikan tempat bagi wanita di dunia politik
Sebagai penelitian kualitatif dengan perspektif kritis, dalam tesis ini digunakan metode analisis wacana dengan paradigma kritis. Yaitu, model wacana critical discourse analysis (CDA) dari Norman Fairclough. Teori ini menggabungkan tiga dimensi dalam communicative events, yaitu teks, praktik wacana (discourse practice) dan praktik sosial budaya (sociocultural practise). Selanjutnya analisis teks yang digunakan berdasar teori Pan dan Konsicki.
Hasilnya dari frame yang ditemukan bahwa Metro TV, stasiun televisi yang mengukuhkan diri sebagai Election Channel menonjolkan bahwa keterwakilan perempuan dalam politik perlu mendapatkan perhatian lebih. Sanyak caleg perempuan yang berkualitas dengan visi dan misi yang jelas harus terhadang dengan kendala-kendala yang disebabkan oleh budaya patriaki.
Penelitian ini juga memakai paradigma kritis. Dalam ilmu komunikasi dan kajian media, paradigma kritis sering dipakai dalam penelitian terutama dalam mengungkapkan bagaimana suatu teks muncul di masyarakat. Di dalam paradigma kritis terdapat cultural study, the critical theory. feminism, reception theory dan semiotic. Data ideologi sendiri merupakan kata yang penting dalam teori kritis. Definisi ideologi adalah sekelompok ide yang menjadi struktur dasar sebuah grup, sebuah sistim representasi bagaiman suatu grup atau individual melihat keadaan di sekelilingnya. Produksi teks yang diteliti mencerminkan bagaimana ideologi pengelola Metro TV yang berfungsi sebagai perpanjagnan tangan dari sekelompok pemegang kckuasaan. Maka isi media itu tentu tidak bertentangan dengan kepentingan mereka.

The main issue in 2004 election, especially in the upcoming of the last . July 5th, 2004 legislative candidate election was how to increase the number of women in politics. The debates were focused on the women's performance in politics and unfulfilled quota of 30%.
Women's participation in political world is still not well represented, not because of the small number of representation, but merely in view of the fact that changing the opinion that women's participation in politics will bring instability in their family's life. That is the reason why men are not eager to give place to women in political world.
As a qualitative research with crisis perspective, this thesis will use critical discourse analysis (CDA) from Norman Fairclough. This theory combines three dimensions in communicative events which are text, discourse practice and sociocultural practice. Next, the text analysis that will be use is based on Pan and Konsicki theory.
The result from the frame the has been discovered by Metro TV, TV station that proclaimed as the Election Channel, was women's representation in politics needs more attention, since many women candidates the have a quality vision and a clear mission stumbled by patriarchal culture.
This research was also using a critical paradigm, in communication science and media presenting is use to discover how a text emerge in society. Inside critical' paradigm there are cultural study, the critical theory, feminism, reception theory and semiotic. The word ideology it self is an important word in critical theory. Definition of ideology is a group of ideas that become a base of a group, a representing system or how a group or individual see their surrounding. The researched on the text production reflects on how Metro TV ideology functions as the helping hand from the people in power, so they would not go against their interest."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jova Febrina
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kekerasan dalam pacaran antara perempuan remaja akhir yang memiliki stereotip gender dan tidak memiliki stereotip gender di JABODETABEK. Kekerasan dalam pacaran adalah penyerangan fisik atau perilaku melukai tubuh, termasuk kekerasan psikologis dan emosional, verbal atau tersirat, yang terjadi di situasi tertutup maupun umum, dimana perbedaan utama dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah pada pasangan berpacaran tersebut tidak adanya ikatan darah atau hukum (Ely, Dulmus, & Wodarski; Burgess & Robert, dalam Schnurr & Lohman, 2008). Sementara itu, stereotip gender merupakan kumpulan keyakinan dan budaya mengenai karakteristik, perilaku, dan kepribadian perempuan dan laki-laki (Archer & Llyod, 2002; Hyde, 2007).
Pengukuran kekerasan dalam pacaran menggunakan alat ukur The Conflict in Adolescent Dating Relationships Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) dan pengukuran stereotip gender menggunakan alat ukur Bem Sex Role Inventory Short-form (BSRI) (Bem, 1981) yang telah diadaptasi oleh peneliti. Partisipan berjumlah 194 perempuan remaja akhir yang berusia 15-22 tahun di JABODETABEK.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan kekerasan dalam pacaran yang signifikan antara perempuan remaja akhir yang memiliki stereotip gender dan tidak memiliki stereotip gender. Namun, ditemukan adanya rata-rata nilai kekerasan tertinggi pada responden yang memiliki stereotip gender (feminine). Berdasarkan hasil tersebut, perlu diadakan program-program intervensi dan edukasi kepada remaja agar mengenali dan dapat terhindar dari kekerasan dalam pacaran.

This research conducted to find the differences of dating violence between females in late adolescent with feminine, masculine, androgyny, and undifferentiated gender stereotype in JABODETABEK. Dating violence defined as physical assault or acts of bodily harm, including psychological and emotional abuse, verbal or implied, that take place in private or in social situations, which primarily differs from domestic violence in that the dating couple is not bound by blood or law (Ely, Dulmus, & Wodarski; Burgess & Robert in Schnurr & Lohman, 2008) and gender stereotype defined as a set of beliefs and cultural characteristics, behavior, and personality in females and males (Archer & Llyod, 2002; Hyde, 2007).
Dating violence measured using an adaptation instrument, The Conflict in Adolescent Dating Relationships Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) and gender stereotype measured using Bem Sex Role Inventory Short-form (BSRI) (Bem, 1981). 194 females in late adolescent in JABODETABEK aged 15-22 were assessed.
The result shows that dating violence and gender stereotype has no significant difference between females with gender stereotype and without gender stereotype. But the highest means score for dating violence found in females with stereotype gender (feminine). Based on these result, an intervention and education program for adolescent is necessary for any prevention against dating violence.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvi Astuti
"Media massa adalah agen sosial yang seringkali dianggap pula sebagai agen perubahan. Ada beberapa fungsi yang diperankan oleh media massa salah satunya dan juga menjadi fungsi awalnya adalah informasi. Berita adalah salah satu produk dari media massa yang menjalankan fungsi informatif ini. Sebagai suatu informasi, berita awalnya hanya berbentuk pelaporan suatu peristiwa. Dalam perkembangannya kemudian, berita tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga memiliki kekuatan politis tertentu yang dapat mengubah sistem politik suatu negara ataupun membentuk opini umum. Kini sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan struktur organisasi yang semakin kompleks, berita tidak hanya memiliki kekuatan politis tetapi juga kekuatan ekonomi. Dikemas dengan gaya penyampaian yang menarik, sebuah berita dapat menjadi komoditi yang layak dijual. Berita sebagai komoditas dalam sistem kapitalisme media terdiri dari tanda-tanda yang dikomoditaskan dan diciptakan dengan tujuan akhir menghasilkan keuntungan bagi pihak media. Di sini, berita bukanlah kekuatan terpisah, di luar dari hubungan sosial yang ada, tetapi merupakan bagian dari mereka. Televisi — dengan karakteristik medium audiovisual dapat secara maksimal mengeksploitasi tanda-tanda yang ada dalam suatu peristiwa hingga menarik perhatian. Struktur berita yang naratif disertai dengan gambar-gambar yang dramatis dapat merepresentasikan suatu drama kehidupan yang terjadi pada sekelompok manusia menjadi bentuk opera sabun dalam medium televisi. Konflik antar manusia dieksploitasi, pelaku-pelaku peristiwa ditonjolkan disertai dengan penekanan pada karakterkarakternya. Semua ini ditujukan tidak sekedar untuk menyampaikan informasi mengenai suatu isu, tetapi juga untuk menyenangkan khalayak dengan cerita dan gambar dramatis yang pada kahirnya adalah untuk keuntungan media. Di sini berita diposisikan sebagai nilai tukar dalam hubungan antara media dan khalayak. Dalam proses pembentukan teks di kamar berita, rutinitas media lebih dekat kepada khalayak daripada sumber. Walaupun bentuk hubungannya abstrak karena media tidak berhubungan langsung dengan khalayak tetapi dalam setiap rutinitas yang dilakukan mulai dari perencanaan, produksi teks dan gambar sampai editing semuanya ditujukan untuk kepuasan khalayak. Sementara sumber atau pelaku-pelaku yang ada dalam berita tersebut hanya dianggap sebagai ordinary people yang dieksploitasi kisahnya untuk kepentingan tertentu, yaitu keuntungan media. Karena hal ini berhubungan dengan sistem kapitalisme media terutama berlaku pada televisi swasta yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Salah satu yang paling menguntungkan dalam dunia kapitalisme modern ini adalah ketertarikan khalayak karena dengan begitu akan mendatangkan banyak pengiklan yang pada akhirnya mendatangkan banyak keuntungan pula bagi media. Berita sebagai salah satu produk dari organisasi media yang berada dalam sistem kapitalis juga pada akhirnya dijadikan komoditas. Berita tidak hanya berita yang menyandang fungsi informasi dan menyajikan suatu peristiwa apa adanya, tetapi juga menyandang beban ekonomi di mana berita juga harus menghasilkan keuntungan bagi pihak media. Karena itulah pertimbangan wacana hiburan dalam sebuah pemberitaan juga dianggap sebagai elemen penting agar berita tetap ditonton."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4300
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Fitriana Y Isman
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prelia H.M
"Mulai akhir tahun 2001 hingga awal tahun 2002 ini jumlah stasiun televisi di Indonesia mengalami peningkatan, dari 6 buah (TV.RI, RCTI, SCTV, TPI, In.:iosiar dan ANTV) menjadi 11. Lima pemain baru dalam aunia pertelevisian di Indonesia adalah Metro TV, Trans TV, TV7, Global TV, dan Lativi. Tentu saja bertambahnya jumlah
stasiun televisi swasta yang sumbe pemaSukan utamanya adalah ik1an ini membawa masalah baru bagi dunia pettelevisian Indonesia, khususnya bagi masing-masing stasiun televisi itu sendiri. Apalagi mulai tahWl 2002 ini TVRI akan berganti status dari yayasan
menjadi perseroan, sehingga · orientaSmya pWl beralih ke bisnis. Hal ini akan mengakibatkan J!ersaingan antanne ia-televisi, baik dalam memperebutkan iklan maupun dalam memperebutkan audience, yang berarti masing-masing stasiun televisi ters ebut harus dapat menyajikan pro~-program yan berkualitas yang diminati penonton. sehingga
perusahaan-perusahaan pengiklan teytarik untuk memasang iklan produk peru.sahaannya pada saat program- rogram tersebut ditayangkan.
Oleh karena itu, komJ?etisi ant tasiun televisi swasta di Indonesia tahun ini merupakan suatu hal yang menarik untuk ditinjau, baik dari segi pendapatan melalui iklan, maupun dari program-program yang ditayangkrumya, khususnya program hiburan, karena
dengan bertarnbahnya "pemain baru" di .. dunia pertelevisian Indonesia saat ini, semua stasiun televisi akan sibuk bersaing dalam ·menyajikan program-program yang berkualitas, UD:tuk sebanyak-banyaknya menarik perhatian pemirsa, yang pada gilirannya akan menarik minat perusahaan-perusahaan pengiklan untuk memasang iklannya di stasiun televisi yang bersangkutan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai Niche Breadth dan Niche Overlap dari stasiun-stasiun televisi swasta yang berkedudukan di Jak;uta dalam menayangkan program-program acara hiburan dan dalam menayangkan ik1an-ikl~m pi'oduk.
Teori yang digunakan dalani penelitian mengenai tingkat kompetisi antara stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia ini adalah teori Niche, yang telah berulang kali digunakan untuk mengukm tingkat kompetisi antara industri-industri media massa. Dalam penelitian 1n1, pengukuran dilakukan dengan menghitung nilai Niche Breadth dan Niche Overlap masing-masing stasiun televisi swasta dalam menayangkan program-progran hiburan, program-program sinetron/film/sandiwara, serta iklan-iklan produk.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran mengenai tec·ii Ekologi yang telah diterapkan oleh Dimmick dan Rothenbuhler (1984) untuk mengarr.ati tingkat kompetisi yang terjadi antarindustri media, dalam hal ini di.J1'1at dari segi type of content
dan capital.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap Niche Breadth, baik dalam hal program acara hiburan maupun iklan produk, pada umumnya stasiun televisi swasta di Indone ;ia berpola Generalis atau Moderat dalam menayangkan program hiburan dan iklan produknya.
Artinya, walaupun mereka memiliki target audience, pada akhimya mereka memilih pola Generalis dalam menayangkan program ln'buran dan iklan produk, karena pada kenyataannya pola seperti itulah yang paling banyak mendatangkan keuntung;m. Hal ini terlihat dari keunggulan Indosiar dalam memperoleh jatah iklan dan audience karena
karakteristiknya yang berusaha melayani semua segmen khalayak, dan kecendemngan pada Metro TV, sebuah televisi swasta berformat berita, yang kini mulai ikut mE :nayangkan program sine~on/film/sandiwara, kuis, infotainment, variety show serta musik.
Dari basil perhitungan terhadap Niche Overlap antarstasiun televisi swasta, umumnya terlihat persaingan yang cukup ketat antarstasiun televisi swasta di Indonesia, baik dalam menayangkan program acara liiburan maupun dalam menayangkan iklan prod lk. Hal ini
disebabkan oleh jumlah stasiun televisi swasta dewasa ini yang tidak sesuai dengan pertumbuhan "kue iklan" perusahaan-perusahaan. Oleh karena itu, stasiun tele visi swasta baik yang sudah lebih dulu mengudara maupun yang baru, harus dapat met uuik minat
pemirsa sebanyak-banyaknya deng program-program yang menarik dan berkualitas, karena para pengiklan akan memasang ik:Jannya J?ada stasiun-stasiun tele isi y:mg banyak ditonton. ntuk itu para pengelola stasiun televi~ swasta harus mengetahui rr inat, selera
dan kebutuhan pemirsanya. Maka dibutuhkan target audience yang 'elas aga r programprogram acaranya dapat ditujukan pada lapisan masyarakat tertentu, sehingga memudahkan para pengelola stasiun televisi swasta dalam menentukan program-program acaranya. Para pengiklan pun akan ikut dimudahkan dengan 'target audience yang jelas tersebut, untuk
menentukan di stasiun mana mereka memasang iklannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Galang Printika, 2000
305.3 EKS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Astuti
"Penelitan ini adalah sebuah analisis diskursus kritis yang dilakukan dengan menggambarkan
bagaimana kapitalisme media membentuk representasi perempuan dalam "gambar hidup" di televisi
dari segi karakter dan peran. Kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah FTV (Film Televisi),
sebuah program yang ditayangkan oleh S01V sejak 4 Oktober 2000A sew memaksudRan program
ini sebagai tontonan altematif di tengah sinetron yang menyesaki daftar acara televisi-televisi swasta
di Indonesia. Sinetron sendiri sering dikeluhkan karena dianggap melanggengkan nilai-nilai patriarkis
di masyarakat.
Representasi perempuan dalam "gambar hidup" selama ini tidak pemah jauh keluar dari
nilai-nilai yang erkandung dalam ideologi gender, yang selama ini membatasi ang gerak
perempuan dalam bentuk pembingkaian yang ber1
Pembingkaian terhadap perempuan tersebut dapat dilihat dari enam sisi, yaitu bingkai fisik, pikiran,
domestik, sosial, peke~aan dan politik. Sebagai benang merah dari keenam bingkai tersebut adalah
bahwa bias gender tersebut merupakan p~ uk kapitalisme yang patriarkis. Ka~italisme ini lah yang
mula-mula menyebabkan munculnya pemb;:mian ke~a secara seksual, d1 mana perempuan
ditempatkan di ruang privat untuk menaukung laki-laki yang ditempatkan di ruang publik. Akibatnya,
laki-laki diidentikkan dengan "pr6duksi" sementara perempuan itientik dengan "konsumsi".
Marjinalisasi perempuan dan bidang produksi dan dominasi sebagai obyek "tontonan• sering menjadi
ideologi utama media massa. ,.
Dalam memahami repr:esentasi perempuan di media massa, ada dua sudut pandang, yaitu
media mumi sebagai cermin dan keadaan masyarakat dan media tidak hanya sebagai cermin, tapi
juga membentuk realitas sosial itu sendiri (Debra Yatim, 1992}. Dalam sudut pandang ini, lewat
proses seleksi, media melakukan interpretasi dan bahkan membentuk realitas sendiri. Hasilnya,
adalah representasi perempuan sebagai subject position yang memiliki makna tersendiri dalam
diskursus. Untuk lebih jelasnya, digunakan Frame of Reference for Studying Mediation milik Dennis
McQuail yang mengemukakan bahwa hubungan media dengan institusi lain mempengaruhi institusi
media dan institusi media tersebut mempengaruhi isi. lnstitusi lain yang dimaksud di sini, dengan
mengambil Marxist Critical Theory adalah institusi ekonomi. Marx berpendapat media massa adalah
alat untuk mengekalkan kapitalisme karena dasar dari masyarakat adalah sistem ekonomi. Teori
Marx ini berhubungan erat dengan teori ideologi Althusser dan teori hegemoni Gramsci. Televisi
sebagai media massa menjadi penting karena karakteristiknya audiovisualnya dan ditonton banyak orang. Oleh karena itu, televisi mempunyai kekuatan untuk menentukan budaya apa yang menjadi
mainstream.
Masalah mengenai media yang seksis ini telah lama menjadi pematian para feminis, yang
menganggap media massa sebagai salah satu batu sandungan bagi gerakan mereka. Feminisme di
dunia dikenal terbagi dalam tiga gelombang. Terakhir, Naomi Wolf, · feminis asal AS,
memproklamiri
-'aliran Feminisme Kekuasaan.
Analisis diskursus kfitis ini lalu dilakukan :dengan melibatkan dua dimensi kembar. Dimensi
yang pertama, yaiju communicative events terbagi dalam tiga tingkatan, yartu teks, discourse practice
dan sociolcu/tural practice. Dimensi ini memandang masing-masing tingkatan tersebut secara umum,
·sedangkan dimensi yang kedua, yartu order of discourse memandang keteri
tingkatan tersebut dalam konteks yang general.
Berdasari
dua episode FTV diperoleh dua macam frame yang sama-sama merombak keenam bingkai
perempuan baik dari sudu fisik, pikiran, sosial, domestik, peke~aan dan politik, serta keluar dari
dikotomi maupun kategorisasiperempuan di media massa, karena menjadi subject position yang
memiliki makna sendiri. Dengan demikian, maka representasi perempuan dalam FTV ini, dari sudut
karakter maupun peran, telah meninggalkan sudut pandang pertama yang menghadiri
.perempuan dalam stereotipenya dan menempatkan dirinya dalam sudut pandang kedua, yang kental
dengan nilai-nilai ideologi feminisme.
Berdasari
sebagai gatekeeper dalam jalinan gatekeeper groups, terjadi yang dinamakan dengan
technologization of discourse, yaitu proses intervensi dalam ruang lingkup discourse praCtice untuk
membentuk hegemoni baru datam institusi atau organisasi yang ber:sangkutan, sebagai bagian dari
usaha secara umum untuk member1akukan restrukturisasi hegemoni dalam praktek institusional dan
budaya.
Sementara itu, analisis pada tingkatan sociocultural practice menunjukkan bahwa dalam
program FTV ini juga terdapat tarik ulur antar13 kepentingan komersil dengan kepentingan idealis.
Sebagai institusi bisnis, stasiun televisi tidak dapat melepaskan diri dari prinsip-prinsip kapitalisme,
namun berdasariketiga tingkatan tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa kapitalisme memang menentukan isi tapi
bl.ikan satu-satunya faktor, Karena masih ada faktor idealisme yang mengimbangi kaprtalisme. Faktor
idelisme ini dapat menghasilkan terobosan baru. Terobosan baru tersebut terwujud dalam
techonologization of discourse. Walaupun hakikat dari technologization of discourse ini adalah
sebagai hegemoni, namun dapat pula sekaligus dimafaatkan untuk kepentingan idealisme tadi.
Dalam kasus ini, technologization of discourse menghasilkan FTV sebagai discourse type baru
Sebagai hasil dari discourse type baru tersebut, dalam teks, terbentuk representasi perempuan, baik
dari karakter maupun peran, yang merupakan dekonstruksi dari representasi yang umum.
Dengan demikian maka ter1ihat bahwa antara kepentingan komersil dengan kepentingan
idealis dapat saling mendukung dan bahwa televisi selaku media yang ditonton banyak orang tidak
hanya dapat menentukan budaya yang menjadi mainstream, namun juga dapat menciptakan budaya
tandingan. Berdasaripula dimanfaatkan untuk menyebar1uaskan nilai-nilai baru, dalam hal ini adalah nilai-nilai feminisme
guna terciptanya representasi perempuan yang manusiawi dalam media massa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliyanto Budi Setiawan
"Studi ini mengeksplorasi ideologi dominan yang melatarbelakangi penyebab pelabelan-pelabelan atas janda di media televisi (khususnya tayangan FTV ‘Kisah Nyata’ Indosiar); sekaligus mencari data tentang konsumsi teks serta praksis sosial yang terkait dengan pelabelan-pelabelan janda di media televisi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan pendekatan wacana kritis dan memilih pemikiran Howart S. Becker mengenai labeling sebagai pemikiran utama, dipadukan dengan perspektif feminis sosialis dan Standpoint Theory. Paradigma dalam penelitian ini sendiri berupa paradigma kritis. Adapun hasil penelitian dalam studi ini yaitu: berdasarkan hasil temuan Analisis Wacana Kritis di level mikro menunjukkan adanya dua klasifikasi besar pelabelan, yakni pertama, adanya label identitas yang melekat (bahwa janda oleh media, selalu dilekatkan dengan karakter jahat/negatif yang tentunya berbeda dengan perempuan-perempuan pada umumnya), dan kedua, janda digambarkan sebagai sosok yang patut disalahkan. Selanjutnya, produksi teks level meso menunjukkan bahwa koordinator FTV sama sekali tidak memiliki kesadaran gender dan menilai janda memang berperilaku ‘miring’ dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan hasil temuan praktik konsumsi teks di level meso, semua informan ternyata tetap menonton tayangan sarat label atas janda tersebut, bahkan ada yang menikmatinya. Sementara itu, untuk temuan di level makro menunjukkan kuatnya praktik patriarki dan kapitalisme dalam berbagai konteks kehidupan. Adapun dua kebaruan yang ditawarkan dalam studi ini, yakni pertama, belum ada teori media yang memadai dan mampu menjawab fenomena komunikasi yang sedang peneliti kaji, sehingga peneliti menarik teori labeling Becker dari ranah sosiologi ke ranah komunikasi (media studies), karena teori ini mampu dan memadai dalam menjelaskan adanya pelabelan atas kaum minoritas (janda) di konten media massa. Hal ini didukung dengan studi-studi terdahulu yang biasa menggunakan pemikiran labeling untuk penelitian komunikasi. Kedua, Minority Labeling Theory sebagai perpaduan konsep mengenai pemikiran labeling dari Becker, dipadukan dengan perspektif feminis sosialis dan Standpoint Theory.

This study explored about dominant ideology that underlying the caused of labels toward janda on television (especially Film Television (FTV) Programme ‘Kisah Nyata’ Indosiar); and also searched data about text consumption dan social praxis that related with labeling toward janda on television. Therefore, to answer it, the researcher use critical discourse analysis and Howard S. Becker’s concept about labeling as background of way of thinking, then that was combined with sosialis feminist perspective and Standpoint Theory. This research paradigm is critical paradigm. Thus, this research result were: based on finding on micro level of critical discourse analysis stated that there are two major classified of labeling, the first, there are identity labels which attached (janda always be labeled by media as bad character/negative that different from another women’s character that has not janda status); the second, janda is depicted as a figure who deserves the blame. Beside that, on meso level analysis shown that FTV Program Production Coordinator have no gender sensitivity at all, he also thinks that janda was bad person on reality. Whereas, consumption practice on level meso found that all of the informants still watch every labeling content of janda on FTV, even there is informant who enjoy to watch it. Meanwhile, the findings at the macro level show the strong practice of patriarchy and capitalism in various contexts of life. There are two novelties on this study, the first, there are not yet media theory that capable to answer communication phenomena which the researcher did, so that the researcher picked Labeling Theory (Becker) from sosyology field to communication field (media studies), because this theory capable to explain labeling of minority (janda) on media content. Based on the prior studies, there are several research about labeling on communication field. The second, this research had resynthesis Minority Labeling Theory as fusion of Becker’s labeling and feminist socialist perspective and also Standpoint Theory."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>