Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159399 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Roshita
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5148
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Saffanet
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Medina Andayanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5213
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Trenggono
"Penelitian tentang budaya organisasi (organizational culture) umumya dilakukan berdasarkan dua pendekatan. Pertama, pendekatan yang memperlakukan budaya secara tunggal sebagai konteks dimana budaya merupakan faktor yang sangat menentukan fungsi suatu organisasi, menentukan perilaku para anggota organisasi dan bertujuan agar organisasi berjalan dengan lebih baik. Kedua, pendekatan yang memandang budaya secara sekaligus, baik sebagai konteks maupun sebagai proses.
Tujuan dari studi ini ingin memahami bagaimana kejadian-kejadian dalam organisasi diciptakan, ditransmisikan, dimiliki dan dipahami bersama secara interaktif dan komunikatif dalam organisasi. Dengan pemikiran yang demikian budaya merupakan proses komunikasi itu sendiri. Telaah dalam pendekatan ini menekankan pada pemahaman atas suatu realitas-realitas organisasi yang tercermin dalam kinerja komunikasi atau kinerja budaya organisasi yang dalam penelitian ini meliputi antara lain: ritual, simbol kewenangan, passion dan hubungan sosial.
Penelitian budaya organisasi ini dilakukan berdasarkan pendekatan kedua pada organisasi Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS). BPIS merupakan suatu badan pengelola BUMN-BUMN mencakup antara lain: IPTN, PAL, PINDAD, INTI, LEN, DAHANA, KRAKATAU STEEL (KS), INKA, BOMA BISMA INDRA (BBI) DAN BARATA.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan kajian dilakukan secara kualitatif. Cara pegumpulan data yang dilakukan terutama melalui wawancara mendalam (depth interview) terhadap informan-informan kunci (key informants) dalam struktur organisasi BPIS, dari Wakil Kepala, 4 (empat) Deputi, 4 (empat) Kepala Biro dan 4 (empat) Kepala Bagian. Selain itu dalam pengumpulan data dilakukan pula dengan cara Seminar, Lokakarya-iokakarya, Diskusi-diskusi dan Dokumentasi.
Temuan penelitian yang paling utama adalah bahwa dalam organisasi BPIS masih melekat nilai-nilai paternalistik yang polanya berorientasi pada kepemimpinan yang terpusat dan ketokohan serta kepahlawanan BJ Habibie sebagai Kepala BPIS. Dalam hal ini, ciri-ciri yang terlihat adalah terutama dalam proses pengambilan keputusan banyak tergantung kepada Kepala BPIS. Selain itu, hubungan para pimpinan BPIS dengan perusahaan-perusahaan yang dikelolanya bersifat penuh kewenangan, direktif dan instruktif. Meskipun demikian, di sisi yang lain, dalam organisasi BPIS sudah tampak berkembang nilai-nilai yang berorientasi pada keterbukaan dan kebebasan, baik dalam hubungan kerja antara pimpinan dengan bawahan dan di antara karyawan satu dengan yang lain yang sejajar, serta pada hubungan-hubungan yang bersifat sosial. Hal ini didukung pula oleh simbol-simbol dalam organisasi yang berorientasi keterbukaan dan kebebasan, seperti pemanfaatan waktu yang fleksibel, penggunaan dan pemanfaatan perlengkapan dan fasilitas serta media komunikasi secara bebas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cheryska Nurina Sari
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5184
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harison
"Misogini adalah fenomena yang hidup dalam budaya patriarki. Misoginisme menjadi mapan karena adanya sosialisasi dan legitimasi dari berbagai institusi yang ada seperti institusi kenegaraan, pranata sosial dan institusi media massa. Penggambaran perempuan sebagai sosok yang negatif di media massa adalah salah satu bentuk dari misoginisme. Bertolak pada latar belakang tersebut, penulis mengkaji bagaimana media massa merepresentasikan nilai-nilai misoginisme. Lebih khusus lagi bagaimana film horor Indonesia menggambarkan nilai-nilai misoginisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis serta menggunakan metode analisis semiotika Pierce. Melalui analisis teks maka dapat disimpulkan bahwa penggambaran perempuan dalam film Kuntilanak sangat misoginik. Perempuan bukan saja lemah, tapi juga digambarkan sebagai sumber malapetaka dan identik dengan setan atau hantu. Hasil penelitian menyarankan di masa mendatang produksi sebuah film hendaknya memperhatikan aspek-aspek tentang kesetaraan gender sehingga sebuah film tidak lagi menjadi media sosialisasi nilai-nilai misoginisme.

Misogyny is a phenomenon lives in patriarchy. The values are established because it is legitimated and being socialized by institutions such as government, social institution and mass media. That's why women are portrayed as a negative figure in mass media. Starting at that background, researcher is reviewed how mass media represents this misogyny values. Specifically, how Indonesian horror movie represents the misogynism values. This research uses qualitative approach with constructivist paradigm and Pearce's semiotic for analysis method.. Through text analysis, it can be drawn a conclusion that the representation of women in the movie of Kuntilanak is misogynic. Women are not only weak but source of misfortune and identical with devil or ghost. The result of this research suggests that in the future, production of film/film makers should aware about gender equality so that there is no movie that being a delivery medium of misogynism values."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harison
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5241
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Hotland
"Gerbang abad 21 telah terbuka dan dibaliknya kita pun menemukan
satuan-satuan kecil pola budaya yang sedikit banyak terfragmentasi, terkontaminasi,
tersegmentasi dalam upaya mereka mendefinisikan diri, atau lebih tepatnya mencari
idertitas di r" yang mulai tercabik-cabik dibalik hebohnya globalisasi, intemasionalisasi
ataL:pun universalisasi, yang tidak hanya membentuk seouah desa global tetapi juga
mar1usia global dengan kesadaran global. Maka, semua kriteria kebudayaanpun terserap
yanu juga mempengaruhi hal-hal yang terkesan sepele seperti aQa itu cinta, keindahan,
kecantikan atau ketampanan yang universal.
Per:~elitian ini berusaha melihat bagaimana sebuah majalah pria
menbingkai maskulinitas. Unit analisa yang dia bil adalah majalah Men's Health edisi
Januari sampai Juli 2002. Unt k melakukan hal tersebut, dilakukan dengan analisa
diskursus kritis (Critical DiscourseĀ· Analysis). Analisa model ini berusaha melihat
keterkaitan antara tiga level yaitu level teks, discourse practice (produksi dan konsumsi
meciia) dan level sociocultural practice.
Dalam menganalisa isi media, banyak faktor yang terkait didalamnya.
Fakto;-faktor tersebut berkisar da;i faktor pekerja media sebagai lr.dividu, f
orga~nisas i, faktor rutini~as media, faktor dari luar media, sampai ke faktor ideologi. Posisi
mecia yang tidak C:iapat dihindarkan sebagai i nsi:i~usi bisnis pun ikut mempengaruhi isi
medianya.
Analisa yang dilakukan pada level teks menghasilkan 4 buah bingkai
maskulinitas yaitu bingkai seksi dan berotot, bingkai Don Juan, bingkai kesehatan dan
bingkai bisnis.
Analisa discourse practice melihat hubungan antara teks dan proses
proc uksi konsumsi media. Status majalah Men's Health sebagai media waralaba
mempengaruhi proses produksi isi media karena 60 persen edisi lokal merupakan
adaptasi dari edisi internasional yang di'lokal'kan dengan menambahkan sumber-sumber
loka;: Oari analisa ini terlihat bahwa faktor organisasi, audiens, pengiklan dan ideologi
media ikut mempengaruhi isi media. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi isi media
dennan caranya sendiri sehingga menghasilkan sebuah edisi majalah Men's Health Komodifikasi yang terjadi dalam majalah Men's Health meliputi komodifikasi
isi, audiens dan pekerja media. Dengan analisa ekonomi politik media (komodifikasi) ini,
terlihat posisi Men's Health sebagai sebuah institusi bisnis yang memperhitungkan
keuntungan yang akan didapat ketika mempersiapkan dan meram!.! sebuah edisi maja!ah.
Kapitalisme global mendapatkan keuntungan dari tampilan laki-laki seperti yang ada di
majalah Men's Health melalui ekspansi produk-produk bermerk internasional dan sirkulasi
yan!J meningkat diberbagai negara.
Analisa socio cultural dikaitkan dengan situasi kapitalisme media Indonesia,
konstruksi gender, budaya fetishisme dan narsisme dalam masyarakat. Kapitalisme
industri mengakibatkan komoditas pemujaan tubuh menjadi salah satu sarana
menghasilkan dan melipatgandakan kapital. Konstruksi gender menghasilkan konsep
feminin dan maskulin, yang kemudian tumbuh menjadi stereotip dalam masyarakat.
Konstruksi maskulinitas terjadi sejak dini melalui sosialisasi dari berbagai pihak dan
menjadi tuntutan sebuah budaya dari para laki-lakinya.
Fetishisme aan narsisme, yang memfokuskan pada bentuk dan penampilan
fisik juga menjadi faktor hadimya maskulinitas dala masyarakat dan timbulnya
kom.odifikasi maskulinitas. Media serta medium lainnya secara sadar ataupun tidak telah
ikut mengkampanyekan wacana p~mujaan tubuh ini sehingga memberikan perasaan tidak
nyaman bagi populash.mengenai penampilan dan perannya dalam masyarakat.
Dalam konteks globalisasi, dimana batasan waktu dan tempat semakin
teratasi, dunia tumbuh menjadi sebuah desa global. Media-media pun kini melakukan
ekspansi ke seluruh penjuru dunia dan ikut menyebarkan budaya dan nilainya sendiri yang
dibc:wa dari tempat ia berasal. Maskulinitas dalam majalah Men'S Health juga dilihat
sebagai sebuah ekspansi budaya dari Amerika Serikat. Konsekuensinya adalah bahwa
media tidak semata dilihat sebagai respo dari l
kek11atan untuk membentuk masyarakat"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Octavia S.
"Penelitian ini menggunakan analisa wacana kritis yang melihat bagaimana majalah pria merepresentasikan perempuan. Majalah yang dianalisis adalah Majalah Male Emporium, yang mempunyai segmen pasar utama yaitu pria berusia 30-45 tahun. Penelitian ini berusaha menggambarkan kemungkinan laki-laki yang selama ini oleh feminis perempuan ibarat "sleeping with enemy" bisa ikut berpartisipasi mendongkrak kesetaraan gender. Latar belakang yang diambil dal= penelitian ini adalah adanya permasalahan gender yang dikonstruksikan secara sosial dalam masyarakat. Permasalahan gender ini ternyata membawa ketidakadilan pada perempuan dengan munculnya beberapa permasalahan seperti gender dan beban kerja, pembagian wilayah peran yang tegas antara domestik dan publik, gaji buruh yang rendah, pelecehan seksual dan menjadikan perempuan sebagai komoditi atau objek seks dalam media. Dengan menggunakan metode analisis wacana milk Gamson dan Modigliani, penulis berusaha menemukan "bagaimana Majalah Male Emporium merepresentasikan perempuan sebagai salah satu daya pikat pembelinya dan ideologi apa sebenamya yang mempengaruhi Male Emporium dalam memberikan representasi perempuan tersebut?" Selain itu pertanyaan penelitian juga untuk membuktikan apakah ada kemungkinan bagi majalah pria yang diasuh oleh pria dan untuk pria mempunyai artikel-artikel yang ikut meningkatkan sensitifitas gender (gender sensitiveness) pembacanya. Hal ini juga akan terkait dengan kemungkinan bagi laki-laki untuk menjadi seorang feminis (Male Feminist). Perspektif yang dipakai dalam kerangka pemikiran adalah paradigma kritis yang banyak dipengaruhi oleh Teori Strukturisasi Giddens. Kemungkinan majalah pria ikut serta dalam perubahan dan meningkatkan sensitifitas gender dapat dilihat melalui teori strukturisasi ini. Sedangkan paradigma kritis berusaha melihat media sebagai sarana dimana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan bahkan memarjinalkan mereka dengan menguasai dan mengontrol media. Penelitian dalam tradisi ini terutama melihat media sebagai kekuatan besar yang berperan dalam memanipulasi kesadaran dan kenyataan. Dalam kerangka teori, penelitian ini meujuk pada konsep gender dan permasalahan—permasalahan gender. Berkaitan dengan media, juga ikut dibahas bagaimana selama ini media merepresentasikan perempuan. Teori kostruksi realitas dan Denis McQuail menjadi salah satu rujukan yang menyatakan bahwa media berpengaruh pada pembentukan realitas semu (realitas kedua/pseudo reality). Dan begitu juga sebaliknya bagaimana realitas yang ada di masyarakat bisa mempengaruhi isu di media. Di sini media tidak bisa dianggap institusi yang berlaku secara objektif, karena seringkali latar belakang pekerja-pekerja di media ternyata sangat mempengaruhi cara pandang mereka dalam memberitakan realitas yang ada. Selain itu pengaruh sistem dimana media itu berada juga sangat mempengaruhi media dalam merepresentasikan perempuan. Fenotnena perempuan sebagai objek seks, dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang politik ekonomi tubuh perempuan. Dimana, tubuh atau anggota tubuh perempuan dijadikan komoditi yang punya nilai jual (added value) sebagai daya, pikat untuk meningkatkan laba atau keuntungan. Tubuh perempuan dijadikan pembawa makna (sign bearer) dan bukan menciptakan maluia (sign creator). Hal ini tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalis, yang ternyata juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan industri secara global. Saat ini, media tidak hanya sebagai institusi redaksional tetapi juga sebagai industri yang bertwnpu pada peningkatan capital. Dengan menggunakan teknik analisis framing Gamson dan Modigliani, penulis berusaha melihat representasi perempuan lewat teks yang ada dalam artikel Women We Love, Man Issue, Man of The Month dan Women's Secret. Sedangkan Critical Discourse Analysis (CDA) digunakan untuk menganalisis tingkat yang lebih luas yaitu pada discourse analysis dan socio cultural analysis. Analisis ini untuk memperlihatkan kaitan teks dengan konteks social masyarakat dimana media itu berada. Pada tahap selanjutnya, dilakukan juga analisis order of discourse untuk melihat secara keseluruhan kaitan ketiga level tersebut. Dari hasil analisa ditemukan bahwa, Majalah Male Emporium masih menggunakan perempuan sebagai sex sells, walaupun dalam bentuk frame perempuan yang lebih berkelas dan anggun. Suatu yang menarik adalah dalam majalah yang sex sells ini, beberapa artikel di kolom Man Issue dan Man Of the Month pernah membahas masalah kesetaraan gender. Male Emporium juga lebih fleksibel pada peranan perempuan di dunia publik dibandingkan dunia domestik. Walaupun, Male Emporium dalam beberapa hal masih harus terjebak pada ideologi patriarki yang sudah mengakar dalam masyarakat. Pengangkatan isu gender dalam majalah ini, dilihat penulis sebagai salah satu motivasi pria untuk menumbuhkan perasaan sensitifitas gender (gender sensitive). Disini Male Emporium masih dalam tahap motivasi asal gender. Dalam kesimpulan dan implikasi teoritis dikemukakan bagaimana kemungkinan laki-laki bisa menjadi seorang feminis laki-laki (male feminist). Karena permasalahan gender bisa diperbaiki ketika semakin banyak laki-laki atau perempuan yang berpikir patriarkis keluar dari struktur yang ada dan masuk dalam kesadaran diskursif (discursive consciousness)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>