Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61840 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Vicky Ardian Amir
"Keadilan dan kesetaraan adalah impian setiap manusia, namun pada kenyataannya ada setengah penduduk dunia yang belum merasakannya, dalam hal ini perempuan. Melalui feminisme, perempuan mendobrak dominasi patriarkal yang ada. Perjuangan ini sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh perempuan, sebab melalui pemikiran filsuf laki-laki seperti, John Stuart Mill, sebagai agen perubahan pada kesetaraan perempuan dengan jalan hak pilih dan Jacques Lacan dengan konsep tahapan pembentukan manusia agar perempuan keluar dari tatanan simbolik yang maskulin, serta Jacques Derrida dengan ?alat? dekonstruksi, membongkar tradisi maskulin dan menyuarakan feminitas dengan jalan tulisan. Juga melalui konsep subjek tiga filsuf ini, diharapkan tradisi patriarkis dapat terkikis.

Equality and justice is a dream for each and every human being, but in fact, half of the world population never feel it, in this case, women. Through feminism, women smashed the patriarchal domination that still exists. Actually, this fighting not only done by women, because through the thoughts of males philosopher like, John Stuart Mill as the agent of change in women equality with way of suffrage and Jacques Lacan with human figuration phases, in order to make women come out from the masculine?s symbolic order, as well as Jacques Derrida with deconstruction?s ?tool?, breaking the masculine?s tradition and give voice to femininity through the literature. Also through the concept of subject from these three male philosophers, it is hoped that patriarchies tradition could vanish."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S1387
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Azzah Aprilia
"Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk untuk menjabarkan perbedaan dari stage play 2.5D Touken Ranbu The Stage Guden: Mujun Genji Monogatari sebagai adaptasi dari novel Genji Monogatari oleh Murasaki Shikibu. Penelitian ini menggunakan teori adaptasi oleh Hutcheon dan konsep subjektivitas perempuan oleh Beauvoir dengan menggunakan metode analisis teks dari sudut pandang feminisme. Dari hasil analisis diperoleh perbedaan Guden sebagai karya adaptasi adalah adanya penambahan adegan berupa eksplorasi dari gyoukan (jeda antar adegan) dan bab “Kumogakure”, serta keterlibatan karakter touken danshi sebagai pengamat dan pihak dari luar cerita Genji Monogatari. Penambahan dari bagian gyoukan mengizinkan karya adaptasi untuk mengeksplorasi lebih dalam mengenai karakter-karakter perempuan sebagai satu individu yang utuh. Bab “Kumogakure” yang pada cerita sumber merupakan halaman kosong, dalam karya adaptasi menjadi simbol pemberontakan para perempuan untuk mendapatkan kebebasan mereka sebagai manusia yang utuh. Sedangkan penambahan touken danshi dalam cerita adalah sebagai kritik dari sistem patriarki itu sendiri. Apabila dikaitkan dengan konteks when dan where karya adaptasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketidaksetiaan yang ditemukan dalam Guden merupakan bentuk penyesuaian agar karya dapat diterima dan dipahami oleh penonton pada masa kini.

This study is qualitative research that aims to describe the differences between 2.5D Stage Play Touken Ranbu The Stage Guden: Mujun Genji Monogatari as an adaptation of Genji Monogatari by Murasaki Shikibu. This research uses the theory of adaptation by Hutcheon and female subjectivity by Beauvoir using the method of feminism reading. From the analysis, it is found that the difference between Guden as an adaptation work is the addition of scenes in the form of exploration of gyoukan (between the lines) and "Kumogakure'' chapter, as well as the involvement of touken danshi characters as observers and outsiders of Genji Monogatari story. The addition of the gyoukan part allows the adaptation to explore more deeply the female characters as a whole subjects. The chapter "Kumogakure" which in the source story is an empty chapter, in the adaptation work becomes a symbol of the rebellion of women to gain their freedom as complete human beings. Meanwhile, the addition of touken danshi characters in the story is to address criticism for patriarchal system itself. When linked to the context of when and where of the adaptation work, it can be concluded that the disloyalty found in Guden is a form of adjustment so the work can be accepted and understood by today's audience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Nuruzzaman
"Terlibatnya laki-laki -feminis laki-laki- dalam perjuangan dan pembelaan terhadap perempuan mendapatkan tantangannya ketika beberapa kelompok feminis melakukan penolakan dan penerimaanya, dengan argumentasi yang berbeda, kelompok feminis yang menerima laki-laki sebagai pemebela perempuan beralasan bahwa tidak semua laki-laki memperlakukan perempuan buruk, dan banyak laki-laki (feminis laki-laki) yang memiliki perasaan yang lama dengan perempuan bahwa ada persoalan ketimpangan dalam relasi sosial anti laki-laki dan perempuan yang harus diperbaiki. Sementara itu perjuangan sosialisasi wacana dari gerakan perempuan mendapatkan benturannya ketika berhadapan dengan wacana keagamaan. Pesantren -yang di dalamnya terdiri dari Kiai, pengetahuan yang diproduksinya (wacana agama) dan budaya yang dihasilkan dari pengetahuan agama- sebagai basis Islam tradisional dianggap memiliki peran yang besar dalam melakukan subordinasi terhadap perempuan, namun dari beberapa kasus munculnya pembelaan terhadap perempuan justru bermula dari kelompok Islam tradisionalis atau pesantren, misalnya pernyataan bahwa perempuan boleh menjadi kepala negara. Dengan sikap tersebut pesantren menjadi penting untuk dilibatkan dalam melakukan sosialisasi wacana dan gerakan perempuan.
Melihat hal tersebut, permasalahan utama penelitian ini adalah melihat gagasan KH. Husien Muhammad sebagai feminis laki-laki tentang persoalan-persoalan yang dihadapai perempuan, inti dari penelitian ini adalah, melihat gagasan-gagasan KH. Husien Muhammad sebagai ulama pesantren (Islam tradisonalis) terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan dengan perspektif Islam terutama wacana Islam klasik, karena gagasannya KH. Husien dianggap sebagai kiai feminis dan menjadi pembuka dalam melakukan perubahan-perubahan wacana keagamaan pesantren. Analisisnya difokuskan pada gagasan-gagasan KH. Husien Muhammad sebagai ulama pesantren yang memproduksi wacana-wacana keagamaan dan aktifitasnya sebagai kiai yang melakukan pembelaan terhadap perempuan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap KH. Husien Muahammad dan gagasan-gagasannya baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk diskusi, dan studi pustaka. Juga beberapa kiai di sekitar pesantren Cirebon, dan teman-teman aktifitas Husien lainnya.
Dari hasil analisis menunjukan bahwa pada awalnya Husien juga sangat resisten terhadap reinterpretasi wacana agama yang melakukan pembelaan terhadap perempuan, namun karena seringnya ia mengikuti kegiatan tentang masalah-masalah yang dihadapi perempuan gagasannya berubah menjadi pembela terhadap perempuan, bahkan dia dianggap dan dijadikan rujukan utama oleh para. aktifis perempuan dalam menyelesaikan masalah-masalah agama dan perempuan. Husien adalah laki-laki yang memahami dan merasakan ketertindasan perempuan yang dilakukan oleh tafsir agama, padahal Husain yakin dalam ajaran agama, Tuhan tidak membedakan laki-laki dan perempuan, sehingga Husien melakukan tafsir ulang terhadap teks-teks agama yang melakukan subordinasi terhadap perempuan.
Diskusi teoritik yang dihasilkan adalah (1) KH. Husien adalah feminis laki-laki yang sangat diperlukan atau sekutu yang efektif oleh kelompok feminis lainnya, karena Husien melakukan perjuangan pembelaan terhadap perempuan dari perepektif yang jarang orang menguasainya, malah kadang agama menjadi legitimasi untuk mensubordinasi perempuan terus menerus. (2) Husien sebagai ulama adalah alat sosialisasi wacana jender bagi masyarakat Islam tradisonalis yang masih memegang teguh budaya hormat pada guru atau kiai, karena Husien adalah kiai maka wacana yang diusung Husien diharapkan akan menyebar ke masyarakat pesantren secara luas. (3) Reinterpretasi terhadap teks-teks agama yang dilakukan Husien tidak akan terlalu besar mengundang kritik atau resisiten karena Husien dianggap memiliki legitimasi dalam melakukan reinterpretasi terhadap teks.
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan adalah: (1) Laki-laki tidak selalu menjadi musuh utama perempuan bahkan kadang menjadi sekutu paling utama dalam melakukan perjuangan pembelaan terhadap perempuan.(2) Aktifis demokrasi dan jender kebanyakan berlatar belakang pendidikan sekuler yang lebih mengandalkan pada alat analisis sosial dan filsafat atau berlatar belakang pendidikan agama tetapi tidak memiliki otoritas keagamaan yang diakui oleh masyarakat, maka sangat penting seorang yang memiliki otoritas keagamaan melakukan interpretasi terhadap teks-teks agama untuk melakukan pembelaan terhadap perempuan dengan legitimasi teks agama pula. (3) Aktifis perempuan perlu mendorong gagasan keadilan dan kesetaraan terhadap perempuan masuk ke dalam masyarakat secara luas dengan menggunakan berbagai macam strategi, tidak terkecuali pesantren dengan mengubah kesadaran mereka dengan gagasan-gagasan Islam dan jender. (4) Sehubungan ada kesadaran bahwa agama menjadi alat legitimasi subordinasi perempuan -terutama di pesantren- maka dibutuhkan argumentasi-argumentasi keagamaan yang melawan pemahaman keagamaan dengan disesuaikan pengetahuan dan kemampuan masyarakat pesantren."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Kristanto
"ABSTRAK
Novel Perempuan di Titik Nol yang ditulis oleh Nawal el-Sa'adawi merupakan sebuah novel yang menyuarakan dengan keras rasa perrh yang diderita oleh seorang perempuan Mesir bernama Firdaus. Novel ini sekaligus adalah refleksi dari kesengsaraan yang ditanggung oleh perempuan Timur Tengah yang hidup di bawah dominasi patriarki. Hal yang kontroversial dalam novel ini adalah peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh seorang wanita terhadap laki-laki. Pendekatan etika yang mengikuti imperatif kategoris Immanuel Kant akan mengecam tindakan pembunuhan apapun motifnya. Tindakan pembunuhan yang dilakukan Firdaus bisa mengundang reaksi negatif, terutama bila kita mengetahui bahwa ia sama sekali tidak menyesali perbuatannya, tetapi bahkan merayakannya. Namun, tindakan menghakimi Firdaus karena pembunuhan yang ia lakukan tanpa mempertimbangkan struktur sosial dimana ia hidup yang sangat merendahkan perempuan dan tanpa melihat proses pengembangan hati nurani yang ia alami, merupakan suatu tindakan yang tidak tepat. Dengan menggunakan pendekatan etika yang memihak kepada kaum perempuan, makalah ini berusaha membuktikan bahwa pilihan-pilihan tindakan yang diambil oleh Firdaus sesungguhnya memiliki kebenaran-kebenaran etis dan bersifat rasional. Makalah ini ingin menyatakan bahwa keputusan menghukum mati Firdaus adalah sesuatu yang salah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Melani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi relasi laki-laki dan perempuan dalam lirik lagu grup band Dewa 19. Lirik lagu dapat menjadi media untuk melanggengkan pandangan-pandangan tertentu tentang perempuan dan laki-laki di masyarakat. Pandangan-pandangan yang sebenarnya memberi stigma buruk pada kaum perempuan menjadi tersamarkan oleh indahnya iringan aransemen musik, serta iramanya yang menghanyutkan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis teks dengan pendekatan semiotika. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pengambilan sampel purposif yang terstratifikasi, dengan prosedur: (1) mengumpulkan seluruh album yang dihasilkan oleh Dewa 19, (2) memilih lirik lagu yang akan dianalisis, dan (3) melakukan analisis teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lirik lagu grup band Dewa 19 masih memperlihatkan relasi gender yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Representasi laki-laki dan perempuan dalam lirik lagu Dewa 19 tetap melanggengkan stereotipe yang telah terbentuk dalam budaya patriarki tentang laki-laki dan perempuan. Patriarki terbukti sebagai suatu sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai oleh laki-laki dengan bermacam-macam cara.
This research is aimed to understand the representation of man and woman relation within the song lyrics of Dewa 19 band. Song lyrics can be a medium through which certain views regarding woman and man in the society are perpetuated. These views which are giving bad stigmas towards woman are disguised under the beautiful music arrangement and drifting melodies. This research employs text analysis method with semiotics approach. Data collecting technique uses stratified purposive sample, which includes (1) collecting all albums produced by Dewa 19, (2) choosing the lyrics to be analyzed, and (3) text analyzing using semiotics approach. The result of this research shows that lyrics of Dewa 19 bands songs are still representing the unequal gender relation between man and woman. The representation of man and woman within Dewa 19?s song lyrics still perpetuates the stereotypes in the patriarchy culture about man and woman. Patriarchy is proven as a system which lets woman remains dominated by man in various ways."
2008
T24072
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gadis Arivia Effendi
"Disertasi ini mengekplorasi persoalan-persoalan filsafat dan feminisme. Di dalam eksplorasi ini, peneliti menunjukkan dominasi pemikiran maskulin di dalam filsafat Barat. Sebanyak 14 filsuf terkenal diteliti mulai dari filusuf-filsuf Yunani hingga filsuf-filsuf kontemporer dalam teks-teks filosofis mereka tentang perempuan. Temuan-temuan yang dicapai adalah bahwa kebanyakan filsuf-filsuf meminggirkan perempuan dalam mainstream filsafat dan tidak memberikan ruang bagi pemikiran feminin. Peneliti menggunakan pendekatan dekonstruksi untuk memperlihatkan bagaimana cara berpikir maskulin beroperasi dan dengan pendekatan yang sama berhasil menyuarakan filsuf-filsuf perempuan dengan cara baca yang baru. Penelitian ini juga mengajukan konsepkonsep baru yang disebut filsafat feminis dengan memperhatikan filsafat sebagai yang bertubuh dan bergender dengan demikian mengakui epistemologi standpoint, sexual difference metafisikalontologi, kepedulian dalam etika dan secara umum menerima persoalan-persoalan ranah privat (domestik) sebagai persoalan-persoalan filosofis. Konsep-konsep ini dapat berkonstribusi banyak untuk kemajuan filsafat dan masa depan filsafat dimana peranan keadilan gender sangat penting. Pemikiran feminis merupakan teori pembebasan dalam teori-teori sosial dan pembebasan bagi filsafat itu sendiri.

This dissertation explores the relationship between philosophy and feminism. The researcher hypothesizes that masculine thoughts dominate Western philosophy. The texts on women from fourteen prominent Western philosophers ranging from Greek to contemporary were analyzed The findings are that most philosophers marginalized women and that mainstream Western philosophy provides little space for feminine thinking. The researcher uses deconstruction to show how masculine thoughts operate in a Western philosophical context and with the same tools, the researcher brings out the voices of women philosophers and a new interpretation of their philosophical works. This research also proposes new concepts in the discourse of philosophy, arguing philosophy as gendered and embodied, therefore, creating space for a feminist philosophy which includes standpoint epistemology, sexual difference in metaphysics/ ontology, and care in ethics. In the whole, this dissertation would like to put forward issues of the private sphere (domestic issues) as issues in philosophy. "the private is philosophy". It is the researcher's hope that these concepts will contribute to the progress of philosophical thought and a future where gender justice plays an important role in society. Feminist thought is a liberation in social theory and feminism in philosophy liberates philosophy itself."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D527
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Daru Dewi G. S. Putri
"ABSTRAK
Konsep yang disampaikan oleh Descartes mengenai dualisme mind dan body menunjukkan adanya hubungan antara jiwa dan tubuh pada proses penyampaian pemikiran manusia. Makna dari pemikiran ini bergeser karena konstruksi sosial yang memperlakukan perempuan dan laki-laki secara berbeda. Hal tersebut menunjukan adanya diskriminasi dan kekurangan pada pemikiran filsafat di dalam menghadapi permasalahan manusia secara universal. Menanggapi permasalahan yang terjadi, penelitian ini menerapkan pemikiran Merleau-Ponty mengenai persepsi yang menubuh untuk mengemukakan pentingnya tubuh perempuan yang bebas sebagai media untuk memahami fenomena yang terjadi di dunia. Pemikiran lain yang diterapkan pada penelitian ini adalah kesadaran akan ambiguitas yang dikemukakan oleh Beauvoir. Kedua konsep yang disampaikan kemudian dipadukan membantu perempuan memahami pilihan-pilihan yang dapat ia tentukan sendiri. Dengan pemikiran Merleau-Ponty dan Beauvoir, proses menjadi perempuan atau becoming a woman dapat dilalui secara mandiri dan menjadi jalan keluar dari filsafat untuk permasalahan feminisme.

ABSTRACT
The relation of human rsquo s mind and body in Descartes rsquo dualism indicates how human cannot express their way of thinking without using their body. However, social construction has made this concept lost its equality and begun to use use sex and gender to differentiate human. This represents a social discrimination and a deficiency in philosophy in solving human universal issues. Responding to this issue, this research applies Merleau Ponty rsquo s thought on embodied perception and Beauvoir rsquo s thought on ambiguity. Both are applied to emphasize the importance of women bodies rsquo freedom to understand the world rsquo s phenomenons around them. These concepts can support the process of becoming a woman as a philosophical solution for femimism.Keywords embodied perception, ambiguity, philosophy, feminism. "
2018
T50502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melly Oktaviani
"Konstruksi patriarki memandang menstruasi sebagai hal yang kotor dengan berlandas pada suatu prasangka yang keliru terhadap darah yang merupakan lambang kematian. Implikasi dari hal ini adalah adanya anggapan bahwa rahim membawa penyakit yang disebut dengan “penyakit perempuan”. Bias yang terjadi menyebabkan perempuan merasa malu dengan adanya menstruasi melanggengkan narasi patriarkal mitos menstruasi. Nilai-nilai yang tertanam secara mengakar dan kontinu berdampak pada perempuan yang kehilangan otoritas atas tubuhnya. Ilmu pengetahuan dan kapitalisme yang berkembang pesat membuat opresi terhadap perempuan makin kuat, bahkan produk menstruasi kini dikapitalisasikan. Kapitalisme yang berfokus pada profit mengabaikan kerusakan alam yang diakibatkan dengan banyaknya limbah pembalut. Ekofeminisme menunjukkan adanya opresi terhadap alam dan perempuan yang masih berlanjut hingga saat ini dan tidak mungkin untuk membebaskan salah satunya tanpa mengorbankan yang lain.

The patriarchal construction views menstruation as a dirty thing based on the mistaken prejudice of blood which is a symbol of death. The implication of this is the assumption that the uterus carries a disease called "women's disease". The bias that occurs causes women to feel ashamed about menstruation, perpetuating the patriarchal narrative of the menstrual myth. Values that are deeply rooted and continuous have an impact on women who lose authority over their bodies. Science and capitalism that are developing rapidly make the oppression of women stronger, even menstrual products are now capitalized. Profit-focused capitalism ignores the natural damage caused by the abundance of sanitary napkins. Ecofeminism shows that there is an oppression of nature and women is still ongoing today and it is impossible to liberate one of them without sacrificing the other."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Christina Oktorida
"Tulisan ini menjelaskan kebebasan merupakan sesuatu yang selalu dikejar manusia dan menjadi fokus berbagai ilmu filsafat. Kebebasan menyangkut persoalan terkait kebebasan perempuan, politik, ekonomi, hukum, dan agama. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau karya Nawal El Saadawi dalam novel Jatuhnya Sang Imam mengenai perjuangan dalam menyerukan eksistensi dan kebebasan perempuan pada budaya patriarki yang legitimasi oleh agama. Dengan menggunakan teori feminisme radikal kultural dan penelitian kritik feminis, dengan metode penelitian deskriptif, analisis, dan tinjauan pustaka bertujuan mendeskripsikan apa saja legitimasi agama dan kekuasaan dari budaya patriarki serta isu bagaimana teori kritik feminis Nawal El Saadawi, Nasaruddin Umar juga kritik feminis radikal Shulamith Firestone menganalisis tokoh perempuan dalam novel tersebut. Ditemukan bahwa dalam novel tersebut bertujuan menjelaskan belenggu patriarki di sektor budaya masyarakat. Kaum feminis radikal terkenal dengan ungkapan “the personal is political” untuk menyoroti penindasan terhadap perempuan di ranah pribadi, khususnya dalam sistem karakterisasi gender yang secara konsisten mengasosiasikan laki-laki dengan maskulinitas dan perempuan dengan feminitas berdasarkan gender. Penulis menganalisis ini dalam konteks sosial dan budaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai peran dan pengaruh tokoh Bintullah dalam perjuangan kesetaraan gender. Ditemukan bahwa kebebasan berhak diperoleh tokoh Bintullah dan Jawaher dalam bidang seperti hubungan perkawinan, budaya, dan politik.
This article explains freedom is something that humans always strive for and is the focus of various philosophical sciences. Freedom has issues related to women's freedom, politics, economics, law and religion. This research aims to review the work of Nawal El Saadawi in the novel "The Fall of the Imam" regarding the struggle to call for the existence and freedom of women in a patriarchal culture that is legitimized by religion. Using cultural radical feminist theory and feminist criticism research, with descriptive research methods, analysis and literature review aim describing the legitimacy of religion and power from patriarchal culture as well as the issue of how feminist critique Nawal El Saadawi, Nasaruddin Umar also radical feminist critique Shulamith Firestone analyze the female characters in the novel. It was discovered that in the novel aimed to depict the shackles of patriarchy in the cultural sector of society. Cultural radical feminists are famous for using the phrase to highlight the oppression of women in the private sphere, especially the gender characterization system based on sex, which always associates men with masculinity and women with femininity. The author analyzes this in a social and cultural context to gain a more comprehensive understanding of its role and influence Bintullah in the struggle for gender equality, Finds that the figures Bintullah and Jawaher has the right to freedom in area such as marriage, cultural of society, and political relations."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Rasyida Adriani
"Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan kecenderungan gaya resolusi konflik yang
digunakan dalam menyelesaikan konflik perkawinan, dan hal tersebut dapat
mempengaruhi kepuasan perkawinan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah
terdapat pengaruh yang signifikan gaya resolusi konflik terhadap kepuasan perkawinan
pada laki-laki dan perempuan pada 5 tahun pertama perkawinan, serta mengetahui apakah
terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kepuasan perkawinan dan penggunaan gaya
resolusi konflik pada kedua kelompok tersebut. Uji independent sample t test dan
multiple regression dilakukan kepada 625 partisipan (171 laki-laki dan 454 perempuan)
berusia 20 - 40 tahun yang sedang menjalani hubungan perkawinan dengan usia
perkawinan sama dengan atau kurang dari 5 tahun. Resolusi konflik diukur dengan CRSI
(Conflict Resolution Styles Inventory) dan kepuasan perkawinan diukur dengan QMI
(Quality of Marriage Index). Hasilnya, ditemukan perbedaan tingkat kepuasan
perkawinan dimana laki-laki memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Selain itu, juga ditemukan perbedaan yang signifikan gaya
resolusi konflik yang cenderung digunakan laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
lebih sering menggunakan gaya positive problem solving dan compliance, sedangkan
perempuan lebih sering menggunakan gaya conflict engagement. Kemudian, juga
ditemukan terdapat pengaruh yang signifikan gaya resolusi konflik conflict engagement,
withdrawal, dan positive problem solving terhadap kepuasan perkawinan, dimana gaya
conflict engagement dan withdrawal berpengaruh secara negatif terhadap kepuasan
perkawinan, sedangkan gaya positive problem solving berpengaruh secara positif
terhadap kepuasan perkawinan. Lalu, gaya resolusi konflik yang paling dapat
memprediksi tingkat kepuasan perkawinan pada laki-laki maupun perempuan adalah
positive problem solving. Disarankan bagi individu yang telah menikah untuk
menerapkan gaya resolusi konflik yang memberikan pengaruh positif agar mereka dapat
mempertahankan atau meningkatkan kepuasan perkawinan mereka.

Men and women have differences in conflict resolution styles that tend to be used to
resolve their marital conflicts, and this can affect their marital satisfactions. This study
was conducted to examine whether there is a significant effect of conflict resolution
styles on marital satisfaction in men and women in the first 5 years of marriage, and also
to know whether there is a significant differences of level of marital satisfaction and the
use of conflict resolution styles between men and women. Independent sample t test and
multiple regression tests were conducted on 625 participants (171 men and 454 women)
aged 20-40 years who were in marital relationships with marital duration equal to or less
than 5 years. Conflict resolution was measured by CRSI (Conflict Resolution Styles
Inventory) and marital satisfaction was measured by QMI (Quality of Marriage Index). It
was found that there was a difference in the level of marital satisfaction that men have a
higher level of marital satisfaction than women. It was also found a significant difference
in conflict resolution styles that tend to be used by men and women, where men more
often use positive problem solving and compliance styles, while women more often use
conflict engagement styles. Then, it was also found that there was a significant effect of
conflict engagement, withdrawal, and positive problem solving style on the level of
marital satisfaction, where conflict engagement and withdrawal styles negatively affected
marital satisfaction, whereas positive problem solving style positively affected marital
satisfaction. Finally, conflict resolution style that can best predict the level of marital
satisfaction in both men and women was positive problem solving. It is recommended for
married individuals to apply a conflict resolution style that has a positive influence so that
they can maintain or increase their marital satisfaction
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>