Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169996 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofian Purnama
"Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah salah satu organisasi kemahasiswaan tertua di Indonesia yang berdiri pada 5 Februari 1947. Sejak tahun-tahun awal kelahirannya, HMI telah terlibat dengan berbagai peristiwa penting yang dialami Bangsa Indonesia. Ketika Bangsa Indonesia sedang berupaya mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan kaum kolonial dan pemberontakan kaum komunis melalui Madiun affair 1948, HMI bersama golongan militer bahu-membahu mempertahankan Negara Republik Indonesia dan cita-cita Proklamasi. Kerjasama yang telah terjalin itu berlanjut pada tahun 1960-an, ketika terjadi konflik antara angkatan Darat dan PKI. PKI yang merasa semakin kuat kemudian mulai melebarkan konfrontasinya kepada kelompok-kelompok lain. HMI kemudian menjadi salah satu sasaran_pengganyangan PKl dan pendukung-pendukungnya. PKI menuduh HMI anti Pancasila, antek Masyumi, terlibat PRRI, agen CIA, dan lain-Iain. Berbagai upaya dilakukan PKI untuk membubarkan HMI, mulai dari demonstrasi-demonstrasi menuntut pembubaran HMI, hingga teror-teror yang dilakukan PKI dan pendukung-_pendukungnya dalam berbagai bentuk. Situasi itu menjadi sangat tidak menguntungkan HMI, apalagi kemudian Presiden Sukarno mulai terpengaruh dan mulai mempertimbangkan untuk membubarkan HMI. Presiden Sukarno menuduh HMI melakukan tindakan anti-revolusi dan bersikap reaksioner, aneh, menjadi tukang kritik, liberal dan terpengaruh oleh cara berfikir barat. HMI kemudian melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan dan pengganyangan yang dilakukan PKI dan pendukung-pendukungnya. Selain berusaha mendapatkan dukungan Presiden Sukarno, HMI juga menggalang kerjasama dengan Angkatan Darat yang juga sama-sama menjadi sasaran pengganyangan PKI. Angkatan Darat kemudian memberikan dukungannya yang besar kepada HMI. Konflik antara Angkatan Darat dan HMI di satu pihak dengan PKI di pihak lain memuncak saat menjelang terjadinya Gestapu yang gagal. Kerja sama antara Angkatan Darat dan HMI merupakan sesuatu yang sangat menarik karena sebagai organisasi yang paling mapan dan modern di dunia, militer tidak biasa bekerja sama dengan organisasi lain di luar dirinya. Militer beranggapan bahwa organisasi-organisasi selain militer adalah penyebab disintegrasi bangsa. Namun ternyata hal itu tidak berlaku pada militer Indonesia (Angkatan Darat) di tahun 1960-an. Pada saat itu memang terjadi situasi politik yang genting, yang membuat banyak hal berlangsung di luar yang biasa terjadi, seperti yang terjadi pada Angkatan Darat dan HMI."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12653
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 2005
303.6 KON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gde Parimartha
"Latar belakang penelitian. Studi sejarah mengenai masyarakat Lombok memang masih jarang dilakukan. Sampai kini baru dua orang sarjana yang melakukannya. Mereka adalah : E.Utrecht (1962),1 sarjana Indonesia yang melakukan studi tentang sejarah hukum internasional di Bali dan Lombok, sedangkan Alfons van der Kraan (1976). 2 dari Universitas Nasional Australia melakukan studinya dalam bidang sejarah politik. Melalui penelitiannya E-Utrecht berusaha mengungkapkan segi-segi hubungan hukum internasional yang ada di Bali dan Lombok yang digali dari lembaga-lembaga dan aturan adat setempat. Dengan pandangan yang sangat Indonesia sentris ia melihat bentuk-bentuk peraturan yang tersebut: paswara, titiswara menurut hukum interen berlaku diwilayah kerajaan bersangkutan. Sedangkan bentuk-bentuk aturan perjanjian seperti: kertobayan, pasobaya dapat berlaku di antara beberapa kerajaan. Semua itu disebut sebagai hukum antara bangsa adat. Hukum antara bangsa adat ini menurut E-Urecht telah mengenal lembaga-lembaga seperti yang terdapat dalam hukum internasional sekarang, walaupun dalam struktur dan bentuknya yang sederhana. Karena itu, hukum antara bangsa adat ini dapat dikwalifikasi sebagai hukum internasional..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1984
T38083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budipranoto Sudjanadipradja
"Seperti diketahui bahwa banyak pengambilan keputusan kebijakan publik tidak didasarkan pada analisis perhitungan dampaknya. Kasus paling menonjol adalah keputusan pemerintah memberikan hak monopoli kepada pihak swasta sebagai badan untuk mengatur percengkehan nasional yang dikenal dengan BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh). Dilihat dari sisi politik yang kontroversial karena intervensi dari anak penguasa waktu itu, dimana secara ekonomi tidak dapat dibenarkan.
Komoditi cengkeh sebenarnya memiliki karakteristik yang khusus karena konsumsi cengkeh dunia paling besar adalah Indonesia, dan produksi terbesarnya juga dimiliki oleh Indonesia, sehingga pada saat sekarang ini hampir tidak ada perdagangan internasional untuk komoditi cengkeh. Percengkehan didalam negeri juga memiliki karakteristik khusus, yang menjadi ajang perebutan bisnis elit politik yang ada. Tata niaga cengkeh silih berganti, namun tidak satupun yang memperbaiki nasib petani kita. Struktur pasar oligopseni pada pasar cengkeh petani dituding sebagai eksploitasi surplus produsen oleo pihak Pabrik rokok kretek.
Penelitian ini mengungkapkan apa dan bagaimana karakteristik pasar cengkeh di level petani pada satu sesi dan level politik disisi lain. Ternyata hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang baru, karena kondisi pasar cengkeh di level petani benar-benar merupakan persaingan bebas dan mengikuti hukum pasar, terpisah dari pengaruh kebijakan tata niaga yang ada di level politik. Juga anggapan selama ini bahwa peak pabrik rokok kretek melakukan eksploitasi tidak sepenuhnya benar, yaitu karena kebutuhan cengkeh PRK hanya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Pada tingkat political decision ditunjukkan konflik BPPC dan GAPPRI yang menarik dianalisis, yaitu antara monopolis by law dan manopsonis by nature dengan kemenangan dipihak GAPPRI. Untuk perkembangan percengkehan nasional maka petani pemerintah hanya terbatas sebagai fasilitator dan tidak mendistorsi pasar yang ada."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T20587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Wahono
"ABSTRAK
Sejalan dengan judulnya, tesis ini dikembangkan terutama berdasarkan pada upaya untuk menjelaskan terjadinya proses perubahan tata niaga industri baja di Indonesia. Perubahan yang kemudian lajim dikenal dengan istilah deregulasi baja tersebut, merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah di bidang ekonomi secara keseluruhan. Tindakan itu dilakukan sebagai reaksi alas perubahan ekonomi politik internasional pada awal tahun 1980-an. Tujuan utama dari perubahan kelembagaan ekonomi itu adalah untuk mendorong kinerja ekonomi nasional agar mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Namun demikian kebijakan tersebut juga dapat dilihat sebagai upaya reorientasi terhadap besarnya campur tangan pemerintah di bidang ekonomi. Untuk itu yang tidak dapat dihindarkan adalah terjadinya perubahan pelaku utama di bidang ekonomi, dari dominasi perusahan-perusahaan milik negara (BUMN) kepada ekonomi yang dijalankan oleh swasta. Akibatnya mekanisme ekonomi yang digunakan juga akan berubah, dari titik berat pada government control mechanism kepada market mechanism.
Sementara itu bagi Indonesia, industri baja merupakan salah satu industri hulu yang sejak awal pembangunannya telah memiliki kaitan erat dengan perkembangan masalah politik ketika itu. Secara ekonomi, arti penting industri baja dapat dilihat dari keterkaitannya dengan industri menengah dan hilir pengguna baja yang jumlahnya sangat luas, dan sangat dibutuhkan dalam rangka pembangunan nasional. Sedang secara politik, pembangunan industri baja itu sendiri tidak lepas dari latar belakang politik dan strategi keamanan nasional, terutama dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan barang vital yang menggunakan bahan baku baja, mulai dari industri ringan sampai ke industri berat serta industri peralatan militer. Sehingga pemilikan industri hulu baja dinilai akan menjamin adanya pasokan bahan baku yang aman dalam rangka pengembangan industri nasional.
Melihat arti penting dan tujuan kebijakan pemerintah tersebut, maka sebagai negara yang demokratis, peran serta masyarakat akan menjadi sangat penting pula artinya. Sebab kebijakan deregulasi akan mengarah kepada terjadinya democratic economic policy making, dimana masyarakat sebagai bagian terbesar dari partisipan di bidang ekonomi harus menjadi penentu dari kebijakan, terutama sekali yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu penelitian ini berusaha untuk melihat kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja dari proses perumusannya. Bertolak dari permasalahan yang ingin diungkapkan tersebut, maka penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam penelitian kwalitalif dan metode analisanya bersifat diskriptif analitis. Artinya adalah, bahwa penelitian ini disamping menggambarkan fenomena yang ada juga menganalisis keterkaitan antara satu fenomena dengan fenomena lainnya. Adapun pendekatan yang digunakan adalah Ekonomi Politik (Political Economy), yaitu suatu pendekatan- yang berusaha mengkaitkan antara masalah-masalah ekonomi dengan politik. Pendekatan ini dianggap lebih cocok karena selain penelitian ini ingin menjawab pertanyaan bagaimana suatu kebijakan dirumuskan, juga karena studi ini ingin mengungkapkan jawaban politik dari pendekatan ini, yaitu siapa yang diuntungkan, siapa yang dirugikan dan bagaimana prosesnya. Melihat pada kenyataan yang ada, maka sebagai unit analisisnya di sini adalah negara (state centred), karena walaupun mayarakat diyakini mulai besar peranannya namun dalam proses perumusan kebijakan keikutsertaan mereka masih banyak dipertanyakan.
Pembahasan tesis ini diawali dengan adanya perubahan di sektor penerimaan negara,
menyusul jatuhnya harga minyak di pasar internasional dan kecenderungan perubahan ekonomi politik secara global. Sejak awal Orde Baru, melalui dukungan devisa dari minyak, pemerintah melalui berbagai perusahaan negara (BUMN), secara aktiv menjadi pelaku utama di bidang ekonomi. Namun dengan jatuhnya harga minyak yang tajam dan terus menerus, pemerintah secara bertahap terpaksa hares menyerahkan sebagian besar pengelolaan ekonomi kepada swasta. Akan tetapi proses ini terjadi tidak dengan cara yang sederhana karena melibatkan berbagai kepentingan politik di tingkat pengambilan keputusan. Pertentangan terutama terjadi antara mereka yang mendukung ekonomi terbuka (pro-deregulasi), melawan mereka yang pro-nasionalisme ekonomi (status-quo). Oleh karena itu dilakukannya kebijakan deregulasi ini, bukan berarti hilangnya pengaruh kelompok pro-nasionalisme ekonomi, karena pertentangan pemikiran ekonomi yang terjadi tidak berlangsung secara zero-sume game, sehingga terjadi semacam tarik ulur (trade-off) dalam daregulasi yang dilakukan, terutama dalam masalah proteksi. Dua aliran utama (mainstream) ekonomi Indonesia ini, masing-masing memiliki pendukung dalam birokrasi maupun masyarakat pelaku bisnis, terutama mereka yang diuntungkan dari sistem yang bersangkutan. Mereka ini merupakan aktor-aktor yang mempunyai kepentingan melekat (vested interest), yang keberadaannya kerapkali menjadi pertimbangan utama dari deregulasi. Dalam penelitian ini juga dijelaskan perkembangan industri baja dalam negeri terutama PT Krakatau Steel sebagai pelaku utama, mulai dari awal pembangunannya sampai pada perkembangan terakhirnya, terutama berkenaan dengan kebijakan deregulasi baja yang telah memangkas segala fasilitas yang selama ini diberikan pemerintah.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa, faktor-faktor yang menjadi pendorong deregulasi baja dan ekonomi secara keseluruhan adalah jatuhnya harga minyak, tekanan dari dalam birokrasi pemerintah, tekanan dari kreditor internasional, tekanan dari kalangan swasta dan situasi serta kondisi ekonomi politik internasional dan nasional yang telah bertaut menjadi satu kekuatan pendorong yang tidak terabaikan. Sementara itu, sebagai negara yang mengandalkan pada single commodity migas sebagai sumber devisa negara, jatuhnya harga minyak sangat dirasakan akibatnya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi pemerintah untuk melakukan alih strategi, dari ekonomi yang berorientasi ke dalam (inward looking) ke ekonomi yang berorientasi ekspor (outward looking); dari kebijakan industri substitusi impor (ISI), yang lebih menekankan pada pemenuhan barang pengganti impor dan ekspor bahan mentah kepada industri yang berorientasi ekspor (export oriented) yang menekankan kepada produk barang olahan (industri manufaktur).
Dalam prosesnya, deregulasi lebih merupakan inisiatif dari pemerintah ketimbang swasta (masyarakat). Oleh karenanya keterlibatan masyarakat baik melalui Kadin, sebagai lembaga perwakilan para pelaku bisnis, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, serta Parpol sebagai lembaga aspirasi secara umum, adalah tidal( kentara. Minimnya peran mereka ini sebagian diakibatkan adanya strategi korporatisme negara yang dikenakan pemerintah sejak Orde Baru dengan sokongan dari besarnya penerimaan negara dari minyak. Adapun sebab lain dari lemahnya keterlibatan perwakilan masyarakat tersebut menurut pemerintah adalah, dikarenakan terlalu luasnya cakupan organisasi-organisasi tersebut, sehingga dianggap tidak langsung berkaitan dengan industri terkait (baja). Sementara itu Asosiasi (baja) dan Pers diyakini oleh pemerintah memiliki keterkaitan yang kuat dalam kebijakan deregulasi yang dirumuskan. Peran mereka terutama dalam memberikan input yang berkaitan dengan struktur biaya (cost stucture) produksi maupun perkembangan harga dan bahan baku di pasar internasional maupun domestik. Dari penelitian ini juga ditemukanbahwa, mudahnya deregulasi dilakukan terhadap industri baja antara lain dikarenakan industri ini sepenuhnya milik negara. Sedang swasta yang bergerak di sektor hulu satu-satunya milik Liam Soe Liong CRMI (Cold Rolled Milling Steel Industry) sudah diambil alih oleh PT Krakatau Steel milik negara (BUMN) beberapa waktu sebelum deregulasi Oktober 1993 dikeluarkan.
Implikasi dari kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja ini sangat terkait dengan pertanyaan pendekatan ekonomi politk, terutama siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dari kebijakan tersebut. Mereka yang dirugikan dari kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja ini adalah PT Krakatau Steel, yang selama ini ditunjuk menjadi distributor utama kebutuhan baja nasional dan menikmati berbagai fasilitas proteksi dan subsidi akhirnya hams dilepaskan. Akibatnya adalah terjadinya penurunan keuntungan yang tajam menyusul dikeluarkannya Paket Deregulasi 23 Oktober 1993, yang secara telah menghapus sama sekali dan mengurangi proteksi bea masuk (BM) dan bea masuk tambahan (BMT) atas sebagian besar produk baja. Adapun mereka yang diuntungkan dari kebijakan ini adalah perusahaan-perusahaan yang banyak menggunakan baja sebagai bahan bakunya, seperti perusahaan konstruksi, industri alat-alat berat, otomotif, makanan kalengan dan seterusnya yang banyak bergerak di sektor menengah dan hilir dalam proses produksi. Sedangkan ancaman terhadap prospek deregulasi Baja ini, terutama berkenaan dengan adanya tuduhan dumping yang dialamatkan terhadap produsen baja asing yang selama ini menjual produk mereka ke Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan raregulasi barn (reregulasi), karena mereka mendapat dukungan dari Menteri Perindustrian (juga Komisaris utama PT Krakatau Steel), yang berjanji untuk segera menerapkan UU Anti Dumping.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S8174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niniek Suparni
Jakarta: Fortune Mandiri Karya, 2001
345 NIN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Diskursus mengenai pembangunan politik dan demokrasi di Indonesia sudah lama berlangsung dan masih terus berkembang sampai saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam satu daswarsa ini, pembangunan politik dan demokrasi di Indonesia sudah berubah drastis daripada sebelumnya. Permasalahan dan penelitian ini adalah bagaimanakan mewujudkan Demokrasi Pancasila dalam kehidupan politik dan demokrasi. Pembangunan bidang politik dan demokrasi di Indonesia sudah diberi wadah yang jelas dalam bentuk peraturan perundang-undangan, mulai dari UUD 1945 maupun undang-undang di bidang politik. Bahkan dalam upaya meningkatan kualitas kehidupan politik dan demokrasi, serta bidang lainnya, UUD 1945 sudah diubah sebanyak empat kali. Perubahan UUD 1945 diharapkan akan membawa kehidupan politik dan demokrasi yang lebih baik lagi di Indonesia."
348 JHUSR 8:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>