Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29081 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dara Dienayati
"ABSTRAK
Paparan sinar ultraviolet (UV) terbukti dapat menjadi salah satu pemicu dari timbulnya ruam kulit tersebut dan beberapa gejala penyakit lupus pada organ lainnya. Odapus (orang dengan penyakit lupus) harus mengurangi intensitas terkena paparan sinar matahari dengan tidak terlalu sering terkena kontak sinar matahari dan atau dapat ditopang dengan menggunakan krim tabir surya (sunscreen). Propolis telah terbukti mengandung bioaktif yang memiliki aktivitas photoprotector dan dapat dijadikan salah satu bahan aktif dalam pembuatan sunscreen. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sunscreen dalam sediaan berupa cream yang dapat diaplikasikan oleh odapus sebagai pelindung kulit dari sinar UV. Analisis dilakukan berdasarkan nilai SPF (Sun Protection Factor) yang didapat dari pengukuran secara in vitro. Didapat hasil berupa krim dengan partikel propolis yang dibuat dalam ukuran nano dan disalut dengan protein susu berupa kasein terbukti memiliki nilai SPF lebih tinggi
dibandingkan krim dengan propolis non nano.

ABSTRACT
Ultraviolet (UV) lights has been proven to be the trigger of that skin eruption and another lupus symptoms in many organs. People with lupus have to reduce the intensity of UV light explanation on his/her skins with avoiding UV light contacts or using sunscreen. Propolis
have proven contains with bioactive agent which have photoprotector activity and could be one of active agent in sunscreen making. The purpose of this research is to make a sunscreen cream which could be applied by people who have lupus as a skin photoprotector. Sample was analyzed from Sun Protection Factor (SPF) value using in vitro method. The result is sunscreen cream added with propolis which have been saluted with milk protein (casein micelle) have higher SPF value than sunscreen cream added with propolis.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1685
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitya Elvira
"Latar Belakang: Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun
dengan penyebab multifaktorial. Ketidakseimbangan sitokin Th17 (Interleukin-17; IL-
17) dan T-regulator (Transforming Growth Factor-; TGF- and Interleukin-10; IL-10)
diduga terlibat dalam patogenesis LES yang mempengaruhi aktivitas penyakit.
Tujuan: Penelitian dilakukan untuk menguji perbedaan rerata IL-17, TGF- dan IL-10
dengan aktivitas penyakit LES dan menguji korelasi sitokin Th17/T-regulator.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang melibatkan 68 pasien LES
berdasarkan kriteria inklusi MEX-SLEDAI <2 untuk LES inaktif dan >=2 untuk LES
aktif. Kriteria eksklusi adalah pasien LES dengan riwayat autoimun lain, inflamasi
kronik; infeksi akut secara klinis; serta asma bronkial, dermatitis atopi dan urtikaria
didasarkan pada catatan rekam medis. Serum IL-17, TGF-, IL-10 diperiksa dengan
metode ELISA. Data dianalisis dengan perangkat lunak SPSS 20 menggunakan uji-T
independen untuk data berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney untuk data tidak
normal.
Hasil: Rerata IL-17 serum adalah 19,67 (1,299) pg/ml. Median TGF- dan IL-10 adalah
175,02 (132-396) pg/ml dan 2,96 (0-11) pg/ml. Tidak terdapat perbedaan rerata yang
signifikan dari kadar IL-17, TGF- dan IL-10 serum pasien LES aktif dan tidak aktif.
Didapatkan korelasi positif sedang yang signifikan antara IL-17 dan IL-10 (p<0,005;
r=0,529) dan korelasi yang tidak signifikan antara IL-17 dan TGF- (p>0,005; r=-
0,142).
Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan rerata yang signifikan sitokin Th17/Treg pasien
LES aktif dan inaktif. Terdapat korelasi positif signifikan sedang antara IL-17 dan IL-
10, sementara tidak terdapat korelasi signifikan antara IL-17 dan TGF-. Penelitian
lanjutan dengan disain kohort prospektif diperlukan untuk mengkonfirmasi peran
sitokin jalur Th17/Treg ini pada pasien LES aktif dan inaktif.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Seorang wanita usia 22 tahun datang dengan keluhan utama timbul bercak kemerahan dan rasa gatal pada wajah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lainnya adalah timbul bengkak pada kedua tungkai, nyeri tenggorokan, dan batuk. Pasien sedang dalam pengobatan untuk lupus eritematosus sistemik dan tuberkulosis paru (sejak 12 hari yang lalu). Pada pemeriksaan fisik, pasien kompos mentis, hemodinamik stabil, dengan edema anasarka, lesi multipel makulo purpura yang tersebar pada tubuhnya, konjungtivis pada kedua mata, lesi multipel ulserasi di rongga mulut, dan tampak eritema pada mukosa genitalia. Hasil laboratorium menunjukkan anemia, lekopenia, hipoalbuminemia, proteinuria. Kami mencurigai pasien ini menderita sindrom Stevens Johnson akibat obat antituberkulosis. Selama perawatan, kami menghentikan pemberian obat antituberkulosis, dan memberikan metilprednisolon parenteral, serta terapi suportif lainnya. Pasien diizinkan untuk rawat jalan setelah terjadi perbaikan klinis dan dapat mobilisasi sendiri.

Abstract
A 22-year-old woman was admitted to the hospital because of 5-days history of redness and itch on her face. Additional complains were swelling on her feet, sore throat, and cough. Patient was on treatment for systemic lupus erythematosus and pulmonary tuberculosis (since 12 days). On physical examination, patient was alert, stable hemodynamic, anasarca edema, multiple purpuric macules lesion spread on her body, conjunctivitis of both eyes, multiple oral ulcers, erythema on genital mucosa. Laboratory results were anemia, leucopenia, hypoalbuminemia, proteinuria. We suspected this patient as Stevens Johnson syndrome due to tuberculostatic drugs. During treatment, we stopped the tuberculostatic drugs, and gave her parenteral methylprednisolone, with other supportive treatments. The patient was discharge after improvement of clinical condition and capable of self mobilization."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Atma Jaya. Fakultas Kedokteran], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiani
"Latar Belakang: Lupus Eritematosus Sistemik LES adalah suatu penyakit autoimun kronik yang melibatkan multiorgan dan multietiologi. Komplikasi kardiovaskular pada pasien LES merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar. Proses aterosklerosis diketahui terjadi pada pasien LES usia muda dan menjadi salah satu faktor penyebab disfungsi diastolik. Penegakkan diagnosis disfungsi diastolik memerlukan pemeriksaan yang cukup mahal dan tidak merata di setiap fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode diagnostik yang lebih mudah dan murah tetapi tetap dapat diandalkan untuk penegakkan diagnostik tersebut, seperti metode sistem skoring. Umur, lama sakit, komorbiditas hipertensi dan atau diabetes mellitus dan atau dislipidemia , anemia, Index Massa Tubuh IMT , kadar serum kreatinin, dan APS diketahui berhubungan dengan disfungsi diastolik dan dapat menjadi determinan diagnosis disfungsi diastolik pada pasien LES.
Tujuan: Menetapkan sistem skoring diagnosis disfungsi diastolik pasien LES berdasarkan determinan umur, lama sakit, komorbiditas, anemia, IMT, kadar serum kreatinin, dan APS.
Metode: Penelitian uji diagnostik potong-lintang cross sectional terhadap 127 pasien LES di RSCM sejak bulan April 2017 sampai Mei 2017. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan ekokardiografi transtorakal, serta data sekunder yang diperoleh dari rekam medis.
Hasil: Terdapat 9 7.08 subjek penelitian yang mengalami disfungsi diastolik. Lima dari tujuh determinan masuk dalam analisis multivariat. Setelah pemodelan, didapatkan APS dengan bobot skor 2 dan komorbiditas dengan bobot skor 1 yang selanjutnya menjadi bagian dari sistem skoring diagnosis disfungsi diastolik pasien LES. Sistem skoring ini kemudian di uji dengan kurva ROC dan didapatkan AUC sebesar 80.3 95 IK 62.7-97.8 dengan titik potong terbaik adalah lebih sama dengan 2. Skor ge;2 memiliki sensitifitas 44 , spesifisitas 94.9 , nilai prediksi positif 60 , dan nilai prediksi negatif 95.7 . Uji validasi interna dan eksterna menghasilkan nilai yang baik.
Simpulan: Proporsi disfungsi diastolik pasien LES di RSCM adalah 7.08 . Determinan diagnosis disfungsi diastolik pasien LES adalah APS dan komorbiditas. Skor ge;2 merupakan titik potong terbaik untuk menentukan bahwa pasien LES mengalami disfungsi diastolik.

Background : Systemic Lupus Erythematosus SLE is a chronic autoimmune disease involving multiorgan and multietiology. Cardiovascular complication in SLE patients is one of the highest causes of morbidity and mortality. It is known that premature atherosclerosis occurs in young SLE patients and related to diastolic dysfunction. The diagnostic of diastolic dysfunction requires a quite expensive and uneven examination at every health facilities. Therefore, it's necessary to have an accessible and inexpensive but reliable diagnostic method, such as a scoring system. Age, duration of pain, comorbidities hypertension and or diabetes mellitus and or dyslipidemia , anemia, Body Mass Index BMI , serum creatinine level, and APS are known to be associated with diastolic dysfunction and can be a determinant diagnostic of diastolic dysfunction in SLE patients.
Objective : Establish a diagnostic scoring system of diastolic dysfunction in SLE patients with determinants of age, duration of pain, comorbidities, BMI, serum creatinine level, and APS.
Methods : A cross sectional diagnostic study with 127 SLE patients in RSCM from April 2017 to May 2017. The data used are primary data such as interviews, physical examination, and transthoracic echocardiography, as well as secondary data was obtained from medical records.
Results : There were 9 7.08 subjects with diastolic dysfunction. Five from seven determinants can be used in multivariate analysis. After modeling, APS was obtained with score of 2 and comorbidities with score of 1, further it becomes a part of diagnostic scoring system of diastolic dysfunction in SLE patients. The scoring system was tested with ROC curve and obtained AUC of 80.3 95 IK 62.7 97.8 with the best cut off point was ge 2. A score of ge 2 had a sensitivity of 44 , specificity of 94.9 , positive predictive value of 60 , and negative predictive value of 95.7 . Internal and external validation test produce a good value.
Conclusions : The proportion of diastolic dysfunction in SLE patients in RSCM is 7.08 . Diagnostic determinants of diastolic dysfunction in SLE patients are APS and comorbidities. A score of ge 2 is the best cut off point for determining that SLE patients has a diastolic dysfunction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuning Indriyani
"ABSTRAK
Latar belakang: Lupus Eritematosus Sistemik LES merupakan penyakit autoimun pada anak yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas. Salah satu faktor risiko yang diduga berdampak terhadap morbiditas pasien LES yakni penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama. Anak dan remaja dengan LES merupakan populasi dengan risiko lebih besar terhadap morbiditas muskuloskeletal, dalam hal ini rendahnya densitas mineral tulang dan osteoporosis.Tujuan: 1 Mengetahui gambaran densitas mineral tulang pada pasien LES anak dan remaja usia 5-18 tahun yang mendapatkan terapi glukokortikoid dan 2 Mengetahui gambaran karakteristik dosis kumulatif dan harian kortikosteroid, IMT, SLEDAI dan asupan kalsium dan vitamin D pada pasien LES anak, serta 3 Mengetahui gambaran parameter laboratorium yang menggambarkan metabolisme tulang seperti kadar kalsium, vitamin D, alkali fosfatase, fosfor dan kortisol pada pasien LES anak dengan terapi kortikosteroid.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif dengan mengikutsertakan 16 pasien LES yang berobat di poliklinik anak RSCM selama November-Desember 2016 dengan diagnosis LES. Pengambilan data dilakukan dengan melihat data rekam medis, penilaian skor SLEDAI Systemic lupus erythematosus Disease Activity Index , asupan kalsium dan vitamin D, serta parameter laboratorium. Densitas mineral tulang diperiksa dengan Dual X-ray Absorbtiometry DEXA dengan melihat skor Z.Hasil: Densitas mineral tulang yang rendah skor-Z

ABSTRACT
Background Systemic lupus erythematosus SLE is an autoimune disease affecting children with significant numbers of morbidity and mortality. One of risk factors for morbidity is chronic corticosteroid use. Child and adolescent with SLE are susceptible population for musculosceletal morbidity especially low bone mineral density and osteoporosis. Aim 1 To determine the occurence of low bone mineral density among children with SLE, 2 to describe the characteristics, incuding cumulative and daily doses of corticosteroid, body mass index, SLEDAI, and calcium and vitamin D intake among children with SLE, and 3 to describe bone metabolism laboratory paramaters including serum calcium, vitamin D, ALP, phosphorus, and cortisol among children with SLE receiving corticosteroid. Method A descriptive cross sectional study involving 16 children with SLE attending child and adolescent outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital during November December 2016. Data were recorded from patients rsquo medical records, scoring SLEDAI, performing laboratory examinations, and measuring calcium and vitamin D intakes. Bone mineral density was measured using DEXA and reported using Z score. Result Low bone mineral density accured among 7 16 patients. The mean total bone mineral density was 0,885 0,09 g cm2. Children with SLE receiving corticosteroid had low calcium 8,69 0,50 mg dL , vitamin D 19,3 5,4 mg dL , ALP 79,50 43,00 164,00 U L , morning cortisol level 1,20 0,0 10,21 ug dL , and calcium 587,58 213,29 mg d and vitamin D 2,9 0 31,8 mcg d intake. Patients with low bone mineral density tend to had higher cumulative doses of corticosteroid with longer treatment duration. Conclusion The occurence of low bone mineral density was observed among children with SLE receiving corticosteroid treatment. Low bone mineral density tend to occur among patients with higher cumulative doses and longer duration of corticosteroid treatment."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
G. Kambayana
"Background. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) is an Autoimmune inflammatory disease that is systemic and chronic inflammation with heterogeneous of history, clinical manifestations, and prognosis. The disease activity of SLE has been proven as a predictor of organ damage and death by evidenced of inflammatory markers involved in this disease. Neutrophil to Lymphocyte Ratio (NLR) is useful for estimating the activity of autoimmune disease and inflammation that easily obtained from blood test and low cost and measurable as new biomarker to assess inflammatory response or activity of SLE. This study aimed to determine the relationship between NRL and Disease Activity based on Mex-SLEDAI in patients SLE. Methods. This study is an analytic study with cross sectional design. It started from November 2016 until March 2017. Mex-SLEDAI and blood sampling used in this study. Result. Total sample in this study is 54 patients with median age was 28.5 years, with mostly female (85,2%). Result analysis with positive correlation between NLR with disease activity on SLE (r=0.399 p=0.003 n=54), thus the Scatter plot shows there is a correlation between NRL with Mex-SLEDAI. Conclusion. Positive correlation between NLR and disease activity of the SLE, the higher of the disease activity/Mex-SLEDAI will be followed by the increase of NLR."
Jakarta: University of Indonesia School of Medicine, 2019
616 IJR 11:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Dewi Satria
"Latar belakang: Lupus eritrematosus sistemik (LES) adalah penyakit yang kompleks dengan manifestasi yang bervariasi. Interleukin-6 (IL-6) merupakan sitokin pleitropik yang mempunyai aktivitas biologis dengan rentang luas yang berperan penting pada regulasi imun dan inflamasi. Saat ini belum ada biomarker yang dapat membedakan kondisi remisi total dengan aktivitas penyakit ringan. Interleukin-6 diharapkan dapat digunakan sebagai parameter aktivitas penyakit terutama pada kasus-kasus dimana antara manifestasi klinis dan skor SLEDAI tidak sesuai yaitu pada pasien LES dengan aktivits ringan dan remisi total.
Tujuan: Mengetahui karakteristik IL-6 pada LES anak dengan berbagai aktivitas ringan dan remisi total.
Metode: Penelitian kasus kontrol dilakukan di poli rawat jalan Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta mulai Mei hingga Juni 2019. Pasien anak usia 1-18 tahun dengan diagnosis LES dinilai kadar IL-6 dan aktivitas penyakit yang dinilai dengan skor SLEDAI. Uji korelasi chi square dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dan luaran. Analisis data dilakukan dengan program SPSS for Window ver 20,0
Hasil: Dari 60 subjek penelitian yang terdiri dari 30 pasien LES aktivitas ringan dan 30 remisi total. tidak ada perbedaan kadar IL-6 tinggi pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol dengan p=0,500, OR= 0,483 (95% IK: 0,041-5,628). Terdapat 2 subyek dengan kadar IL-6 tinggi menderita infeksi saluran kencing.
Simpulan: Tidak ada perbedaan aktivitas penyakit pada pasien LES anak dengan aktivitas ringan dibanding remisi total.

Background: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) is a complex disease with various manifestations. Interleukin-6 (IL-6) is a pleiotropic cytokine with a wide range of biological activities that plays an important role in immune regulation and inflammation. Recently, there is no other biomarker that could differentiate total remission condition and mild disease activity in juvenile SLE. Interleukin-6 may be used as a parameter of disease activity, especially in the cases with different clinical manifestations and SLEDAI scores among SLE patients with mild activities and total remissions.
Aim: To indentify the characterictics of serum IL-6 concentration in juvenile systemic lupus erythematosus with mild activities and total remissions.
Methods: Case control study was performed at outpatient clinic of allergy-immunology, department of child health dr. Cipto Mangunkusumo hospital, Jakarta and dr. Sardjito hospital, Yogyakarta during May-June 2019. Serum IL-6 consentration and disease activity were assessed in all juvenile SLE patients aged 1-18 year. SLE disease activity was assessed with SLEDAI scores and serum level of IL-6 was measured by enzyme linked immunosorbent assay. Chi square correlation analysis was used to determine the correlation of serum IL-6 concentration with disease activity in juvenile SLE patients. Analyses of data were performed using the SPSS statistical software for windows version 20,0.
Results: Among 60 subjects included in this study, 30 subjects with mild activities in the case group and 30 subjects with total remissions in the control group. There was no differences of serum IL-6 concentration between case and control group (p=0,500, OR= 0,483 (95% IK: 0,041-5,628)). In this study, we found 2 subjects with urinary tract infection have high serum IL-6 concentration.
Conclusion: There was no differences of serum IL-6 concentration between juvenile SLE patients with mild activities compared with total remissions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Bertyna Yulia M.
"Systemic lupus eryrhenzalasus (SLE) atau juga dikenal sebagai lupus adalah penyakit kronis yang melibatkan sistem kekebalan tubuh, di mana orang yang mengalaminya dapat menderita sejumlah gejala yang menyerang hampir di seluruh bagian tubuhnya. Para penderitanya sering disebut odapus atau orang dengan lupus. Secara khusus, wanita penderita lupus dapat mengalami kesulitan atau konflik ketika hendak memutuskan untuk memiliki anak. Konflik ini tezjadi karena penyakit yang dideritanya dapat menyebabkan ia sulit untuk mengandung. Jika wanita tersebut tetap memumskan untuk memiliki anak, maka risiko saat terjadirnya kehamilan harus segera dianlisipasi dengan ketat. Jika tidak, ia dapat mengalami keguguran. Sementara, jika wanita penderita lupus tidak mengandung atau memiliki anak, maka fungsi perkawinannya sebagai lembaga membangun keluarga dan keturunan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini bisa menimbulkan perasaan tidak puas atau rendah diri pada wanita karena tidak bisa memberikan keturunan bagi keluarga.
Tujuan dari penelilian ini adalah untuk Iungetahui gambaran pengambilau keputusan untuk memiliki anak pada wanita penderita SLE. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita penderita SLE yang berada dalam rentang 20-35 tahun (tahap perkembangan dewasa awal) dan sudah menikah. Penelilian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dianggap dapat menggali penghayatan subjek mengenai pengambilan keputusan untuk memiliki anak, Jumlah sampel yang digunakan adalah dua orang karena yang dipentingkan adalah penghayatan subjektifnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kedua subjek hanya melewati tahap 1, 2, dan 5 dalam proses pengambilan keputusan untuk memiliki anak. Mereka tidak lagi melewati tahap 3 dan 4. Sclain itu, terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan untuk memiliki anak, yaitu pregfcrence, value, belief circumsrances, dan action. Terakhir, ditemukan bahwa kedua subjek mengalami konflik sewaktu mereka mengambil keputusan untuk memiliki anak, yakni adanya keinginan untuk menghindari akibat buruk dari SLE, yaitu keguguran atau gangguan pada bayi, dengan keinginan yang kuat untuk memiliki anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdy Ferdian
"Background. Antibody to complement C1q (Anti-C1q Antibody) can be found in Systemic Lupus Erythematosus (SLE) patients. Complement C1q plays a role in the clearance of apoptotic cells and immune complexes. Anti-C1q causes complement C1q become inactive so that the clearance decreases, which induces self antigen and inflammatory response. Many tissue inflammation are associated with disease activity and lupus manifestations. The aim of this study is to find out the correlation of anti-C1q level with disease activity, so that anti-C1q can be used as an objective indicator of inflammation along with SELENA-SLEDAI. Method. This is an analytic descriptive study with cross sectional design. Anti-C1q antibody levels were measured in 52 SLE patients who are hospitalized or treated routinely in outpatient clinic of Rheumatology Dr.Hasan Sadikin Hospital Bandung Indonesia from October to December 2015. Result. Most of the study subjects were women (94%), with a median age of 33 years. There were 13 new patients (25%), and the rest 42 patients were treated routinely. The median SELENA-SLEDAI was 6 (0-32). Subject were divided into no activity (11.5%), low disease activity (34.6%), medium disease activity (25%) high disease activity (15.4%) and very high disease activity (13.5%). Median anti-C1q level was 3.92 U/mL (range 0.6-100.2 U/mL). Anti-C1q antibody levels were positively correlated with SLE disease activity based on SELENA-SLEDAI scores (r=+0.304; p=0.014) Conclusion. Anti-C1q antibody levels has mild correlated with lupus disease activity based on SELENA-SLEDAI score"
Jakarta: University of Indonesia School of Medicine, 2019
616 IJR 11:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arrum Shafa Maulidiazmi Umar
"Penelaahan ini dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai peran faktor stres terhadap kejadian Lupus Eritematosus Sistemik, khususnya pada aspek fisik dan aspek psikologis penyintas LES. Penelaahan kualitatif ini menggunakan desain literature review. Hasil penelaahan ditemukan 9 jurnal internasional yang meneliti peran faktor stres terhadap aspek fisik, dan 11 jurnal internasional yang meneliti peran faktor stres terhadap aspek psikologis penyintas LES. Sebagian jurnal internasional berasal dari Amerika Serikat dan Eropa. Hanya terdapat dua jurnal yang berasal dari Asia (Korea dan Jepang). Jurnal internasional terlama yang digunakan dalam penelaahan ini adalah jurnal oleh Wekking, et al yang dipublikasi pada tahun 1991. Sedangkan jurnal internasional terbaru adalah jurnal oleh Sumner, et al pada tahun 2019. Dampak dari faktor stres lebih mendominasi pada aspek psikologis pasien LES. Kesimpulan dari penelaahan ini, yaitu stres dapat memicu flare dan memperburuk gejala LES. Jenis stres yang paling berpengaruh dalam munculnya flare dan perburukan gejalanya adalah daily stress (interpersonal dan stres dari lingkungan pekerjaan). Daily stress juga menimbulkan dampak pada emosional, kognitif, dan perilaku pasien. Hal tersebut didukung oleh persepsi pasien, dan penelitian perbandingan antara pasien LES dengan kontrol maupun pasien penyakit autoimun lain. Intervensi kognitif-perilaku dan psikologis dapat menjadi alternatif dalam penurunan tingkat stres pasien LES.

The focus of this study is to know about the role of stress in Systemic Lupus Erythematosus, especially on the physical aspects and psychological aspects of SLE patients. This qualitative study uses a literature review design. The study found 9 international journals that discussed the role of factors in physical aspects, and 11 international journals that discussed the role of factors in the psychological aspects of SLE patients. Most international journals were from the United States and Europe. There were only two journals from Asia (Korea and Japan). The oldest international journal used in this study was journal by Wekking, et al published in 1991. The latest international journal used in this study was journal by Sumner, et al in 2019. The conclusion from this review, that stress can trigger flares LSE symptoms. Source of stress that can trigger flares and worsen symptoms most is daily stress (interpersonal and stress from the work environment). Daily stress also affects the emotional, cognitive, and behavior of patients. These facts supported by patients' perceptions, and studies between SLE patients and controls as well as other autoimmune disease patients. Cognitive-behavioral and psychological interventions can be alternatives in reducing the stress level of SLE patients."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>