Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160150 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bangun, Johannes
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S6304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Augustinus B.
"Penelitian mengenai Perlakuan Terhadap Tersangka Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan selama Proses Pemeriksaaan di Polsek Metropolitan Tambora Jakarta Barat, bertujuan menunjukkan perilaku para penyidik pembantu terhadap tersangka Kasus Pencurian Dengan Kekerasan.
Kekerasan yang dilakukan oleh penyidik pembantu saat melakukan pemeriksanaan merupakan bentuk perilaku menyimpang individu-individu yang dapat mencoreng nama baik organisasi Kepolisian/Polsek Metropolitan Tambora Polres Metro Jakarta Barat. Bentuk pola-pola kekerasan yang biasa berlaku dalam pemeriksaan ada yang bersifat kekerasan yang biasanya berlaku dalam pemeriksaan ada yang berupa kekerasan fisik (penganiayaan) dan non-fisik/intimidasi. Pola kekerasan ini tidak berlaku umum namun biasanya diberlakukan khusus pada tersangka/pelaku kejahatan dengan kekerasan.
Proses pemeriksaan terhadap tersangka kasus pencurian dengan kekerasan seperti yang dilakukan oleh penyidik pembantu dianggap suatu yang wajar dilakukan karena setiap pelaku tindak kejahatan kasus curas seringkali melakukan aksinya berani atau bahkan dengan sengaja melukai korbannya. Sehingga setiap pelaku tindak kejahatan curas biasa tidak dapat diperlakukan dengan cara biasa melainkan harus melalui tindak kekerasan terlebih dahulu untuk mendapatkan pengakuan sebenarnya dari pelaku. Tanpa melakukan tindak kekerasan dalam pemeriksaan terhadap pelaku tindak kejahatan kasus curas hampir tidak mungkin didapat keterangan yang sebenarnya.
Permasalahan penelitian yang muncul adalah kekerasan yang dilakukan saat melakukan Pemeriksaan Tersangka di Polsek Metropolitan Tambora. Selanjutnya permasalahan tersebut dapat diidentifikasi dalam ruang lingkup sebagai berikut:
1) Tindakan kekerasan terhadap tersangka dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik pembantu.
2) Hal - hal yang rnenyebabkan penyidik pembantu melakukan kekerasan terhadap tersangka.
3) Reaksi tersangka setelah mendapatkan tindak kekerasan dari penyidik pembantu saat pemeriksaan.
4) Kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki oleh pemeriksa atau penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan.
5) Sarana dan prasarana yang menunjang terlaksananya proses pemeriksaan.
Dari identifikasi masalah di atas maka pembahasan permasalahan tersebut akan ditinjau dan teori manajemen dan psikologi sehingga dapat diperoleh gambaran dan kejelasan tentang penggunaan kekerasan dalam pemeriksaan pada proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik pembantu.
Diharapkan penelitian yakni dapat mengungkap faktor-faktor yang menyebabkan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh penyidik pembantu dalam proses pemeriksaan dengan cara memberikan masukan dalam rangka meningkatkan kemampuan penyidik pembantu sehingga mampu mendapatkan keterangan-keterangan yang benar dari tersangka tanpa menggunakan kekerasan sehingga tidak menimbulkan ekses negatif.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan tindakan kekerasan oleh penyidik pembantu dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap tersangka serta diharapkan penulisan ini akan memberikan masukan kepada Polri agar dalam pelaksanaan penyidikan sesuai dengan aturan yang berlaku, professional tanpa kekerasan."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nian Syafuddin
"Penelitian mengenai Pemeriksaan Tersangka Pelaku Tindak Pidana oleh Penyidik Polri di Polres Metro Jakarta Selatan bertujuan untuk menunjukkan pelaksanaan pemeriksaan tersangka pelaku tindak pidana oleh penyidik/penyidik pembantu Polri selaku aparat penegak hukum. Adapun permasalahan yang diteliti adalah prosedur dan tatacara pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu Polri yang ditunjuk selaku pemeriksa. Disamping itu diteliti juga faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan pemeriksaan tersangka, bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi serta mengapa hal itu terjadi, mekanisme pengawasan dan kontrol yang dilakukan serta pola-pola perilaku yang terbentuk dalam proses pemeriksaan.
Pemeriksaan tersangka adalah salah satu kegiatan dari penyidikan suatu tindak pidana yang sangat bersentuhan dengan hak azasi manusia oleh karenanya pemeriksaan tersangka harus dilakukan sesuai ketentuanketentuan hukum yang berlaku yaitu hukum acara pidana (KUHAP) yang menjadi dasar atau pedoman bagi aparat penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan di Pengadilan, pelaksana putusan hakim dan penasehat hukum. Sebagai penjabaran lebih lanjut, guna memberi pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu di lingkungan Polri, Kapolri telah mengeluarkan Petunjuk Teknis tentang Pemeriksaan Tersangka dan Saksi yang berisi prosedur dan tatacara dalam melakukan pemeriksaan tersangka dan saksi oleh penyidik/penyidik pembantu. Walaupun telah ada undang-undang yang mengaturnya bahkan telah ada pedoman yang secara teknis mengatur masalah ini, temyata masih saja terjadi berbagai penyimpangan terhadap pelaksanaannya yang sering dilansir oleh berbagai mass media baik media cetak maupun elektronik sebagai kekurangan mampun Polri dalam melaksanakan profesinya.
Dalam pemeriksaan tersangka terjadi interaksi antara pemeriksa dan tersangka serta lingkungannya yang akan mempengaruhi terhadap proses pemeriksaan yang dilakukan. Dalam proses interaksi tersebut terjadi tindakan-tindakan, perilaku-perilaku, sikap-sikap yang cenderung sexing dilakukan karena dianggap dibolehkan dan dibenarkan sehingga cenderung membentuk pola-pola perilaku tertentu yang secara langsung atau tidak langsung atau secara diam-diam disepakati sebagai pola perilaku dan tindakan yang diterima dan dianggap biasa walaupun pada kenyataannya menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan pelanggaran terhadap hak azasi manusia.
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penyidik/penyidik pembantu memberikan keyakinan kepada mereka bahwa tersangka terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat dengan motif, modus operandi, jenis kejahatan yang dilakukan, status sosial, latar belakang ekonomi dan budaya yang berbeda yang dapat dikategorisasikan atau digolong-golongkan menurut aspek-aspek tersebut. Pengkategorisasian atau penggolong-golongan yang berisikan sangkaan-sangkaan yang buruk tentang tersangka, merupakan prasangka yang seringkali menimbulkan diskriminasi dan juga digunakan sebagai acuan bertindak dalam memeriksa tersangka tersebut, walaupun tidak harus selalu demikian perwujudan tindakan-tindakannya.
Dalam tesis ini telah ditunjukkan bahwa tindakan penyidik/penyidik pembantu yang ditunjuk selaku pemeriksa tersangka di Palres Metro Jakarta Selatan mengikuti acuan pedoman formal yaitu KUHAP dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Tersangka dan Saksi, aturan-aturan tidak tertulis yang ditetapkan Kapoires dan Kasat Serse serta mengikuti pengetahuan, pengalaman dan keyakinan mereka mengenai pengkategorisasian atau penggolongan tersangka. Telah dapat diidentifisir pula beberapa pola perilaku penyidik yang terbentuk dan cenderung menyimpang dari ketentuanketentuan hukum yang berlaku khususnya hukum acara pidana dan berakibat terjadinya pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Untuk dapat melaksanakan penegakan hukum secara benar dan adil serta memberikan perlindungan terhadap hak azasi manusia sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat, maka Polri hares dapat merubah dan menghilangkan pola-pola perilaku yang negatif tersebut. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Putranto
"Menurut pendapat para pakar bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan dengan cara kekerasan telah ada semenjak Polisi lahir. Namun disebagian anggota Polisi banyak juga yang melakukan proses pemeriksaan tanpa harus dengan cara kekerasan. Didalam Tesis ini saya mengasumsikan bahwa para anggota penyidik Polri yang bertugas melakukan pemeriksaan mempunyai latar belakang sosial dan pendidikan yang sama, namun yang tidak bisa sama adalah pengalamannya.
Pada Tesis ini saya menuliskan tentang fokus permasalahan yaitu timbulnya perbedaan-perbedaan diantara para penyidik didalam proses pemeriksaan terhadap tersangka Curas yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat bekerja, kondisi ruangan pemeriksa antara lain budaya kerja di kantor, kondisi ruangan pemeriksa, arahan atasan dan faktor lingkungan diluar tempat bekerja antara lain hadirnya orang lain yaitu keluarga tersangka, keluarga korban dan anggota LBH.
Kami sangat tertarik untuk meneliti masalah ini karena belum menjadi perhatian pakar-pakar maupun penulis sebelumnya, mengapa terjadi perbedaan diantara penyidik didalam menangani proses pemeriksaan terhadap kasus pencurian dengan kekerasan dan kasus-kasus yang dikategorikan sama dengan Curas khususnya pencurian dengan kekerasan dengan sasaran kendaraan bermotor."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjuk Basuki
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji masalah interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas penyidik (Polri) pada satuan reserse Polwiltabes Surabaya, khususnya yang dilakukan oleh petugas penyidik yang tergabung dalam unit kejahatan kekerasan.
Kajian dalam tesis ini mencoba mengangkat dua hal pokok, yaitu tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana khususnya dalam proses pemeriksaan, sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan proses pemeriksaan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah
Pertama, adanya faktor-faktor yang mernpengaruhi secara positif terhadap interaksi dan perlakuan yang dilakukan oleh petugas penyidik, sehingga proses pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut ialah : 1) Adanya kesamaan nilai, tekad dan semangat dari setiap petugas penyidik untuk dapat memberantas setiap pelaku tindak pidana, khususnya terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan serta adanya motivasi dan kesamaan pandang tentang pentingnya arti keamanan dan ketertiban. ( 2 -) Adanya sikap disiplin, kepatuhan dan tanggung jawab dari setiap petugas penyidik unit kejahatan kekerasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kedua faktor tersebut menjadi pendorong bagi petugas penyidik untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dalam arti bahwa petugas penyidik dapat melakukan proses pemeriksaan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar.
Kedua, Adanya faktor-faktor yang secara negatif berpengaruh terhadap penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh petugas penyidik, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik dalam proses pemeriksaan yang dilakukan, akibatnya proses pemeriksaan yang dilakukan tidak sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
(1) Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik;
(2) Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas ) petugas penyidik dan
(3) Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini.
Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik. Di dalam melaksanakan pemeriksaan, tehnik dan metode pemeriksaan merupakan sarana bagi petugas penyidik untuk dapat melakukan hubungan dan komunikasi dengan tersangka pelaku tindak pidana yang sedang diperiksa. Dengan tidak dikuasainya tehnik dan metode pemeriksaan dengan baik, maka proses pemeriksaan yang dilakukan akan menjurus kepada pemeriksaan yang hanya mendasarkan kepada kesewenang-wenangan atau pemeriksaan yang berdasarkan kepada kekuasaan petugas belaka. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan pemeriksaan yang baik dan benar, maka perlu meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiiiki oleh petugas penyidik dengan memberi kesempatan kepada mereka ( petugas penyidik ) yang belum mengikuti pendidikan kejuruan reserse untuk mengikuti pendidikan kejuruan atau melakukan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan tentang peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugasnya.
Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas) dari petugas penyidik. Apabila petugas penyidik tidak lagi memiliki kepekaan terhadap perubahan sikap masyarakatnya maupun terhadap penggunaan kekerasan yang dilakukan dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang diperiksa, maka dalam melaksanakan proses pemeriksaan tersebut mereka akan cenderung untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap kewenangan atau kekuasaan yang mereka miliki. Penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat berupa kekerasan fisik, ancaman kekerasan, sehingga membuat tersangka merasa takut atau bahkan penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap pelanggaran hak-hak azasi tersangka. Akibatnya proses pemeriksaan yang mereka lakukan disamping tidak profesional, juga tidak akan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar, karena keterangan, pengakuan atau kejelasan tentang terjadinya tindak pidana yang didapat petugas pemeriksa dari tersangka ( yang diperiksa ) tersebut adalah keterangan atau pengakuan yang terpaksa diberikan, sehingga tidak dapat dijamin kebenarannya.
Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini. Organisasi adalah merupakan wadah atau tempat untuk meyelenggarakan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang herarkhi kedudukan, jabatan serta saluran wewenang dan pertanggungan jawab. Akan tetapi didalam struktur organisasi satserse Polwiltabes yang ada saat ini justru memiliki dua unit yang mempunyai kegiatan yang nyaris hampir sama, akibatnya keberadaan dua unit tersebut mendorong timbulnya rasa kecewa atau mendorong terjadinya konflik-konflik diantara anggotanya. Dengan timbulnya konflik-konflik dan rasa kecewa diantara para petugas penyidik tersebut, maka akan mendorong pula dilakukannya penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan yang mereka ( petugas penyidik ) dimiliki. Dengan demikian, maka struktur organisasi satserse yang ada saat ini justru merupakan penghambat terlaksananya proses pemeriksaan yang sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S4632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Wahjono
"ABSTRAK
Penelitian tentang Perilaku Penyidik Dalam Proses Pemeriksaan di Polres "X" bertujuan untuk menunjukkan tentang proses pemeriksaan tersangka pelaku tindak pidana Pencurian Kendaraan Bermotor oleh penyidik dan penyidik pembantu Polri selaku alat negara penegak hukum. Permasalahan yang diteliti adalah pelaksanaan dari prosedur dan tatacara pemeriksaan terhadap tersangka tindak pidana Pencurian Kendaraan Bermotor baik oleh penyidik maupun penyidik pembantu. Selain daripada itu juga diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan pemeriksaan tersangka, bentuk bentuk penyimpangan yang terjadi serta pola-pola perilaku yang muncul dalam proses pemeriksaan.
Proses pemeriksaan tersangka adalah suatu bagian dari proses penyidikan tindak pidana yang banyak berkaitan dengan hak-hak asasi manusia, sehingga harus dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Sebagai pedoman bagi penyidik KUHAP telah dijabarkan ke dalam Petunjuk Teknis tentang Penyidikan, termasuk di dalamnya tentang pemeriksaan tersangka dan saksi. Walaupun telah diatur oleh perundang-undangan dan peraturan lainnya, namun dalam pelaksanaannya masih banyak terjadi penyimpangan maupun pelanggaran.
Proses pemeriksaan merupakan interaksi antara penyidik dengan tersangka dalam bentuk tindakan-tindakan sosial dipengaruhi oleh kualitas profesionalisme penyidik sendiri serta faktor-faktor lingkungannya. Tindakan-tindakan sosial yang dilakukan secara terus menerus dan cenderung dipertahankan serta cenderung dibenarkan oleh lingkungannya yang akhirnya akan menjadi pola-pola perilaku, baik itu yang bersifat positif (normatif) maupun negatif (menyimpang).
Untuk menjadikan Fold sebagai sosok yang dicintai dan disegani oleh masyarakat serta mampu mengatasi segala tantangan dan hambatan yang menjadi beban tugasnya, Fold perlu membenahi dan meningkatkan profesionalismenya yang dalam setiap tindakannya selalu memperhatikan asasasas dan norma-norma yang berlaku, terutama dalam bidang penyidikan tindak pidana termasuk proses pemeriksaannya yang akan terwujud dalam pola-pola perilaku dalam pelaksanaan tugasnya.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Viktor T.
"Tesis ini tentang proses pembantaran tersangka pengguna narkoba di Poires Metro Jakarta Pusat. Pembantaran di sini adalah penundaan penahanan sementara terhadap tersangka, karena alasan kesehatan (memerlukan rawat jalan / rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter, sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.
Indonesia bukan lagi Sebagai ternpat transit dalam perdagangan narkoba, tetapi sudah menjadi tempat pemasaran bahkan telah menjadi tempat produksi ilegal narkoba. Berdasarkan data jumlah kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang terlaporkan terus rneningkat dari tahun ketahun. Sehingga, Pimpinan Polri telah menargetkan terhadap penanganan kasus narkoba yang dibebankan kepada setiap Polsek sebanyak 5 (lima) kasus dalam sebulan dan Satuan Narkoba Polres sebanyak 10 (sepuluh) kasus setiap bulannya, menjadi dasar untuk selalu konsisten dalam penanggulangan narkoba apalagi ada penekanan bahwa narkoba adalah kasus yang diprioritaskan penanganannya. Untuk memenuhi harapan masyarakat, maka Polda Metro Jaya mengeiuarkan kebijakan kembali berupa keputusan intern Polda Metro Jaya melalui Surat Telegram yang dikeluarkan oleh Kapolda Metro Jaya No. 168 tahun 2002 tentang petunjuk menangani tersangka pengguna narkoba. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa pengguna narkoba yang sifatnya baru pemula dan berstatus pelajar atau mahasiwa Serta memenuni syarat yang telah ditentukan dapat dilakukan pembantaran dalam rangka rehabilitasi terhadap dirinya.
Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba seperti faktor keluarga, faktor individu, faktor dunia kerja dan faktor X atau faktor Iainnya. Dari hasil penelitian yang saya Iakukan, terdapat suatu kepastian bahwa seseorang menggunakan narkoba disebabkan oleh adanya permasalahan dalam hidupnya. Ketika ada permasaiahan tersebutlah, pengaruh dari Iuar untuk menggunakan narkoba menjadi lebih mudah untuk mempengaruhinya.
Dalam proses pengungkapan narkoba, dapat dipastikan bahwa kasus tersebut hasil dari penyelidikan kepolisian. Dari hasil penelitian saya menunjukkan bahwa poiisi dalam mengungkap kasus narkoba selalu menggunakan cepu (istilah Kepolisian untuk informan).
Prosedur pembantaran telah diatur dalam Surat Telegram Kapolda Metro Jaya yang menyatakan bahwa sebelum dilaksanakan pembantaran, maka terlebih dahulu berkoordinasi dengan Tim penyalahgunaan narkoba sesuai "dengan Sprint Kapolda Metro Jaya. Dalam aturan atau prosedur pembantaran, dijelaskan bahwa pengamatan penyidik, dokter dan dari psikologi kepoiisian adaiah yang utama daIam menentukan seseorang merupakan pemakai pemula atau tidak. Tetapi dari hasil penelitian saya menunjukkan bahwa walaupun pengamatan-pengamatan tersebut, menunjukkan bahwa seseorang pengguna pemula, tanpa ada keputusan dari pimpinan yaitu Kapolres atau Tim, maka pembantaran tidak bisa dilaksanakan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wagimin Wirawijaya
"Penelitian mengenai Perlakuan Terhadap Tersangka Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Selama Proses Pemeriksaan di Pokes Metro Jakarta Selatan, bertujuan menunjukkan tentang perlakuan para penyidik terhadap para tersangka khususnya pelaku pencurian dengan kekerasan selama dalam proses pemeriksaan. Adapun perrnasalahan yang diteliti adalah (1) apakah selama tersangka menjalani proses pemeriksaan terjadi pelanggaran hak tersangka, berupa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu terhadap tersangka, (2) apabila terjadi pelanggaran hak tersangka, yang berupa kekerasan, (3) apa bentuk atau pola-pola kekerasan yang dilakukan dan (4) mengapa tindakan kekerasan tersebut dilakukan, serta (5) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya tindakan kekerasan tersebut.
Untuk membuktikan ada atau tidaknya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu dalam proses perneriksaan tersangka pelaku curas, maka saya telah melakukan penelitian di Polres Metro Jakarta Selatan, pada Unit Kejahatan Kekerasan, selama tiga bulan, dengan obyek penelitian para penyidik/penyidik pembantu yang menangani empat kasus pencurian dengan kekerasan, dengan menggunakan metode kualitatif.
Pemeriksaan tersangka merupakan bagian dari penyidikan suatu tindak pidana, yang terkait dengan hak asasi manusia, oleh karenanya pemeriksaan tersangka harus dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yaitu hukum acara pidana (KUHAP) yang menjadi dasar atau pedoman bagi aparat penegak hukum. Sebagai penjabaran KUHAP, khususnya mengenai proses pemeriksaan, Kapolri telah mengeluarkan Petunjuk Tehnis tentang Pemeriksaan Tersangka dan Saksi (Juknis/07/11/1982), yang berisi syarat-syarat dan prosedur pemeriksaan, meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi hasil pemeriksaan.
Meskipun telah ada undang-undang dan petunjuk tehnis yang mengatur tatacara pemeriksaan tersangka dan Saksi, ternyata masih sering terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya, sebagaimana terungkap dari berbagai pemberitaan media masa, baik melalui media cetak maupun media elektronik, sebagai kekurangmampuan Polri dalam melaksanakan profesinya.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi individu dalam proses pemeriksaan tersangka, yaitu motif dan tujuan, status dan peranan masing-masing serta budaya atau sistem nilai yang dianut maupun norma yang berlaku. Proses interaksi dalam pemeriksaan tersangka, tidak selalu sesuai dengan harapan masing-masing pihak, yaitu pemeriksa mengharapkan tersangka akan berterus terang dalam menjawab setiap pertanyaan pemeriksa, sedangkan tersangka ingin diperlakukan secara wajar sesuai hak-haknya yang diatur dalam ketentuan hukum acara pidana dan berusaha menutupi kesalahanya agar Jobs dari jeratan hukum, sehingga dalam proses interaksi tersebut terjadi pertentangan keinginan. Apabila pemeriksa tidak mampu menunjukkan bukti-bukti tentang keterlibatan tersangka dalam suatu peristiwa pidana yang dipersangkakan, karena kurangnya bukti yang mendukung, sedangkan pemeriksa berdasarkan persepsi, intuisi, pengetahuan dan pengalamannya, berkeyakinan bahwa tersangka adalah pelakunya, maka dapat menimbulkan ketegangan pada diri pemeriksa. Sebagai pelampiasannya adalah menunjukkan sikap-sikap, perilaku dan tindakan yang cenderung melakukan kekerasan terhadap tersangka, baik berupa penyiiksaan fisiik, penyiiksaan psiikologis maupun penyiksaan hukum.
Pola-pola perilaku dan tindakan kekerasan terhadap tersangka tersebut cenderung sering dilakukan karena pemeriksa menganggap sangat efektif digunakan dalam mengungkap kasus pidana. Disamping itu para pemeriksa menganggap hal tersebut diperbolehkan dan dibenarkan, sehingga cenderung membentuk pola-pola perilaku tertentu yang secara langsung atau tidak langsung disepakti sebagai pola perilaku yang diterima dan dianggap biasa, meskipun sebenarnya menyimpang dari ketentan hukum yang berlaku serta merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Berdasarkan pengetahuan dan pengalamanya penyidik/penyidik pembantu selama bertugas melakukan pemeriksaan tersangka harus menghadapi tersangka yang berasal dari berbagai latar belakang ekonomi, status sosial dan budaya yang berbeda, maka pemeriksa berusaha mengolong-golongkan berdasarkan latar belakangnya itu. Penggolongan yang berisikan sangkaan-sangkaan buruk terhadap tersangka, merupakan prasangka yang dapat menimbulkan diskriminasi serta dijadikan acuan bertindak dalam melakukan pemeriksaan tersangka.
Dalam tesis ini telah ditunjukkan bahwa penyidik/penyidik pembantu yang ditunjuk sebagai pemeriksa tersangka pelaku curas di Polres Metro Jakarta Selatan mempedomani aturan formal yaitu KUHAP dan Petunjuk Tennis Pemeriksaan Tersangka dan Saksi, aturan-aturan tidak tertulis yang ditetapkan oleh Kapolres maupun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman serta keyakinan mereka dalam menggolong-golongkan tersangka, terungkap adanya berbagai pola tindakan penyidik/penyidik pembantu dalam mencapai tujuan pemeriksaan, yang berimplikasi terjadinya penyalahgunaan wewenang berupa penyimpangan berbentuk penyiksaan fisik, penyiksaan psikologis maupun penyiksaan hukum, sehingga terbukti telah melanggar hak asasi tersangka dalam proses pemeriksaan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T9852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>