Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Emmelia Ratnawati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran serta keluarga dalam perawatan rehabilitasi dan tingkat kekambuhan klien penyalahgunaan NAPZA. Sampel terdiri dari 28 orang klien penyalahgunaan NAPZA yang ditentukan secara sample random sampling di Rumah Sakit Mitra Keluarga Jakarta. Berdasarkan uji statistik Pearson Product Moment Corelation didapatkan hubungan negatif antara peran serta keluarga dalam perawatan rehabilitasi terhadap tingkat kekambuhan klien penyalahgunaan NAPZA dengan r = - 0,19 Hal ini berarti tidak ada hubungan antara peran serta keluarga dengan tingkat kekambuhan klien penyalahgunaan NAPZA."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5082
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Ni`Ma Hayati
"Fungsi keluarga merupakan salah satu hal yang penting dalam proses pemulihan pecandu NAPZA. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pemenuhan fungsi keluarga terhadap anggota keluarga yang menjalani proses rehabilitasi NAPZA di RSKO. Desain penelitian ini adalah deskriptif dari 25 pasien yang menjalani rehabilitasi rawat inap di RSKO dengan teknik total sampling. Hasil penelitian mengidentifikasi pemenuhan fungsi keluarga; 72 % pada fungsi afektif, 64% pada fungsi ekonomi, 60% pada fungsi pemeliharaan kesehatan, 64% pada fungsi reproduksi, dan 48% pada fungsi sosialisasi. Secara umum, 60% responden terpenuhi fungsi keluarganya. Tenaga kesehatan, khususnya perawat, di unit rehabilitasi RSKO diharapkan dapat mengoptimalkan program-program yang mendukung interaksi antara pasien dengan keluarganya agar fungsi keluarga tetap terpenuhi selama proses rehabilitasi.

Functioning of family is the one important thing in the recovery process of drug addicts. This study aims to identify the description of the functioning of the family against family members undergoing drug rehabilitation in RSKO. This study design is descriptive of the 25 patients undergoing inpatient rehabilitation in RSKO with total sampling technique. Results of the study identify the functioning of the family; 72% on affective function, 64% in the functioning of the economy, 60% on health care function, 64% of the reproductive function, and 48% in the socialization function. In general, 60% of respondents met the family function. Health workers, particularly nurses, in rehabilitation unit of RSKO is expected to optimize the programs that support the interaction between patients with their families in order to keep the family functioning during the rehabilitation process.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Asri Nurani
"Perubahan pada masa remaja merupakan risiko yang menyebabkan remaja berperilaku negatif seperti peyalahgunaan NAPZA. Karya Ilmiah Akhir ini menggambarkan program Keluarga Untuk Remaja Sehat (KUAT) sebagai strategi intervensi pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas dalam pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA melalui integrasi teori manajemen keperawatan, community as partner, family centre nursing dan health promotion model di Kelurahan Cisalak Pasar Depok. Pengkajian dilakukan dengan pengambilan data melalui wawancara, observasi dan penyebaran angket pada 72 remaja. Bentuk intervensi yang digunakan yaitu pembentukan kelompok, promosi kesehatan, konseling, dan terapi keluarga. Hasil dari program KUAT teridentifikasi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok remaja dan kelompok pendukung KUAT.
Simpulan dari karya ilmiah akhir ini adalah program KUAT efektif dan aplikatif digunakan dalam pengelolaan pelayanan dan asuhan keperawatan pengendalian penyalahgunaan NAPZA bagi remaja. Rekomendasi penulis yaitu perlunya program pengendalian risiko penyalahgunaan NAPZA bagi remaja di tatanan masyarakat yang melibatkan perawat komunitas secara aktif, khususnya di wilayah Kota Depok.

Changes in adolescence are risk that causing them behave negatively including drug abuse. This scientific paper is describe about Keluarga Untuk Remaja Sehat (KUAT) program as an intervention strategy in community nursing care for risk control of drug abuse through the integration of the theories nursing management, community as partner, family center nursing, and health promotion model at Kelurahan Cisalak Pasar, Depok. Assessment was done through intrerviews, observations and questioners to 72 adolescents. Forms of KUAT’s intervention are self help group, support group, health promotion, counseling, and family therapy. Result of KUAT program is the increasing of group’s knowledge, attitude and behavior.
Conclusion is that KUAT as a strategy of intervention was effective and aplicable to use in the management of service and nursing care for controlling the drug abuse risk in adolescent. It is reccomended that risk control of drug abuse program is needed for adolescent especially at the community in order to involve community nurses actively, especially in Depok.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widiyanti Sri Lestari
"Penelitian ini mengevaluasi penggunaan saluran komunikasi antarpribadi sebagai salah satu strategi komunikasi dalam proses adopsi inovasi program pemerintah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Sementara evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses dengan menyusun kerangka evaluasi berdasarkan teori difusi inovasi oleh Everett M. Rogers.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa saluran komunikasi antarpribadi digunakan sebagai salah satu strategi komunikasi pada tahap menciptakan pengetahuan dan penyebarluasan informasi dalam proses adopsi inovasi. Agen perubahan dan pemimpin (opinion leader) berperan penting dalam tahap menciptakan pengetahuan khalayak terhadap program. Pemimpin digunakan untuk menjembatani perbedaan dan jarak sosial antara agen perubahan dan target sasaran. Dalam tahap persuasi perilaku positif target sasaran dipengaruhi oleh manfaat relatif dari inovasi tersebut. Sementara dalam tahap implementasi penerimaan inovasi oleh target sasaran dilakukan berdasarkan keputusan kolektif/otoritas yang dibuat oleh beberapa individu dalam suatu sistem yang memiliki kekuasaan, status, atau keahlian teknis tertentu.
Selain itu, untuk mempercepat adopsi inovasi oleh target sasaran, lembaga perubahan memberikan insentif negatif dalam bentuk sanksi terhadap target sasaran yang tidak memenuhi kewajibannya. Dalam tahap konfirmasi, umumnya peserta tahu dan menjalankan apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka. Hal tersebut terjadi karena PKH sebagai inovasi program penanggulangan kemiskinan relatif lebih mudah dipahami dan dilaksanakan. Meskipun demikian masih ada peserta yang merasa terbebani dengan kewajiban dan menyalahgunakan bantuan yang diterima.

This research is aimed at evaluating the usage of interpersonal channel as one of communication strategies in the process of innovation adoption of government program. Descriptive qualitative methods is used in this research. The evaluation is done using process evaluation by formulating evaluation framework based on diffusion innovation theory by Everett M. Rogers.
This research concludes that interpersonal channel can be used as one of the communication strategies to create knowledge and disseminate information in the process of innovation adoption. Change agent and opinion leader have important roles in creating the adopters? knowledge towards inovation. The opinion leader is utilized to bridge the gap and social distance between the change agent and the adopters. In the persuasion stage, the adopters? attitude is influenced by the relative advantge of the innovation. In the implementation stage, the adoption of innovation is made based on collective/authority decision by some individuals in the social system who have power, status, or certain technical skills.
Furthermore, to enhance the innovation adoption rate, the change agency gives negative incentives in form of sanction to the adopters who do not fulfil their obligation. In the confirmation stage, most adopters have the knowledge about their rights and fulfil their obligation since the conditional cash transfer program, as the innovation of poverty alleviation program, is relatively easy to understand and implement. However, there are some adopters who feel that the obligation is a burden and misuse the aid they receive.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30091
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Afifi
"Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang mulai bangkit dari kejatuhannya dan dapat menjadi sukses seperti sekarang. Walaupun begitu, di tengah-tengah kesuksesannya, temyata jumlah shonen hanzai masih ada dan jumlahnya tidak sedikit. Pada shonen hanzai yang terdapat setelah Perang Dunia II di Jepang, kebanyakan remaja pelakunya mempunyai latar belakang keluarga kelas menengah yang secara ekonomi berkecukupan dan bukan merupakan anak-anak yang bermasalah. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari masyarakatnya. Dari berbagai macam faktor-faktor yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya shonen hanzai, terdapat faktor keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dalam kehidupan sebagai pembentukan pribadi seseorang. Dan kehidupan di dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap individu, terutama remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. Keadaan keluarga yang tidak bagus diperkirakan dapat memicu timbulnya shonen hanzai.;Shonen Hanzai (kejahatan remaja) di Jepang sudah terjadi sejak sebelum Perang Dunia II. Pada waktu itu shonen hanzai terjadi sebagai akibat dari kemiskinan den kelaparan yang terjadi di Jepang, sehingga kejahatan baik yang dilakukan oleh orang dewasanya ataupun oleh remaja terjadi di mana-mana. Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang m"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dadang Hawari
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Sampai sekarang belum ditemukan upaya penanggulangan penyalahgunaan zat secara universal memuaskan, baik.dari,sudut prevensi, terapi, maupun rehabilitasi. Angka kekambuhan masih tinggi (43,9%), dan penyalahgunaan zat ini merupakan penyakit kronik yang berulang kali kambuh. Pada umumnya orang masih belum menerima bahwa penyalahgunaan zat adalah proses gangguan mental adiktif. Seorang penyalahguna zat pada dasarnya adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa (pasien psikiatrik), sedangkan penyalahgunaan zat merupakan perkembangan lanjut dari gangguan jiwanya itu; demikian pula dengan dampak sosial yang ditimbulkannya.
Salah satu kendala dalam penanggulangan penyalahgunaan zat di Indonesia adalah belum adanya kesepakatan tentang konsep dasar (keranga pikir) penyalahgunaan zat. Untuk itu telah dilakukan pemeriksaan psikiatri klinis terhadap pasien penyalah-guna zat yang dirawat di Rumah Sakit. Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta dengan menggunakan diagnosis multiaksial; dan sebagai kelola adalah mereka yang datang ke RSKO untuk memperoleh "Surat Keterangan Bebas Narkotika".
Hasil dan Kesimpulan: Dari 75 orang kasus penyalah-guna zat dan 75 orang kelola yang telah diperiksa, diperoleh adanya hubungan yang bermakna (p C 0.001) antara penyalahgunaan zat dengan gangguan kepribadian antisosial, kecemasan, depresi, dan kondisi keluarga. 'Risiko-relatif (estimated relative_ risk) penyalahgunaan zat terhadap gangguan kepribadian antisosial = 19,9; kecemasan = 13,8 depresi = 18,8; dan kondisi keluarga = 7,9. Selain dari pada itu diperoleh pula pengaruh faktor-faktor berikut ini terhadap penyalahgunaan zat; yaitu, teman kelompok sebaya (81,3%); mudahnya zat diperoleh (88% untuk alkohol, 44% untuk sedativa/hipnotika, dan 30,7% untuk ganja); tersedianya zat di pasaran (pasaran resmi 78,7% dan pasaran tidak resmi 86,7%).
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa penyalahgunaan zat terjadi oleh interaksi antara faktor-faktor predisposisi, kontribusi, dan faktor pencetus. penyalahgunaan zat merupakan proses gangguan mental adiktif, di mana seorang penyalahguna pada dasarnya adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa (pasien psikiatrik), sedangkan penyalahgunaan zat merupakan perkembangan lanjut dari gangguan jiwa tersebut, demikian pula halnya dengan dampak sosial yang ditimbulkannya.

Scope and Method of Research: Up to the present time a universally satisfactory way to deal with drug abuse has not yet been found, neither from the aspect of prevention, therapy, nor rehabilitation. The figures of relaps are still high {43.9%), and drug abuse is said to be a recurrent chronic illness. In general, people have not yet accepted the fact that drug abuse is part of a process of an addictive mental illness. Basically, a drug abuser is a person who is suffering from a mental illness (a psychiatric patient), the drug abuse being a further development of this disorder; the same applies to the social impact which it causes.
One of the obstacles in dealing with drug abuse in Indonesia is the absence of a basic principle (conceptual structure) with respect to drug abuse. Therefore psychiatric-clinical examinations were administered to drug abusers who were patients at the Drug Dependence Hospital in Jakarta, using a multiaxial diagnosis, while the control group consisted of persons who came; to the hospital to obtain a Certificate of Non-Addiction to Drugs.
Results and Conclusions: From the examination of 75 drug abusers and the 75 members of the control group, a significant relationship (p < 0.001) was found between drug abuse and antisocial personality disorder, anxiety, depression, and family condition. The estimated relative risk of drug abuse with respect to antisocial personality disorder = 19.9; anxiety = 13.8; depression = 18.8 ; and family condition = 7.9. In addition, the ' influence of the following factors on drug abuse was found: peer group (81.3%); easy availability of drugs (88% for alcohol, 44% for sedatives/hypnotics, and 30.7% for marijuana; availability of drugs on the market (legitimate market 78.7%, and the black market 86.7%).
From this research it was concluded that drug abuse occurs by means of an interaction between predisposing factors, contributing factor, and the precipitating factor. Drug abuse is part of the process of an addictive mental disorder, the drug abuser being basically a person who is suffering from mental illness (a psychiatric patient) and the drug abuse being a further development of this mental illness; the same applies to the social impact which it causes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
D144
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>