Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95415 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S7642
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo Endro Basuki
"Pembinaan Teritorial yang dilaksanakan beberapa waktu yang lalu, utamanya pada masa Orde Baru telah memberikan bekas yang mendalam bagi masyarakat, bahwa pada saat itu pembinaan teritorial telah menjadi kepanjangan tangan dari politik penguasa untuk melanggengkan kekuasaan. Hal ini menyadar-kan para pemimpin TNI untuk melakukan pembenahan ke dalam agar TNI yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ini, tidak tercabut dari akarnya yaitu rakyat itu sendiri; untuk itu kemudian lahirlah berbagai upaya reformasi atau penataan kembali yang salah satunya kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI. Berpedoman pada peraturan inilah kemudian TNI melaksanakan Pembinaan Teritorial, yang diharapkan dapat membantu pemerintah dalam penyiapan potensi pertahanan khususnya dan membantu meningkatkan ketahanan nasional pada umumnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis peran pembinaan teritorial oleh satuan komando kewilayahan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan teritorial (Binter) dan bagaimana sebaiknya pembinaan teritorial dimasa yang akan datang. Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif melalui studi dokumen yang diambil dari catatan, buku dan dokumen lainnya yang memuat data pelaksanaan pembinaan teritorial oleh Satuan Komando Teritorial dan dilengkapi dengan wawancara dengan beberapa nara sumber.
Melalui serangkaian analisis secara kualitatif dihadapkan pada prinsip ketahanan nasional menunjukkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan dari pelaksanaan pembinaan teritorial terhadap upaya peningkatan ketahanan nasional, walaupun tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya faktor yang mendorong meningkatnya ketahahan nasional. Dengan dilaksanakannnya pembinaan teritorial oleh TNI AD di berbagai daerah telah membuka peluang bagi meningkatnya kegiatan perekonomian serta meningkatnya kesejahteraan dan keamanan yang pada gilirannya akan menunjang ketahanan nasional. Berbagai kegiatan Binter telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi meningkatnya ketahanan nasional.
Namun demikian dalam pelaksanaanya masih saja ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi terutama adalah masalah payung hukum atau undang-undang yang sampai saat ini belum ada yang mengatur, pembinaan teritorial belum tersosialisasi secara luas di kalangan masyarakat dan adanya rasa trauma dari sebagian kalangan atas pelaksanaan pembinaan teritorial pada masa lalu. Oleh sebab itu dimasa yang akan datang pembinaan teritorial, sebaiknya Binter direvitalisasi sehingga cocok dan sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini. Binter agar dimasukkan menjadi bagian dari OMSP, dan dijalankan dengan menetapkan skala prioritas, misalnya untuk daerah konflik, daerah rawan konflik, daerah perbatasan dan daerah tertinggal/terbelakang, serta dengan menetapkan prioritas permasalahan dengan disertai jangka waktu pelaksanaan dan target yang akan dicapai sebagai ukuran keberhasilan serta harus memperhatikan aspek non militer di daerah.

Being the continuation of the rulers power politic during the New Order Era, pervasive image of territorial command has entrenched for quite sometime within the Indonesian society. Given this fact, leaders of TNI, clearly grasp the counter productive results of such legacy, have initiated internal reform within the institution. This particular reform is aimed at refurbishing the flawed image of TNI so that its original identity remain rooted as the soldiers of the people, originated from the people, manned by the people and devoted for the sake of the people. Subsequently, this endeavour leads to reformation and transformation within the TNI, which eventually grounded the passing of the National Legislation Act No.34/2000 on TNI. This very legislation eventually enacts as a legal umbrella for the TNI in performing territorial function in preparing the national defence potentials in particular and bolstering national resilience in more broad sense.
This research was held to provide, inter alia, clear-cut description and analysis to the role of territorial function executed by territorial command, firm comprehension of affecting factors during the process and possible best practice in the future. Further, this research was conducted through qualitative approach which drawn from numerous resources ranging from official notes, books a long with other form of documents containing data of territorial activities performed by territorial command, in addition to records of interviews with some subject matter expert figures.
Even tough territorial management does not deserve all the tribute of being the only factor held accountable for the rise of the level of national resilience, scores of qualitative analysis in term of national defence principles have clearly shown that territorial function does produce significant contribution toward the effort in strengthening national defence. The Indonesian Army territorial management, which has been conducted in some regions within the Indonesian territory, has opened the door of opportunity in stimulating economics activities which eventually boost up national prosperity and security in lead up to further enhancement in the level of national resilience. Equally, significant contribution in procurement of national resilience is resulted from series of territorial management?s efforts which cover several methods of approach, ranging from geography, demography, social condition, civic mission to social communication.
Some urgent issues which may affected the application of territorial management are the absence of legal umbrella and constitutional ground, limited dissemination of the idea of territorial management to the society and traumatic experience in some parts of the society for the possibility of abuse in the practice of territorial management as happen in the past. Given that, future territorial management should be revitalised to fit in to the present situation and condition. The territorial management, as part of Military operation Other Than War (MOOTW), is applied with clear scale of priority to give clear distinction in its practices, i.e., conflict zones, possible conflict zones, border zones, and less developed regions. Another way to further enhance the effectiveness of this effort is by setting problems? priority along with clear time frame and target to measure the level of success while still paying considerable attention toward non-military aspects in the regions."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25508
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi
"Thesis ini mempelajari reformasi internal TNI AD setelah kejatuhan rezim Soeharto pada bulan Mei 1998, khususnya pembentukan kembali Kodam Pattimura di Maluku dan Kodam Iskandar Muda di Nanggroe Aceh Darussalam pasca Gerakan Mei 1998. Bagi pihak TNI (TNI AD) program tersebut merupakan jawaban atas tekanan publik politik yang menghendaki TNI kembali ke barak. Namun pokok masalahnya adalah program tersebut tetap tidak memuaskan publik politik (kubu reformasi), karena disamping program ini lahir dari inisiatif TNI sendiri juga dinilai belum mampu menghapus keseluruhan praktek `dwifungsi ABRI' termasuk melikuidasi/merestrukturisasi Koternya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa TNI AD justru menambah jumlah Kodamnya di tengah derasnya arus tuntutan likuidasi/restrukturisasi Koter TNI AD ? Bagaimana pelaksanaan fungsi sospol TNI AD dalam Koternya pasca Gerakan Mei 1998 ?
Teori yang diunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik sipil-militer, `tentara pretorian', `tentara profesional', tentara revolusioner profesional, dan perang semesta (total war). Sementara metodologi penelitian meliputi empat aspek. Pertama, strategi penelitian `metode kasus komparatif. Kedua, pendekatan penelitian dan teknis analisis kualitatif. Ketiga, tipe penelitian deskriptif-eksplanatoris. Keempat, teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam yang dilengkapi dengan observasi terbatas terhadap fenomena sejenis di Kodam Jaya DKI Jakarta, serta studi dokumentasi dan kepustakaan. Secara garis besar penelitian ini memiliki dua keterbatasan. Pertama, keterbatasan dalam menjangkau pro-kontra di internal TNI (TNI AL dan TNI AU). Kedua, keterbatasan dalam komparasi praktek fungsi sospol di seluruh angkatan di TNI.
Temuan-temuan penelitian ini adalah pembentukan kembali Kodam Pattimura di Maluku dan Kodam Iskandar Muda di Aceh dilakukan atas pertimbangan khusus konflik aktual (Maluku; SARA dan Aceh; GAM) yang melanda kedua wilayah tersebut. Bagi TNI AD Kodam Bukit Barisan; meliputi Aceh dan Kodam Trikora; meliputi Maluku keduanya dinilai sudah tidak efektif dan efesien lagi dalam menangani konflik tersebut. Selain pertimbangan konflik penambahan Kodam juga didasarkan atas berbagai sebab-sebab internal dan ekternal TNI AD. Sebab-sebab internal TNI AD diidentifikasi ke dalam faktor profesionalisme, orientasi politik dan orientasi ekonomi. Sedang sebab-sebab eksternal TNI AD meliputi faktor rekomendasi kebijakan (formulasi politik dan format kebijakan) pemerintahan sipil dan faktor stabilitas politik dan keamanan dalam negeri.
Pasca Gerakan Mei 1998 tugas dan fungsi -Kodam-- Koter TNI AD masih menyentuh pelaksanaan fungsi sospol. Penyebab utamanya adalah karena dalam struktur Koter TNT AD masih terdapat fungsi non-militer; fungsi pembinaan teritorial (binter) yang dalam prakteknya dapat bermakna luas. Kebijakan TNI AD menambah Kodamnya menunjukkan kecenderungannya ke arah `pretorian populis' (mass pretorian) dan `moderator pretorian' untuk beradaptasi dengan pemerintahan sipil `model liberal' tuntutan reformasi, setelah terlebih dahulu beralih ke tipologi 'arbitrator army' untuk tetap sebagai `pasukan bedah besi' dengan sedikit berpartisipasi di pemerintahan (co-ruler).
Koter TNI AD pasca Gerakan Mei 1998 yang masih terbukti memiliki fungsi sospol menunjukkan bahwa konteslasi hubungan sipil-militer masih berlangsung. Hal ini tentu akan mempengaruhi proses pembangunan pemerintahan demokratis karena menghambat pembentukan institusi militer profesional sebagai syarat utamanya.
Kepustakaan : 74 buku, 11 dokumen, 2 makalah, 3 peraturan hukum, 35 surat kabar/majalah, dan 6 internet.

Territorial Command of Indonesian Army Post May Movement 1998: Case Studi the Reestablishment of Kodam Pattimura (Maluku) and Kodam lskandar Muda (Nanggroe Aceh Darussalam)This thesis examines the reformation of internal Indonesian Army (TNT AD) post Soeharto Rezime May 1998, especially the reestablishment of Kodam Pattimura and Kodam Iskandar Muda in post May 1998. There is public pressure for reforming the dual functions of Indonesian Military (Dwifungsi ABRI). In one hand, internal reformation is for restructuring Territorial Command of Indonesian Army. However, the qustion arises why the demand for restructuring of army brough more reestablishment of Kodam. Furthermore, then how the implementation of social and political functions of Indonesian army under the Territorial Command of Indonesian Army post May 1998.
This study use some theories on civil-military conflicts, pretorian military, professional military, professional revolutionary military and total war. The methodology of this study included 4 aspects: comparative studies, qualitative, descriptive-explanatory, using in depth interview and limited observation toward similar phenomenon in Kodam Jaya DKI Jakarta. Furthermore, this study has two fold, the limitation to achieve data on pro-contra in internal Indonesian Military (Navy and Air Forces), second, the limitation of comparative study in between Military Forces.
The result of research shows that the reason of reestablishment of Kodam Pattimura in Maluku and Kodam Iskandar Muda in Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) is because of the unresolved conflict in both areas. Thas is conflicts on religius bases in Maluku and independent movement (Gerakan Aceh Merdeka) in NAD. Kodam Bukit Barisan which has responsibility including NAD and Kodam Trikora for Maluku are not effective and efficient to solve conflicts problems in both areas. Other reason are the interest of TNI on professionalism, political and economic interest which is categorized as internal reason. Moreover, external included policy recommendations of the civilian government (as civilian supremacy in democratic state), political and security stabilities.
Post May 1998, one indicator of dual functions of Indonesian Military is the involvement of the Territorial Command of Indonesian Army (Kole. 7N/Al3) in social and political functions. The reasons are that the army still has a function in non military, such as territorial development. So, thus the reestablishment of the two Kodam shows that the military in Indonesia could be called `mass pretorian and `moderator pretorian to adapt with the civilian government which tends to used liberal model (the demand of reformation). So, there is the changing of typology of `arbitrator army' as `destroyer army' limited participations in government as coruler towards liberal model. in conclusion, this thesis on reestablishment of the Kodam shows that civil-military relation is still contested. It will influence of the development of democracy and become the obstacle of establish of professional army in Indonesia.
Refrences : 74 books, 11 documents, 2 articles, 3 legislations and 35 Newspapers/Magazines and 6 from internet"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jayapura: Sejarah Militer Kodm XVII/Cenderawasih, 1973
355.3 ISM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi
"ABSTRAK
Membangun TNI menjadi ?militer profesional? mensyaratkan perlunya depolitisasi militer, disamping anggaran militer yang cukup dan kultur militer pengabdi. Depolitisasi militer adalah upaya menjadikan TNI militer profesional dengan cara membebaskannya dari semua fungsi non-militer yang tidak termasuk ke dalam misi kemanusian (civic mission) dan misi perdamaian (peace keeping). Disertasi ini berfokus pada depolitisasi militer sebagai studi kasus utama. Sementara dua indikator ?lain, yaitu anggaran militer yang cukup dan kultur militer pengabdi? hanya digunakan untuk membantu analisis.
Reformasi militer yang ditandai kelahiran sejumlah kebijakan depolitisasi militer bertujuan mengubah wajah tentara pretorian TNI menjadi tentara profesional untuk melaksanakan fungsi pertahanan militer (military defense) yang cepat-tanggap (responsif) dan dapat diandalkan (reliable) terhadap ancaman militer negara musuh. Namun kebijakan TNI yang tetap mempertahankan fungsi teritorial Satuan Kowil TNI AD dinilai belum sepenuhnya berminat pada program militer profesional, sehingga menyisakan pro dan kontra. Disertasi ini membahas 5 jenis kasus implementasi fungsi pembinaan teritorial Satuan Kowil TNI AD di Provinsi DKI Jakarta pasca berlakunya UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, yaitu: (1) pembinan persatuan dan kesatuan; (2) pembinaan keamanan wilayah (siskamling); (3) pembinaan tokoh masyarakat; (4) pembinaan generasi muda; (5) pembinaan Menwa. Studi kasus fungsi pembinaan teritorial Satuan Kowil TNI AD bertujuan untuk menjelaskan sejauh mana fungsi pembinaan teritorial Satuan Kowil TNI AD merupakan fungsi pertahan militer. Juga untuk menjelaskan posisi Satuan Kowil TNI AD dan fungsi pembinaan teritorialnya dalam diskursus teori militer yang ada. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif, tipe penelitian deskriptif analitis, strategi penelitian studi kasus dan analisa kualitatif. Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui wawancara dan telaah pustaka/dokumen. Sedangkan teori yang digunakan dalam menganalisis implementasi fungsi teritorial Satuan Kowil TNI AD di Provinsi DKI Jakarta pasca berlakunya UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, yaitu: teori fungsi teritorial, teori militer (tentara pretorian, tentara profesional, tentara profesional revolusioner), teori perang total, teori supremasi sipil, serta teori demokrasi dan demokratisasi.
Hasil studi ini mengungkap bahwa depolitisasi militer pasca berlakunya UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 belum dapat membebaskan Satuan Kowil TNI AD dari fungsi non-militer. Analisis terhadap 5 jenis kasus implementasi fungsi pembinaan teritorial Satuan Kowil TNI di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa meskipun tidak lagi mengandung politik praktis, semua fungsi teritorial Satuan Kowil TNI AD masih mencakup fungsi non-militer dan semua fungsi non-militer itu bukan bagian dari fungsi pertahanan militer. Dengan demikian hasil studi ini menegaskan belum berlangsungnya depolitisasi militer di TNI secara menyeluruh. Studi ini menemukan faktor internal dan eksternal sebagai dasar alasan TNI AD melaksanakan fungsi non-militer. Faktor internal, yaitu: profesionalisme non-militernya dan kultur militernya berupa Jati Diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara nasional profesional yang sangat mengakar dalam doktrin TNI Tri Dharma Eka Putra dan doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi. Sedangkan faktor eksternal, yaitu: sistem pertahanan semesta, tugas pokok TNI operasi militer selain perang, tugas TNI AD memberdayakan wilayah pertahanan di darat, serta respon pemerintah daerah terhadap implementasi fungsi non-militer Satuan Kowil TNI AD yang tidak lagi mengandung politik praktis. Hasil studi mengungkap adanya pergeseran sikap politik TNI AD yang kembali menganut tipologi ?tentara profesional revolusioner? setelah menganut tipologi tentara pretorian dan tipologi tentara profesional pretorian. Pilihan politik TNI AD kembali menganut tipologi ?militer profesional revolusioner? didasarkan pada pengalaman fungsi non-militernya pada masa perang revolusi kemerdekaan dan masa pergolakan internal yang telah memberinya otonomi dan esklusifitas. Pengalaman profesional non-militernya pada masa Orde Baru juga memberinya kebanggaan profesional sebagai agen modernisasi dan pembangunan sekaligus sebagai pasukan ?pemadam kebakaran?. Berdasarkan temuan tersebut dirumuskan suatu asumsi teoritis bahwa militer yang sejak lahirnya menganut tioplogi ?militer profesional revolusioner? lalu kemudian menganut tipologi ?militer pretorian? dan tipologi ?profesional pretorian? sangat sulit melakukan depolitisasi militer dan cenderung kembali ke ?militer profesional revolusioner? ketimbang berlanjut ke tipologi ?militer profesional?. Kesulitan dan kecenderungan itu disebabkan oleh nilai-nilai revolusioner; Jati Diri TNI yang sudah menjadi bagian dari kultur militernya, sehingga ciri profesionalismenya berbeda dengan konsep profesionalisme dalam tipologi ?militer profesional?. Meskipun demikian disertasi ini tetap melihat bahwa depolitisasi militer memberi peluang kepada militer Indonesia untuk menjadi militer profesional.

ABSTRACT
To develop TNI (Indonesian National Army) to be professional military have three indicators : the need military depolitisation, the need of enough budget and military official culture. Military depolitisation is the effort of TNI professional military by freer from all non military function which excludes the humanitarian functions such as civic mission and peace keeping. This dissertation will focus on the military depolitisation as major case study. The other two indicators will be used only to fuel the analysis. The aim of depolitisation policies are to change the image of praetorian army of TNI to be professional in order to do military defense functions, responsive and reliable towards threat from foreign enemy. However the TNI policies which are maintain the territorial functions Satuan Kowil TNI AD does not interested in professional military, that?s why they produce pro and con on that issue. This Dissertation explains the implementations of territorial functions of Satuan Kowil TNI AD by using 5 cases in DKI Province post the implementation of the UU TNI No. 34/2004. There are 1) pembinaan persatuan dan kesatuan (Cultivating the unity of the republic); 2) pembinaan keamanan wilayah (cultivating local territorial security); 3) pembinaan tokoh masyarat (cultivating the local leaders); 4) pembinaan generasi muda (cultivating young generations); 5) pembinaan Menwa (cultivating students regiment). This case study of the function of pembinaan territorial Satuan Kowil TNI AD constitute as the defense military functions. This dissertation is also explain and analysis the position of the Satuan Kowil TNI AD and the functions of the territorial in the theoretical analysis.
This method of the study is a qualitative, descriptive analysis, using case study as a focus of the data qualitative analysis. The data of this disertation derived from the interview, observation and library research. Some theories of the implementation of the territorial Satuan Kowil TNI AD in DKI Province post the implementation of the UU TNI No. 34/2004 are discussed for analyzing this dissertation. The theories are territorial function theory, military theory such as praetorian, professional and revolutionary professional military. Other theories are total war theory and civilian supremacy theory and also theory of democracy and democratisation. The result of this study shows that military depolitisation is not yet to free Satuan Kowil TNI AD from the non military functions. To answers the first question which contains 5 cases also expained that the Satuan Kowil TNI AD implement all the function of the non military which are not in the category of the defense military functions. So, this study shows very clear that there is no substantial program on the military depolitisation. This study also shows that internal and external factors as the basis of the reasons of the TNI AD to conduct non military functions. Internal factors are non military professionalism, and the existence of the military TNI as people army, fighter?s army during colonial era and professional army. The military conduct their activity based on Indonesian military doctrines Tri Dharma Eka Putra and Kartika Eka Paksi. While external factors are include total defense, military operation in a war, and also the response of the local governments towards the implementation of the non military functions Satuan Kowil TNI AD which is not considered as political practice.
This study is also found that there is shifting of the political attitude of TNI AD which followed the military typology revolutionary professional military after praetorian military and professional praetorian. The political choice of TNI AD ?revolutionary professional military? based on the experience of non military functions during revolutionary war to get independents and afterwards. Furthermore, the experienced of military during the New Order regime are perceived as the agent of modernization and development. This study ? based on this finding- conceptualize theoretical assumption that military in Indonesia since the early used revolutionary professional military typology and move into military praetorian and professional praetorian. Therefore, this study shows the difficulties to conduct military depolitisation and tends to go back into revolutionary professional military rather than professional military because of the values of revolutionary during the development of the military in Indonesia which is embedded in the military culture. The TNI AD has professionalism character which is different from the typology of the professional military according the theory discussed above. Therefore this dissertation suggested that military depolitisation give an opportunity for the military in Indonesia become military professional."
Depok: 2009
D624
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pokja Binter TNI AD, 2014
355 IND s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cheery Pramoedito
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Very Grahita Fitrianang
"Penelitian ini menganalisis kebijakan pembinaan teritorial TNI AD yang telah diterapkan di Kota Bandung untuk pencegahan konflik sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan pembinaan teritorial TNI AD untuk pencegahan konflik sosial di Kodim 0618/Kota Bandung dengan menggunakan teori Grindle (2017). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme dan metode kualitatif, dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara dan studi kepustakaan. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan pembinaan teritorial telah berjalan dengan optimal. Kebijakan yang dibuat pada tingkat strategis telah diimplementasikan dengan baik, begitu juga keputusan pada tingkat operasional. Implementasi kebijakan ini melibatkan beberapa pemangku kepentingan, antara lain TNI AD, Polri, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, yang bekerja sama untuk menciptakan suasana yang damai dan tenteram. Komunikasi yang intens antar lembaga stakeholder dan penguasaan wilayah oleh Babinsa telah meningkatkan kepercayaan masyarakat, melebihi target yang diharapkan. Implementasi pencegahan konflik sosial di lapangan dengan sinergi, kolaborasi, dan kerja sama yang dilakukan bersama dengan unsur Forkopimcam dan Forkopimda juga telah terjalin dengan baik. Hasil penelitian ini menyarankan untuk melaksanakan program pembinaan yang melibatkan masyarakat dan memperkuat perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi program pembinaan teritorial secara berkelanjutan.

This research analyzes the territorial development policy of the Indonesian Army (TNI AD) that has been implemented in Bandung City to prevent social conflicts. The aim of this study is to analyze the implementation of the territorial development policy of the Indonesian Army for the prevention of social conflicts in Kodim 0618/Bandung City using Grindle’s theory (2017). This research uses a post-positivist approach and qualitative methods, with data collected through interviews and literature studies. The analysis results show that the implementation of the territorial development policy has been optimal. Policies made at the strategic level have been well implemented, as have decisions at the operational level. The implementation of this policy involves several stakeholders, including the Indonesian Army, the Police, the Local Government, and the community, who work together to create a peaceful and serene atmosphere. Intensive communication between stakeholder institutions and territorial control by Babinsa has increased public trust, exceeding the expected targets. The implementation of social conflict prevention in the field through synergy, collaboration, and cooperation with Forkopimcam and Forkopimda elements has also been well established. This study suggests implementing development programs involving the community and strengthening the planning, implementation, and evaluation of territorial development programs on an ongoing basis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Research Institute for Democracy and Peace (RIDeP), 2002
355.033 5 REF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syafri Noer
"Tesis ini tentang pelaksanaan peradilan umum atas tindak pidana anggota Polri setelah Iepas dari ABRI. Perhatian utama tesis ini adalah pada proses penyidikan dengan fokus menyangkut corak pelayanan hukum bagi anggota Polri sesuai dengan sistem peradilan umum sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam kajian tesis ini pelaksanaan peradilan umum atas tindak pidana anggota Polri akan terwujud sesuai dengan KUHAP dan KUHP, apabila perangkat hukumnya memadai dan diorganisasikan sesuai dengan sistem peradilan pidana yang berlaku di Indonesia. Pelaksanaan peradilan umum atas tindak pidana anggota Polri yang dilaksanakan saat ini masih terdapat adanya ketidak pastian hukum, terutama dalam melakukan tindakan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka anggota Polri.
Hasil penelitian menunjukkan:
1. Tindakan penangkapan terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana, dilakukan oleh Provost tanpa Surat perintah penangkapan,
2. Tindakan penahanan terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana pada awalnya di Iakukan oleh Provost tanpa surat perintah penahanan
3. Tindakan penahanan terhadap anggota Polri pada awalnya dilakukan oleh Provost, kemudian dilimpahkan kepada fungsi Reserse.
4. Anggota Polri yang melakukan tindak pidana selama proses penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan tidak didampingi oleh penasehat hukum.
Implikasi kajian tesis ini adalah perlunya penjabaran yang Iebih jelas dan tegas terhadap pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri berkaitan dengan pelaksanaan sistem peradilan umum bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>