Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
S7579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyono
"Kajian ini berjudul "Pasukan Gerilya Desa (Pager Desa): Peranannya pada Masa Revolusi Tahun 1949-1950 di Colomadu, Karanganyar". Pemaparannya bersifat deskriptif analisis yang lebih menekankan kepada permasalahan mengapa Pager Desa mempunyai peranan dalam masa revolusi. Metode yang digunakan adalah metode historis. Metode historis merupakan suatu proses menguji dan menganalisis berbagai rekaman dan peninggalan masa lampau. Untuk mendapatkan bahan-bahan dan data-data penelitian, selain dengan menggunakan studi literatur, juga digunakan wawancara terhadap narasumber, baik pelaku maupun saksi sejarah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapatlah diketahui bahwa Pasukan Gerilya Desa (Pager Desa) yang dibentuk pada masa revolusi (Perang Kemerdekaan II) tahun 1949 itu pada prinsipnya merupakan bentuk partisipasi masyarakat terhadap pembelaan negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa keikutsertaan segenap warga negara dalam pembelaan negara itu merupakan panggilan sejarah, sadar akan datangnya ancaman dari fihak asing. Seperti yang terdapat di Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Pager Desa sebagai sebuah organisasi semi militer yang bernaung di bawah Pemerintah Militer Kecamatan (PMKt) telah dapat membuktikan peranannya yang cukup signifikan pada masa revolusi."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2011
959 PATRA 12:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Emeralda
"Etalase sebagai elemen arsitektur yang telah menjadi fasad bangunan di sepanjang jalan di kawasan komersial memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan lebih dari sekadar keperluan bar-window shopping bagi orang yang melihatnya. Karena fungsi utama etalase adalah untuk kegiatan memamerkan (display, exhibif) yaitu untuk memamerkan sesuatu yang ingin diperiihatkan kepada orang banyak atau publik. Kegiatan memamerkan ini diharapkan untuk menjadi tontonan yang dapat dinikmati olah setiap orang yang melalui etalase ini. Pengolahan etalase dapat berperan sebagai karya seni yang dapat dinikmati oleh masyarakat di ruang publik apabila didalamnya terdapat daya tarik universal, misalnya seni, etalase dapat diapresiasikan sebagai sebuah ruang yang mewadahi seni oleh publik. Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana pengolahan etalase yang mewadahi seni tenyata sangat terkait dengan kolaborasi antara elemen pada ruang etalase dan elemen seni, sehingga keberhasilan etalase untuk mewadahi seni dapat tercapai apabila elemen-elemen seni hadir sebagai sebuah keutuhan pada ruang tersebut. Apabila ini telah tercapai. maka etalase dapat memberikan kontribusi yang positif untuk seni yang ditempalkan pada ruang komersial publik"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Kayam
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1981
702 UMA s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ninuk Irawati Kleden Probonegoro
"Berbagai bentuk karya (seni) yang merupakan ekspresi dapat diperlakukan sebagai identitas atau 'identitas' (baca:representasi), karena dua hal. Pertama, para peneliti berhasil memasuki kandungan mental seniman yang melahirkan karya-karya otentik, seperti misalnya penelitian Kenneth George tentang kaligrafi Pirous. Kedua, proses pemaknaan suatu karya (seni) dianggap cukup penting sehingga pada gilirannya karya itu dapat menjadi ajang kontestasi untuk bisa menjadi representasi identitas. Contoh dari proses pemaknaan ekspresi seni itu, sangat jelas pada kajian Jennifer Santos tentang kerajinan tangan masyarakat desa Tegallalang, Bali, juga Juliana Wijaya tentang alih kode dalam tuturan dan Tito Imanda tentang Si Unyil anak Indonesia. Seperti telah dikatakan sebelumnya, makna suatu ekspresi maupun proses pemaknaannya sangat tergantung pada berbagai konteks di mana karya itu diekspresikan. Karya seniman seperti lukisan, teater, tari, seni kerajinan dan berbagai bentuk karya lain seperti film, surat kabar dan narasi, mempunyai makna yang lahir karena pengaruh persentuhan kebudayaan. Persentuhan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain, satu kebudayaan lokal dengan kebudayaan nasional atau dengan kebudayaan masyarakat global.""
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Zaky Shahab
"This article illuminates the author's concern that policies of multiculturalism which reverberated around the euphoria of the reformasi era appears to be in fact a response of the New Order government policy which emphasize on 'mono-culture' policy. The author sees that is not an impossible thing that policies of multiculturalism will be trapped on primordialism and certain ethnic domination. The author builds the argument from empirical data collected from art inventions of several ethnic groups in Indonesia that illustrate there is a tight relationship between art inventions and ethnic existence identity/solidarity. Arts invention brings toward identity reinforcement, existence, and finally authority from the ethnic group. This empirical data demonstrates that arts invention brings ethnic authority not only arts authority, but also authority in political life. Studying from the data raises the concern that multicultural policies which gives freedom to culture will bring to authority formation and concentration among ethnic groups with the strong potential in creating their arts. When this happens, Indonesia will return to certain ethnic domination. Is the government ready for the possible implication of such multicultural policies?"
2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Resobowo
Yogyakarta: Ombak, 2005
808.3 BAS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tjetjep Rohendi Rohidi
"Pemenuhan terhadap kebutuhan estetik, yang merupakan bagian dari kebutuhan integratif, seringkali dikaitkan dengan kelompok yang dianggap mempunyai keunggulan tertentu. Sebaliknya, sangat jarang dikaitkan dengan kelompok yang memiliki keterbatasan untuk dapat hidup layak, yang orientasi hidupnya lebih terarah pada pemenuhan kebutuhan primer. Studi ini mencoba membahas ekspresi seni orang miskin -yang tergolong ke dalam kelompok yang memiliki keterbatasan untuk hidup layak- sebagai adaptasi simbolik mereka terhadap kemiskinan yang membelenggunya.
Masalah yang dikaji dalam studi ini adalah: pertama, bagaimana fungsi kesenian bagi orang miskin yang menggunakannya sebagai pedoman, sistem simbol, dan strategi adaptif dalam rangka memenuhi kebutuhan estetik mereka dihadapkan pada lingkungan yang terbatas dan kemampuan memanfaatkannya pun terbatas; kedua, bagaimana kelakuan dan pola-pola kelakuan estetik orang miskin, yang tercermin dalam kegiatan berekspresi --mencakup kegiatan memanipulasi dan berapresiasi; ketiga, bagaimana ciri-ciri ekspresi seni yang tercermin dalam karya seni yang diwujudkan atau dimanfaatkan oleh orang miskin?
Untuk menjelaskan masalah yang dikaji digunakan kerangka teoretik, yang didasarkan pada konsep kebudayaan dari Geertz (1973), Parsons (1966), Spindler (1977), Spradley (1985), dengan acuan khusus pada model Suparlan (1985), yang memandang kebudayaan sebagai sistem. Kebudayaan dalam hal ini dipandang sebagai pedoman hidup yang menyeluruh dan mendasar, sebagai sistem simbolik yang ditransmisikan secara historik, dan sebagai strategi adaptif untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menghadapi lingkungannya.
Kerangka metodologis disusun dalam dua strategi dasar, yaitu: pertama, untuk menentukan latar dan sasaran kajian yang mecerminkan ciri-ciri kemiskinan dan kedua untuk menelusur perwujudan kesenian, baik dalam bentuk kegiatan berekspresi maupun manifestasi fisik kesenian dalam kehidupan sehari-hari orang miskin yang dijadikan sasaran kajian.
Hasil studi menunjukkan bahwa kesenian mempunyai fungsi yang jelas bagi orang miskin, sebagai pedoman hidup, sistem simbolik, dan strategi adaptif dalam rangka memenuhi kebutuhan estetik mereka dalam kondisi kemiskinan yang membelitnya. Kesenian orang miskin ditandai oleh corak kesahajaan dalam perwujudannya. Kesenian orang miskin pada dasarnya merupakan bagian dari kesenian yang lebih luas, yang diinterpretasi melalui cara pandang orang miskin yang dilandasi oleh premis fungsional, premis komersial, dan premis sosial. Kecenderungan berkesenian yang dilandasi oleh cara pandangnya tersebut memberi batasan pada model pengetahuan yang digunakannya untuk bertindak memenuhi kebutuhan estetiknya dengan cara beradaptasi dengan kemiskinan yang dihadapinya agar tetap dapat hidup sebagai manusia yang berbudaya.
Tegasnya, ekspresi seni orang miskin, sesungguhnya, merupakan adaptasi simbolik mereka terhadap kemiskinan yang membelenggunya."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
D281
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia bekerja sama dengan Grasindo, 1993
790.209 598 SEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>