Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175799 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dyah Permata Sari
"Stres merupakan fenomena kehidupan yang pasti dialami semua orang. Stres yang terjadi pada anak usia sekolah memberikan dampak yang sangat buruk bagi kehidupan anak, bahkan dapat mendorong anak melakukan tindakan bunuh diri. Begitu banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami stres, baik faktor internal maupun eksternal di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya stres pada anak usia sekolah di sekolah.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi. Populasi penelitian adalah anak usia sekolah kelas enam SDN Pondok Cina I Depok. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 responden, dengan menggunakan metode purposive sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Chi-Square (p = 0,05).
Penelitian ini mendapatkan hasil tidak adanya pengaruh antara hubungan dengan teman dan beban tugas sekolah terhadap terjadinya stres pada anak usia sekolah di sekolah. Sedangkan sikap guru mempengaruhi terjadinya stres pada anak usia sekolah di sekolah. Peneliti merekomendasikan penelitian selanjutnya. untuk memilih tempat penelitian yang Iebih sesuai, melakukan uji validitas dan reliabilitas lengkap terhadap instrumen, serta memperbanyak jumlah responden penelitian."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5496
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Simon
"Anak penderita asma memiliki risiko mengalami masalah penyesuaian diri. Pada usia sekolah dan remaja, dimana anak sedang mengalami perkembangan fisik, kognitif£ dan psikososial, mereka juga harus menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis yang menghambat fungsi pernafasan yang sulit diduga kapan terjadinya serangan asma tersebut. Keberhasilan seorang penderita asma melakukan penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor usia, jenis kelamin, berat ringannya penyakit, relasi keluarga., sikap ibu terhadap anaknya yang sakit, serta sikap anak terhadap penyakitnya.
Penelitian ini bertujuan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri anak penderita asma usia sekolah dan remaja. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif Untuk mengungkapkan hal ini digunakan teknik analisis multiple regression terhadap subyek (N) = 76, yang terdiri alas 37 orang anak usia sekolah dan 39 orang anak usia remaja. Alat ukur yang dipakai adalah tiga buah kuesioner yang disusun berdasarkan teori pendukung serta The Child Attitude Towards Illness Scale (CATIS) dari Austin & Huberty (1993) yang diadaptasi terlebih dahulu.
Hasilnya ditemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri penderita asma usia sekolah adalah faktor sikap anak terhadap penyakitnya, dan pada penderita asma usia remaja adalah faktor sikap anak terhadap penyakitnya, jenis kelamin, dan sikap ibu terhadap anaknya yang sakit. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan yaitu tidak ditemukan perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada usia anak sekolah dan usia remaja, serta tidak ditemukan pula perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada penderita asma kategori ringan, sedang, dan berat. Namun ditemukan adanya perbedaan penyesuaian diri yang signifikan antara remaja Iaki-Iaki dan remaja perempuan, dimana penyesuaian diremaja perempuan lebih baik dibandingkan remaja laki-laki; sementara pada anak usia sekolah tidak ditemukan perbedaan penyesuaian diri yang sigfinikan antara anak laki-laki dan anak perempuan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mirna Tiurma Alvernia
"Produk biskuit dan permen adalah produk yang sebagian besar dibeli oleh anak-anak sendiri. Anak-anak sebagai konsumen utama yang memiliki karakter cepat bosan, peniru yang sempurna dan memiliki loyalitas yang rendah yang artinya mudah berpindah ke produk lain yang sejenis menjadi topik yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Anak-anak melakukan aktivitas pembelian produk-produk tersebut dalam keseharian mereka. Anak-anak pun sudah dapat menjadi pembeli yang mandiri tanpa konsultasi dengan orang tua mereka. Uang jajan yang diberikan oleh orang tua biasanya merupakan sumber pendapatan mereka. Menurut survei dari Frontier, Marketing Consultant, 87% orang tua memberikan jajan dalam bentuk uang saku harian. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian karya akhir ini, responden sebesar 87% memperoleh uang jajan secara harian dari orangtua mereka. Biskuit seperti yang kita ketahui bersama bukanlah makanan pokok seperti nasi yang harus dikonsumsi setiap hari oleh setiap orang untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Biskuit merupakan salah satu bentuk makanan ringan (snack) yang dapat dinikmati setiap saat oleh konsumen tanpa mengenal waktu tertentu dan tempat khusus untuk mengkonsumsinya. Menurut Sumber yang diperoleh dari Euromonitor, Garuda Food, Gabungan Asosiasi Perusahaan dan Minuman Indonesia (Majalah Mix, 2006) market size volume biskuit sebesar 199,563 ton dan terus bertumbuh, menurut proyeksi tahun 2007 sebesar 76.40%, sehingga dapat dikatakan pasar biskuit di Indonesia sangat besar, terus bertumbuh dan anak-anak menjadi konsumen utamanya perlu diperhatikan sungguh-sungguh.
Pembelian biskuit tidak memerlukan proses pemikiran yang terlalu lama dan sulit. Biskuit yang banyak diminati oleh konsumen cilik ini termasuk dalam kategori low involvement product. Pertimbangan pembelian oleh anak-anak itu sendiri apakah dipengaruhi oleh orang tua, kemasan produk, rasa, tempat pembelian, harga, teman dan faktor lain menyatu dalam pemikiran anak-anak sebagai pembeli independen. Sebagai pembeli yang independen anak-anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan pembelian. Berdasarkan teori perilaku konsumen, konsumen dipengaruhi oleh stimulus-stimulus yang datang dari luar konsumen baik berupa rangsangan pemasaran (marketing stimuli) yang diciptakan oleh perusahaan pembuat biskuit dan dari rangsangan lain (other stimuli) lingkungan seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya (Kotler, 2007, Tj., 266). Kedua stimuli tersebut bercampur/terkombinasi dengan karakter dan psikologi anak-anak. Anak-anak adalah subyek yang sudah dapat bertanggung jawab pada setiap proses pembelian, yang berarti ikut terlibat pada kegiatan pemasaran. Proses pembuatan keputusan sendiri tidak luput menjadi perhatian, mulai dari problem recognition, pencarian informasi, dan penilaian alternatif, pembuatan keputusan sampai post purchase, dari indikasi pernyataan apakah anak-anak puas atau tidak dan motivasi apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Dari hasil penelitian melalui penyebaran kuesioner, terkumpul informasi bahwa responden dipengaruhi oleh beberapa faktor stimuli marketing, diantaranya faktor televisi yang memiliki tingkat paling tinggi dalam hal pemberian informasi nama/merek sebuah biskuit, yaitu sebesar 73.5%. Dari atribut produk yaitu variasi rasa dan rasa yang enak, sebesar 83% merupakan faktor yang sangat menonjol yang dicari responden dalam membeli biskuit. Motivasi yang dipunyai anak-anak sebelum membeli biskuit adalah keinginan untuk mencari makanan tambahan, dari penelitian ini diperoleh jumlah yang tinggi sebesar 59.6%. Dari faktor lain seperti karakter anak dan psikologi konsumen adalah kehidupan sosialnya dipengaruhi oleh teman dan orang tua. Yang menarik dari penelitian ini, kebanyakan anak sulung lebih dapat memutuskan pembelian tanpa bertanya dulu kepada orang tuanya. Hasil penelitian lain pun ditemukan bahwa karakter responden (pasar anak-anak) memiliki kelemahan dari sisi loyalitas dan konsistensi mereka. Ketika mereka menempatkan suatu merek sebagai top of mind dalam kesadaran merek mereka, dan memberi pilihan nama suatu biskuit yang mereka sering beli, namun pada saat Peneliti memberikan secara bentuk fisik kemasan biskuit dari berbagai macam merek sesuai dengan pilihan kuesioner, 72% anak-anak tidak memilih merek yang mereka pilih dalam top of mind dan merek yang mereka sering beli pada isian kuesioner. Contohnya ketika seorang responden menempatkan biskuit merek Oreo sebagai produk top of mind-nya kemudian memilih Biskuat sebagai biskuit yang paling sering dibeli pada kuesioner namun mengambil biskuit TimTam pada saat dihadapkan pada pilihan produk yang ditampilkan Peneliti. Ketidakkonsistensian responden ini mempertegas bahwa produk biskuit sebagai kategori produk low involvement memang tidak melalui tahap prosedur pengambilan keputusan yang sulit dan responden mencari variasi rasa atas produk yang mereka konsumsi sebelumnya. Seperti yang telah diuraikan diatas, faktor yang memperngaruhi anak-anak dari segi fitur produk adalah rasa, kemudian orangtua, teman dari faktor sosial (other stimuli) dan Iklan. Faktor Iklan masih dianggap penting dan harus tetap dilakukan dalam penyampaian komunikasi juga sebagai pembentuk brand awarenes dan ekuitas merek sebuah biskuit. Aktivasi above the line ini mempunyai benefit dapat menjangkau target audience dalam jumlah besar dan dalam waktu yang bersamaan. Dari penelitian diperoleh informasi responden memilih waktu yang tepat mengkonsumsi biskuit yang memiliki frekuensi tertinggi adalah pada saat menonton televisi, jadi kesempatan ini sebaiknya dipergunakan perusahaan pembuat biskuit untuk mengkomunikasikan merek biskuit dengan menambah slot frekuensi iklan muncul di televisi dan iklan dengan nilai kekeluargaan sangat diminati responden.

Biscuits and candies are products that are mostly bought by children. Children as the main buyers have the characteristics of easily become bored, perfect imitators and have poor loyalty, meaning the easily move to other products of similar kinds are an interesting topic for deeper researches. Children do the activities of buying such products in their daily life. They become independent buyers without consulting with their parents. Pocket money provided by parents usually becomes the sources of income. A survey by Frontier showed 87% of the parents give money for snacks in the forms of daily pocket money.
Biscuits as we all know are not the main staple such as rice to be consumed daily in order to meet the biological needs. Biscuits are snacks that can be consumed at any time without considering any particular time and place to consume them. According to Sources: Euromonitor, Garuda Food, Gabungan Asosiasi Perusahaan dan Minuman Indonesia (Majalah Mix, 2006) biscuit market size volume is 199,563 ton and will be growing up, based on 2007 projection will be 76.40%, so we can said biscuit market is very big and will increase and we have to be focused on children as its main consumer. Buying biscuits does not need a long time or difficult methods to decide. Biscuits as they are more enjoyed by junior consumers are included in the low involvement products. The considerations by the children either being influenced by parents, product package, taste, buying place, price, friends or other factors blend in the mind of the children as independent buyers.
As independent buyers, children are influenced by a number of factors in making their buying decision. According to the consumer behavioral theory by Kotler (2007, Translation, 266), consumers are influenced by external stimulants in the forms of either marketing stimuli created by biscuit companies or other stimuli such as economic, political, social and cultural stimuli blended/combined into the characters and psychology of the children. Children are subjects who are able to take the responsibility in every buying process, meaning they are involved in the marketing activities. The self decision making process is interesting, beginning from problem recognition, searching for information, alternative assessment, decision making, purchasing, whether or not they are satisfied and the motivation that drives them in making the decision. Survey through questionnaires show the results that the respondents are influenced by a number of marketing stimuli, including among others television taking the highest position in spreading the information of name/brand of a biscuit, 73.55%. From product attributes namely the variety of tastes and the delicious taste, 83% constitutes the outstanding factors sought after by the respondents in buying biscuits. The motivations that drive the children to buy biscuits are the desire to seek additional food. The survey showed that this factor count for 59.6%. With respect to factors such as the characters and psychology, the children are socially influenced by friends and parents. The interesting thing in the survey is that most eldest children are more able to decide to buy without consulting with their parents. Other survey showed that with respect to characters of the respondents (children market); children are poor in loyalty and consistency. When they put a brand as top of mind in their brand awareness, and choose a name of biscuits they often buy, but at the time the Researcher give them the physical package of biscuits of various brands according to the questionnaire choice, 72% of the children did not choose the brand they have in the top of mind and the brand that they often buy. For example, when a respondent place a biscuit of Oreo brand as the top of mind product, then choose Biskuat as frequently bought biscuit in the questionnaire but then took TimTam when facing the choices of products presented by the Researcher. This respondent inconsistency confirms that biscuits as low involvement products do not go through difficult decision making procedures, and respondents seek variety of tastes and products that they have consumed before.
Factors that influence the children with respect to product features are the taste, then parents, friend and advertising. The advertising factor is still deemed important and to be continuously conducted in delivering the communication in addition to being the brand awareness and brand equity of a biscuit. This above the line activity gives some benefits as it reaches the target audience in a large quantity at the same time. Survey showed that respondents choose the appropriate time to consume biscuits when watching television. Therefore, this is the best time for biscuit companies to communicate their biscuit brands through television.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T23950
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yun Kusumawati
"Yun Kusumawati, mahasiswa Junusan Sastra Indonesia selama satu semester (semester sembilan) menyusun skripsi yang berjudul Perilaku Nomina pada Tuturan Anak Usia Sekolah Dasar : Studi Kasus terhadap Cerita yang Dituturkan oleh Anak Kelas lima Sekolah Dasar, di bawah bimbingan Ibu Felicia N. Utorodewo, Penelitian bertujuan mendeskripsikan berbagai jenis nomina dan perilaku nomina dalam tuturan yang dihasilkan anak-anak serta mendeskripsikan jenis dan perilaku nomina basil tuturan anak-anak dengan buku pelajaran Bahasa Indonesia sebagai pembanding. Data diambil dari tuturan tiga orang anak kelas V SDN Sriwedari I Sukabumi dan wacana dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SD. Data kemudian dibagi atas kalimat-kalimat dan dianalisis mulai dari tataran kata, frase, klausa, dan kalimat, Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan jenis nomina yang dihasilkan dalam tuturan anak-anak adalah nomina turunan yang terdiri atas nomina terbilang (bersufiks -an berprefiks pe-), nomina yang menyatakan hal atau proses (bersufiks -an, berkonfiks kean), dan nomina kolektif, nomina dasar yang terdiri atas nomina persona (nama diri, nama kekerabatan, sebutan pada orang ketiga), nomina terbilang, dan nomina tak bernyawa (nama geografis dan menyatakan waktu); nomina paduan leksem yang terdiri atas nomina terbilang. Pada frase nominal yang dihasilkan anak-anak adalah FN> N + Pr. , FN--> N + Adv. , FN> NIFN + NumfFnum. , FN--> Ni -1- Konj. + (N2...Nn), FN--> N + Adj. , dan FN -> N + Dent.. Perilaku nomina dan [rase nomina basil tuturan anak-anak menduduki fungsi sintaksis sebagai subjek, objek, keterangan, pelengkap, dan predikat. Pada buku pelajaran jenis nomian yang ditampilkan adalah nomina turunan yang terdiri dari atas nomina terbilang (berkonfiks ke-an, berprefiks pc-), nomina tak terbilang (bersufiks -an, berkonfiks ke-an), nomina kolektif (berkonfiks per-an, bersufiks -an, berprefiks pc-, dan bersufiks -an); nomina dasar yang terdiri atas nomina persona (nama diri, nama kekerabatan, dan sebutan pada orang ketiga), nomina terbilang, nomina tak terbilang, nomina yang menyatakan ha! atau proses, dan tak bernyawa (nama geografis dan menyatakan waktu); nomina paduan leksem yang terdiri atas nomina terbilang, nomina yang menyatakan hal atau proses, nomina yang menyatakan alat, dan nomina persona sebutan pada orang ketiga. Pala frase nominal yang ditampilkan buku pelajaran. FN- NI + (N2...Nn), FN-* N + Adj., FN--> N + Pr., FN- NumfFNum. + N, FN- N + Dem., FN- NI + N2 + Prep, + (N3...Nn), FN-+ NIFn + yang + VIFV atau Adj.IFadj.. Perilaku nomina dan frase nominal yang ditampilkan buku pelajaran menduduki fungsi sintaksis sebagai subjek, objek, keterangan, dan pelengkap. Perbedaan cukup signifikan terlihat antara basil tuturan anak-anak dengan yang ditampilkan buku pelajaran. Jens nomina dan frase nominal yang sangat bervariasi dan kompleks ditampilkan dalam buku pelajaran, sedangkan anak-anak menghasilkan jenis nomina dan poly frase nominal yang sederhana. Berdasarkan penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa buku pelajaran sebagai masukan pengetahuan Bahasa Indonesia Formal yang kemudian diendapkan, tidak semuanya dapat terungkap kembali ketika anakanak berbicara dalam bahasa Indonesia. Masukan pengetahuan tersebut akan mereka olah dan pilih kembali; Mana yang akan digunakan, sesuai dengan situasi dan pancingan yang diberikan oleh lawan bicaranya."
2000
S11290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebutuhan tidur seseorang tergantung pada usia, semakin tua usia seseorang makin sedikit
waktu yang diperlukan untuk tidur. Anak usia toddler ( 1- 3 tahun) membutuhkan total waktu
tidur sebanyak 12 sampai dengan 13 jam. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur anak usia
toddler di RW 07 Kelurahan Johar Baru Jakarta Pusat. Berdasarkan hasil penelitian, dari 30
anak usia toddler yang diteliti hanya 36,7% yang masuk kriteria terpenuhi kebutuhan
tidurnya padahal tidur sangat penting bagi perkembangan intelektual dan pertumbuhan yang
optimal. Berdasarkan hasil penelitian pada BAB III maka terlihat bahwa ada banyak faktor
yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur anak usia toddler yaitu terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang paling sering membangunkan anak pada
malam hari yaitu keadaan sakit (100%) dan karena lapar atau haus (96.7%) sedangkan
faktor eksternal yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur ada 2 yaitu lingkungan
dan bedtime rituals. Untuk faktor eksternal lingkungan sebagai penyebab yang paling sering
membangunkan anak adalah karena bajunya basah(mengompol) sebanyak 76.7%, urutan
selanjutnya adalah lingkungan yang berisik dan keadaan kamar panas dimana masing-
masing sebanyak 73.3% Pada faktor eksternal bedtime rituals didapatkan hasil bahwa
umumnya anak melakukan kegiatan (ritual) yang berbeda-beda sebelum tidur. Kegiatan
yang paling, banyak dilakukan adalah mencuci tangan dan kaki (60%). Dari kedua faktor
tersebut di atas (internal dan eksternal ) faktor yang paling dominan berpengaruh pada
pemenuhan kebutuhan tidur toddler adalah karena merasa haus dan lapar ( 50%), sakit
(26,7%), kamar panas ( 20%), dan sisanya karena takut (3.3%) ."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5018
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Anggraini Tagor
"Penelitian ini mencoba mencermati perilaku mengkonsumsi majalah dan atau tabloid anak pada anak-anak usia sekolah (middle childhood, school age) Sampel populasi adalah murid-murid Sekolah Dasar (SD) di tiga lingkungan sosial di Jakarta yang diasumsikan SD di lingkungan bawah, menengah dan atas yang ditarik secara purposive. Responden adalah murid-murid SD berusia 7 - 12 tahun (kelas 2 - kelas 6 SD) yang membaca majalah dan atau tabloid anak sebanyak 439 anak, termasuk 3 anak sebagai informan.
Penelitian ini merupakan kombinasi studi kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama studi kuantitatif, dan tahap selanjutnya studi kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif melalui survei menggunakan kuesioner. Sedangkan studi kualititatif secara in-depth interviews. Hasil pengumpulan data kuantitatif diolah menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Sciences). Dalam analisa hasil penelitian, data kualitatif disampirkan pada data kuantitatif sebagai gambaran pelengkap. Penuturan lengkap para informan disusun tersendiri dalam bentuk narasi.
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan lingkungan sosial berpengaruh terhadap inisiatif membaca, cara memperoleh majalah atau tabloid anak, dan waktu membaca anak. Sementara lingkungan sosial tidak berpengaruh terhadap lama dan cara membaca. Lingkungan sosial berpengaruh terhadap motivasi membaca untuk memenuhi kebutuhan afektif, integratif personal dan pelepasan tekanan. Anakanak dari sekolah di lingkungan menengah dan atas cenderung berpendapat dengan membaca mereka dapat berimajinasi, memiliki pengetahuan baru dan tidak tegang lagi daripada anak-anak sekolah di lingkungan bawah .
Jenis kelamin berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan afektif dan pelepasan tekanan. Anak perempuan cenderung merasa senang sekali saat membaca majalah atau tabloid anak dan tidak merasa tegang lagi dibanding anak laki-laki. Usia berpengaruh terhadap motivasi membaca untuk memenuhi kebutuhan kognitif, afektif, integratif personal, integratif sosial dan pelepasan tekanan. Anak-anak dalam kategori usia 7 - 8 tahun cenderung membaca untuk pemenuhan kebutuhan kognitif, integratif personal dan integratif sosial. Anak dalam kategori usia 9 - 10 membaca untuk memenuhi kebutuhan afektif. Sedangkan anak-anak dalam kategori usia 11 - 12 tahun membaca untuk pelepasan tekanan.

Children's Magazines and Tabloids Consumtion by School-Age Children (Research On Uses And Gratifications Approach Among Elementary School (SD) Students in the DKI Jakarta (Special Region Of Jakarta Area)This research attempts to look into the behavior of consuming children's magazines and/or tabloids among school-age (middle childhood, school (age) children). The population sample is Elementary School (SD) students at three social environments in Jakarta assumed to be SD within lower, middle and upper environments drawn purposively. The respondents are SD students of 7 - 12 years of age (level 2 - level 6 SD) reading children's magazines and/or tabloids totaling 439 children including 3 children as informers.
This research contitutes a combination of quantitative and qualitative studies conducted gradually. The first phase is quantitative study, and the subsequent phase qualitative study. Collection of quantitative data through survey using questionnaires.Whereas the qualitative study by means of in-depth interviews. The result of collection of quantitative data is processed using SPSS (Statistical Package for Social Sciences). In the analysis of research result, the qualitative data is attached to quantitative data as supplementary description. Full reports of the informers are compiled separately in the form of narration.
The result of chi-square test shows that the social environment affects the initiative to read, method of obtaining the children's magazines or tabloids, and the reading time. Whereas the social environment does not affect the length and method of reading. The social environment affects the motivation to read to meet personal affective, social integrative needs and release of tension. The children from the school within the middle and upper environment tend to be of the opinion that by reading they can imagine, obtain new knowledge and are no longer tense compared to the school students within the lower environment.
The type of sex affects the fulfillment of affective needs and release of tension. Girls tend to be very happy when reading children's magazines or tabloids, and no longer feel tense compared to boys. The age affects the motivation to read to fulfill the cognitive, affective, personal integrative, social integrative, and release of tension needs. Children in the age of 7 - 8 years tend to read for fulfillment of cognitive, personal integrative and social integrative needs. Children in the age category of 9 - 10 years read to fulfill the affective needs. Whereas children in the age category of 11 - 12 years read for release of tension.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Keberhasilan tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh keberhasilan tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya. Apabila orang tua tidak dapat melalui krisis pada
tumbuh kembang normal anak yang seharusnya mendapat perhatian dari orang tua,
seperti reaksi sibling rivalry, maka anak dapat mengalami gangguan tumbuh kembang di
masa yang akan datang. Penelitian ini berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya reaksi sibling rivalry pada anak yang terdiri dari faktor eksternal (positif dan
negatif). Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya reaksi sibling rivalry pada anak dengan
menggunakan desain deskliptif eksploratif. Jumlah responden pada penelitian ini adalah
7 orang dan menggunakau teknik purposive sampling. Alat pengumpul data berupa
kuesioner yang terdiri dari 18 item yang diberikan kepada orang tua yang memiliki anak
usia 1-3 tahun dan memiliki adik infant. Hasil penelitian menunjukkan 57% pendidikan
responden adalah SMA/SMEA dengan pekerjaan terbanyak sebagai ibu rumah tangga
100%. Sebanyak 28,6% responden terdapat anggota keluarga lain yang tinggal dalam
satu rumah. Hasil analisa data dengan uji analisa deskriptif mean terhadap 7 orang
responden menunjukkan bahwa terjadinya reaksi sibling rivalry dipengaruhi oleh faktor
eksternal (positif dan negatif). Persiapan orang tua terhadap toddler untuk meminimalkan
terjadinya reaksi sibling rivalry mempengaruhi penerimaan toddler terhadap adiknya. Hal
ini ditunjukkan dengan sekitar 89% responden selalu mengharapkan kelahiran toddler,
sekitar 100% responden menyarankan tidak mendapat kesulitan dalam menjawab
pertanyaan toddler tentang kehamilannya dan reaksi sibling yang ditampilkan 86%
toddler tidak menjadi pendiam/biasa saja setelah memiliki adik."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5209
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>