Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103037 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Luh Putu Ekarini
"ABSTRAK
Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran napas. Prevalensi kejadian
asma masih terus mengalami peningkatan setiap tahunnya baik di dunia maupun
di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pemicu
dominan terjadinya serangan asma pada pasien asma. Desain pada penelitian ini
adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah responden
adalah 118 orang (60 pasien asma persisten dan 58 pasien asma intermiten). Hasil
analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor pemicu dan karakteristik yang
berhubungan dengan terjadinya serangan asma adalah paparan alergen (p value =
0,006), exercise (latihan) (p value = 0,042), kondisi psikologis (stres emosional)
(p value = 0,000) dan pekerjaan (p value = 0,095) . Hasil analisis multivariat
diketahui bahwa kondisi psikologis (stres emosional) dan alergen adalah faktor
yang paling dominan dengan terjadinya serangan asma pada pasien asma (p value
= 0,002). Diharapkan pemberian asuhan keperawatan, khususnya pengkajian
keperawatan yang berfokus pada faktor-faktor pemicu lebih dikembangkan
sehingga pendidikan kesehatan yang diberikan bisa terfokus hanya pada faktor
pemicu yang menjadi masalah pasien.

ABSTRACT
Asthma is a chronic inflammatory disease in respiratory tract. Prevalence for
asthma syndrome increasing every year which is happen in the world and
Indonesia. This research intends to identifying what is dominant factors trigger
causing asthma attack to asthma sufferers. Design of this research is based on
analytic description with cross sectional design. The number of respondents for
permitten group is 60 respondent and for intermitten group is 58 responden.
Bivariate analysis result shows that trigger factors that correlate with asthma
attack is allergen exposure (value of p = 0,006), exercise (value of p = 0,042) and
psychological condition (emotional stress) (value of p = 0,000). Multivariate
analysis result shows that psychological condition (emotional stress) and allergen
are the most dominant factor for asthma attack to astma sufferers (value of p =
0,002). This research expected that provision of nursing care, particularly the
nursing assessment that focuses on the factors triggering more developed, so that
health education can be focused only on the factors triggering sufferer?s problems."
2012
T30663
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anyta Hera Wahyuni
"Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran nafas. Penderita yang rentan inflamasi akan mengalami wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang bersifat reversibel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi faktor-faktor pencetus serangan asma pada pasien asma di salah satu rumah sakit di Jakarta . Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif dengan desain cross sectional yang menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi faktor pencetus asma karena alergen adalah 94,1%, faktor pencetus asma karena infeksi pernapasan adalah 26,7%, faktor pencetus asma karena latihan fisik adalah 94,1%, faktor pencetus asma karena sensitif terhadap obat dan makanan adalah 28,7%, faktor pencetus asma karena polusi udara adalah 89,1%, faktor pencetus asma karena penyakit refluks gastroesophageal adalah 68,3%, faktor pencetus asma karena perubahan psikologis/emosi adalah 88,1%, faktor pencetus asma karena perubahan cuaca adalah 79,2%. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien asma tidak hanya memilki satu faktor pencetus serangan asma namun didapatkan juga banyaknya responden yang memilki dua atau bahkan tiga faktor pencetus serangan asma. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang faktor-faktor pencetus asma sebagai landasan bagi perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien asma beserta keluarga.

Asthma is a chronic inflammatory disorders of the respiratory tract It causes recurrent wheezing shortness of breath chest distress and coughing especially at night or early morning. The symptoms are associated with the reversible of airway narrowing. This study aims to identify the prevalance of asthma triggers at one of hospitals in Jakarta. This study was a descriptive quantitative with a cross sectional design and applied a purposive sampling technique. The results showed that the distribution of allergens factors was 94 1 26 7 respiratory infection 94 1 physical exercise sensitive to the drug and food 28 7 89 1 of air pollution disease gastroesophageal reflux 68 3 psychological emotional 88 1 related to weather was 79 2. This study also concludes that asthma patients were triggered by multiple allergens. The results of this study are expected to provide information on asthma triggers that would be used as a bases for nurses to educate asthma patients and their families Key word Asthma Asthma Triggers prevalance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55279
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik di masyarakat
maupun di tempat kerja. Salah satunya dengan memperhatikan kesehatan pekerja, terutama
penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan kerja karena pada umumnya pekerja mempunyai
resiko terpapar oleh polutan di tempat kerja. Polutan udara sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit asma terutama bila didukung oleh faktor individu. Penelitian bertujuan
untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit asma pada
pekerja di Pabrik Teh PT Sinar inesco Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian
ini menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah semua
pekerja bagian produksi sebanyak 93 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 16,1%
responden memilki keluarga dengan riwayat penyakit asma, 31,2% responden mempunyai
alergi yang dapat menyebabkan penyakit asma, 65,6% responden berjenis kelamin laki-laki
dan 34,4% berjenis kelamin perempuan, 14% responden mempunyai gangguan infeksi
pernapasan, 34,4% responden menjawab adanya alergen ditempat kerja, 62,4% responden
mempunyai pendapatan kurang, 49,5% status gizinya kurang dan 23,7% status gizinya
lebih. 50,5% responden merokok ataupun ada dari keluarga mereka yang merokok.
Berdasarkan uji chi square dengan α 0,05 didapatkan hasil, Tidak ada hubungan antara
predisposisi genetik dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value 0,464, Tidak ada
hubungan antara alergi dengan penyakit asma dengan pada pekerja p value 0,487, Tidak
ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value
sebesar 0,713, Ada hubungan infeksi pernapasan dengan penyakit asma pada pekerja
dengan p value sebesar 0,001, Tidak ada hubungan antara status gizi dengan penyakit
asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,083, Ada hubungan antara alergen dengan
penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,039, Tidak ada hubungan antara
Status sosio ekonomi dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value sebesar 0,244.
Ada hubungan antara asap rokok dengan penyakit asma pada pekerja dengan p value
sebesar 0,017. Oleh karena itu perlu dihindarkan faktor-faktor pemicu penyakit asma dan
perbaikan kondisi lingkungan kerja sehingga pekerja terhindar dari penyakit akibat kerja"
610 JKKI 6:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Aprilicia
"ABSTRAK
Asma merupakan penyakit inflamasi saluran pernapasan yang sering
dijumpai pada anak-anak dengan insiden kejadian yang lebih tinggi dibanding
kelompok umur lainnya. Diperkirakan, sekitar 300 juta penduduk dunia saat ini
menderita asma dan akan meningkat menjadi 400 kasus pada tahun 2025. Selain
dari faktor pejamu yang tidak dapat dimodifikasi, peningkatan prevalens asma
diduga juga berhubungan dengan adanya peran dari faktor lingkungan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
asma dan pencetus serangan asma anak usia 0-11 tahun di Indonesia pada tahun
2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskedas tahun 2013 dengan
desain cross sectional deskriptif. Responden terdiri dari 237.992 anak usia 0-11
tahun di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan analisis chi square. Hasil
analisis univariat diperoleh prevalensi asma pada anak usia 0-11 tahun di Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 3,6% dengan faktor pencetus yang paling sering adalah flu
atau infeksi sebesar 56,2%. Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa kejadian asma
pada anak usia 0-11 tahun berhubungan dengan umur, jenis kelamin, wilayah
tinggal, keadaan sosioekonomi, asap dapur, paparan pestisida dalam rumah, jenis
lantai rumah, jenis dinding rumah, jenis plafon rumah, kebersihan ruang tidur,
kebersihan ruang masak, dan kebersihan ruang keluarga. Penelitian ini menemukan
bahwa peluang mendapatkan asma lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki,
berumur 2 tahun, tinggal di wilayah pedesaan, mempunyai keadaan sosioekonomi
rendah, terdapat asap dapur dalam rumah, terdapat paparan pestisida dalam rumah,
mempunyai lantai rumah berjenis tanah, dinding berjenis bambu, plafon berjenis
bambu, serta kebersihan ruang tidur, ruang masak, dan ruang keluarga yang tidak
bersih.

ABSTRACT
Asthma is an inflammatory disease of respiratory tract are often found in children
with a higher incidence of events than other age groups. It is estimated that around
300 million people worldwide currently suffer from asthma and will increase to 400
cases in 2025. Due to a host factors can?t be modified, there are a role of
environmental factors which contributed to increase the prevalence of asthma. This
study aims to determine the factors associated with asthma and trigger asthma attack
among children aged 0-11 years in Indonesia on 2013. This study using secondary
data from National Basic Health Research 2013 with a study design descriptive
cross-sectional. The respondents are 237.992 children aged 0-11 years in Indonesia.
Data was analyzed using chi square analysis. Result of univariate analysis shows
prevalence of asthma in children aged 0-11 years in Indonesia on 2013 amounted
to 3,6% with a trigger factor that most often is cold or infection by 56,2%. Results
of bivariate analysis shows that the prevalence of asthma among children aged 0-
11 years are associated with age, sex, region of residence, socioeconomic status,
kitchen smoke, exposure to pesticides in the home, the type of floor of the house,
the type of house wall, ceiling type of house, cleanliness of the bedroom, cleanliness
of cooking space, and cleanliness of the living room. This study found that the risk
chances of getting asthma was found higher in boys, 2 years old, live in rural areas,
have socioeconomic status is low, there is a kitchen smoke in the house, there is
exposure to pesticides in the house, has a house floor manifold earthen, wall
manifold bamboo, ceiling manifold bamboo, and the cleanliness of the bedroom,
kitchen, and family rooms are not clean.;;;"
2016
S65579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Prida Arini
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi interaksi obat asma di Poliklinik Asma RSUP Persahabatan. Skrining interaksi obat dilakukan menggunakan The Medical Letter Drug Interaction Program. Data obat yang digunakan diambil dari rekam medik 120 pasien asma rawat jalan di Poliklinik asma RSUP Persahabatan periode Juni-Agustus 2006, hasilnya 105 pasien (87,5%) memiliki potensi interaksi dan 15 pasien (12,5%) tidak memiliki potensi interaksi. Obat kategori sedikit digunakan oleh 9 pasien, kategori sedang oleh 51 pasien dan kategori banyak oleh 45 pasien. Berdasarkan pengamatan terhadap 105 pasien, 18 pasien memiliki potensi interaksi obat kategori sedikit, 10 pasien kategori sedang dan 77 pasien kategori banyak. Berdasarkan analisa hubungan menggunakan uji Kai kuadrat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah obat yang digunakan dengan jumlah potensi interaksi obat. Potensi interaksi obat terbanyak yaitu teofilin dan salbutamol yang terdapat pada 61 pasien. Potensi interaksi obat ini jika terjadi dapat mengakibatkan efek hipokalemia, turunnya efek teofilin dan takikardi. Oleh karena itu perlu monitoring penggunaan obat dan penelitian klinis lebih lanjut.

The aim of this study is to know the potency of the asthma drug interaction at Asthma Polyclinic of RSUP Persahabatan. Screnning of the drug interaction by The Medical Letter Drug Interaction Program. The list of drug which used based on medical record 120 ambulatory patients of asthma at Polyclinic of RSUP Persahabatan period Juni- August 2006, the result is 105 patients (87,5%) have potency of drug interaction and 15 patients (12,5%) have no potency of drug interaction. Drug in few category used by 9 patients, 51 patients in medium category, 45 patients in many category. Based on observation to 105 patients, 18 patients have potency of drug interaction in few category, 10 patients in medium category, 77 patients in many category. Based on analysis correlation with Chi square test there is correlation between the quantity of drug and quantity potency of drug interaction. The most of drug interaction potency is theophylline and salbutamol in 61 patients. This potency of interaction if happened can give consequence of hypokalaemia, decrease theophylline effect and tachycardia. Because of that need to monitoring the use of the drug and clinical research still also to be done."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S32875
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wahyuningsih
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Aspergillus merupakan jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Salah satu di antaranya adalah alergi, yang mempunyai manifestasi klinik asma bronkial. Di Indonesia peran Aspergillus dalam menimbulkan serangan asma bronkial belum diketahui. Untuk itu dilakukan pemeriksaan sputum terhadap adanya Aspergillus pada 75 orang penderita asma dan 62 orang sehat. Pengambilan sputum dilakukan pada saat serangan dan satu minggu sesudahnya. Sputum dibatukkan ke dalam cawan Petri steril; dilakukan pemeriksaan langsung dan biakan. Biakan dianggap positif bila tumbuh jamur Aspergillus satu koloni atau lebih. Hasil pemeriksaan kelompok penderita asma pada saat serangan dibandingkan dengan hasil pemeriksaan satu minggu sesudah serangan. Juga dibandingkan antara kelompok asma dan kelompok sehat. Selain itu dilakukan pemeriksaan tes imunodifusi dengan antigen Aspergillus untuk mencari zat anti terhadap Aspergillus.
Hasil dan Kesimpulan: Hasil pemeriksaan sputum pada 53 orang (yang kembali) penderita asma pada saat serangan dan satu minggu sesudahnya memberi hasil 27 orang positif pada saat serangan dan negatif sesudahnya. Pengujian statistik menunjukkan adanya ketergantungan antara Aspeuillus dan serangan asma (p<0,01). Tujuh puluh lima orang penderita asma diperiksa pada saat serangan dengan cara langsung, 22 orang positif (23%) dan dengan biakan 45 orang positif (60%). Pada orang sehat dengan cara yang sama didapatkan 6 orang (9,6%) dan 9 orang (14,5%) positif. Uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara serangan asma dan Aspergillus (p<0,01). Odds ratio 8,8 menunjukkan Aspergillus memang mampu menyebabkan penyakit. Perbandingan hasil pemeriksaan sputum satu minggu sesudah serangan dan orang sehat menunjukkan adanya perbedaan bermakna, hal ini berarti bahwa satu minggu sesudah serangan belum menggambarkan keadaan normal. Hasil pemeriksaan tes imunodifusi menunjukkan bahwa sebagian besar tidak ada invasi Aspergillus ke dalam jarigan."
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lami Trisetiawati
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya risiko stroke berulang pada pasien paska stroke pertama di RS Pusat Otak Nasional dan faktor risikonya.
Metode: Desain penelitian ini adalah cohort retrospektif. Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien stroke serangan pertama yang menjalani pelayanan rawat inap pada tahun 2014 dan memiliki catatan rekam medik yang lengkap. Analisis data mengunakan regresi cox multivariat.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bulan ≤ 15,umur ≥ 60 tahun memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya stroke berulang ; pada bulan < 15, overweight memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang; pada bulan ≤ 15, obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang; pada bulan ≤ 30, pre hipertensi memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang ; pada bulan ≤ 15, hipertensi grade 1 dan 2 memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang, ; kontrol yang tidak teratur memiliki risiko 8,71 kali lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang.

Objective: This study aims to determine the risk of recurrent strokein patients with post-stroke first in the brain center of the national hospitaland the risk factors that influence.
Methods: This study was a retrospective cohort. The sample in this study is the first to attack all stroke patients who underwent inpatient services in 2014 and had a complete medical record. Analysis of data using multivariate cox regression.
Results: The results showed that in ≤ 15, ≥ 60 years of age have a greater risk for recurrent stroke; in <15 overweight have a higher risk for recurrent stroke; in ≤ 15, obesity have a higher risk for recurrent stroke; in ≤ 30, pre-hypertension are at higher risk forrecurrent stroke; in ≤ 15, hypertension grade 1 and 2 have a higher risk for the recurrent stroke; control irregular had 8.71 times higher risk for recurrent stroke.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Simon
"Anak penderita asma memiliki risiko mengalami masalah penyesuaian diri. Pada usia sekolah dan remaja, dimana anak sedang mengalami perkembangan fisik, kognitif£ dan psikososial, mereka juga harus menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis yang menghambat fungsi pernafasan yang sulit diduga kapan terjadinya serangan asma tersebut. Keberhasilan seorang penderita asma melakukan penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor usia, jenis kelamin, berat ringannya penyakit, relasi keluarga., sikap ibu terhadap anaknya yang sakit, serta sikap anak terhadap penyakitnya.
Penelitian ini bertujuan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri anak penderita asma usia sekolah dan remaja. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif Untuk mengungkapkan hal ini digunakan teknik analisis multiple regression terhadap subyek (N) = 76, yang terdiri alas 37 orang anak usia sekolah dan 39 orang anak usia remaja. Alat ukur yang dipakai adalah tiga buah kuesioner yang disusun berdasarkan teori pendukung serta The Child Attitude Towards Illness Scale (CATIS) dari Austin & Huberty (1993) yang diadaptasi terlebih dahulu.
Hasilnya ditemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri penderita asma usia sekolah adalah faktor sikap anak terhadap penyakitnya, dan pada penderita asma usia remaja adalah faktor sikap anak terhadap penyakitnya, jenis kelamin, dan sikap ibu terhadap anaknya yang sakit. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan yaitu tidak ditemukan perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada usia anak sekolah dan usia remaja, serta tidak ditemukan pula perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada penderita asma kategori ringan, sedang, dan berat. Namun ditemukan adanya perbedaan penyesuaian diri yang signifikan antara remaja Iaki-Iaki dan remaja perempuan, dimana penyesuaian diremaja perempuan lebih baik dibandingkan remaja laki-laki; sementara pada anak usia sekolah tidak ditemukan perbedaan penyesuaian diri yang sigfinikan antara anak laki-laki dan anak perempuan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djabir Abudan
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahat, Camalia S.
"Pasien asma mengalami bronchospasme dan bronchokontriksi yang dapat menyebabkan penurunan fungsi pernapasan. Penelitian
bertujuan mengidentifikasi pengaruh senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru pasien asma
di perkumpulan senam asma. Desain penelitian yaitu kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol. Sampel berjumlah 50
pasien, diambil dengan purposive sampling, dan terdiri atas kelompok intervensi dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan
hubungan antara senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan (p= 0,0005; α= 0,05) dan fungsi paru (p= 0,0005;
α= 0,05) pasien asma di perkumpulan senam asma, setelah dikontrol berat badan dan tinggi badan. Rekomendasi agar senam
asma menjadi program intervensi keperawatan pada manajemen asma untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan fungsi
paru pasien asma.
Patients with asthma have bronchospasm and bronchoconstriction that can cause a decrease in respiratory function. The
research aims to identify the effect of exercise asthma to increased respiratory muscle strength and pulmonary function in
asthma patients with asthma. The study design is a pretest-Post test Control Group design. Samples numbered 50 patients,
taken with purposive sampling, and consists of intervention and control groups. The results of the study, there is a relationship
between exercise asthma to increased respiratory muscle strength (p= 0.0005; α= 0.05) and pulmonary function (p= 0.0005;
α= 0.05) in patients with asthma, after controlling weight and height. Recommendations for exercise asthma into nursing
intervention program on asthma management to improve respiratory muscle strength and lung function of asthma patients."
STIKES Kota Sukabumi ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
610 JKI 14:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>