Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fuad Hakim
"Paduan biomaterial baja mangan untuk aplikasi biodegredable stent diproduksi dengan metode metalurgi serbuk diteliti dengan melihat pengaruhnya terhadap post treatment (canai dingin + re-sintering). Pemaduan mekanik metalurgi serbuk dilakukan dengan metode pengadukan sederhana dengan komposisi target (25%Mn dan 35%Mn). Post treatment dengan canai dingin reduksi 50% dan sinter ulang dengan aliran gas Ar pada temperatur 1100oC selama 2 jam. Pengaruh post treatment pada mikrostruktur, sifat mekanik dengan kekerasan Rockwell A, dan sifat korosi dengan celup dan polarisasi telah diteliti dan dibandingkan dengan biomaterial baja mangan sebelum post treatment.
Hasil dari pengujian setelah post treatment, material membentuk fasa austenit, ferrit, dan martensit. Pengaruh post treatment meningkatkan ketahanan korosi dan kekerasan pada baja mangan. Hal ini disebabkan karena persentase porositas berkurang setelah dilakukan post treatment. Laju korosi dilakukan dalam larutan Hank's dan ringer laktat. Pembentukan lapisan pasif Ca/P dan hidroksida terjadi setelah pengujian celup 7 hari dalam larutan Hank's.

Manganese alloy steel as biodegredable biomaterials for stent applications produced by powder metallurgy methods were investigated by looking at the effect on post-treatment (cold rolled + re-sintering). Mechanical alloying powder metallurgy done by a simple mixing method with the target composition of Mn (25% and 35%). Post treatment with a cold rolled of 50% reduction and resnintering with Ar gas stream at a temperature of 1100oC for 2 hours. The effect of post treatment on the microstructure, mechanical properties with a Rockwell hardness, and corrosion properties with immersion and polarization have been studied and compared with the biomaterial manganese steel before post treatment.
The results after the post treatment material formed austenite, ferrite and martensite. The effect of post-treatment increase the corrosion resistance and hardness on manganese steel. This occured because the percentage of porosity is decreased after post-treatment. Corrosion rate performed in Hank's solution and ringer's lactate. Hydroxide and Ca/P Passive layer formation occurred after 7 days immersion tests in Hank's solution.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42641
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Hakim
"Stent mampu luruh alami sudah menjadi salah satu metode alternatif yang sedang banyak dikembangkan dalam aplikasinya untuk stent koroner. Besi murni dan paduan magnesium merupakan material stent mampu luruh alami yang populer saat ini. Bagaimanapun dalam lingkungan tubuh manusia, laju peluruhan besi murni terlalu lambat dan paduan magnesium terlalu cepat. Paduan Fe-Mn-C diproduksi dengan metode metalurgi serbuk diharapkan menjadi material alternatif dengan laju korosi diantara besi murni dan paduan magnesium. Besi, ferromangan, dan karbon dalam bentuk serbuk manjadi bahan baku paduan ini. Pemaduan mekanik secara sederhana dan variasi komposisi mangan (25% dan 35%) dilakukan pada paduan Fe-Mn-C ini. Proses sinter dilakukan dengan aliran Ar pada temperatur 1100°C.
Karakterisasi terhadap porositas, mikrostruktur, kekerasan, laju korosi, dan biokompatibilitas dilakukan pada sampel hasil sinter. Laju korosi dilakukan pada cairan simulasi tubuh larutan Hank’s dan ringer laktat. Pengujian biokompatibilitas dengan metode sitotoksisitas in vitro dilakukan dengan sel osteoblas MG 63. Hasil uji laju korosi memperlihatkan paduan Fe-Mn-C berada diantara laju korosi besi murni dan paduan magnesium. Pada hasil sitotoksisitas paduan Fe-Mn-C memperlihatkan viabilitas kehidupan sel MG 63 yang tinggi. Pada akhirnya dapat disimpulkan paduan Fe-Mn-C dapat dikembangkan lebih lanjut untuk aplikasi biomaterial mampu luruh alami.

Biodegradable stents have become one of the alternative method which being widely developed for corronary stent application. Pure iron and magnesium alloy are biodegradable stent materials which popular at this time. However, magnesium alloy degrades too fast and pure iron is too slow, in human body environment. Fe-Mn-C alloy produced by powder metallurgy method is expected to be an alternative material with range of degradation rate between pure iron and magnesium alloy. Iron, ferromanganese, and carbon in the form of powder as raw material for this alloy. Simple mechanical alloying and compositional variations of manganese (25% and 35%) performed for Fe-Mn-C alloy. Sinter process is done with Ar inert flow gas at a temperature of 1100°C.
Porosity, microstructure, hardness, degradation rate, and biocompatibility characterization performed on samples of sinter. Degradation rate performed in simulated body fluid of Hank’s and ringer lactate. Biocompatibility with in vitro cytotoxicity methods performed by MG 63 osteoblast cells. The results show the degradation rate of Fe-Mn-C alloy is between pure iron and magnesium alloys. The cytotoxicity test show the high metabolic activities of MG 63 cells. In conclusion, Fe-Mn-C alloy are considered for further development of biodegradable materials.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Larasati
"Material biologis mampu luruh alami dikembangkan sebagai kandidat aplikasi perancah pembuluh darah untuk mencegah restenosis. Pada penelitian sebelumnya Fe-Mn-C berhasil dikembangkan dengan fasa austenit dan sifat mekanis yang baik. Namun laju degradasi dari material ini masih rendah untuk aplikasi perancah pembuluh darah. Fe-Mn-C berstruktur busa dikembangkan untuk memperbaiki laju degradasi pada paduan Fe-Mn-C. Kalium karbonat ditambahkan dengan Fe-Mn-C sebagai agen pembentuk busa yang diproduksi dengan metode fabrikasi metalurgi serbuk dengan variabel persen penambahan kalium karbonat (K2CO3) sebesar 5%, 10%, dan 15% dari jumlah total persen berat paduan Fe-Mn-C. Sinter dilakukan pada temperatur 850oC selama 3 jam yang kemudian dilanjutkan dengan sinter dekomposisi pada temperatur 1100oC selama 1,5 jam di atmosfer inert gas Nitrogen (N).
Hasil sinter dilakukan karakterisasi sifat fisik, kimia, mekanik, dan perilaku korosi. Paduan yang dihasilkan memilki kompoisisi Fe-30Mn-8C pada penambahan 5% K2CO3, Fe-27Mn-8,6C pada penambahan 10% K2CO3, dan Fe-27Mn-9,5C pada penambahan 15% K2CO3. Fasa yang terbentuk adalah fasa austenit, fasa mangan oksida, dan fasa grafit. Kekerasan paduan mencapai hingga 271,53 VH pada paduan dengan penambahan 15% K2CO3. Laju korosi semakin meningkat hingga 5,1 mm/tahun seiring dengan porositas yang semakin meningkat karena adanya penambahan persen K2CO3.

Degradable biomaterial has been developed for coronary stent application to prevent restenosis. Fe-Mn-C was developed with fully austenite phase and good mechanical properties. But degradation rate of Fe-Mn-C still relatively low for coronary stent application. In this study, Fe-Mn-C foam has been developed to improve degradation rate on Fe-Mn-C alloy by addition of potassium carbonate as foaming agent to create porosity. Variable used in this experiment was the percentage of potasium carbonate (K2CO3) 5%, 10%, and 15% from the total weight percent of Fe-Mn-C powder. Sintering process was done in inert gas nitrogen (N) at temperature of 850oC for 3 hours and continued at 1100oC for 1,5 to decompose K2CO3. Several characterization was performed on samples such as physical, chemical, and mechanical properties also degradation behaviour of samples.
The results showed that materials formed Fe-30Mn-8C in 5% of K2CO3 addition, Fe-27Mn-8,6C in 10% K2CO3 addition, and Fe-27Mn-9,5C in 15% K2CO3 addition. Phase and microstructure formed austenite, manganese oxide, and graphite phase. Hardness value in each alloying increased up to 271,53 VH in 15% K2CO3 addition. Corrosion rate increased up to 6,05 mmpy along with the increasing porosity in materials as the results of K2CO3 addition.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Prasetyo
"Material biologis mampu luruh berbasis paduan Fe-Mn-C hasil proses pemaduan mekanik dan metalurgi serbuk besi, mangan dan karbon diamati dengan paduan Fe-26Mn-1C dan Fe-33Mn-2C. Material biologis mampu luruh berbasis Fe-Mn-C telah diteliti dengan pengujian sifat korosi dengan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) pada larutan Hanks', pengamatan SEM dan EDAX pada material setelah direndam di dalam lautan Hanks', pengujian AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) dengan ekstrak material pada larutan Hanks' dan pengujian sitotoksitas dengan menggunakan sel osteoblas. Impedansi paduan Fe-33Mn-2C lebih tinggi dibandingkan dengan paduan Fe- 26Mn-1C. Lapisan Ca/P terbentuk dan menutupi permukaan paduan Fe-26Mn-1C dan Fe-33Mn-2C. Konsentrasi Fe dan Mn terlarut pada kedua material di dalam larutan Hanks' secara berurut yaitu di bawah 45 mg/L dan 11 mg/L per hari. Hasil ekstrak paduan Fe-26Mn-1C dan Fe-33Mn-2C memiliki persentase viabilitas yang tinggi dengan tingkat toksisitas yang rendah. Dengan demikian, paduan Fe-26Mn-1C dan Fe-33Mn-2C memiliki sifat biokompatibilitas yang baik.

Degradable biomaterial based on Fe-Mn-C alloy product from mechanical alloying and powder metallurgy process of iron, manganese and carbon is observed with Fe-26Mn-1C and Fe-33Mn-2C alloys. This Fe-Mn-C based degradable biomaterial alloy has been investigated with corrosion properties examination by Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) Method with Hanks' solution, SEM and EDAX observation of material after immersion in Hanks' solution, Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) examination of material extracts with Hanks' solution and cytotoxicity examination with osteoblast cell. Impedance of Fe-33Mn-2C alloy is higher than Fe-26Mn-1C alloy. Ca/P layer formed and covered the interface of Fe-26Mn-1C and Fe-33Mn-2C alloys. Solute concentrations of iron and manganese from each material in Hanks' solution were lower than 45 mg/L per day and 11 mg/L per day in sequence. Extracts of Fe-26Mn-1C and Fe-33Mn-2C alloys have high viability percentage with low toxicity level. From the result, Fe-26Mn-1C and Fe-33Mn-2C alloys have good biocompatibility properties."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Prasetyo
"ABSTRAK
Biomaterial mampu luruh berbasis Fe-Mn-C diproduksi melalui proses
metalurgi serbuk besi, mangan dan karbon diteliti dengan paduan Fe-26Mn-1,4C
dan Fe-33Mn-2,6C. Biomaterial mampu luruh berbasis Fe-Mn-C telah diteliti
dengan pengujian struktur mikro dan fasa, kekerasan Rockwell A, serta polarisasi
dan pencelupan pada larutan Hanks? dan ringer laktat. Struktur mikro dan fasa
yang terbentuk adalah austenit-ferit dengan austenit yang dominan terbentuk pada
kedua paduan. Kekerasan sampel paduan Fe-26Mn-1,4C adalah 50 HRA dan
paduan Fe-33Mn-2,6C adalah 58 HRA karena porositas yang terbentuk pada
paduan Fe-26Mn-1,4C lebih banyak (9,8%) dibandingkan dengan paduan Fe-
33Mn-2,6C (4,7%). Laju korosi yang didapatkan lebih tinggi pada paduan Fe-
26Mn-1,4C dibandingkan dengan Fe-33Mn-2,6C pada pengujian polarisasi
dengan larutan Hanks? dan ringer laktat. Laju korosi paduan Fe-26Mn-1,4C dan
paduan Fe-33Mn-2,6C pada pengujian pencelupan mengalami penurunan dengan
waktu pencelupan yang bertambah.

ABSTARCT
Biodegradable material based on Fe-Mn-C produced by powder
metallurgy process of iron, manganese and karbon is observed by Fe-26Mn-1,4C
alloy and Fe-33Mn-2,6C alloy. Biodegradable material based on Fe-Mn-C has
been studied with microstructure and phase examination, Rockwell A hardness
test and polarization and immersion test with Hanks? solution and ringer lactate.
The microstructure and phase formed is austenite-ferrite with austenite as
dominant phase on both alloys. The Rockwell A hardness for Fe-26Mn-1,4C alloy
is 50 HRA and for Fe-33Mn-2,6C alloy is 58 HRA because the porosity is higher
in Fe-26Mn-1,4C alloy (9.8%) than in Fe-33Mn-2,6C alloy (4.7%).The corrosion
rate is higher for Fe-26Mn-1,4C alloy compared to Fe-33Mn-2,6C alloy by using
polarization test with Hanks? solution and ringer lactate. The corrosion rate Fe-
26Mn-1,4C alloy and Fe-33Mn-2,6C alloy by using immersion test with Hanks?
solution is decreased while the time of immersion increased."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42285
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rhidiyan Waroko
"Material Fe-M n-C telah banyak dikembangkan sebagai material mampu luruh untuk aplikasi penyangga pembuluh dalam satu dekade belakangan ini. Penggunaan biomaterial Fe-M n-C mampu menghindari tindakan pembedahan kembali setelah pembuluh jantung kembali normal setelah mengalami penyempitan, yaitu sekitar 6-12 bulan. Pengujian material Fe-M n-C dilakukan untuk mencari kelayakan kandidat biomaterial ini digunakan sebagai penyangga pembuluh yang mampu luruh. Material tersebut dibuat dengan cara pemaduan mekanik kemudian metalurgi serbuk. Hasil pengujian EDAX pada material akhir menunjukkan komposisi material yaitu Fe-24Mn-0.4C dan Fe-33Mn-0.3C. Hasil pengujian atomic absorption spectroscopy pada ektrak larutan kedua larutan menunjukkan kandungan logam pada ekstrak material Fe-24M n-0.4C lebih tinggi dari ekstrak material Fe-33M n-0.3C. Pada permukaan kedua material juga menunjukkan adanya pembentukan lapisan kalsium fosfor yang dapat memberikan tahanan antarmuka seperti data pada pengujian electrochemical impedance spectroscopy. Secara umum, hasil pengujian biokompatibilitas dengan metode sitotoksisitas pada kedua material menunjukkan nilai viabilitas sel yang lebih baik dari material SS 316 L. Secara keseluruhan, material Fe-24M n-0.4C dan material Fe-33M n-0.3C layak digunakan sebagai kandidat biomaterial.

Fe-M n-C materials has been developed as biodegradable material for coronary stent application in recent decades. The use of Fe-Mn-C biomaterials is able to avoid surgery after heart vessels returned to normal condition after a constriction, which is about 6-12 months. Material testing of Fe-M n-C alloy is performed to proving of feasibility that biomaterials candidate for biodegredable coronary stent. Fe-Mn-C biomaterials produce by mechanical alloying and powder metallurgy. EDAX test result shows that both material composition is Fe-24M n-0.4C and Fe-33Mn-0.3C. Atomic absorption spectroscopy (AAS) test result of solution extract of both materials shows that metal composition at solution extract of Fe-24M n-0.4C material higher than solution extract of Fe-33M n-0.4C material. On the surface of both materials shows that there is a Calsium/Phospor layer. Electrochemical impedance sp ectroscopy (EIS) test result shows that there is interface barrier on the surface, that cause by Calsium/Phospor layer. Generally, biocompatibility test result shows that the cell viability of both materials is higher than SS 316 L material. For all test result shows that both material, Fe-24M n-0.4C and Fe-33Mn-0.3C material can be used for biodegradable material candidate."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T43305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhidiyan Waroko
"Material Fe-Mn-C telah banyak dikembangkan sebagai material mampu luruh untuk aplikasi penyangga pembuluh dalam satu dekade belakangan ini. Penggunaan biomaterial Fe-Mn-C mampu menghindari tindakan pembedahan kembali setelah pembuluh jantung kembali normal setelah mengalami penyempitan, yaitu sekitar 6-12 bulan. Pengujian material Fe-Mn-C dilakukan untuk mencari kelayakan kandidat biomaterial ini digunakan sebagai penyangga pembuluh yang mampu luruh. Komposisi Mn digunakan sebagai variabel pengujian, yaitu Fe-25Mn-0.8C dan Fe-35Mn-0.8C. Material tersebut dibuat dengan cara pemaduan mekanik kemudian metalurgi serbuk. Karakterisasi serbuk hasil pemaduan mekanik menunjukkan terjadinya reduksi ukuran partikel dan membentuk paduan serbuk yang lebih merata.
Hasil pengujian kekerasan dengan Rockwell A menunjukkan bahwa kekerasan material Fe-24Mn-0.42C adalah 43 HRA dan Fe-33Mn-0.27C adalah 49 HRA, nilai kekerasan tersebut memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dari material SS 316L. Hasil pengujian polarisasi menunjukkan laju korosi untuk Fe-24Mn-0.42C adalah 0.84 mmpy dan Fe-35Mn-0.8C 0.34 mmpy. Nilai tersebut lebih tinggi dari besi murni tetapi lebih rendah dari paduan magnesium. Hasil uji mikrostruktur dengan uji metalografi dan uji XRD menunjukkan fasa austenit. Berdasarkan pengujian ini, menunjukkan bahwa pengaruh komposisi Mn untuk meningkatkan kekerasan material. Pada pengujian ini juga menunjukkan proses pemaduan mekanik mampu meningkatkan kekerasan material dan menurunkan laju korosi material.

Fe-Mn-C materials has been developed as biodegredable material for coronary stent application in recent decades. The use of Fe-Mn-C biomaterials is able to avoid surgery after heart vessels returned to normal condition after a constriction, which is about 6-12 months. Material testing of Fe-Mn-C alloy is performed to proving of feasibility that biomaterials candidate for biodegredable coronary stent. Mn composition is used for the test variable, namely Fe-25Mn-0.8C and Fe-35Mn-0.8C. That material is from production of mechanical alloying and then powder metallurgy. Powder as-mechanical alloying characterization shows particle reduction size and make a alloy powder is more evenly.
Result of hardness test with Rockwell A showed the hardness of Fe-24Mn-0.42C is 43 HRA and hardness of Fe-33Mn-0.27C is 49 HRA. That hardness value is bigger than hardness value of SS 316 L material. The result of polarization test shows corrosion rate of Fe-24Mn-0.42C is 0.84 mmpy and 0.34 mmpy for Fe-33Mn-0.27C. That corrosion rate is higher than pure iron and lower than magnesium alloy. Microstructure test with metallographic test and XRD test shows austenitic phase. Based on this research shows that effect of Mn composition is for increasing hardness value. On this research is shows that mechanical alloying can increasing hardness of material and decreasing corrosion rate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S53410
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lendi Trigondo
"ABSTRAK
Penelitian terhadap proses penghalusan butir harus dilakukan pada saat ini untuk mendapatkan material dengan sifat mekanis yang baik yang diharapkan dapat bermanfaat untuk masa depan industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur canai hangat multi pass dan waktu tahan terhadap kekerasan, struktur mikro, dan besar butir baja karbon rendah. Sampel dideformasi pada temperatur 500˚C dan 550˚dengan waktu tahan dan 10 menit dan derajat deformasi 20%-20%-20%-20%. Kemudian di-quench dengan media air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin rendah temperatur canai hangat maka butir yang dihasilkan semakin halus dan kekuatan material yang dihasilkan juga lebih tinggi. Selain itu semakin singkat waktu tahan maka butir yang dihasilkan semakin halus dan kekuatan material yang dihasilkan juga lebih tinggi. Hasil yang didapatkan dari temperatur canai yang lebih rendah dan waktu tahan lebih singkat adalah ukuran butir 17,19 2m dengan nilai kekuatan 621 MPa.

ABSTRACT
Nowadays, the research of grain refinement process must be done, to get material with good mechanical properties that expected will be benefit for industry in the future. The object of the present work is to investigate the effect of temperature and delay time warm rolling multi pass on hardness, microstructure, and grain size of Low Carbon Steel. The samples deformed at temperature of 500 and 550 with holding time of and 10 minutes and the degree of deformation of 20% -20% -20% -20%. Then, the samples were quenched by water. Experimental results have shown that the lower the temperature of warm roll produced finer grain and higher strength. Shorter holding time produce finer grain and higher strength. The results obtained from the rolled lower temperatures and shorter holding time is the grain size of 17.19 2m with 621 MPa. "
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S884
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Koresy Mangaraja Yanpieter
"ABSTRAK
Perbedaan konsentrasi yang ditambahkan pada baja karbon rendah mempengaruhi perilaku inhibisi ekstrak ubi ungu dalam larutan NaCl kadar 3,5% pada temperatur 500C telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode kehilangan berat. Ekstrak ubi ungu sebagai green inhibitor digunakan karena mengandung senyawa antioksidan yang dapat menghambat laju korosi. Pada penelitian ini, waktu perendaman sampel baja karbon rendah untuk semua konsentrasi sama, yaitu selama 4 hari. Hasil penelitian menunjukkan ubi ungu sebagai inhibitor korosi efektif untuk baja karbon rendah dalam larutan NaCl kadar 3,5% pada temperatur 500C, karena dapat menghambat laju korosi secara cukup baik dengan efisiensi sebesar 21,3-31,27 % dengan penambahan konsentrasi ekstrak ubi ungu sebesar 4-6 ml.

ABSTRACT
The differences of concentration were added on low carbon steel affecting the behavioral inhibition of purple sweet potato in NaCl solution levels of 3,5% has been investigated using weight loss method. Purple sweet potato extract as green inhibitor is used because contains of antioxidant compounds that can be inhibiting the corrosion rate. In this experiment, the immersion time of low carbon steel for all the conditional concentrations are equal, it?s about 4 days. Results of this experiment showed that purple sweet potato extract as corrosion inhibitor is effective for low carbon steel in NaCl solution levels of 3,5% at temperature 500C because can be inhibiting corrosion rate fairly with an efficiency of 21,3-31,27% with addition concentration of purple sweet potato are 4-6 ml. "
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S882
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arri Prasetyo
"ABSTRAK
Perilaku inhibisi teh bunga rosella berdasarkan pengaruh perbedaan konsentrasi yang ditambahkan (2 ml, 4 ml, 6 ml dan 8 ml) pada baja karbon rendah di lingkungan NaCl 3.5 % telah diteliti dengan menggunakan metode polarisasi. Ekstrak ubi ungu dipilih sebagai green corrosion inhibitor karena mengandung senyawa antioksidan yang dapat menghambat laju korosi. Waktu pengujian sampel baja SPCC untuk semua penambahan konsentrasi adalah sama. Hasil penelitian menunjukkan teh bunga rosella merupakan inhibitor korosi yang efektif untuk baja karbon rendah di lingkungan korosif, karena dapat menghambat laju korosi dengan efisiensi sebesar 57.32 - 59.31 % dengan penambahan konsentrasi 2 - 8 ml teh bunga rosella.

ABSTRACT
Behavioral inhibition of rosella flower tea based on the effect of different concentrations were added (2 ml, 4 ml, 6 ml and 8ml) on low carbon steel sample in NaCl 3.5 % environment has been investigated using polarization method. Rosella flower tea is selected as green corrosion inhibitors because they contain antioxidant compounds that can inhibit the corrosion rate. SPCC steel sample immersion time for all the additional concentrations are equal, ie for 5 days. Results showed rosella flower tea is effective corrosion inhibitor for low carbon steel in corrosion environment, because it can inhibit the corrosion rate with an efficiency of 57.32 - 59.31 % with the addition of rosella flower tea concentration of 2-8 ml."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S885
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>