Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57873 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10262
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Juwita Patty
"Penyanderaan (Gijzeling) adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu, dimana berdasarkan Surat Keputusan Bersama antara Menteri Keuangan dengan Menteri Kehakiman dan HAM RI, Tersandera dititipkan di Rumah Tahanan negara sebelum adanya tempat penyanderaan khusus yang dibentuk oleh Departemen Keuangan. Penyanderaan merupakan upaya pemerintah (fiskus) untuk melakukan penahanan (sandera) karena penanggung pajak tidak membayar hutang pajaknya. Jadi, penyanderaan di bidang hukum perpajakan adalah salah satu Law Enforcement pemerintah untuk menagih pajak. Syarat-syarat penyanderaan adalah Penanggung Pajak mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya, telah lewat jangka waktu 14 hari sejak pemberitahuan surat paksa kepada Penanggung Pajak, dan telah mendapatkan izin tertulis dari Menteri Keuangan. Tindakan penyanderaan tidak melalui proses pengadilan, mengenai itikad tidak baik yang dilakukan oleh Penanggung Pajak hanya berdasarkan laporan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan, kemudian berdasarkan laporan tersebut dan setelah melalui 12 tahapan izin dari Pejabat yang berwenang, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Izin Penyanderaan. Padahal penyanderaan (Gijzeling) merupakan bagian dari kriminalisasi terbatas karena sifatnya merampas kemerdekaan seseorang, dimana tidak boleh diingkari dengan semena-mena, sehingga apabila tidak dilaksanakan dengan putusan pengadilan maka penyanderaan (Gijzeling) merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan menyalahi aturan hukum di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Suroso
"Penerimaan negara dan sektor pajak dalam Anggaran Penenerimaan dan Belanja Negara, terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.. Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak tersebut, sistem pemungutan pajak, administrasi pajak maupun penyempurnaan dan penegakan hukum pajak terus dilakukan. Komitmen untuk meningkatkan penerimaan pajak tersebut diawali dengan reformasi hukum pajak pada tahun 1983 yang merubah sistem pemungutan pajak di Indonesia dari Official Assessment menjadi Self Assessment.
Sistem pemungutan pajak Self Assessment memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk membayar pajak terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Di lain pihak sistem ini juga membutuhkan penegakan hukum (law enforcement) yang tegas. Salah satu bentuk penegakan hukum tersebut adalah dalam bentuk pemeriksaan yaitu untuk menguji tingkat kepatuhan wajib pajak, dan apabila diketahui bahwa wajib pajak masih kurang dalam membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan surat ketetapan pajak. Praduk surat ketetapan pajak tersebut antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang menimbulkan kewajiban kepada Wajib Pajak untuk membayar pajak sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan. Apabila sampai dengan jatuh tempo wajib pajak tidak membayar kewajibannya tersebut akan menimbulkan hutang pajak yang harus dilakukan proses penagihan oleh aparat pajak.
Landasan hukum penagihan pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentag Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000. Proses penagihan pada dasarnya merupakan upaya hukum untuk memaksa wajib pajak agar membayar utang pajaknya. Lembaga penyanderaan (gijzeling) merupakan bagian dari upaya penagihan pajak dengan surat paksa.
Lembaga penyanderaan pada dasarnya sudah dikenal dalam lapangan hukum perdata sebagai upaya paksa agar debitur (pihak yang berutang) melaksanakan kewajibannya kepada kreditur (pihak yang berpiutang) Sedangkan dalam hukum pajak lembaga sandera dikenakan terhadap wajib pajak yang memliki utang pajak dalam jumlah tertentu yang tidak atau tidak mempunyai itikad baik untuk melunasi utang pajaknya. Dalam hukum pajak ketentuan mengenai penyanderaan ini sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 19 Tahun 2000. Penerapan lembaga sandera pada awalnya tidak dapat dilakukan dengan pertimbangan hak asasi manusia, yaitu dengan diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1964 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1975. Sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2000 yang menghidupkan kembali lembaga penyanderaan (gyseling), Direktorat Jenderal Pajak menerapakan penyanderaan sebagai upaya dalam melaksanakan penagihan pajak. Lembaga penyanderaan merupakan bentuk penegakan hukum (law enforcement) dibidang perpajakan yang diharapkan dapat berjalan efektif dan berdampak pada pencairan tunggakan pajak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidel
"Dasar hukum yang dibuat untuk melakukan penyanderaan pertama, utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan kedua, diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Sebenarnya sebelum dilakukan penetapan utang pajak tersebut seharusnya Direktorat Jenderal Pajak memperhatikan terlebih dahulu penetapan pajak terutang yang dilakukan Wajib Pajak dan art pengaturan dari sistem perpajakan. 5istem perpajakan yang berlaku di negara kita adalah sistem self assessment, yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besamya pajak yang terutang. Wajib Pajak aktif mulai. dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang, sementara Fiscus tidak ikut campur hanya mengawasi saja. Setelah dilakukan pelaporan pajak baik bulanan maupun tahunan Fiskus melakukan penelaahan dan penghitungan pajak sampai dengan penetapan utang pajak.
Undang-undang perpajakan mengatur mengenai mulai jumlah pajak terutang, pelaksanaan penagihan, besamya kewajiban pajak yang harus dibayarkan Wajib Pajak secara penuh walaupun masih dalam persengketaan.
Memenuhi ketentuan tersebut, jelas bahwa setiap utang pajak harus dilakukan pembayaran pajak tanpa memperhatikan apakah pengenaan utang pajak telah sesuai dan benar (hat ini dikarenakan penetapan oleh petugas pajak saja, tanpa memperhatikan input dari Wajib Pajak), sehingga tidakiah ada kepastian hukum sebagai salah satu alas dalam pemungutan dan pengenaan kepada Wajib Pajak untuk dilakukan penyanderaan. Berdasarkan hal tersebut kepastian hukurn dalam pelaksanaan penyanderaan dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut: (1) apakah utang pafjak yang ditagih sudah benar perhitungannya dan diakui Wajib Pajak, (2) ukuran yang haws dipakai adalah perhitungan yang balk dan bear antara data utang pajak Wajib Pajak dengan yang ditetapkan oleh Fiskus, (3) dengan diajukannya banding, tidak menunda kewajiban membayar pajak., padahal dilain pihak dalam undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatardara Perpajakan diperbolehkan melakukan penundaan sampai dengan jangka waktu 12 (dua betas) bulan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilari Pajak menyebutkan jumlah pajak yang terutang pelaksanaan banding dapat dilakukan setelah membayar 50% (lima puluh persen) dari utang pajak, (5) selama dalam jangka waktu penyanderaan dua kali enam bulan wajib pajak telah membayar kewajiban utang pajaknya dan tidak melampaui jumlah seratus juta rupiah, tetap saja wajib pajak harus masih dalam penyanderaan, (6) setelah masa penyanderaan Penanggung Pajak tidak dapat mengajukan gugatan. Penekanannya tetap kepada Wajib Pajak walupun kesalahan ada di Fiskus dalam penetapan utang pajak, dan pada akhimya jelaslah terlihat tidak ada kesetaraan antara Wajib Pajak dengan Fiskus."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina S. Hastari
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Pravianti
"Di Indonesia ditegaskan bahwa pengenaan dan pemungutan pajak untuk keperluan negara hanya dapat dilaksanakan berdasarkan undang-undang, oleh karena itu sebagai upaya pencairan tunggakan pajak diperlukan undang-undang yang mengaturnya, yang kemudian lahir Undang- Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Bagi wajib pajak/penanggung pajak yang tidak patuh dan telah dilakukan serangkaian tindakan penagihan pajak akan tetapi tetap tidak mau melakukan pembayaran utangnya tersebut maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan sebagai upaya terakhir dapat dilakukan penyanderaan.
Yang menjadi masalah dalam tesis ini adalah bagaimana kendala yang timbul dalam melaksanakan tindakan pencegahan dan penyanderaan, bagaimana dengan utang pajaknya setelah pencegahan dan penyanderaan dilakukan untuk menjawab permasalahan ini maka penulis menggunakan dua metode penelitian yaitu metode penelitian lapangan yang didukung oleh metode kepustakaan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan dipergunakan pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis.
Pelaksanaan pencegahan dan penyanderaan memiliki tujuan sebagai sarana hukum yang digunakan untuk memaksa wajib pajak/ penanggung pajak untuk membayar utang pajaknya dan harus didasari prosedur yang telah diatur oleh undang-undang sehingga tindakan tersebut tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Kendala-kendala yang muncul didalam tindakan pencegahan dan penyanderaan yaitu kurangnya informasi data penanggung pajak, serta sulitnya diketahui keberadaan dari si penanggung pajak, adapun tempat penyanderaan untuk sementara ini adalah rumah tahanan negara, adanya kemungkinan pengajuan gugatan oleh penanggung pajak mengenai keberatan atas pelaksanaan penyanderaan yang mengakibatkan pembayaran uang ganti rugi, belum adanya upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menindak lanjuti pelaksanaan penyanderaan, dalam hal penanggung pajak yang sudah selesai menjalani masa penyanderaannya, namun tidak juga melunasi utang pajaknya. Bagi wajib pajak/penanggung pajak yang telah mendapat tindakan pencegahan dan penyanderaan tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan tidak hentinya pelaksanaan penagihan pajak.

In Indonesia, affirmed that imposition and collection of taxes for the purpose can only be done based on the law, therefore, as an effort to melt tax arrears required laws that set, then the birth Law Number 19 year 2000 on charges of tax with the force . For mandatory tax / tax backer who is not abiding and have done a series of tax measures will billing but would not make debt payment will be made as a precaution and the last effort can be made gizeling.
The problem in this thesis is how the obstacles that arise in implementing prevention and gizeling, how about the tax debt after the prevention and gizeling made to the author of this research uses two methods of field research method that is supported by the literature method. Type of data used are secondary data, and used a qualitative approach which is a research procedure that produces descriptive data analistis.
Implementation of prevention and gizeling a purpose as a means of law that is used to force the compulsory tax / insurer to pay the tax debt and tax should be based on a procedure regulated by law so that action can not be done with arbitrarily by the Directorate General of Taxes.
Obstacles that appear in the prevention and the lack of information gizeling insurer tax data, and the difficulty in mind the existence of the insurer's tax, while the gizeling for temporary house arrest this is a country, the possibility of a claim by the tax on the objections to the implementation of the gizeling the result in the payment of money damages, there is no effort made by the Directorate General of Taxes for the follow-up implementation gizeling, in the case of a tax guarantor to have already completed gizeling, but also does not settle the tax debt. For mandatory tax / tax backer who has gizeling precaution and does not lead to debt hapusnya tax and not tax billing implementation time."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25945
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Baik Eviant
"Menurut Soemitro ( 1998 ) sumber pajak diseluruh negara merupakan sumber dana terpenting disamping sumber kekayaan alam, Akan tetapi sumber kekayaan alam yang yang menjadi sumber perolehan dana (devisa ) pemerintah tersebut pada suatu waktu akan habis. Oleh karena sumber dava alam tidak dapat digantikan, maka pemerintah berusaha menemukan sumber dana lain, Pilihan jatuh pada sumber pajak. Akan tetapi menurut Menteri Keuangan, Bambang Sudibyo (Media Indonesia, 3 Agustus 2000) kepatuhan masyarakat Indonesia masih rendah dalam membayar pajak. Salah satu kekurangpatuhan tersebut dapat disebabkan karena kurang sadarnya masyarakat mengenai kegunaan pajak.
Dari penelitian ini ingin diketahui faktor - faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepatuhan dalam membayar pajak. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel pada responden yang berasal dari Wajib Pajak yang ada diwilayah kerja Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Wajib Pajak yang dipilih adalah dari kalangan pengusaha hotel dan restoran.
Sampel yang dibutuhkan sebanyak minimal 196 sampel berdasarkan perhitungan proporsi dengan derajat kepercayaan 95% dan dengan penyimpangan baku 5%. Adapun metode pengambilan sample adalah dengan wawancara atau pengiriman angket. Data yang diperoleh kemudian dibuatkan proporsinya.
Dari hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam membayar pajak adalah adanya undang-undang yang jelas (40.98%) adanya kesadaran wajib pajak (40.60%) dan prosedur pembayaran yang jelas dan mudah (11.65%)
Alasan utama para responden bersedia (patuh) membayar pajak adalah karena mereka bertanggung jawab membantu pembangunan (46%) adanya kebijakan perusahaan (26%) adanya usaha besar (18%) dan karena suatu kewajiban (10%).
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pajak, disarankan kepada Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tindakan-tindakan yang perlu dilakukan adalah : perlunya sosialisasi, penyuluhan dan penjelasan mengenai pajak perbaikan sistem atau prosedur pembayaran pajak dan realisasi dari manfaat pajak dalam bentuk pelayanan umum."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belis Siswanto
"Posisi tunggakan pajak per Januari 2002 adalah Rp 17,3 Trilyun dan posisi tungggakan pajak pada akhir 2002 adalah Rp 17,4 Trilyun. Besarnya saldo tunggakan tersebut merupakan nilai yang sangat potensial dalam rangka mendukung target penerimaan pajak secara nasional maupun dalam upaya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Aktivitas-aktivitas penagihan pajak dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang meliputi penerbitan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Lelang, Pelaksanaan Pencegahan dan Penyanderaan, Penyelesaian Gugatan dan Sanggahan oleh Wajib Pajak, Hak Mendahulu Negara, Penghapusan Piutang Pajak dan Daluwarsa Penagihan Pajak, serta Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus (Jeopardy collection) memerlukan adanya manajemen penagihan pajak yang baik dan profesional sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana manajemen penagihan pajak yang baik yang seharusnya diterapkan pada Direktorat Jenderal Pajak khususnya bidang penagihan pajak, manajemen sumber daya manusia bidang penagihan (jurusita pajak), model sistem informasi dan pelaporan bidang penagihan pajak, hubungan kerjasama antara Direktorat Jenderal Pajak dengan instansi lain, dan bagaimana seharusnya ketentuan perpajakan bidang penagihan pajak dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan metode deskriptif dengan membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan enter fenomena yang diselidiki tentang bagaimana manajemen penagihan pajak yang dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa manajemen penagihan pajak yang baik adalah gabungan kebijakan dan administrasi serta orang-orang (SDM) yang mengadakan pengawasan dan mengambil keputusan yang tepat untuk melaksanakan serangkaian aktivitas penagihan pajak secara baik dan benar serta profesional sesuai ketentuan perpajakan.
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut di atas, disarankan agar Direktorat Jenderal Pajak mengaptimalkan pelaksanaan manajemen penagihan yang efektif dan efisien, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang profesional, menyediakan sistem informasi dan pelaporan yang cepat, tepat dan akurat (on time by system/computerize), dan meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait, serta merumuskan dan menerapkan ketentuan perpajakan secara baik dan benar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galang Asmara
Yogyakarta: Laksbang, 2006
336.2 GAL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"This research was carried out to research the behavior of the company’s tax compliance especially the big company that was registered in the Large Tax Of ce in Jakarta. The design of this research was the survey research by using the instrument of the questionnaire. The data in the analysis by using Structural Equation Modeling (SEM) with the LISREL program 8,54. This research found proof that was the same as the research beforehand Bradley
(1994), Bobek (2003), Lussier (200), Sihaan (2005) and Mustikasari (2007) those are (1) the Perception of the control behavior have positive and signi cant the professional intention to the tax compliance. (2) the professional intention have in uential tax positive and signi cant of the company’s tax compliance, (3) the Perception of the condition for the company’s have positive and signi cant of the company’s tax compliance, (4) the Perception of the company’s facilities have positive and signi cant the company’s tax compliance, (5) the Perception of the Climate Organization have positive and signi cant of the company’s tax compliance. Whereas the variable (6) the perception of the control behavior have not signi cant was directly of the company’s tax compliance.
"
Bisnis & Birokrasi: Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, 16 (2) Mei-Agustus 2009: 96-104 ,
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>