Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162895 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S10398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Dwinanto
"Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan negara Indonesia dan banyak ditopang oleh bantuan luar negeri, selain membawa keberhasilan di satu sisi, ternyata juga membawa dampak kesenjangan antar wilayah yang ada di negara Indonesia. Langkah selanjutnya yang digencarkan oleh pemerintah adalah membuat regulasi dan deregulasi untuk menarik minat penanam modal. Selain itu, langkah yang juga ditempuh adalah menetapkan kawasan-kawasan potensial sebagai motor pertumbuhan. Salah satu langkah yang telah ditempuh adalah penetapan wilayah Kabupaten/Dati II Bima dan Dompu sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bima. Pemerintah memberikan fasilitas perpajakan agar investor tertarik menanamkan modalnya di wilayah tersebut.
Dalam tesis ini akan dievaluasi bagaimana relevansi dari kebijakan tersebut, dengan berdasarkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mengujinya, diperlukan persepsi dari para pengusaha atau wajib pajak terhadap fasilitas pajak itu sendiri dan tingkat ketertarikan pengusaha terhadap fasilitas perpajakan yang sedang ditawarkan. Materi pengujian dilaksanakan berupa kuesioner baik kepada perusahaan bidang perikanan di seluruh Indonesia. Selain itu, dipilih pula perusahaan yang memiliki cabang dan atau berstatus penanaman modal asing (PMA). Hal ini dilakukan mengingat tujuan dari KAPET yang ingin menarik investasi dalam jumlah besar.
Hasil penelitian menunjukkan, sekalipun bukan faktor utama, perpajakan merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan para pengusaha sebelum menanamkan modalnya di suatu wilayah. Tingkat ketertarikan yang ditunjukkan responden didominasi tingkat ketertarikan sedang yang berarti para pengusaha ragu-ragu atau tidak cukup pengetahuan tentang fasilitas perpajakan itu.
Berdasar hasil penelitian tersebut, nampak bahwa kebijakan pemberian fasilitas perpajakan perlu dibenahi terutama dalam hal sosialisasi kebijakan tersebut. Selain itu juga perlu memperhatikan dampak buruk dengan adanya investasi tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalo, Nita Yiswa Sampe
"Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah dan pengelola KAPET untuk memasarkan KAPET, namun hal tersebut tidak cukup efektif. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerinth dan pengelola KAPET dalam menarik investor ke KAPET belum mencapai sasarannya apa sebenarnya yang diinginkan oleh colon investor/investor dalam melakukan investasi di KAPET.
Penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara pengelola KAPET dengan pengusaha tentang hal-hal yang harus disediakan dan penting untuk investasi. Kegagalan KAPET menarik investor lebih disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan berbagai fasilitas dan insentif.
Beberapa hal yang diinginkan oleh pengusaha, yaitu: insentif fiskal, sarana dan prasarana yang memadai, kepastian berusaha, sosialisasi dan promosi serta profesionalisme pengelolaan KAPET. Selain itu, investor di KAPET Biak mengharapkan pula adanya kepastian hukum menyangkut hak ulayat dan penyiapan masyarakat lokal. Beberapa hal tersebut sudah disediakan dan ada pula yang sedang dalam proses penyiapan.
Urutan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi untuk berusaha di KAPET Biak yaitu ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia (SDM) dan faktor lainnya seperti iklim dan kesuburan tanah. Sedangkan untuk KAPET Manado-Bitung yaitu sumberdaya alam, pangsa pasar, SDM dan kinerja pemerintah daerah dan faktor lainnya seperti kedekatan dengan Pasifik.
Walaupun kedua KAPET ini mempunyai kekayaan sumberdaya alam, namun perkembangannya berbeda. KAPET Manado-Bitung lebih berkembang dan terus berusaha untuk mempersiapkan diri sesuai dengan keinginan investor, sedangkan KAPET Biak agak tertinggal sebab cenderung kurang mempersiapkan berbagai hal yang akan ditawarkan kepada investor. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menghambat kemajuan KAPET Biak, yaitu kondisi fisik wilayah yang berbukit dan berawa, wilayah KAPET yang luas dan menyebar, kurangnya koordinasi dengan pemerintah daerah, dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T3535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turmudi
"Agriculture is the biggest economic sector in Indonesia, and uses about 95 % of developed land. To optimize agricultural sector in land, recommendation on the availability of technology, location, and specific commodity are required. Those recommendation depend on typology of region that characterized by physical and social economic environment and also social infrastructure as rich asset culture.
This study use landform approach and it is used as mapping unit. Landform data can support information regional potency and would be a database for Indonesian region planning as a whole. Making a good identification of regional potency, tent to reduce of error on plan of using land in the region. The aim of this study were: a). To know distribution pattern and area of land that suitable for agro industry commodity base on delineation of landform and administration; b) To develop spatial model developing of agro industry plantation by comparing between providing of land agro industry and characteristic of landform to achieve sustainable development. The problems that want to be answered is how distribution pattern of land suitability for agro industry commodity and how many land forms are suitable for agriculture.
Data and information are provided on geographic information system (GIS) with user interface is map on scale 1:100.000. Collecting data use observation, systematic and non direct method. Data's consist of primer and secondary. Analysis used ranking method, and qualitative properties. Parameter which used are spatial and non spatial or attribute. Those parameter consist of 11 (eleven) types, those are mean temperature, precipitation, length of dry month, drainage, texture, soil depth, pH, slope, erosion hazard, inundation, and outcrops. Technical of analysis is overlay (for spatial analysis) and joint item (for tabular analysis).
Analysis results showed that the suitable level in Sasamba area are class S2 (moderately suitable), class S3 (marginally suitable), and not suitable (N). Based on administration boundary (kecamatan), showed that the area that is recommended for development of agroindustry (area has more than 20.000 ha) are Kecamatan Samarinda Ilir (26.567 ha) , Samboja (65.576 ha), Loajanan (58.986 ha), Muarajawa (49.073 ha). Based on morphology, land suitability for development of agro industry appointed on plain (79,48 %) and hilly area (20,52 %). Based on morphogenesis, land suitability for development of agro industry located on Denudasional (59,53 %), Fluvial (22,05 %), Marine (12,60 %), Structural (5,82 %)."
2001
T9217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Arifin
"Kesenjangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Kalimantan Timur pada khususnya merupakan salah satu permasalahan yang terjadi sampai saat ini. Kesenjangan yang terjadi tersebut disamping merupakan warisan sejarah, juga diakibatkan oleh sistim pembangunan yang dilaksanakan dewasa ini yang lebih bersifat sektoral, sentralistik dan kurang memperhatikan wilayah. Kurangnya percepatan pembangunan diwilayah tersebut diidentifikasi karena kurangnya modal atau investasi sebagai akibat adanya kegagalan pasar dan sekaligus kegagalan pemerintah.
Untuk mengatasinya, Pemerintah Pusat mengupayakan percepatan pembangunan melalui pendekatan kebijakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat setempat melalui percepatan dan maksimalisasi perturnbuhan ekonomi.
Secara garis besar ada tiga hat yang ditawarkan dalam kebijakan KAPET, yakni : (a) keterpaduan perencanaan dan program antar sektor dan antara sektor pemerintah dan sektor swasta; (b) keterpaduan dalam pelayanan perijinan; dan (c) keterpaduan dalam pemberian insentif-insentif khusus kepada wilayah yang dikembangkan.
Mengingat bahwa kebijakan KAPET SASAMBA telah berjalan Iebih dari dua tahun, tetapi belum menunjukkan kinerja yang baik, maka perlu dikaji kembali kebijakan KAPET tersebut, apakah masih cukup efektif dan relevan diterapkan untuk Propinsi Kalimantan Timur. Apalagi dengan telah disyahkannya UU Otonomi Daerah yang akan berlaku efektif tahun 2001, maka kajian tersebut sangat diperlukan. Analisis yang dilakukan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua hal, yaltu analisis perencanaan regional dan analisis kebijakan publik.
Dari analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dipandang dari sisi perencanaan, konsep KAPET cukup baik bagi pengembangan suatu wilayah, walaupun dengan catatan-catatan. Apabila dipandang dari aplikabilitas kebijakan, konsep KAPET masih perlu deregulasi, agar kebijakan tersebut cukup efektif dilaksanakan, baik dari sudut keterpaduan insentif terhadap wilayah yang di kembangkan, maupun penyelenggaraannya itu sendirii. Deregulasi juga sangat diperlukan berkaitan dengan terjadinya konflik kebijakan antara konsep KAPET dan UU Otonomi Daerah. Selanjutnya, studi ini juga mengusulkan agar konsep KAPET tetap dapat dilaksanakan dengan "kesepakatan baru" dan perbaikan-perbaikan sebagaimana yang diusulkan. "
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Njit, Tjhai Fung
"Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis bagi pemenuhan kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam RAPBN 2006, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp. 402,1 trilliun atau 75,2% dari penerimaan dalam negeri.
Mengacu pada pentingnya pajak sebagai sumber utama penerimaan negara dan melihat pada potensi penerimaan pajak yang masih belum digali, seperti dari tax rasio yang masih rendah sebesar 13,4% (RAPBN 2006), maka penerimaan pajak selalu diusahakan untuk ditingkatkan dari tahun ke tahun guna memenuhi kebutuhan penerimaan negara. Langkah-langkah dan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dapat melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan peraturan-peraturan baru di bidang perpajakan, meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber-sumber pajak lainnya.
Selain mempunyai fungsi budgeter, pajak juga mempunyai fungsi regulerend, yaitu menggunakan pajak untuk mengatur distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat. Pajak dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan pembangunan di kawasan tertentu agar terdapat pemerataan pernbangunanlpendapatan, contohnya adalah pemberian insentif pajak penghasilan kepada pengusaha di dalam kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) untuk meningkatkan kegiatan usaha di kawasan timur Indonesia (KTI), agar terjadi pemerataan pembangunan antara kawasan barat Indonesia (KBi) yang teiah lebih maju dengan kawasan timur Indonesia (KTI).
Insentif pajak penghasilan kepada pihak investor untuk berinvestasi di bidangbidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu ini diatur dalam pasal 31A ayat 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2000. Perlakuan insentif pajak penghasilan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2000 sebagaimana dirubah melalui Peraturan Pemerintah No. 147 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk: Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yang dilakukan, Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dan Pengenaan pajak penghasilan alas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah.
Mengingat peranan pajak yang sangat penting dan strategis bagi penerimaan negara, maka kebijakan pemberikan insentif pajak penghasilan harus dilakukan secara hali-hati, karena pemberian insentif pajak yang tidak tepat hanya mengurangi penerimaan pajak tanpa adalah kenaikan investasi yang berarti. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah insentif pajak penghasilan berpengaruh terhadap investasi modal asing.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari Badan Kordinasi Penahaman Modal (BKPM), APBN dan sumber data sekunder lainnya. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif dan metode evaluasi koniparatif.
Hasil penelitian .nenunjukkan bahwa pemberikan insentif pajak penghasilan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi modal asing. Dengan kata lain, insentif pajak penghasilan bukan merupakan faktor utama dalam keputusan investasi. Ada faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan investor dalam pengambilan keputusan investasi, seperti kemudahan perijinan, besarnya pasar domestik, akses pasar internasional, Infrastruktur, kondisi sosial dan keamanan, dan ketersediaan sumber daya manusia.

Tax is government's main revenue. Tax has a very important and strategic role in fulfilling government needs for funding public spending. For 2006 Proposed Government's spending (RAPBN 2006), tax revenue is targeted at Rp. 402.1 trillions, which is 75.2% of total government's domestic revenues.
Tax ratio 13.4% (RAPBN 2006) indicates that there are still a lot of potential tax revenues; hence the government always tries to increase tax revenue every year to fulfill public funding. Various attempts and public policies have been taken to increase tax revenue, such as the amendment of tax law, introduce new law and regulation in taxation, increases tax compliance and to took for other sources of tax revenues.
Beside budgeter tax's function to raise revenues, tax also has a regulatory function. That is tax's policies can be used to increase development activities in certain areas, such that there is distribution of growth / income. For example, income tax incentive for economic development Zones (KAPET) to increase investment activities ire eastern Indonesia, so that there is distribution of growth between Western Indonesia which is more developed compared to eastern Indonesia.
Income tax incentive for investors in specific industries/business fields and/or regions are regulated in Article 31A paragraph 1 of The Republic of Indonesia Law Number 7 year 1983 on income tax as amended by law number 17 year 2000. Income tax incentive is further regulated by Government regulation number 20 year 2000 as amended by government regulation number 147 year 2000 on tax facilities for capital investments in certain business fields and/or certain areas. Investment in certain business fields and/or certain areas can be given lax facilities in the form of: reduction of net income at most 30% from the total of investment, depreciation and amortization that are accelerated, compensation of old loss but not more than 10 years and imposition of income tax on dividend as in section 26 is 10%, except if rate according to taxation agreement that is effective determine lower.
Tax incentives should be given with cautions, because tax has a very important and strategic role in government revenue. The revenue forgone as a result of the use of tax incentives may be wasted if there is no real increase in foreign direct investment as a result of improper implementation of tax incentives. The purpose of this research is to examine if income tax incentives influence foreign direct investment. This research is carried out by examining secondary data from Investment Coordinating Board (BKPM) and Government budget. Descriptive statistic and comparative evaluation method are used to analyze the data.
The research indicated that income tax incentive has no significant affect to foreign direct investment. In other words, income tax incentive is not the main factor in investment decision. There are others factors that considered by investors in investment decision, such as easy licensing, the size of domestic market, access to international market, infrastructure, social and security condition, and the availability of human resources.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omah Laduani Ladamay
"Latar Belakang: Pemerataan pembangunan merupakan salah satu topik cukup hangat dibicarakan dalam memasuki rencana pembangunan lima tahun ke depan (Repelita VI), baik pemerataan antara kelompok masyarakat maupun pemerataan antar wllayah. Salah satu bentuk pemerataan yang cukup mendapat perhatian di Indonesia adalah pemerataan antar wilayah terutama antara Kawasaki Barat Indonesia OCR, dengan Kawasaki Timur Indonesia PI yang merupakan dua wilayah utama di Indonesia.
Kurang adanya pemerataan antar daerah di Indonesia terutama antara KRI dan KTI dapat ditunjukkan dari hasil analisis (tampion) performance ekonomi dengan mengidentifikasikan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regionalnya. Hasil analisis tersebut mound Maildl (1997), pada tahun 1994- hampir sebagian besar propinsi-propinsi di KTI, antara lain : Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya, Maluku, dan Sulawesi Selatan termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan regional rendah.
Propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori ini adalah propinsi-propinsi yang secara ekonomis sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapitanya atau dengan kata lain propinsi yang paling buruk keadaannya dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kondisi pada tahun 1994 ini telah mengalami perubahan dibandingkan pada tahun 1991, dimana propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan rendah masih termasuk propinsi yang berada pada kawasan barat Indonesia, antara lain : Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Lampung, dan Jambi. Hai ini menunjukkan adanya perubahan performance yang semakin memperburuk kesenjangan antara KTI dan KRI selama kurun waktu 1991 sampai dengan 1994. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T3956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Asaad
"KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) merupakan suatu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesejahteraan masyarakat, dan mempercepat pembangunan di daerah melalui usaha peningkatan ekonomi makro, Kawasan yang telah dipilih sebagai KAPET tersebut adalah kawasan yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh, memiliki beberapa sektor keunggulan, dan mempunyai peluang pengembalian investasi yang besar. Penetapan kawasan tersebut sebagai KAPET disertai dengan pemberian kemudahan dan fasilitas perpajakan dan non perpajakan yang dapat memberikan ketertarikan dan peluang kepada dunia usaha untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan di kawasan tersebut. Adanya keunggulan geografis dan potensi sumber daya alam yang dimiliki oieh kawasan andalan Parepare, sehingga pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 164 tahun 1998 menetapkan kawasan andalan Parepare sebagai KAPET Parepare yang meliputi Kabupaten Barru, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, dan Kota Parepare sebagai pusatnya.
Dengan KAPET diharapkan beberapa permasalahan yang ada di daerah terutama di Kota Parepare dapat diatasi dan minimal dikurangi. Salah satu permasalahan di Kota Parepare adalah keterbatasan berbagai sumber yang di butuhkan untuk pembangunan, baik suprastruktur terlebih infrastrukturnya. Dilain pihak, daerah harus mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal, sehingga untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan pemberdayaan daerah yang terpadu disemua aspek. Dan keberadaan KAPET diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui fmplementasi kebijakannya.
Kurang optimalnya implementasi kebijakan KAPET Parepare yang dirasakan selama ini semakin membuat harapan untuk memberdayakan daerah dan memberikan manfaat terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan akan semakin jauh dari yang diinginkaji. Atas dasar kondisi tersebut, maka keberadaan KAPET diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah. Faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan KAPET yang berhasil itulah yang menjadi suatu harapan yang berusaha untuk dikaji dalam penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang analisisnya memadukan hasil temuan yang berasal dari instrument penelitian studi dokumentasi, kuesioner (tabulasi prosentase) dan pedoman wawancara. Metode penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian "apa dan bagaimanakah faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan KAPET".
Pengkajian terhadap faktor-faktor tersebut menghasilkan suatu gambaran penelitian yang mendeskripsikan bahwa baik faktor komunikasi, faktor kualitas sumber daya manusia, faktor potensi sumber daya alam, faktor kemampuan dalam menerapkan kebijakan, dan faktor prosedur yang berlaku dalam struktur organisasi pada umumnya memiliki kondisi yang baik. Hanya saja terdapat beberapa faktor untuk diperhatikan secara seksama, yaitu faktor sumber daya manusia yang pada beberapa aspek perlu untuk ditingkatkan terutama aspek kesulitan yang sering dihadapi oleh pegawai dalam memahami pekerjaanya, aspek untuk menyelesaikan tugas-tugas yang seringkali dikerjakan oleh orang lain, termasuk aspek mengatasi hambatan yang dialami dalam bekerja yang kurang profesional. Perhatian terhadap faktor sumber daya manusia tersebut harus diikuti juga dengan perhatian terhadap potensi sumber daya alam yang ketersediaan dan pengelolaannya dianggap belum optimal.
Mengingat pentingnya implementasi kebijakan KAPET untuk mendukung pelaksanaan dan perkembangan pembangunan di daerah, maka faktor yang juga mendukung keberhasilannya adalah kerjasama antara BP KAPET Parepare dengan pemerintah daerah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang telah dipilih yaitu kebijakan investasi, kebijakan penataan ruang, kebijakan pengembangan sumber daya manusia, dan kebijakan antisipatif kemajuan KAPET Parepare."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Ernawati
"Tesis ini berusaha untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam menentukan beberapa daerah sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dengan observasinya pada Kawasan Timur Indonesia (KTI). Penetapan sebuah Kapet pada dasarnya sudah ditentukan dalam Pasal 1 Keputusan Presiden RI No. 150 Tahun 2000, seperti (1) memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan atau (2) mempunyal sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya dan atau (3) memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
Dengan menggunakan Binary Logistic Regression dan Location Quotient, ditunjukkan bahwa pertimbangan penetapan Kapet di KTI hanya mengacu pada laju pertumbuhan dan subsektor unggulan. Pendapatan per kapita dan spesialisasi daerah ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan Kapet di KTI.
Analisis Tipologi Klassen menunjukkan, dari dua belas propinsi yang memiliki kapet di KTI, sebagian besar menunjukkan ketidaktepatan penetapan daerah tersebut sebagai Kapet dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu persyaratan penetapannya. Hanya Kapet Batulicin di Kalimantan Selatan dan Kapet Manado-Bitung di Sulawesi Utara sudah menunjukkan tepatnya penetapan Kapet.
Hasil analisis spesialisasi regional menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar Kapet di KTI sebagai daerah yang memiliki keterkaitan perekonomian (sektoral) dengan daerah di dalam propinsinya masing-masing masih lemah. Hal ini menunjukkan kurang tepatnya penetapan Kapet di KTI berdasarkan kaitannya dengan daerah sekitar. Hanya Kapet Sasamba di Propinsi Kalimantan Timur dan Kapet Biak di Propinsi Papua yang memiliki keterkaitan perekonomian yang kuat dengan daerah di dalam propinsinya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Novianti
"Terjadinya disparitas pertumbuhan ekonomi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), telah melatarbelakangi dibentuknya Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET). Pada Kapet-kapet tersebut akan diprioritaskan upaya-upaya pembangunan baik berupa pengembangan infrastruktur, pengembangan sumberdaya alam yang menjadi komoditas potensial, pengembangan sumberdaya manusia, maupun pengembangan kelembagaam Untuk mendukung aktifitas pembangunan di Kapet, pemerintah memberikan bermacam-macam insentif atau kemudahan-kemudahan kepada dunia usaha maupun masyarakat untuk menanamkan modalnya. Kapet- ini diharapkan dapat menjadi `Pusat Pertumbuhan' yang pada gilirannya mampu merangsang pertumbuhan wilayah seldtarnya (hinterlands) melalui apa yang disebut `trickle down effects'.
Pembangunan growth centre dipercayai para pengambil kebijakan maupun perencana bail( di negara maju ataupun negara-negara berkembang termasuk Indonesia sebagai suatu strategi yang dapat mengatasi kesulitan dalam melaksanakan percepatan pembangunan daerah. Namun strategi pengembangan growth centre ini menimbulkan silang pendapat di antara para ahli. Niles Hansen (1972:103), misalnya mengatakan bahwa strategi di atas, khususnya di negara-negara berkembang mengalami banyak hambatan atau kegagalan, antara lain disebabkan karena masalah `keuangan' yang ternyata merupakan kendala terbesar bagi berhasilnya pembangunan pusat-pusat pertumbuhan tersebut. Demikian pula halnya dengan Harry W. Richardson (1978:134) menyatakan bahwa banyak dari negara-negara berkembang yang meninggatkan konsep pembangunan ini karena `spread effects' yang dihasilkan dan yang diharapkan mampu untuk mengembangkan daerah sekitarnya ternyata tidak pemah terwujud dan hanya menyerap sedikit sekali tenaga kerja.
Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi KAPET Parepare dilakukan dengan mengembangkan sektor-sektor unggulan, seperti sektor pertanian dan sektor industri. Upaya ini didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana yang sudah tersedia, agar dapat lebih menarik minat investor menanamkan modalnya di kawasan ini. Dad basil perhitungan LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor bangunan dan konstruksi menjadi sektor basis di kawasan ini. Analisis shift share menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di KAPET Parepare secara umum lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor yang sama di tingkat propinsi_ Hal ini mengindikasikan strategi pembangunan KAPET Parepare secara sektoral memang berbeda dengan Sulawesi Selatan. Analisis regress data panel menunjukkan bahwa PDRB seluruh daerah yang termasuk KAPET Pare-Pare dipengaruhi oleh nilai produksi pertanian, jumlah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, kapasitas daya listrik terpasang, konsumsi listrik, dan variabel bonekaldummy (menunjukkan perbedaan sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan pembentukan KAPET Parepare). Analisis disparitas menunjukkan bahwa setelah pembentukan KAPET Parepare, kesenjangan pendapatan perkapita antar daerah dalam kawasan sernakin bertambah_ Berarti pengembangan KAPET Parepare belum membawa manfaat bagi pemerataan terhadap pendapatan perkapita antar daerah.
Perlu ada diciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional berbagai kegiatan dan program antar sektoral dan antar daerah. Hal ini selain untuk menciptakan sinergi potensi wilayah KAPET Parepare, juga semakin memperkecil disparitas antar daerah dalam kawasan tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>