Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163093 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yunita P. Sakul
"
ABSTRAK
Kedudukan individu di dalam di dalam keluarganya dapat mempengaruhi perkembangan
karakteristik kepribadiannya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor tertentu
dalam keluarga yang berbeda pada tiap anak sesuai dengan posisinya, yang
mempengaruhi sikap dan perlakuan orangtua dan kakak/adik Perbedaan perlakuan ini
kemudian mempengaruhi persepsi anak mengenai posisinya dalam keluarga, serta
membentuk ciri khas tersendiri sesuai dengan posisi yang dipersepsinya.
Anak bungsu merupakan anak yang dilahirkan paling akhir di dalam keluarganya.
Orangtua dan kakak-kakak sering kali memperlakukan anak bungsu sebgai seserang
yang masih kecil dan perilu dilindungi. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak, sehingga ia dapat menampilkan karakteristik tertentu, seperti kurang
bertanggung jawab, ergantung pada orang lain, bersikap spontan, optimis, dan mudah
brtgaul. Hal ini dapat mempengaruhi cara individu berinteraksi selanjutnya dalam
kehidupan, seperti dalam perkawinan.
Umumnya individu yang telah dewasa dan menikah diharapkan untuk
menampilkan peran-peran tertentu, seperti peran sebgai suami/istri. Dalam perkawinan
tradisional, suami diharapkan untuk mencari nafkah dan bertindak sebagai kepala
keluarga, sedangkan istri tinggal di rumah danbertanggung hawab terhadap pengasuhan
anak. Sebagai anak paling kecil dan terbiasa dibantu oleh orang lain, laki-laki
bungsu tampaknya akan memiliki kesulitan yang lebih besar dalam menyesuaikan diri
terhadap perannya sebagai suami. Hal ini mendorong peneliti untuk mengetahui
mengenai gambaran karakteristik anak bungsu dan bagaimana perannya sebagai suami
dalam perkawinan.
Teori dan hasil penelitian dari sejumlah peneliti digunakan dalam penelitian ini
sebgau sumber rujukan; umumnya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan urutan
kelahiran, anak bungsu, dan perkawinan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,
dengan wawancara mendalam sebagai alat pengumpul data utama. Metode ini digunaka
karena dinamika perkembangan dalam keluarga sebgai anak bungsu merupakan sesuatu
yang dihayati secara pribadi oleh individu dan dapat menimbulkan karakteristik tertentu
yang berbeda satu sama lain. Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah tiga
orang. Informasi yang didapat melalui wawancara kemudian digolongkan dalam
katergori-kategori, dan analisis mula-mula dilakukan terhadap tiap kasus. Analisis
selanjutnya diperoleh dari kesimpulan secara keseluruhan sebgai jawabab dari
permasalahan penelitian.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa setiap subyek merasakan
mendapat perlakuan khusu dari orangtua dan kakak-kakak, sehubungan dengan posisi
mereka sebgai anak paling kecil di dalam keluarganya. Namun demikian , perlakuan
yang khusus ini dapat menyebabkan anak berkembang ke arah positif, seperti berusaha
mandiri, spontan, mudah bergaul; serta ke arah negatif, seperti kurang mandiri dan
merasa tidak bebas. Selain itu, keseluruhan subyek dalam penelitian ini memiliki
hubungan yang dekat dengan tokoh ibu.
Kedudukan sebagai anak bungsu ini mempengaruhi penyesuaian individu
terhadap perannnya sebagai suami. Dalam perkawinan, terlihat anak bungsu memiliki
kesulitan pada masa-masa awal perkawinanm terutama menyangkut penyesuaian terhadap
pasangan serta penyesuaian diri terhadap perannya sebagai kepala keluarga.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
dalam konseling perkawinan, terutama pada kasus-kasus yang melibatkan anak bungsu.
"
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kartika Dewi
"Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial membuat manusia tidak pemah lepas dari interaksinya dengan orang lain di lingkungan sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan interpersonal yang sering terjalin dan merupakan hubungan yang unik adalah hubungan cinta. Bagi individu yang berada di tahap usia dewasa muda, hubungan tersebut dipandang menjadi sesuatu yang lebih bermakna karena terkait dengan tugas perkembangan yang menuntut mereka untuk mampu menjalin intimacy dalam hubungannya dengan lawan jenis. Sulivan (Steinberg, 1999) menyatakan bahwa keintiman dengan lawan jenis umumnya terjadi dalam konteks berpacaran.
Hubungan pacaran yang dilakukan oleh individu pada tahap dewasa muda cenderung lebih bersifat serius, intim dan eksklusif dibandingkan hubungan yang dilakukan pada tahap remaja. Keintiman tersebut diantaranya ditandai dengan komitmen untuk meneruskan hubungan meski memerlukan pengorbanan dan kompromi. Didasarkan pada hal itu maka hubungan pacaran di tahap tersebut seringkali dipandang sebagai prakondisi pernikahan (Basow, 1992).
Hal yang kemudian penting untuk dilakukan setelah individu dewasa muda mulai menjalin hubungan pacaran adalah mempertahankan kelangsungan hubungan itu sendiri hingga dapat mencapai jenjang pernikahan. Upaya tersebut tidak mudah karena masing-masing individu, sebagai pria dan wanita, telah memiliki sejumlah perbedaan yang mendasar atau built-in differences (Buss, dalam Baron & Byrne, 1994). Sebagai contoh, kaum wanita lebih mencari pasangan yang mampu memberikan kasih sayang dan perlindungan, dimana jika hal itu tidak mampu dipenuhi maka mereka akan merasa sangat kecewa. Seorang pria akan dianggap sebagai pria sejati bila ia kuat, tidak mengenal takut, bertanggung jawab, reaktif dan tidak bersinggungan dengan hal apapun yang terkait dengan feminitas, termasuk seperti pengekspresian emosi (Home & Kiselica, 1999). Sementara itu, kaum pria dianggap lebih memilih pasangan dengan mengutamakan daya tank fisik, seperti berusia muda dan sehat.
Peneliti kemudian menjadi tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai hubungan pacaran yang dijalani oleh pria dewasa muda yang berstatus sebagai anak bungsu sekaligus anak laki-laki satu-satunya. Meski merupakan anak laki-laki namun dengan statusnya sebagai anak bungsu, pria tersebut seringkali juga dipandang sebagai individu yang tidak ambisus, lebih mengharapkan wanita untuk menyayangi dan memanjakannya, kurang bertanggung jawab, serta kurang mampu menjadi pemimpin atau pelindung yang baik (Taman, dalam Shipman, 1982). Dengan sejumlah karakteristik itu maka pria dengan status seperti diatas nampak memiliki sejumlah kesulitan untuk memenuhi harapan atau tuntutan kaum wanita pada umumnya mengenai pria yang akan menjadi pasangan hidupnya. Kondisi tersebut, dalam perkembangannya dapat pula memunculkan stres pada pria yang bersangkutan.
Lazarus (1976) menyatakan bahwa stres muncul bila suatu tuntutan, baik berupa tuntutan internal (dalam diri) maupun eksternal (lingkungan fisik & sosial), sudah terasa membebani atau menekan bagi individu yang bersangkutan. Ketidaknyamanan yang dirasakan akibat stres pada umumnya akan membuat individu melakukan upaya untuk mengatasi hal tersebut, atau melakukan coping stres. Dalam penelitian ini, gambaran mengenai stres dalam hubungan pacaran dari subjek akan dilihat dari sembilan aspek intimacy yang dikemukakan oleh Orlofsky, sementara gambaran mengenai coping yang dipilih subjek akan mengacu pada jenis coping menurut Lazarus & Folkman.
Dalam pelaksanaan penelitian ini akan digunakan metode kualitatif, dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, dengan menggunakan pedoman wawancara umum, dan observasi. Adapun individu yang menjadi partisipan dalam penelitian adalah pria dewasa muda, berusia 18 - 35 tahun, merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga, dan sedang menjalani hubungan pacaran.
Dari penelitian yang dllkukan, diperoleh gambaran secara umum bahwa dari ketiga subjek yang menjadi partisipan, subjek pertama dan kedua mengalami stres yang berbentuk konflik dan terkait dengan aspek komitmen, yaitu dalam upaya memenuhi kebutuhan pasangan untuk menjalankan sejumlah peran gender tradisional bagi pria dewasa. Selain itu, kedua subjek tersebut juga cenderung menggunakan emotion focused coping sebagai cara menghadapi masalah yang dipersepsi sebagai masalah berat. Sementara subjek ketiga juga mengalami stres berbentuk konflik, namun terkait dengan aspek yang berbeda, yaitu aspek perspective-taking, dan lebih menggunakan jenis problem focused coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Dt. (Aman Dt.) Madjoindo, 1895-
Djakarta: Balai Pustaka, 1965
899.224 4 MAD t
Koleksi Publik  Universitas Indonesia Library
cover
R. S. Wirananggapati
Djakarta: Dana Guru, [date of publication not identified]
899.211 WIR r
Koleksi Publik  Universitas Indonesia Library
cover
Astiliani
"Keterikatan karyawan terhadap perusahaan sangat diperlukan bagi perusahaan untuk dapat tetap bertahan pada dunia usaha saat ini yang telah mengalami perkembangan dan perubahan yang semakin cepat. Rendahnya keterikatan organisasi pada karyawan dapat membawa dampak negatif bagi perusahaan, yaitu tingginya tingkat absensi dan pergantian karyawan (turnover). Namun di pihak lain, tingginya keterikatan karyawan terhadap perusahaannya dapat membawa dampak negatif bagi karyawan terutama yang telah berkeluarga.
Waktu dan tenaga yang dicurahkan untuk perusahaan akan mengurangi interaksi individu dengan keluarganya, sehingga individu tidak sepenuhnya dapat memenuhi peran di dalam keluarganya. Hal ini terutama dialami olah pasangan bekerja yang memiliki anak usia balita. Kesulitan yang dihadapi pasangan bekerja tidak hanya terbatas pada pengurusan anak yang masih membutuhkan perhatian yang besar dari kedua orang tua, tetapi terbatasnya waktu yang diluangkan bagi pasangannya dan dalam penyelesain tugas-tugas rumah tangga.
Beberapa penelitian di negara Barat menunjukkan bahwa peran dalam keluarga berhubungan dengan perkembangan keterikatan organisasi seseorang. Suatu penelitian yang dilakukan terhadap karyawan yang memiliki anak usia balita menyatakan bahwa tingginya keterlibatan peran dalam keluarga berhubungan dengan tingginya keterikatan organisasi karyawan. Namun, terdapat pula penelitian yang menunjukkan bahwa rendahnya keterlibatan diri seseorang terhadap perannya di dalam keluarga berhubungan dengan tingginya keterikatan organisasi seseorang.
Dapat terlihat bahwa masih terdapat hasil yang kontradiksi dari penelitian- penelitian tersebut. Berdasarkan hal ini, maka pada penelitian ini ingin diketahui lebih jelas hubungan antara peran dalam keluarga dan keterikatan organisasi pada pria dan wanita bekerja yang memiliki anak usia balita, khususnya di Jakarta. Penelitian ini menggunakan pengumpul data berupa kuesioner yang terdiri dari dua alat ukur yang telah diadaptasi, yaitu Life Role Salience Scale dari Amatea et al. dan Commitment Organization Scale dari Allen dan Meyer. Subyek dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang merupakan suami istri bekerja, memiliki anak usia balita, berpendidikan minimal D3, dan telah bekerja di perusahaan minimal 15 bulan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signikan antara peran dalam keluarga dan keterikatan organisasi. Pada subyek wanita menunjukkan hubungan yang positif dan keterikatan yang tidak berhubungan dengan peran dalam keluarga adalah keterikatan afektif. Sedangkan pada pria, hubungan yang terjadi adalah hubungan negatif dan keterikatan yang tidak berhubungan dengan peran dalam keluarga adalah keterikatan kesinambungan.
Hasil tambahan menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat keterikatan organisasi. Namun berdasarkan komponennya, hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat keterikatan afektif dan normatif antara pria dan wanita. Dalam hal keterlibatan terhadap peran dalam keluarga, pria dan wanita menunjukkan skor yang berbeda secara signifikan pada peran dalam keluarga dan dalam dimensi peran sebagai orang tua dan pengurus rumah tangga. Selain itu hasil menunjukkan bahwa pada wanita terdapat perbedaan tingkat keterikatan organisasi dan komponen kesinambungan berdasarkan jumlah pengeluaran. Hal ini tidak berbeda dengan pria, bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata yang signiilkan pada keterikatan organisasi serta pada komponen afektif dan normatif berdasarkan jumlah pengeluaran untuk rnemenuhi kebutuhan anak dan keluarga. Hasil juga menunjukkan bahwa semakin besar gaji yang diterima oleh pria bekerja, maka semakin tinggi keterikatan organisasi, terutama keterikatan kesinambungannya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yarra Sutadiwiria
"Karakterisasi reservoir merupakan suatu proses pendeskripsian berbagai karakteristik reservoir dalam hubungannya dengan variabilitas spasial. Karakterisasi reservoir mengelaborasi data hasil analisis geologi, geofisika dan petrofisika sehingga menghasilkan model geologi yang selanjutnya menjadi data masukan untuk simulasi reservoir. Pada penelitian ini, karakterisasi reservoir difokuskan pada pemodelan model distribusi fasies dan sifat-sifat petrofisik reservoir. Lapangan yang digunakan sebagai objek penelitian adalah reservoir batupasir 1900?, Formasi Bekasap Lapangan Bungsu, Blok CPP Sumatera Tengah. Pemodelan model distribusi menggunakan pendekatan geostatistik stokastik (sequential gaussian simulation & sequential indicator simulation) dan geostatistik deterministik (krigging). Masing-masing metode divariasikan dengan penggunaan tipe variogram eksponensial, dengan pertimbangan bahwa tipe eksponensial merupakan tipe yang paling sesuai (matching) dengan fitur-fitur geologi di Lapangan Bungsu. Dengan menggunakan software modelling Roxar, secara keseluruhan diperoleh 27 (dua puluh tujuh) skenario dan realisasi model geologi dalam penelitian ini. Kriteria dalam penentuan ranking yang digunakan adalah nilai volumetrik (STOIIP). Penentuan ranking ini merupakan langkah pertama dalam membuat model untuk simulasi reservoir berikutnya. Hasil ranking juga telah dikalibrasi dengan hasil produksi kumulatif total (total cumulative production) dan recovery factor. Berdasarkan penentuan nilai ranking (low, base dan high) maka dapat dijadikan sebagai masukan untuk analisis simulasi selanjutnya. Nilai ranking dari model geologi yang dapat mewakili tersebut mampu untuk menangkap faktor ketidakpastian reservoir.

Reservoir characterization is a process to describe various reservoir characteristics in the existence of spatial variability. Reservoir characterization elaborates results from geological, geophysical and petrophysical data to produce a geologic model, which is used as an input data for the reservoir simulation. In this research, reservoir characterization is focused on facies and reservoir petrophysical modelling. The object of the research is sand 1900? reservoir of Bekasap Formation Bungsu Field, CPP Block Central Sumatera. Stochastic geostatistics (sequential gaussian simulation & sequential indicator simulation) and deterministic geostatistics (krigging) approach were used in modelling the distribution model. Each method was varied using exponential types of variogram, whis is considered as the most matching type with geometry of Bungsu Field. Overall, by using Roxar software of modelling, 27 scenarios and realizations of geological model were generated in this study. The main ranking criterion used in this study was STOIIP. This rank is used as first step to take reservoir model to flow simulation. The results were calibrated also with total cumulative production and recovery factor. From this type of ranking high, base and low cases can be determined and carried forward into a full field flow simulation analysis. A representative number of geological models issufficient to capture the reservoir uncertainty."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T21192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagindo Saleh
Djakarta : Perpustakaan Perguruan Kementrian P.P. dan K. , 1955
899.28 BAG s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Afrian Bondjol
"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebahagiaan yang ingin dicapai oleh mereka yang melangsungkan perkawinan tidak hanya dalam bentuk terpenuhinya kebutuhan akan hal-hal yang bersifat kebendaan. Dalam mengarungi mahligai rumah tangga, terpenuhinya kebutuhan batiniah seringkali lebih membahagiakan daripada terpenuhinya hal-hal yang bersifat kebendaan. Salah satu hal yang dapat memenuhi kebutuhan batiniah pasangan suami istri ialah lahirnya anak dalam perkawinan sebagai penerus mereka. Kelahiran anak dalam suatu perkawinan menimbulkan tanggung jawab bersama terhadap anak baik yang bersifat imateril maupun materil yang harus dipikul oleh suami istri. Dengan di kenalnya lembaga perjanjian perkawinan, tanggung jawab bersama diantara suami istri, terutama dalam hal pembiayaan untuk pemeliharaaan dan pendidikan anak diperjanjikan hanya dipikul oleh pihak suami. Hal ini merupakan suatu penyimpangan dari prinsip-prinsip hukum dalam kaitannya dengan masalah pemeliharaan dan pendidikan anak. Selain daripada itu peletakkan tanggung jawab yang hanya dipikul oleh pihak suami dapat megganggu terjaminnya hak-hak anak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Maryadi
"Tingginya angka perceraian di daerah-daerah yang penduduknya banyak bekerja sebagai TKI di luar negeri berkorelasi dengan permasalahan pelanggaran hak-hak perempuan dan anak dalam keluarga TKI, yang berkisar pada tidak terpenuhinya kebutuhan perempuan dalam hidup berumah-tangga baik nafkah lahir maupun batin, begitu juga kebutuhan anak-anak akan pengasuhan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Salah satu permasalahan hukum yang sangat menonjol dalam hal ini adalah tidak jelasnya pengaturan mengenai harta perkawinan. Meski tidak populer di tengah-tengah masyarakat Indonesia, lembaga perjanjian perkawinan sebenarnya dikenal baik dalam hukum adat, hukum agama, maupun hukum Negara, dan merupakan alternatif solusi bagi permasalahan hukum tersebut. Kecuali Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), Baik UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak tegas mengatur isi perjanjian perkawinan. Karena itu, perjanjian perkawinan dapat saja mengatur mengenai harta perkawinan, sepanjang tidak melanggar hal-hal yang dilarang. Berbagai hal yang perlu diatur dalam suatu perjanjian perkawinan yang dibuat khusus untuk memenuhi kebutuhan hukum calon mempelai TKI meliputi ketentuan mengenai harta bawaan, pisah harta, bukti kepemilikan atas harta, utang dan pembiayaan keperluan rumah-tangga, termasuk biaya mengasuh dan membesarkan anak sekiranya sampai terjadi perceraian. Agar dapat menjadi solusi hukum yang efektif, perjanjian perkawinan harus disosialisasikan dan difasilitasi oleh institusi-institusi formal pemerintah sebagai inisiator didukung oleh unsur-unsur masyarakat sipil. Dalam hal pelaksanaannya, perlu diadakan dukungan penegakan bertingkat dimulai dari level pemerintahan daerah propinsi maupun kabupaten, sampai pemerintahan desa yang paling dekat dan, karena itu, memahami kebutuhan masyarakat setempat. Pada akhirnya, penegakan terpulang pada level rumah tangga, yaitu keluarga dan kerabat, dan pemimpin informal seperti pemuka agama dan tetua adat."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010
S21452
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>