Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1993
346.04 ANA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional. Departemen Kehakiman RI, 1993
346.04 ANA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vici Lestari
"ABSTRAK
Thesis ini membahas tentang perwakilan melalui pemberian kuasa dalam jual beli tanah dan
kaitannya dengan pendaftaran pemeliharaan data. Pemberian kuasa sebagaimana yang
dirumuskan dalam Pasal 1972 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah persetujuan
seseorang sebagai pemberi kuasa dengan orang lain sebagai penerima kuasa, guna melakukan
suatu perbuatan/tindakan untuk dapat ?atas nama? si pemberi kuasa. Oleh karena pemberian
kuasa merupakan perjanjian, maka pemberian kuasa dapat diberikan untuk apapun juga, baik
yang sudah ada aturannya dalam undang-undang maupun yang belum ada peraturannya sama
sekali selama tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan
ketertiban umum, dengan demikian, pemberian kuasa dapat digunakan dalam jual beli, termasuk
jual beli dengan objek hak atas tanah. Namun dengan diterbitkannya ketentuan Instruksi Menteri
Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang larangan tentang pemberian kuasa mutlak,
membuat praktek penggunaan surat kuasa menjadi rancu dalam proses pendaftaran tanah.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan cara meneliti bahan hukum pustaka,
dilengkapi dengan pendekatan deskriptif dan analisis dilapangan dengan cara wawancara kepada
narasumber, yang kemudian fakta-fakta tersebut dianalisis dan digambarkan sesuai dengan fakta
yang ada (deskriptif dan analitis). Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa kedudukan surat kuasa dalam praktek jual beli tanah dan pendaftaran pemeliharaan data
dapat digunakan, selama surat kuasa tersebut dibuat secara notariil dan khusus untuk menjual."
2010
T27939
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Shellina Ruth Hotmaria
"Calo tiket konser berperan sebagai perantara dalam transaksi jual beli tiket konser kerap kali menimbulkan isu yang signifikan. Calo tersebut memanfaatkan tingginya permintaan tiket konser, yang tidak sebanding dengan ketersediaan tiket, untuk menjual tiket dengan harga yang tidak wajar, jauh di atas harga asli tiket. Dalam praktiknya, tidak sedikit konsumen yang terdorong untuk menggunakan jasa calo demi mendapatkan tiket konser yang mereka inginkan. Ironisnya, terdapat calo yang menggunakan perangkat lunak (software) berupa bot untuk membeli sebanyak mungkin tiket, yang pada akhirnya hal tersebut menghalangi aksesibilitas tiket kepada konsumen secara langsung. Akibatnya, konsumen sering kali terpaksa membeli tiket konser melalui calo dengan harga tiket yang tidak masuk akal. Eksistensi calo yang demikian menimbulkan risiko kerugian yang signifikan bagi konsumen. Hingga kini, Indonesia belum memiliki pengaturan spesifik mengenai calo tiket konser, berbeda dengan Australia yang telah memiliki aturan khusus mengenai calo tiket. Dengan penggunaan metode doktrinal, diteliti mengenai pengaturan dan tanggung jawab terkait penggunaan jasa calo dalam transaksi jual beli tiket konser di Indonesia dan Australia. Dari hasil penelitian ini, dapat dipahami bahwa pengaturan calo tiket di Indonesia belum memadai, dan belum sepenuhnya memberikan kepastian hukum bagi konsumen. Maka dari itu, sangat diperlukan kajian mendalam mengenai penyusunan aturan yang lebih tegas dan spesifik mengenai calo tiket konser beserta pertanggungjawabannya di Indonesia, sehingga dapat memberikan pelindungan hukum yang lebih optimal bagi konsumen dalam transaksi jual beli tiket konser di Indonesia.

Concert ticket scalpers act as intermediaries in buying and selling concert tickets, which often raises significant issues. These scalpers take advantage of the high demand for concert tickets, which is not proportional to the availability of tickets, to sell tickets at unreasonable prices, far above the original ticket price. In practice, quite a few consumers are encouraged to use the services of scalpers to get the concert tickets they want. Ironically, there are scalpers who use software in the form of bots to buy as many tickets as possible, which ultimately hinders the accessibility of tickets to consumers directly. As a result, consumers are often forced to buy concert tickets through scalpers at unreasonable ticket prices. The existence of such scalpers poses a significant risk of loss for consumers. Until now, Indonesia does not have specific regulations regarding concert ticket scalpers, in contrast to Australia which has special regulations regarding ticket scalpers. By using doctrinal methods, the regulations and responsibilities related to the use of scalpers services in buying and selling concert tickets in Indonesia and Australia are researched. From the results of this research, it can be understood that the regulation of ticket scalpers in Indonesia is inadequate and does not fully provide legal certainty for consumers. Therefore, an in-depth study is needed regarding the preparation of stricter and more specific regulations regarding concert ticket scalpers and their responsibilities in Indonesia, so that they can provide more optimal legal protection for consumers in buying and selling concert ticket transactions in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriastuti Setyorini
"Undang-undang menentukan, seorang PPAT hanya boleh menanda tangani akta jual beli setelah kepadanya diserahkan fotocopy bukti pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) yang menjadi kewajiban penjual dan pembeli dengan menunjukkan aslinya. Dengan ketentuan denda sebesar Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) bagi PPAT yang melanggarnya. Karena kekurangpahaman para pihak mengenai tata cara pembayaran pajak, dan karena adanya kekhawatiran jual belinya gagal dilaksanakan, para pihak biasanya menunda pembayaran pajak-pajak tersebut sampai dengan adanya kepastian atas pelaksanaan jual bell itu sendiri, yaitu saat jual bell itu dilaksanakan di hadapan PPAT yang berwenang. Kemudian apakah perundang-undangan tersebut telah memberikan perlindungan hukum kepada Penjual, Pembeli dan PPAT, apakah terdapat ketentuan dalam bidang Perbankan yang membatasi waktu penyetoran PPh dan BPHTB, dan apakah memberikan perlindungan hukum kepada Penjual, Pembeli dan PPAT akan berdampak merugikan bagi kepastian adanya pemasukan pajak ke kas negara?
Penulisan ini berdasarkan penelitian kepustakaan yang bersifat hukum-normatif, artinya penelitian ini merujuk pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan doktrin yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan. Dan bersifat evaluatif, yaitu menilai pelaksanaan kewajiban pembayaran pajak bagi penjual dan pembeli dikaitkan dengan hukum perjanjian dan perpajakan, serta permasalahannya dalam praktik dan dengan cara pengamatan terlibat dan tidak terlibat. Pembatasan waktu pembayaran PPh dan penentuan tempat pembayaran BPHTB mengharuskan PPAT mengisi nomor dan tanggal akta jual bell tidak sesuai dengan fakta hukum sesungguhnya yang terjadi, sehingga mengakibatkan tidak adanya memberikan perlindungan hukum baik bagi PENJUAL, PEMBELI, maupun PPAT sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freddy Dewanata
"Perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah lazim digunakan sebagai perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakannya jual beli dihadapan PPAT untuk dijadikan dasar peralihan hak atas tanah. Dalam realisasinya perjanjian pendahuluan ini banyak diikuti dengan pemberian kuasa penuh, luas dan mutlak, yang menyebabkan obyek jual beli tidak hanya berpindah pengusaannya, tetapi juga dapat berpindah kepemilikannya. Skripsi ini membahas keberadaan kuasa mutlak dalam perjanjian pengikatan jual beli, diambil contoh berupa Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 261/Pdt.G/2005/Pn.Cbn. Adapun pokok permasalahan adalah apa yang menjadi latar belakang para pihak membuat perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah serta kuasa menjual, apakah perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh para pihak sudah memenuhi syarat-syarat perjanjian, apakah klausul pemberian kuasa mutlak dalam perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah tidak bertentangan dalam peraturan perundang- undangan berlaku. Metode penulisan dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang memiliki makna pencarian sebuah jawaban tentang suatu masalah. Metode pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kegiatan penelitian kepustakaan dan mempelajari data sekunder. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, keberadaan kuasa mutlak telah dilarang, karena merupakan salah satu bentuk penyelundupan hukum yang dibuat tanpa adanya kebebasan bertindak dan kesepakatan para pihak serta dapat dipastikan mengandung itikad tidak baik. Menurut hukum, peralihan hak atas tanah yang salah satunya melalui jual beli adalah merupakan obyek pajak yang mana terdapat pajak BPHTB yang harus dibayar oleh pembeli berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan serta PPh atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang harus dibayarkan oleh penjual berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan. Menyiasati hal ini maka dibuat Akta Kuasa Menjual, maksudnya dengan menggunakan Akta Kuasa Menjual ini maka pembeli yang disebutkan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli nantinya dapat menjual kembali berdasarkan surat kuasa tersebut dan dapat menghindari dari pembayaran pajak.
The land right trading agreement is common used as preface agreement before implementation of sales in the front of Land Deed Official (PPAT) to made base of switchover of land right. In realization preface agreement is follow with full empowering, broad and unconditional, causing sales object not only mave the domination, but also the ownership. The Mini thesis studying existence of full power in the land righ trading agreement,we take example such as decision of the court of first instance-Cibinong No, 261/ Pdt.G/2005/Pn.Cbn. the fundamental problem is become background from the Partys conduct agreement binding sales of right on land and authority to sell, whether agreement binding sales is conduct by the partys have fulfilled agreement conditions, whethet full empowering clause in agreement bundling of land right sales not be in contradiction against law and regulation going into effect. Writing method of mini thesis using research method of juridical normative that have purpose to seek an answer for a problem. Colleting data method conducts with do activity of bibliography research and study secondary data. We can concluded that pursuant to Instruction of Domestic Minister No. 14 year 1982, existence of unconditional power have been prohibited, because representing one of form of smuggling of law is made without existence of freedom act and agreement of the parties and definite contain with bad intended according to law, switchover of land right where one of them is through sales and its form of tax object which there are tax of BPHTB which must be paid by buyer pursuant to Acts No.20 Year 2000 about real property which must be paid by seller pursuant to Acts No.10 Year 1994 about payment of income tax for income from transfer of land Right and/or Building. To handle this problem made a Certificate of Authority to Sell, the purpose is by using Authority Deed to Sell buyer is mentioned in Agreement Deed Binding Sales of Rights on Land later can sell again pursuant to the letter of attorney and can avoid from tax payment."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S21497
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Justini Omas
"Tesis ini membahas mengenai aspek hukum dalam pembangunan rumah susun dan jual beli satuan rumah susun pada rumah susun yang dikembangkan oleh Pengembang "A". Dibahas mengenai kepatuhan Pengembang "A" dalam mengikuti persyaratan teknis dan administratif yang ditentukan peraturan perundang-undangan dalam membangun rumah susun, cara penjualan satuan rumah susun yang dilakukan oleh Pengembang "A" dengan pemesanan terlebih dahulu dan pengikatannya dengan perjanjian akan jual beli, serta mengenai tanggung jawab Pengembang "A" sebagai pengurus perhimpunan penghuni sementara dan kewajibannya membentuk perhimpunan penghuni yang sebenarnya.

The focus of this thesis is the analysis of legal aspect in the development of apartment buildings by Developer "A" and its units sale-purchase to the consumers. Described here are the obedience level of Developer "A" in following the terms of technical and administrative requirements determined by the regulations in the apartment buildings development, how Developer "A" sale the apartment units to the consumers through the pre sale-purchase agreement, and how is the responsibility of Developer "A" in its role as the temporary board of apartment building's occupants association and its obligation to establish the real occupants association."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26269
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fivie Fauziah Mansyur
"Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat ternpat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Dari pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, ditentukan tugas pokok dari Notaris ialah membuat akta-akta otentik. Adapun akta otentik itu menurut ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang kuat. Notaris oleh undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang kuat, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar. Semenjak tahun 1961, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 Notaris tidak lagi berhak membuat Akta Jual Bell tanah. Wewenang itu selanjutnya diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang khusus diangkat oleh dahulu Menteri Agraria, sekarang oleh Menteri Dalam Negeri dan para Camat juga diberi wewenang sebagai PPAT. Para Notaris pada umumnya juga meran_gkap jabatan PEAT sesudah menempuh ujian khusus untuk itu. Dengan demikian maka Notaris dalam kedudukannya sebagai PPAT berwenang pula membuat akta-akta peinindahan hak atas tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 37 tahun 1997, seseorang berhak atas tanah jika dapat dibuktikan dengan Akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Jual beli yang telah dilakukan berdasarkan tata cara yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 maka jual beli tersebut adalah sah menurut hukum dan karenanya adalah tidak benar jika dianggap Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum dan oleh karena jual beli itu tidak dapat dimintakan pembatalannya, kecuali dapat dibuktikan apabila jual beli tersebut mengandung cacat hukum sehingga harus dibatalkan. Perihal adanya kekeliruan identitas para penghadap yang tercantum dalam akta, bank sengaja maupun tidak sengaja, maka terjadilah suatu kekeliruan atau penipuan, yang dapat menimbulkan tidak syahnya akta Notaris sebagai akta otentik."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armandi
"Pajak sebagai sumber pendapatan negara yang penting ditingkatkan peranannya. Dalam meningkatkan sumber pendapatan negara dari pajak tersebut, PPAT juga berperan besar karena mereka ditugaskan untuk memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pengalihan hak atas tanah serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) sebelum akta dibuat dan ditandatangani. Undang-Undang Pajak menganut prinsip self-assessment, dengan sistem ini kepada Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor/membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya. Maka dalam pelaksanaannya, khususnya dalam hal PPh dari penghasilan, selain dari pembinaan dan pengawasan dari Aparat Pajak, juga ditetapkan serta diperlukan pengawasan dan peranan dari instansi lain yaitu antara lain PPAT dan pihak kantor pertanahan.
Guna efektivitas dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU PPh dan UU BPHTB serta peraturan pelaksanaannya, maka perlu ditingkatkan peranan PPAT. Dalam penelitian ini digunakan metode kepustakaan dan penelitian lapangan dengan mengadakan wawancara dengan beberapa narasumber serta pengamatan terhadap para Wajib Pajak. Berdasarkan penelitian kepustakaan dan wawancara dengan beberapa narasumber serta pengamatan terhadap para WP, didapatkan beberapa hal antara lain bahwa pelaksanaan pembayaran BPHTB secara formal sudah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi secara material praktik di lapangan ditemukan kenyataan bahwa pelaksanaannya belum maksimal. Untuk pelaksanaan pembayaran PPh untuk nilai bruto di atas Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah) secara formal sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya tetapi secara material dirasakan masih kurang."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>