Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219010 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Hardian Rahim
"Gonartrosis Ianjut merupakan kelainan sendi Iutut yang sering
mengenai usia tua. Penyebab tersering adalah Osteoartritis degeneratif dan
Rematoid Artrtitis. Karena kelainan ini pasien mengeluh nyeri lutut yang
menetap, gerakan sendi lutut terbatas yang mengakibatkan aktivitas sehari-
hari terganggu.
Penggantian sendi lutut (PSL) merupakan terapi alternatif untuk
menghilangkan nyeri lutut dan mangembalikan gerakan sendi lutut, sehingga
aktivitas sehari-hari tidak terganggu.
Telah dilakukan penelitian terhadap 110 lutut (92 pasien) yang
dilakukan Penggantian sendi lutut di R.S. Siaga Raya Jakarta selama tahun 1990-1996.
Keberhasilan Penggantian sendi Iutut pada penderita Gonartrosis
Ianjut dengan Osteoartritis degeneratif memberikan hasil survival tetap
sampai Iama pengamatan 6 tahun yaitu 96,75%.
Keberhasilan Penggantian sendi lutut pada penderita Gonartrosis lanjut
dengan Rematoid artritis memberikan hasil survival yang menurun, terutama
setelah tahun ke lima yaitu 26,24%.
Prognosis keberhasilan PSL pada Osteartritis degeneratif lebih baik
dibandingkan PSL pada Rematoid artritis dengan rasio survival 3,7 : 1.
Penyakit penyerta dan alat pengganti sendi berperanan dalam
keberhasilan PSL.

Abstract
Chronic Gonarthosis is common knee disturbance at the old people.
The commonest cause are Degenerative osteoarthritis and Rheumatoid
arthritis. The main symptoms are knee pain and limitation of knee range of
materi which will cause disturbance of daily activity.
Knee Arthroplasty is the alternative treatment for kites pain and correct
knee range of motion so recover the daily activity.
Study was done to 110 knees (92 patients) to evaluate knee arthroplasty at
Siaga Raya Hospital in 1990 to 1996.
The 6 years survival rate of kenee Arhtroplasty to chronic gonarthrosis
patients due to Degenerative osteoarthritis is 96,75 %.
The survivorship knee arthroplasty due to chronic gonarthrosis patients
with Rheumatoid Arthritis is lower especially after the fifth year : 26,24 %.
Prognosis Knee arthroplasty due to Degenerative Osteoarthritis is
better than Rhematoid Arthritis with Survival with survival Ratio = 3,7 : 1
Accompanying disease and arthroplasty material determine the
success of Knee Arthroplasty."
Jakarta: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matrahman
"Nyeri merupakan gejala utama pada pasien dengan Osteoartritis OA , dan berdampak terhadap gangguan fungsional serta penurunan kualitas hidup. Latihan isometrik kuadrisep dan Jalan kaki dapat menjadi alternatif latihan pada pasien OA lutut untuk mengurangi keluhan nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbandingan efektifitas jalan kaki dan latihan isometrik kuadrisep terhadap nyeri dan rentang gerak sendi pada pasien dengan osteoartritis lutut. Desain penelitian menggunakan quasi-experimental design dengan pendekatan non equivalent control group before - after. Jumlah sampel terdiri dari 17 responden pada masing-masing kelompok dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan jalan kaki efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi pasien OA lutut p 0.000. Latihan isometrik kuadrisep efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi fleksi lutut pasien OA lutut p 0.000. Namun setelah dibandingkan kedua latihan tersebut menunjukkan bahwa latihan jalan kaki tidak lebih efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi fleksi lutut daripada latihan isometrik kuadrisep pada pasien OA lutut p 0.000. Perlu dibuat protap latihan jalan kaki dan latihan isometrik kuadrisep yang terprogram. Pasien dengan obesitas dan derajat OA sedang bisa diarahkan dengan pilihan latihan isometrik kuadrisep. Sedangkan pasien dengan berat badan normal atau indeks masa tubuh kurang dan OA derajat ringan, bisa diarahkan pada latihan jalan kaki, serta pemberian edukasi gaya hidup agar kualitas hidup menjadi lebih baik.

Pain is known as the main symptom of Osteoarthritis OA which affect on the functional impairment and patient rsquo s quality of life. Alternatively, isometric quadriceps exercise and walking exercise could be employed to reduce the pain among knee OA patients. This study aimed to identify the comparison between walking exercise and isometric quadriceps exercise on pain and joint range of motion in knee osteoarthritis patients. This research was used quasi experimental with non equivalent control group before - after design. The experimental and control group, involved 17 respondents respectively with consecutive sampling technique.
The results showed the walking exercise is significantly reduce pain and increase knee flexion range of motion p 0.000. Similarly, the isometric quadriceps exercise is significantly decrease pain and increase knee flexion range of motion p 0.000. Nevertheless, after being compared showed that walking exercise is no more effective reduce pain and increase knee flexion range of motion rather than isometric quadriceps exercise in knee osteoarthritis patients. A standard operational procedure for walking exercise and isometric quadriceps exercise is programmed. Patients with obesity and moderat OA can be directed by choice of isometric quadriceps exercises. While patients with normal weight or less body mass index and mild OA, can be directed to walking exercise, as well as providing lifestyle education for better quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T50974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elza Nur Warsa Putra
"Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang menyerang sendi. Di Indonesia, AR 0,5 – 1% penduduk Indonesia menderita AR pada tahun 2020. Penelitian Rotte, et al. menunjukkan adanya hubungan antara jumlah sendi dengan respons terapi tunggal MTX. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara jumlah sendi dengan keberhasilan terapi MTX pada pasien AR di RSCM. Penelitian ini menggunakan data rekam medis pasien AR di RSCM sejak tahun 2020 hingga 2022. Penelitian ini dilakukan denga desain kohort retrospektif Data dianalisis menggunakan SPSS Versi 25 dan dilakukan uji normalitas distribusi data menggunakan Uji Saphiro-Wilk. Setelah dilakukan uji normalitas, data dianalisis dengan Uji Mann-Whitney untuk mengetahui hubungan jumlah sendi dengan keberhasilan terapi MTX pada pasien AR di RSCM. Hasil Uji normalitas menunjukkan bahwa data jumlah sendi dengan keberhasilan terapi tidak terdistribusi secara normal. Berdasarkan hasil Uji Komparatif Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok berhasil dan tidak berhasil terapi (p < 0.05). Terdapat hubungan antara jumlah sendi yang terlibat dengan keberhasilan terapi MTX pada pasien Artritis Reumatoid.

Rheumatoid arthritis (RA) is an autoimmune disease that affects the joints. In Indonesia, the prevalence of RA is 0.5 - 1% in 2020. Research by Rotte, et al. showed a relationship between the number of joints with the response to MTX monotherapy. This study was conducted to determine whether there is a relationship between the affected joints count and the success of MTX therapy in RA patients at RSCM. This study used medical records of RA patients at RSCM from 2020 until 2022. This study was conducted with a retrospective cohort design. Data were analyzed using SPSS Version 25 and normality test was carried out using the Shapiro-Wilk test. After the normality test was performed, the data were analyzed using the Mann-Whitney test to determine the relationship between the affected joints count and the success of MTX therapy in RA patients at RSCM. The results of the normality test showed that the data on the affected joints count are not normally distributed. Based on the results of the Mann-Whitney Test, there was a significant difference between the successful and unsuccessful treatment groups (p < 0.05). There is a relationship between the number of affected joints count and the success of MTX therapy in Rheumatoid Arthritis patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
"Meningkatnya usia harapan hidup berdampak bertambahnya insideris penyakit muskuloskeletal. Diantara berbagai macam penyakit muskuloskeletal yang paling sering dijumpai yaitu osteoartritis (OA), artritis rematoid (RA), osteoporosis dan low back pani. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraselular. Kelainan utama pada osteoartritis adalah hilangnya rawan sendi secara progresif yang disertai perubahan reaktif pada tepi sendi dan tulang subkondral. sendi yang paling banyak terkena OA adalah lutut, panggul, lumbal dan servikal.
Insidens dan prevalensi OA bervariasi antar negara dan jumlahnya rneningkat sesuai bertambahnya usia. Menurut data WHO diperkirakan 10% penduduk dunia berusia lebih atau sama 60 tahun menderita OA. Insidens OA pada perempuan lebih tinggi yaitu 2,95 per 1000 populasi dibandingkan laki-laki yaitu 1,71 per 1000 populasi. Faktor gender pada OA diduga berkaitan dengan hormon estrogen.
Patogenesis OA pada awalnya dianggap hanya akibat proses degenerasi, tetapi kelainan yang ditemukan seperti efusi sendi, kekakuan sendi, dan nodes makin menguatkan adanya proses inflamasi. Proses biomekanik pada sendi penumpu berat badan seperti pada OA lutut tidak bisa menjelaskan kejadian OA pada sendi jari tangan yang bukan sendi penumpu barat badan. Berbagai tanda molekular baik serum maupun cairan sendi dapat digunakan untuk mendiagnosis, menilai progresivitas, dan prognosis penyakit OA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Daru Cahayadi
"Latar belakang
Osteoartritis (OA) adalah penyakit akibat dari pengaruh mekanik dan biologi sehingga menyebabkan gangguan rangkaian normal degradasi dan sintesis dari kondrosit tulang rawan sendi, matrik ekstraseluler dan subkondral. Penyakit OA menyebabkan perubahan pada morfologi, biokimia, molekuler dan biomekanik baik sel maupun matrik yang mengakibatkan perlunakan, fibrilasi, ulserasi, hilangnya tulang rawan sendi, skierosis dan eburnasi dari tulang subkondral, osteofit dan kista subkondral.
Diagnosa OA lutut dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dengan gejala utamanya nyeri, kaku, berkurangnya mobilitas sendi, gambaran radiologis clan artroskopi. Sedangkan penatalaksanaan OA lutut meliputi tindakan tanpa pembedahan dan pembedahan. Tnndakan tanpa pembedahan meliputi rehabilitasi, perubahan gaya hidup, bracing, alat Bantu dan pemberian obat bads dengan NSAID maupun kondroprotektif baik oral maupun injeksi. Sedangkan tindakan pembedahan meliputi artroskopi, osteotomi dan artroplasti. Dengan artroskopi lavage akan mengeluarkan fragmen mikroskopi clan makroskopi dari tulang rawan dan `loose bodies' yang dapat menyebabkan sinovitis yang menjadi penyebab nyeri lutut dan mengeluarkan mediator-mediator inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi.
Tujuan
1. Mengevaluasi efektifitas artroskopi lavage dengan anestesi lokal dengan Cara membandingkan sebelum intervensi dan setelah intervensi (1,2 dan 3 bulan) menggunakan The Western Ontario and McMaster University (WOMAC) Osteoarthritis Index.
2. Melakukan predrksi keberhasilan artroskopi lavage.
Metode
Penelitian ini merupakan uji klinis eksperimental before and after dengan cars pengambilan sampel secara konsekutif. SampeI diperoleh dari seluruh pasien osteoartritis lutut yang datang di poliklinik Orthopaedi Rumali Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan bersedia dilakukan artroskopi lavage pads bulan Januari sampai Juni 2005.
Hasil
Berdasarkan basil analisa statistik dengan menggunakan kriteria indek WOMAC satu persatu (24 variabeI), basil intervensi artroskopi lavage dengan anestesi lokal menunjukkan keberhasilan pads 1 dan 2 bulan post intervensi .
Dari analisa multivariate didapatkan hubungan antara post intervensi 1,2 clan 3 bulan dengan artroskopi diagnostik derajat IV.
Dengan artroskopi diagnostik derajat IV maka basil prediksi keberhasilan post intervensi untuk derajat nyeri lutut 1 bulan 68.2%, 2 bulan 26.4% dan 3 bulan 13.6%, sedangkan untuk derajat kekakuan lutut untuk 1 bulan 68.2%, 2 bulan 54.5% dan 3 bulan 22.7% dan terakhir untuk derajat kesulitan fungsi fist ik untuk 1 bulan 72.7%, 2 bulan 54.5% dan 3 bulan 223%.
Kesimpulan
Tindakan artroskopi lavage dengan anestesi lokal cukup efektif pads pasien osteoartritis lutut. Bila hal tersebut dilakukan pasien dengan artroskopi diagnostik derajat IV maka tingkat keberhasilan mash didapatkan pada 3 bulan post intervensi ± 20 % dari kriteria indek WOMAC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T18158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Betty Luinta
"Nyeri dan kekakuan sendi merupakan gejala utama pada pasien Osteoarthritis (OA) lutut. Terapi komplementer dan alternatif diperlukan untuk menurunkan nyeri dan kekakuan sendi pada OA lutut tanpa efek samping. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efektivitas Extra Virgin Olive Oil (EVOO) topikal terhadap nyeri dan kekakuan sendi pada pasien OA lutut di RS St Carolus Jakarta. Desain penelitian menggunakan quasi-experimental menggunakan pre-test and post-test. Jumlah sampel terdiri dari 15 responden pada masing-masing kelompok intervensi (EVOO topikal) dan kelompok kontrol (placebo) dengan teknik consecutive sampling. Uji statistik dilakukan menggunakan uji parametrik dan uji non parametrik sesuai hasil uji normalitas. Hasil penelitian menunjukkan terdapat efektivitas EVOO topikal menurunkan nyeri bangun pagi pada hari ke-7 (p 0,001) dan hari ke-14 (p 0,000), nyeri beraktivitas pada hari ke-7 (p 0,022) dan hari ke-14 (p 0,004), serta menurunkan kekakuan sendi pada hari ke-14 (p 0,040). Placebo efektif dalam menurunkan nyeri beraktivitas dan kekakuan sendi pada hari ke-7 dan hari ke-14. Namun, tidak efektif dalam menurunkan nyeri bangun pagi pada hari ke-14. Selisih nilai perubahan nyeri bangun pagi antara kedua kelompok secara signifikan menunjukkan ada efektivitas EVOO topikal dalam menurunkan nyeri dibandingkan placebo pada hari ke-14 (p 0,0002). EVOO topikal menunjukan sedikit lebih berefek dalam menurunkan nyeri beraktivitas dan kekakuan sendi pada hari ke-7 dan hari ke-14 dibandingkan placebo. Hasil ini menunjukkan bahwa EVOO topikal efektif secara bertahap menurunkan nyeri dan kekakuan sendi pada OA lutut. Oleh karena itu, EVOO topikal direkomendasikan sebagai terapi komplementer yang aman tanpa efek samping pada pasien OA lutut

Joint pain and stiffness are the main symptoms in knee osteoarthritis (OA) patients. In order to avoid side effect, complementary and alternative therapies are needed to ease joint pain and stiffness. This study aims to identify the effectiveness of topical Extra Virgin Olive Oil (EVOO) against joint pain and stiffness in knee OA patients at St Carolus Hospital Jakarta. The research design uses quasi-experimental using pre-test and post-test. The total sample consisted of 15 respondents in each intervention group (topical EVOO) and control group (placebo) with consecutive sampling techniques. Statistical tests are carried out using parametric tests and non-parametric tests compliant to the results of normality tests. The results reveal there is an effectivity of topical EVOO in reducing the initial pain when waking up in the morning on the 7th day (p 0.001) and the 14th day (p 0.000), the highest pain (activity) occurs on the 7th day of smearing (p 0.022) and the 14th day (p 0.004), as well as reducing joint stiffness on the 14th day of smearing (p 0.040). Placebo also has the highest effectiveness in lowering pain during activities and joint stiffness on the 7th and 14th day of smearing. However, it is not effective in lowering the early pain when waking up early on the 14th day of smearing. When the value differences of pain during waking up in the morning are compared between two groups, it is revealed that topical EVOO is effective effectiveness in reducing the early pain compared to placebo on the 14th day of smearing (p 0.0002). In contrary with placebo, topical EVOO reveals slight effect in reducing the highest pain (activity) and joint stiffness on the 7th and day 14th day of smearing. The results of this study have shown that topical EVOO is effective in gradually lowering joint pain and stiffness in knee OA patients. Therefore, topical EVOO is recommended as a complementary therapy and safer alternative without side effects in knee OA patients"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Sinthya Langow
"ABSTRAK
Latar Belakang: Obesitas merupakan faktor risiko utama osteoartritis (OA). Penelitian terdahulu mendapatkan bahwa faktor mekanik saja tidak cukup untuk menjelaskan hubungan kejadian OA dengan obesitas. Leptin diduga berperan dalam proses destruksi kartilago pada OA. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat adakah korelasi antara leptin serum dengan COMP dan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada penderita OA yang berobat di poliklinik Reumatologi RSCM dalam periode Juni-Juli 2014. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Diagnosis OA lutut berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1896. Dilakukan pemeriksaan leptin dan COMP serum dengan metode ELISA. Pemeriksaan radiologi kedua lutut dilakukan dengan posisi antero-posterior pada pasien yang berdiri tegak. Kemudian dilakukan pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial oleh ahli radiologi, Analisa statistik bivariat digunakan mendapatkan korelasi antara leptin dengan COMP dan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.
Hasil: Sebanyak 51 subjek memenuhi kriteria inklusi penelitian, 45 orang (88,2%) adalah wanita. Rerata kadar leptin didapatkan 38119,45 ± 21076,09 pg/ml. Nilai median COMP adalah 805,3(144,1-2241)ng/ml dan rerata lebar celah sendi tibiofemoral medial 3,73 ± 1,58 mm. Pada analisa bivariat tidak ditemukan korelasi antara leptin dan COMP ( r = 0,043, p= 0,764) dan juga antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial( r = -0,135, p = 0,345). Pada subjek dengan lama sakit > 24 bulan didapatkan korelasi negatif kuat antara leptin dengan lebar celah sendi tibio femoral medial ( r = 0,614, p = 0,015).
Simpulan: Tidak didapatkan korelasi antara leptin dan COMP pada penelitian ini. Penelitian ini juga tidak mendapatkan korelasi antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas.

ABSTRACT
Background: Obesity is a well-recognized risk factor for osteoarthritis. However, the relationship between obesity and OA may not simply due to mechanical factor. Increasing evidence support the role of leptin in OA cartilage destruction. The objective of this study was to examine the possible correlation between leptin serum with COMP and medial joint space width in knee OA with obesity. Methods: This study was a cross sectional study in OA patients visiting Rheumatology outpatient clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital between June- July 2014. Samples were collected using consecutive sampling method. Knee OA was diagnosed from clinical and radiologic evaluation based on American College of Rheumatology 1986 criteria. Serum was collected from 51 knee OA patients, serum leptin and COMP were measured by ELISA. Antero-posterior radiographs of the knee have been taken in weight bearing position, and then the radiologist measured the minimum medial joint space width. The correlation between leptin and same variables, such as COMP and tibiofemoral medial minimum joint space width were analized by bivariate analysis.
Results: Fifty one subjects met the inclusion criteria, with 45 (88,2%) are women. Mean of Leptin was 38119,45 (SD 21076,09). Median of COMP was 805,3(144,1-2241) and mean of minimum joint space width was 3,73 (SD1,58) mm. In bivariate analysis we found no correlation between leptin and COMP ( r = 0,043, p= 0,764) and also between leptin and medial joint space width ( r = - 0,135, p = 0,345).Cluster analysis for the subject with disease onset >24 month showed strong negative correlation between leptin and tibiofemoral medial minimum joint space width (r = 0,614, p = 0,015).
Conclusion: There was no correlation between leptin and COMP in this study. This study also showed that there was no correlation between leptin and medial tibiofemoral joint space width in knee OA with obesity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrul Razy
"Latar Belakang: Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya osteoartritis (OA). Penelitian terdahulu bahwa faktor mekanik belum cukup untuk menjelaskan hubungan OA dengan obesitas. Faktor resiko ini dapat menurunkan fungsi dan aktifitas fisik pasien OA. Lemak viseral tempat ditemukan White Adipose Tissue (WAT), dapat mengeluarkan hormon leptin, dan leptin dapat mensekresi sitokin proinflamasi yang berdampak pada degradasi kartilago sendi, yang diduga berhubungan dengan kejadian OA
Tujuan: Mendapatkan gambaran leptin serum dan kadar IL-1β cairan sendi pasien OA lutut wanita dengan obesitas sentral.
Metode: Studi potong lintang pada pasien OA lutut wanita yang berobat di poliklinik Rheumatologi RSCM dalam kurun waktu Maret–Juli 2017. Pengambilan sampel dilakukan secara berturutan. Diagnosis OA lutut berdasarkan kriteria ACR 1986. Dilakukan pemeriksaan lemak viseral dengan menggunakan alat BIA Karada Scan .HBF 375. Pemeriksaan leptin serum dan IL-1ß cairan sendi dengan metode ELISA.
Hasil: Didapatkan 22 subjek wanita yang memenuhi kriteria penelitian. Nilai median lemak viseral 12,5 (5 – 27,5 ) %, nilai median leptin serum 19735,5 (2998–81782) pg/ml, dan nilai
median IL-1ß 1,23 (0,76 – 6,11).
Simpulan: Didapatkan kadar rerata leptin serum 19735,5 (2998-81782) pg/ml dan rerata kadar IL-1β cairan sendi 1,23 ( 0,76 – 6,11).

Background: Obesity is a well recognized risk faktor for osteoarthritis. However, the relationship between obesity and OA may not simply due to mechanical factor, may be a risk factor for declining function and physical activity. Viseral fat is that founded white adipocite tissue is product quantities of leptin. It's to secrete higher levels of proinflammatory cytokine and implicated in cartilage degradation.
The aim: of this study was to examine Profile of serum leptin and IL-1β synovial fluid in central obecity with knee osteoarthritis woman patients
Methods: This study was cross sectional study in OA patients visiting Rheumatology outpatients clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital during March – July 2017. Sample were collcted using consecutive sampling methood. Knee OA diagnosed according to the 1986 American College of Rheumatology criteria. Viseral fat were measred by BIA Karada Scan HBF 375. Blood serum and synovial fluid was collected from 22 knee OA patients, serum leptin and synovial fluid were measured by ELISA,
Results : Of twenty two subjects met the inclution criteria, median of viseral fat was 12,5 (5 – 27,5) % and median of serum leptin was 19735,5 ( 2998 – 81782) pg/ml and median of IL-1 β was 1,23 ( 0,76 - 6,11) pg/ml.
Conclusion: :Serum leptin was 19735,5 (2998 – 81782) pg/ml and median of IL-1 β was 1,23 ( 0,76 - 6,11) pg/ml.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bernard As Dakhi
"Latar Belakang: Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian yang paling sering pada pasien AR dengan laju1,5-1,6 kali lebih tinggi dari populasi non AR. Prevalensi gagal jantung pada AR dua kali lipat dibanding non AR. Karakteristik pasien AR Indonesia berbeda dibanding pasien di Negara Barat. Masih sedikit penelitian yang melihat korelasi faktor resiko non tradisional dengan disfungsi diastolik.
Tujuan: Mengetahui apakah ada korelasi faktor resiko non tradisional yaitu lama menderita penyakit, derajat aktivitas penyakit dan skor disabilitas dengan disfungsi diastolik pada wanita penderita AR.
Metode: Desain penelitian adalah potong lintang pada wanita penderita AR yang berobat ke poli Rematologi RSCM dari Oktober 2015-Januari 2016.Sampel penelitian belum pernah dinyatakan menderita penyakit jantung sebelumnya.Disfungsi diastolik dinilai secara ekhokardiografi. Lama menderita sakit diperoleh dengan wawancara langsung, sementara aktivitas penyakit dan tingkat disabilitas dinilai dengan menghitung skor DAS28 dan skor HAQ-DI.
Hasil: Disfungsi diastolik dijumpai pada 30,8 % partisipan ( masing-masing 13,5% tingkat ringan dan sedang, dan berat sebesar 3,8% ). Rerata lama menderita AR 26,5 bulan (rentang 2-240), rerata DAS28-CRP 2,69±1,11 sementara DAS28-LED 3,65 (rentang 1,13-7,5), rerata skor HAQ-DI 0,29 (rentang 0-2,38). Hipertropi LV dijumpai pada 34,6% partisipan, rerata EF 66,7±5,76%. Kelainan katup dijumpai pada 34,6% partisipan. Korelasi antara lama sakit, DAS28-CRP, DAS28-LED and skor HAQDI dengan E/A secara berurutan adalah (r= - 0,065; p=0,89), (r=0,393; p=0,38), (r=0,357; p=0,43), (r=0,630; p=0,12) ; sementara dengan E/E? secara berurutan adalah (r=0,136; p=0,77), (r= - 0,536; p=0,21), (r= - 0,393; p=0,38), (r=0,374; p=0,41).
Simpulan: Lama menderita sakit, derajat aktivitas penyakit dan derajat disabilitas, tidak memiliki korelasi yang bermakna secara statistik dengan disfungsi diastolik. Angka hipertropi jantung juga cukup tinggi, dan kelainan katup yang paling sering di jumpai adalah regurgitasi ringan.Dengan tingginya angka proporsi disfungsi diastolik pada penelitian ini maka diusulkan agar dirumuskan strategi penatalaksanaan jantung pada pasien-pasien AR untuk mencegah progresifitasnya.

Background: Cardiovascular is the main cause of death in RA, with the rate of 1.5-1.6 times higher than non RA population .The prevalence of HF in RA is 2 times fold of non RA. RA patients characteristics in Indonesia is different from the ones in western. There are only few studies about correlation between non traditional risk factor and diastolic dysfunction in RA patients.
Objective: To study the correlation between each of the non traditional risk factors including disease duration,disease activity and disability score with the diastolic dysfunction in women with RA.
Methods: A cross-sectional, consecutive sampling study conducted to 52 RA women without any previous history of cardiovascular disease. All participants underwent an echocardiography to asses the diastolic dysfunction and other findings associated. Duration of disease is assesed by direct interview, while the disease activity by calculating DAS28 and disability sore by HAQ-DI.
Results: Diastolic dysfunction was found in 30.8 % of study participants ( 13.5 % for each low and moderate grade, while severe was 3.8% ). Mean of disease duration was 26.5 months (range 2-240), mean DAS28-CRP 2.69±1.11 while mean DAS28-ESR 3.65 (range 1.13-7.5), HAQ-DI score 0.29 (range 0-2.38). LV hypertrophy was found in 34.61% participants. Mean EF 66.7±5.76%. Valve abnormality was found in 34.6% study participants. Correlation between duration of disease, DAS28-CRP, DAS28-ESR and HAQDI score with E/A in sequence was (r= - 0.065; p=0.89), (r=0.393; p=0.38), (r=0.357; p=0.43), (r=0.630; p=0.12) ; while with E/E? in sequence was (r=0.136; p=0.77), (r= - 0.536; p=0.21), (r= - 0.393; p=0.38), (r=0.374; p=0.41).
Conclusions; Duration of the disease, the disease activity score and disability score in our RA study participants had no correlation with diastolic dysfunction. The most valvular abnormality findings was mild regurgitation. Since there was a big proportion of participants with diastolic dysfunction, it is encouraged to make a stepwise approach of cardiovascular management in patients with RA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alwin Tahid
"Pasen dan cara kerja : 30 pasen OA lutut (15 pria, 15 wanita) dengan peningkatan sudut Q (> 15°) yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi kemudian dicatat derajat nyeri (Nilai VAS; Visual Analogue Scale), derajat OA (Klasifikasi Kellgreen & Lawrence) dan IMT. Selanjuinya dilakukan pemeriksaan pola ajakan otot vastus medialis dan vastus lateralis dengan EMG. Ditentukan awal ajakan otot vastus lateralis dibandingkan dengan otot vastus medialis. Grafik EMG dinilai pada tugas berdiri berjinjit dan berdiri dengan tumit. Hasil pemeriksaan kemudian dianalisa secara stalistik lalu dilihat hubungan antar variabel secara statistik.
Hasil : Terjadi perubahan pola ajakan otot vastus lateralis dan vastus medialis pada seluruh naracoba penderita OA baik laki-laki dan perempuan dengan kenaikan sudut Q (>l5°). Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,663; p = 0,007) antara kenaikan sudut Q dan perubahan pola ajakan pada kelompok laki-laki dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit. Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,508; p = 0,002) antara pembahan pola ajakan dan derajat OA lutut pada nilai total (Gabungan kelompok pria dan wanita, n = 30) dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit. Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,692; p = 0,04) antara perubahan pola ajakan dan derajat OA lutut pada nilai kelompok Iaki-laki dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit.
Kesimpulan : Walaupun seluruh naracoba penderita OA lutut dengan peningkatan sudut Q mengalami perubahan pola ajakan, namun hubungan yang terjadi tidak sesuai dengan teori dasar. Terdapat hasil pemeriksaan perubahan pola ajakan yang tidak terdistribusi normal, baik berdiri berjiniit maupun berdiri dengan tumit. Hal ini, diduga sebagai penyebab timbulnya hasil-hasil yang tidak menunjang hipotesis. Penyebabnya mungkin akibat adanya faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kriteria inklusi dan elslusi seperti kekakuan(rightness) jaringan lunak bagian lateral, kekendoran (laxity) jaringan lunak bagian medial, displasia tulang dan posisi abnormal patella.

Subject and Interventions : 30 pts knee OA (15 men, 15 women) with increased Q - angle (>15°) and passes exclusion and inclusion criteria, have been registered entering the EMG study on medial and lateral vastus recruitment pattern atter noted on the pain scale, knee OA grade, and BMI. The starting point of recruitment is determined using the EMG on muscle activity visualization Comparison of medial and lateral vastus recruitment starting point, concluded as the altered recruitment pattern. The EMG examination is conduct in the rock on toe and heel test. All of data was analyzed using statistic software, to determine the correlation between all variables.
Results : All of the patients with increased Q-angle shows altered recruitment pattern. There is a significant negative correlation between increased Q-angle and altered recruitment pattern in male group with rock on toe test (R = -0,663; p = 0,007). The significant negative correlation occurs between altered recruitment pattern and the knee OA grade in the total value (male+female group, n=30) with rock on toe test (R = -0,508; p = 0,002). Significant negative correlation also occurs between altered recruitment pattern and the knee OA grade in the male group with rock on toe test (R = -0,692; p = 0,04).
Conclusion : Even all of the knee OA patients with increased Q-angle shows altered recnritment pattern, the correlation occurs in different way with the theory. The results have not been support the hypothesis owing to the fact that the recruitment pattern data is not nomtally distributed and another factors which are not include in the exclusion criteria may affect the pain and knee OA grade. Those factors are lateral solt tissue tightness, medial soft tissue laxity, dysplastic bone and patella position abnomarlity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>