Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124183 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desmawita
"GAKY merupakan salah satu masalah gizi utama sampai saat ini harus terus menerus dikendalikan karena akan terus ada dan muncul lagi apabila tidak memperhatikan upaya penanggulangannya. Dampak GAKY terhadap penduduk pada umumnya lebih luas dari yang diperkirakan semula yaitu gondok, dan melibatkan gangguan tumbuh kembang manusia sejak awal kehidupan, baik perkembangan fisik maupun mental. Masa yang paling peka adalah masa pertumbuhan susunan syaraf pusat, masa pertumbuhan linier dan masa hamil.
Hasil survei pemetaan GAKY nasional, ditemukan prevalensi GAKY tahun 1998 di Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 28,8% dan pada tahun 2003 turun menjadi 19,8%. Namun hasil pemetaan GAKY Dinkes Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2003 ditemukan prevalensi TGR anak SD di Kecamatan Situjuah Limo Nagari (55,6%) termasuk kategori endemik berat.
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan defisiensi yodium di Kecamatan Situjuah Limo Nagari Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Penelitian ini merupakan analisis data primer dengan pendekatan kuantitatif observasional menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan bulan Maret-April 2007. Sampel adalah anak SD umur 8-12 tahun berjumlah 140 orang dipilih secara acak sederhana pada satu nagari dekat (Nagari Banda Dalam) dan satu nagari jauh (Nagari Tungka). Variabel dependen adalah defisiensi yodium dan variabel independen meliputi umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi tentang GAKY, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu tentang GAKY, konsumsi makanan sumber yodium, konsumsi makanan sumber zat goitrogenik, kualitas garam dan tempat ibu menyimpan garam. Analisa data dilakukan secara bertahap dimulai dengan univariat, bivariat (chi square) dan multivariat (logistic regression).
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gondok Kecamatan Situjuah Limo Nagari adalah 22,9% terdapat di nagari dekat 17,7% dan nagari jauh 26,9%. Proporsi kejadian gondok pada anak perempuan (50,7%) sedikit lebih banyak dari anak laki-laki (49,3%) dan terdapat pada umur 2 10 tahun. Pengetahuan gizi anak SD tentang GAKY tergolong tinggi, namun kurang dari separoh anak SD yang mengetahui akibat kekurangan yodium, bahan makanan sumber goitrogenik dan belum mengetahui cara menguji kualitas garam beryodium. Lebih dari separoh ibu belum mengetahui akibat kekurangan yodium menyebabkan cacat fisik dan mental, bahan makanan sumber yodium, bahan makanan sumber goitrogenik dan cara menguji kualitas garam beryodium. Tingkat pendidikan ibu tergolong rendah (SMP) (55,0%). Sebagian besar anak SD (82,9%) mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup, tetapi konsumsi bahan makanan sumber yodium masih rendah (51,4%) sebaliknya konsumsi goitrogenik tinggi (62,1%).
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi anak SD tentang GAKY, pengetahuan gizi ibu tentang GAKY, konsumsi makanan sumber goitrogenik, kualitas garam, dan tempat ibu menyimpan garam dengan terjadinya defisiensi yodium. Variabel pengetahuan gizi ibu tentang GAKY merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya deisiensi yodium 'di Iokasi penelitian. Disarankan bagi Dinas kesehatan melalui puskesmas agar lebih mengintensifkan penyuluhan tentang GAKY khususnya akibat kekurangan yodium, bahan makanan sumber yodium dan goitrogenik, penyimpanan garam beryodium yang benar menyangkut cara dan tempat serta cara mengetahui kualitas garam beryodium, baik bagi peserta didik maupun bagi ibu-ibu yang Berperan penting dalam mengelola rumah tangga.

Abstract
IDD is one of the main nutrition problems that need to be controlled continuously until now because it will appear and re-appear if the control efforts are not exercised. The impacts of IDD towards the people in general is broader that it was expected before, i.e. goiter, and involve human growth and development disorder since early life, either in terms of physical growth or mental growth. The most vulnerable periods are the central nerve system growth period, linear growth period and in pregnancy.
From the national IDD mapping survey it is revealed that the lDD prevalence in 1998 in Lima Puluh Kota District is 28.8% and decreased to 19.8% in 2003. However, iiorn the IDD mapping results of the Health Oftice of Lima Puluh Kota District 2003, it is revealed that the TGR prevalence in elementaryschool children in Situjuah Limo Nagari Sub District (55.6%) is categorized as severe endemics.
This research is aimed at describing factors related to iodine deficiency in Situjuah Limo Nagari Sub District, Lima Puluh Kota District, West Sumatera Province. The research is a primary data analysis with observational quantitative approach using cross sectional design. The research was performed during the period of March to April 2007. The samples are 140 elementary school children ranging &om 8-I2 years old which are chosen with a simple random method from one nearby nagari (Nagari Banda Dalam) and one distant nagari (Nagari Tungka). The dependent variable is the iodine deficiency and the independent variables consist of age, sex, nutrition knowledge on IDD, mother educational background and mother nutrition knowledge on IDD, iodine containing food consumption, goitrogenic element containing food consumption, salt quality and salt container. The data analysis is performed in stages starting from univariate, bivariate (chi square) and multivariate (logistic regression).
The results of this research show that the goiter prevalence in Situjuah Limo Nagari Sub District is 22.9% with 17.7% in nearby nagari and 26.9%. The proportion of goiter prevalence, found in the age of 2 10 years old, in girls (50.7%) is higher than in boys (49.3%). The knowledge on nutrition of the elementary school, especially on IDD, is considered high. However, less than half of elementary school children know the impacts of iodine deficiency, goitrogenic food, and how to test iodine containing salt quality. Mother educational background is quite low (junior high school) (55.0%). Most elementary school children (82.9%) consume salt with enough iodine content. However, iodine containing food consumption is still low (51.4%) with goitrogenic consumption, in contrast, is still high (62.1%).
The results from the bivariate analysis shows that there is a significant relationship between the elementary children nutrition knowledge on IDD, mother nutrition knowledge on IDD, goitrogenic food consumption, salt quality and container where salt iskept and the iodine deficiency incidence. The mother nutrition knowledge on IDD variable is the most dominantly related to the iodine deficiency in the research location, It is suggested that the Health Office through Puskesmas should intensify education on IDD especially on impacts of iodine deficiency, iodine containing food and goitrogenic good, correct storage of iodine salt in terms of the method and place as well as how to identify iodine salt quality, either for students or for housewives who have important roles in managing the household.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uki Basuki
"Prevalensi gizi kurang bawah dua tahun (6-23 bulan) diasumsikan meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi gizi kurang pada bawah lima tahun (balita) di Kota Bandar Lampung dari 2,1% pada tahun 1997 menjadi 4,69% pada tahun 1999. Sejak pertengahan tahun 1997 sampai sekarang krisis ekonomi masih dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia dan mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin. Bawah dua tahun merupakan periode growth spurt dimana growth failure sering terjadi pada periode ini. Sebagai salah satu sumber daya manusia pembangunan, maka faktor-faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan gizi baduta (bawah dua, tahun) perlu dikaji sehingga keadaan yang lebih parah dapat ditekan seminimal mungkin.
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi baduta di Kota Bandar Lampung. Desain yang digunakan cross sectional, populasi adalah keluarga miskin dan keluarga tidak miskin punya baduta dengan unit analisis baduta umur 6-23 bulan. Pengambilan sampel dilakukan metode cluster, dan besar sampel minimal masing-masing tipe keluarga 94 sampel. Variabel yang diteliti meliputi jenis kelamin, umur, tingkat konsumsi (energi dan protein), status imunisasi, pemberian ASI, tingkat pendidikan. ibu, kejadian diare, sumber air minum dan persepsi mengalami krisis ekonomi. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran dan penimbangan berat dan panjang badan baduta. Hasil recall l x 24 jam dihitung nilai gizinya menggunakan soft ware Nutrisoft dan status gizi baduta dilihat berdasarkan nilai Z-Skor. Pengolahan data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil uji beda antara keluarga miskin dan keluarga tidak miskin, ditemukan bermakna (p<0,05) pada status gizi indeks PB U, tingkat pendidikan ibu, dan status imunisasi. Adapun hasil uji beda nilai mean Z-Skor variabel bebas pada keluarga miskin ditemukan bermakna (p<0,05) pada variabel jenis kelamin dan umur (BB U), umur (PB U), jenis kelamin, umur dan sumber air bersih (BB PB). Sedangkan pada keluarga tidak miskin ditemukan kemaknaan pada variabel umur, tingkat pendidikan ibu dan status imunisasi (BB U), umur (PB U) dan umur dan status imunisasi (BB PB). Faktor dominan yang mempengaruhi status gizi (tanpa interaksi) indeks BB U adalah umur 6-11 bulan (OR = 0,3), indeks PB U adalah keluarga miskin (OR = 3,9), dan indeks BB PB adalah sumber air minum kualitas buruk (OR = 0,2).
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masalah gangguan pertumbuhan baduta di Kota Bandar Lampung bukan karena penyebab langsung melainkan oleh penyebab tidak langsung yaitu umur baduta, tingkat ekonomi keluarga dan sumber air minum keluarga. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan langkah-langkah strategis dari instansi terkait dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga dan pengawasan serta pengendalian sumber air minum yang baik.
Daftar bacaan : 92 (1977- 2002)

Under weight prevalent of under-two child {6-23 months) is assumed to increase to gether with the under weight prevalent of under-five in Bandar .Lampung city from 2,1% (1997) to 4,69% (1999). From the middle of 1997 up to now economic crisis impact still be felt by Indonesian citizens and increased poor population. Under-two is a growth spurt period where the growth failure often happened. As one of human resources development, every factor related to health and nutrition of under-two need to be studied, to prevent more severe condition.
This study objective is to find out prevalent description and factors related to nutritional status of under-two in Bandar Lampung city. Using design cross sectional, population are poor family and non-poor family which have under-two with analysis unit under-two age 6-23 months. Sampling taken by cluster, minimum sample size each family is 94 samples.
Variables studied including sex, age, consumption level of energy and protein, immunization status, breast feeding, mother education, water resource, and perception to economic crisis. Data collection conducted by interview using questionnaire, measuring and weighing to body weight and height. Result of recall 24 hours calculating nutrition intake by Nutrisoft and nutritional status based on z score value. Data procession using univariate, bivariate and multivariate analysis.
Significantly test results of poor and non-poor family showed difference for Height to age, mother education level and immunization status (p<0,05). From t test mean value Z-Score in underclass family are sex and age (Weight to age), age (Height to age), and sex, age, and clean water source (Weight to height). While in non-poor family are age, mother education level, and immunization status (Weight to age), age (Height to age), age, and immunization status (Weight to height). Dominant factors that influence nutritional status (without interaction) for Weight to age index is age 6-11 month (OR = 0,3), Height to age index is poor family category (OR = 3,9), and for Weight to height index is bad water source (OR = 0,2).
This study conclude that growth problem among under-two in Bandar Lampung city not primarily caused by nutrition impact but by indirect factors such as, economy and environment (water source). It should be taking some strategies from linked institution in order to improve family income and monitoring and controlling good water sources for consumption.
Bibliography: 92 (1977 - 2002)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12985
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Farida
"Program PMT telah dilakukan di kecamatan Bogor Selatan pada tahun 1999 bagi balita gizi buruk dan kurang agar dapat meningkatkan status gizinya. Namun hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi atau penelitian, khususnya mengenai waktu peningkatan status gizi balita selama mengikuti program PMT tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang peluang balita dan waktu peningkatan status gizi selama dua belas minggu intervensi PMT serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Desain penelitian ini longitudinal selama dua belas minggu dengan melibatkan 194 balita. Analisis Kaplan Meier dilakukan untuk menentukan probabilitas status gizi tidak meningkat selama dua belas minggu. Analisis multivariat regresi cox dilakukan untuk menentukan besarnya nilai probabilitas peningkatan status gizi berdasarkan kecurigaan ada faktor lain secara bersama-sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas status gizi tidak meningkat sampai dua belas minggu sebesar 67,01%. Median waktu peningkatan status gizi tidak diketahui, artinya sampai dua belas minggu intervensi PMT belum ada 50% balita yang mengalami peningkatan status gizi.
Secara bivariat diketahui ada perbedaan antara umur ibu, konsumsi energi dan umur balita dengan waktu peningkatan status gizi. Hasil analisis ini tidak melihat perbedaan antara pendidikan, pengeluaran, pengetahuan, pola asuh, besar keluarga, konsumsi protein, penyakit infeksi, status gizi awal, jenis kelamin, partisipasi dengan waktu peningkatan status gizi. Probabilitas status gizi tidak meningkat sampai minggu kedua belas pada balita yang mempunyai ibu berumur antara 20 - 30 tahun sebesar 76,24%. Balita yang ibunya berumur kurang dari 20 atau lebih dari 30 tahun probabilitas status gizi tidak meningkat sebesar 55,29%. Peningkatan status gizi balita yang mempunyai ibu berumur antara 20 - 30 tahun sebesar 0,480 kali (95% CI : 1,100 - 3,038) dibanding balita yang ibunya berumur kurang dari 20 atau lebih dan 30 tahun. Balita yang konsumsi energinya baik memiliki probabilitas status gizi tidak meningkat sebesar 62,30% dan 74,58% bagi balita yang konsumsi energinya kurang. Peningkatan status gizi pada balita dengan konsumsi energi baik 1,828 (95% CI ; 1,100 - 3,038) kali dibanding balita yang konsumsi energinya kurang. Probabilitas status gizi tidak meningkat pada balita yang berumur ≤ 2 tahun sebesar 72,73% dan > 2 tahun sebesar 54,84%. Peningkatan status gizi balita yang berumur > 2 tahun sebesar 1,798 (95% CI : 1,096 - 2,948) kali dibanding balita yang berumur ≤ 2 tahun.
Secara multivariat faktor yang berhubungan dengan waktu peningkatan status gizi balita selama dua belas minggu intervensi PMT adalah umur ibu, pengetahuan, konsumsi protein dan umur Balita, Peningkatan Status gizi pada balita yang memiliki ibu berumur antara 20 - 30 tahun sebesar 0,471 (95% CI : 0,279 - 0,795) dibanding balita yang umur ibunya < 20 atau > 30 tahun dengan mengendalikan pengetahuan ibu, konsumsi protein dan umur balita. Berdasarkan pengetahuan gizi ibu, peningkatan status gizi balita yang ibunya berpengetahuan baik sebesar 1,694 (95% CI : 1,061 - 2,969) kali dibanding balita yang pengetahuan gizi ibunya kurang dengan umur ibu, konsumsi protein dan umur balita yang sama. Balita yang konsumsi proteinnya baik peningkatan status gizinya 1,659 (95% CI : 0,911 - 3,023) kali dibanding balita lain yang konsumsi proteinnya kurang pada kondisi umur ibu, pengetahuan dan umur balita yang sama. Dilihat dari umur balita, balita yang berumur > 2 tahun peningkatan status gizinya sebesar 1,775 (95% CI : 0,984 - 2,914) kali dibanding balita yang berumur ≤ 2 tahun dengan umur ibu, pengetahuan gizi ibu dan konsumsi protein yang sama.

Supplemental Food Giving Program for Balita with bad and less nutrient had done in South Bogor Sub-district in 1999. But, there isn't evaluation/research about it yet, specialties the time of Balita?s nutrient status increasing during follow this program.
This research goal is to obtain information regarding the opportunities and the time of Balita's nutrient status increasing within twelve weeks supplemental food giving intervention, also factors which influenced them.
This research design is longitudinal within twelve weeks involved 194 Balita. Kaplan Meier Analysis was done to determine probability of Balita with nutrient status not increase within twelve weeks. While Multivariate Regression Cox Analysis was done to determine probability value of Balita's nutrient status increase, based on suspicious there's another factor coinciding.
The result of this research showed that Balita's nutrient status not increase within twelve weeks probability 67,01 %. Median time of Balita's nutrient status increasing is unknown, it means within twelve weeks intervention the program less than 50 % Balita increasing their nutrient status.
From the outcomes of bivariate analysis known, there's difference between mother's age, energy consumption and Balita's age with the time of nutrient status increasing. But, there's no difference between mother's educational background, expenses, knowledge, bring-up pattern, sum of family's member, protein consumption, infection disease, early nutrient status, gender, participation with the time of Balita's nutrient status increasing, Balita's nutrient status not increase within twelve weeks if their mother's between 20 - 30 years old probability 76,24 %. While their mother's <20 or >30 years old probability 55,29 %. Balita's nutrient status increasing if their mother between 20 - 30 years old 0,480 time ( 95 °.b CI : 1,100 - 3,038 ) compare with Balita's mother < 20 or > 30 years old. Balita with good energy consumption but their nutrient status not increase probability 62,30 % and 74,58 % for the Balita with less energy consumption. Balita < 2 years old with nutrient status not increase probability 72,73 % and > 2 years old nutrient status increasing 1,798 times (95 % CI : 1,096 - 2,948 ) comparing with Balita = 2 years old.
From the outcomes of multivariate analysis, factors related to the time of Balita's nutrient status increasing within twelve weeks intervention of the Supplemental Food Giving Program are mother's age, knowledge, protein consumption and Balita's age. Balita's nutrient status increasing with their mother's age between 20 - 30 years old 0,471 times ( 95 % CI : 0,279 - 0,795 ) compare with Balita's mother < 20 or > 30 years old, under control of mother's knowledge, protein consumption and Balita of the same age. Based on mother's nutrient knowledge's good, so Balita's nutrient status increasing 1,694 times (95 % CI: 1,061 - 2,969) compare with Mother's knowledge deficit with mother's age, protein consumption and Balita's with the same age. Balita with good protein consumption have nutrient status increasing 1,659 times (95 % CI: 0,911 - 3,023) compare with another Balita with less protein consumption and the same condition of mother's age, knowledge and Balita's age. Balita > 2 years old have nutrient status 1,775 times (95 % CI: 0,984 - 2,914) compare with Balita = 2 years old with the same mother's age, mother's nutrient knowledge and Balita's protein consumption.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T1867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yaya Kusumajaya
"Saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi lcurang dan masalah gizi lebih. Dampalc dari masalah gzii lcurang atau buruk akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan fisik dan mental seseorang, sedangkan dampak yang texjadi dari masalah gizi lebih adalah meningkatnya penyakjt degeneratitl seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dll. Penyebab masalah gizi kurang adalah kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, buruknya sanitasi, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Sebaliknta masalah gizi lebih disebabkan oleh kcmajuan ekonomi. kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, mcnu seimbang dan kesehatan. Pengukuran status gizi pada remaja yang lebih sederhana dan umum digunakan, yaitu menggunakan indeks BB/TB2 yang dikenal dengan Indeks Massa Tubuh berdasarlcan umur (BMI jar age) yang dinilai berdasarkan baku WHO-NCHS dalam bentuk persentil.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi remaja (SLTP dan SLTA) di wilayah DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Nopember- 6 Desember 2005. Disain penelitian adalah cross-sectional dan cara pemilihan sekolah menggunakan sampel klaster, sampel dipilih secara acak sistematis, dengan jumlah sampel 4.793 orang. Status gizi diukur dalam IMT sebagai variabcl dependen dan variabel-variabel umur, jenis kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pola, kebiasaan nonton televisi, kebiasaan olahraga, kebiasaan sampan pagi, kebiasaan ngemil, frekuensi makan sehari, frekuensi makan sayuran, frekuensi makan buah, frekuensi makan makanan siap saji, frekuensi makanan berlemak, frekuensi makan daging, ii-ekuensi malcan gorengan, frekuensi minum minuman ringan/soitdrink dan kebiasaan merokok sebagai variabel independen. Analisis data dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat (multinomial lpgistic regretion) dan multivariat (regresi Iogistik ganda) dengan program Sojhvare SPSS.
Hasil penelitian didapatkan status gizi kurang sebanyak 10,3 %, normal 81,3 % dan lebih 7,9 %. Hasil uji bivaziat menunjukkan ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, pendidikan ayah, pekenjaan ibu, pekexjaan ayah, kebiasaan olahraga, kebiasaan ngemil, ftekuensi makan makana siap saji, itekuerlsi rnakan malcanan berlemak dan iiekuensi makan gorengan dengan status gizi (p<0,05). Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan nonton televisi, kebiasaan sarapan pagi, &ekuensi makan sehani, iickuensi makan sayuran, &ekuensi makan buah, iickuensi makan buah, fi-ekuensi minum minuman ringan/soffdrink dan kebiasaan merokok dengan IMT (p> 0,005), Hasil analisis multivaziat tujuh variabel indepcnden yang diprediksi secara bermakna berhubungan dengan gizi lebih yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, kebiasaan nonton TV, kebiasaan olah raga, kebiasaaan ngemil, frekuensi makanan berlemak, variabel yang paling dominan dan berepngaruh adalah kebiasaan ngemil (OR=2,000) artinya remaja yang biasa ngemil mempunyai risiko gemuk 2 kali dibandingkan yang tidak biasa ngemil.
Anak sekolah tingkat SLTP dan SLTA di wilayah DKI Jakarta mengalami masalah gizi ganda. yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Untuk itu bagi Depertemen Kesehatan c.q. Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pemda DKI Jakarta c.q. Dinas Kesehatan perlu Iebih intensif untuk mensosialisasikan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) melalui media massa (T V dab Radio) maupun melalui UKS, baik dalam bentuk penyuluhan, spanduk, poster maupun leaflet. Selain itu perlu ada pemantauan status gizi pada anak sekolah tingkat SLTP (minimal 2 kali setahun) dan tingkat SLTA (minimal 1 kali setahun) melalui UKS. Bagi masyarakat khususnya orang tua agar memperhatikan kebiasaan makan anaknya.

Now, Indonesia deals with double nutrition problems, which are under nutrition and over nutrition. Impact hom under nutrition problems affecting negatively toward physical development and mentally of an individual, while impact over nutrition problems is increasing of degenerative disease, such as coronary, diabetes mellitus, hypertension, etc. Under nutrition problems were cause by poverty, lack of food supply, bad sanitation, public lack of knowledge toward nutrition, balance menu and health. A more general and simple nutrition status assessment in teenager is using index BB/I'B2 that known as Body Mass Index for age (BMI for age) assessed base on WHO-NCHS in percentile.
Research objective is identifying description and factors that related with adolescent nutritional status (SLTP and SLTA) in DKI Jakarta area. Research performed in 22 November - 6 December 2005. Research design is cross sectional and school selection is using cluster sample, sample selected systematic randomly, with total sample of 4,793 people. Nutritional status measured in IMT as dependent variable and variables of age, gender, family education, family occupation, pattem, watching television habit, exercising habit, breakfast habit, eating snacks habit, frequency of eating in one day, frequency of fatty food, frequency of consuming meat, frequency of consuming fried food, frequency of drinking soft drink and smoking habit as independent variable. Data analysis performed through analysis of university, vicariate (multinomial Logistic Regression) and multivariate (double logistic regression) with SPSS program.
Research result obtained under nutrition status as much as 10.3%, normal 81.3% and over nutrition 7.9%. Vicariate test result shows a relation of age, gender, mother education, father education, mother occupation, father occupation, exercising habit, eating snacks habit, trequency of eating fast-food, Hequency of consuming fatty food and frequency of eating fried food with nutrition status (p<0.05). There is no significant relation between watching television, breakfast habit, Hequency of eating in one day, frequency of eating vegetables, frequency of eating fruit, frequency of drinking soii drink and smoking habit with IMT (p>0.005). Multivariate analysis result of seven independent variables that predicted as significantly related with excessive nutrition, which are age, gender, mother education, watching television habit, exercising habit, eating snacks habit, frequency of fatty food. The most dominant variable and afecting is eating snacks habit (OR = 2.000) that means teenager who oiten eating snacks has risk of 2 times compared to the one who do not eating snacks.
Adolescent of SLTP and SLTA in DKI Jakarta are experiencing double nutrition problems, which are lack of nutrition and excessive nutrition. Therefore, Health Department in this case Public Nutrition Development Directorate and Pemda DKI Jakarta in this case Health Department necessary be more intensively socializing General Guidance of Balanced Nutrition (PUGS) whether through mass media (TV and radio) or UKS, in the fomi of counseling, banner, poster and leaflet. Besides it is necessary to have nutrition status in adolescent of SLTP (minimally 2 times a year) and SLTA (minimally once per year) through UKS. For public especially parents to concem their children eating habit.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunaedi Pradja
"Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam bidang kesehatan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997. Dalam rangka merespon krisis ekonomi tersebut UNICEF melalui program JPSBK melakukan kegiatan revitalisasi posyandu dengan memberikan makanan tambahan vitadele untuk balita di posyandu sebanyak lebih dari 150.000 balita.
Untuk mengetahui dampak efektivitas revitalisasi posyandu dan pemberian vitadele terhadap status gizi balita maka Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (PPK-UI) bekerjasama dengan UNICEF melakukan penelitian di 4 propinsi yaitu Sumatera Barat (Sumbar), Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim), yang dilakukan pada bulan Juni dan Juli tahun 2002. Data yang di analisis untuk pembuatan tesis ini adalah bagian dari penelitian yang dilaksanakan oleh PPK-UI.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita yaitu karakteristik balita, karakteristik orang tua, Nitadele dan penyakit infeksi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini cross sectional. Sampel adalah ibu balita yang mempunyai balita berumur 10-60 bulan.
Dari hasil analisis dengan menggunakan indikator BB/U dan TB/U, ditemukan balita gizi kurang masing-masing sebanyak 30,7% dan 29,0%. Faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan status gizi balita berdasarkan indeks TB/U adalah pendidikan ibu balita (p=0,001), pendidikan bapak balita (p=0,003), pekerjaan bapak balita (p),001), pengetahuan ibu tentang pemantauan pertumbuhan balita (p=0.411) untuk TB/U. Sedangkan menurut status gizi indeks BBIU adalah pendidikan ibu balita (p=0.004) dan penyakit ISPA (p=4.001), Hasil analisis multivariat diperoleh faktor yang paling dorninan untuk terjadinya status gizi kurang berdasarkan indeks TB/U adalah pengetahuan ibu tentang pemantauan pertumbuhan balita dan menurut status gizi kurang berdasarkan indeks BB/U adalah penyakit ISPA.
Ada dua Cara ibu balita untuk mendapatkan vitadele yaitu membeli dan gratis, kemudian sebanyak 19.6% ibu balita menerima vitadele tidak rutin. Persentase jumlah vitadele yang diterima selama program tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan status gizi balita, tetapi mempunyai kecenderungan persentase jumlah vitadele yang diterima semakin sedikit, maka jumlah balita status gizi kurang meningkat. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa anggota keluarga yang ikut mengkonsumsi vitadele adalah (1) balita bukan sasaran, (2) ibu, (3) bapak, dan (4) anggota keluarga lainnya. Konsumsi vitadele terbanyak adalah balita bukan sasaran (72,5%), kemudian dua anggota keluarga (16,4%), tiga anggota keluarga (7,3%) dan semua anggota keluarga ikut mengkonsumsi (3,8%). Jarak akhir menerima vitadele sarnpai dengan saat penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. tetapi mempunyai kecenderungan balita status gizi kurang meningkat dengan jarak akhir yang semakin melebar.

Social Security Net (JPS BK) is one of efforts by government in health area to reduce impact of economic crisis since 1997. in order to response this crisis, UNICEF through JPSBK program conduct the revitali7a-ion program of posyandu by giving food supplement vitadele for 150.000 under fives.
To find out effectiveness posyandu revitalization and vitadele distribution to nutritional status of under five, Center of Health Research University of Indonesia (PPKUI) by cooperation with UNICEF conducting research in 4 provinces such as, West Sumatra. West Java, Center of Java and East Java, which carried out at June and July 2002. Data which analyzed by this study is part of that research.
This study objective is to find out factors that related to nutritional status of under-five such as under-five's characteristics, parent's characteristics, vitadele and infectious disease. This study used cross sectional design. Sample is mothers who have under-five aged 10-60 month.
Results of the analysis using indicator BB/U and TB/U, found there are under-fives under nutrition 30.7% and 29,0%. Factors which have relation with nutritional status of under-five based on TB/U index is mother education (p=0,041), Father Education (p=0,003), Father Occupation (p =0,401), mother knowledge about monitoring under-five's growth (p O,011). While based on index BBIU are mother education (p-0,04) and acuter respiratory disease (p=0,001), from multivariate analysis the most dominant factor of under nutrition based on index TB/U is mother knowledge and based on index BB/U is acute respiratory disease.
Mother could get vitadele free or buying, 19,6% under-fives not received vitadele routinely. Percent number vitadele accepted during program has no significant relation with under-five's nutritional status, but tend fewer accepted percent vitadele could increase under-fives with under nutrition. Result of this study showed that there are non target which consume vitadele such as, non target under-five, mother, father, and other family member. The most consumed vitadele is non target under-five (72.5%). Two family member (16.4%), three family member (7.3%) and all family member (3.8%). time range from end for accepting vitadele to starting time of this study have no significant relation, but there is increasing in under-five's nutritional status if more range of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djasmidar A.T.
"Salah satu upaya agar memperoleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di masa datang dengan memperhatikan keadaan gizi balita umumnya dan anak usia 6-17 bulan khususnya. Kemiskinan erat hubungannya dengan keadaan gizi balita, karena keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar antara lain makanan. Umumnya anak yang hidup di dalam keluarga miskin menderita gangguan pertumbuhan dan kurang gizi, tetapi kenyataannya dalam keadaan sosial ekonomi miskin masih terdapat anak-anak dengan status gizi baik, sehingga timbul pertanyaan faktor-faktor apakah yang menyebabkan anak keluarga miskin mempunyai status gizi baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan pada keluarga miskin di Jakarta Utara, kabupaten Bogor dan kabupaten Lombok Barat.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel yang diolah 479 orang anak dari 540 orang anak yang ada pada studi penyimpangan positif masalah KEP di Jakarta Utara, kabupaten Bogor dan kabupaten Lombok Timur.
Hasil penelitian melaporkan proporsi gizi baik pada anak usia 6-17 bulan di Jakarta Utara 64,7%,kabupaten Bogor 63,1%, kabupten Lombok Timur 59,3% dan secara keseluruhannya 62,4%. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna (p<0,05) asupan energi dan asupan protein dengan status gizi baik anak usia 6-1.7 bulan di Jakarta Utara, ada hubungan yang bermakna pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan di kabupaten Bogor, ada hubungan yang bermakna pola asuh anak dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan di kabupaten Lombok Timur dan ada hubungan yang bermakna pengetahuan ibu tentang gizi dan keadaan rumah dengan status gizi basi anak usia 6-17 bulan pada total di tiga lokasi penelitian.
Hasil analisis multivariat regresi logistik ganda juga menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan adalah asupan protein di Jakarta Utara, pengetahuan ibu tentang gizi di kabupaten Bogor, pola asuh anak di kabupaten Lombok Timur dan keadaan rumah pada total di tiga lokasi penelitian.
Dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proporsi gizi baik masih rendah dan adanya variasi faktor dominan yang berhubungan dengan status gizi baik anak usia 6-17 bulan di daerah miskin. Untuk itu Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam perencanaan perbaikan status gizi anak usia 6-17 bulan di daerah miskin tidak disamakan di semua lokasi tetapi dibedakan dengan melihat faktor dominan dimasing-masing lokasi dan perlunya perbaikan lingkungan perumahan yang disertai dengan penyuluhan perilaku hidup sehat. Untuk Puskemas perlu meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi melalui program promosi gizi seimbang di masyarakat.

Factors Related to Good Nutritional Status of Children Age 6-17 Months Old Among Poor Families in Northern Jakarta, Bogor District, and Eastern Lombok District in 1999. (Secondary Data Analysis)Among others, concern on under five nutritional status in general and children age 6-17 months old in particular is one important effort to improve the quality of human resource in the future. Poverty is closely related to the nutritional status of under five due to limitation to fulfill basic needs including food In general, children live within poor families suffered from growth retardation and under nutrition. However, within the poor socioeconomic environment, children with good nutritional status still can be found. This raises questions on what factors contribute to good nutritional status among poor families. The aim of this study is to investigate factors related to good nutritional status of children age 6-17 months old among poor families in Northern Jakarta, Bogor district, and Eastern Lombok district in 1999.
Design of this study is cross sectional with number of sample of analysis 479 out of 540 children who were included in the positive deviance study on protein energy malnutrition in Northern Jakarta, Bogor district, and Eastern Lombok district.
The study shows the proportion of children age 6-17 months old with good nutritional status are 64.7% in Northern Jakarta, 63.1% Bogor district, 59.3% in Eastern Lombok and the overall proportion is 62A%. The chi square test exhibits. significant association (p<0.45) between energy and protein intakes with good nutritional status among children age 6-17 months old in Northern Jakarta, significant association between mother's nutrition knowledge with good nutritional status among children age 6-17 months old in Bogor district, significant association between child care practices and good nutritional status among children age 6-17 months old in Eastern Lombok district, and significant association between mother's nutrition knowledge and house condition with good nutritional status among children age 6-17 months old.
Multiple logistic regression analysis shows that the most dominant factors for good nutritional status among children age 6-17 months old are protein intake in Northern Jakarta, mother's nutrition knowledge in Bogor district, child care practices in Eastern Lombok district, and house condition for overall places.
The study result concludes that the proportion of good nutritional status is still low and there is variation of dominant factors related to good nutritional status among children age 6-17 months old in poor areas. District Health Service have to consider the variation of determinant by making the planning of improvement of nutritional status not similar to the other districts. The planning has to be based on the real situation and the determinants which have been identified as main caused of nutritional status in each districts. There is a need to improve mother's nutrition knowledge through promotion of balance of nutrition and through promotion of nutrition in Posyandu as well as innovation of affordable nutrition balance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T1514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Imannuel
"Status gizi baik anak baduta keluarga miskin merupakan suatu keadaan bahwa diantara anak baduta yang hidup di lingkungan dan kondisi dengan sosial ekonomi yang rendah terdapat anak baduta dengan status gizi baik (63,9%). Dalam situasi dan tekanan ekonomi yang terjadi mereka dapat beradaptasi untuk bertahan dan mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik dibandingkan dengan anak-anak lainya. Faktor-¬faktor yang berhubungan dengan status gizi baik anak baduta gakin antara lain karakteristik ibu (pengetahuan gizi, pendidikan, pekerjaan), karakteristik anak (berat lahir, umur awal pemberian MP-ASI), karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, keadaan rumah tinggal, jumlah balita dalam keluarga, urutan anak, biaya pengeluaran pangan rumah tangga), pola makan (konsumsi energi, konsumsi protein, status pemberian ASI), riwayat penyakit infeksi (ISPA, diare), pola asuh (gizi, kesehatan).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui garnbaran status gizi anak baduta keluarga miskin di wilayah Puskesmas Sambas dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi baik anak baduta tersebut.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 190 orang (total sampel) dan untuk melengkapi informasi dilakukan pendekatan kualitatif melalui Focus Group Discussion (FGD) pada kelompok ibu dengan anak status gizi baik dan kelompok ibu dengan anak status gizi kurang. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan uji regresi logistik dan tingkat kemaknaan p≥0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi gizi baik anak baduta gakin 48,4%, pada analisis bivariat hubungan variabel pengetahuan gizi ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, berat lahir anak, umur awal pemberian MP-ASI, jumlah anggota keluarga, jumlah balita dalam keluarga, status pemberian ASI, riwayat penyakit infeksi, perilaku gizi dan kesehatan ibu dengan status gizi anak baduta secara staistik terbukti bermakna dengan (p<0,05), sedangkan hubungan keadaan rumah tinggal, urutan anak, konsumsi energi protein dengan status gizi anak baduta tidak terbukti bermakna dengan (p>0,O5). Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel yang paling menonjol (dominan) adalah umur awal pemberian MP¬ASI setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan gizi ibu, jumlah balita dalam keluarga, berat tahir anak dart penyakit infeksi.
Berdasarkan basil penelitian ini disimpulkan bahwa proporsi gizi baik makin menurun dan adanya beberapa faktor dominan yang berperan terhadap status gizi baik anak baduta di daerah miskin. Oleh karena itu maka saran lebih ditujukan pada usaha-usaha promosi gizi dan kesehatan terutama menyangkut faktor-faktor tersebut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas.Untuk Puskesmas perlu dipikirkan berbagai cara pendekatan dalam rangka penjangkauan kelompok berisiko seperti bumil, ibu menyusui, WUS sehingga informasi mengenai gizi dan kesehatan akan dapat dengan mudah disebarkan dan diserap antara lain dengan menambah frekuensi penyuluhan terutama kelompok rawan gizi di daerah miskin.

Good nutrient status of under two years old children of poor families is a condition that among under two years old children living in an environment and low social economic condition there are under two years old children possessing good nutrient status (63.9%). In the situation with such economical pressure, they can adapt to survive and having good ability to grow and develop compared to other children. Factors related to the good nutrient status of this under two years old children are characteristic of mother ( nutrient knowledge, education, occupation), children's characteristic (born weight, age of first complementary food consumption), family's characteristic ( number of family member, situation of the house, number of children under five years old in the family, order of children, spending budget for food), food pattern (energy consumption, protein consumption, status of mother's milk consumption), history of infectious disease (respiratory tract infection, diarrhea), caring pattern (nutrition, health).
The purposes of the research were to describe the nutrient status of under two years old children of the poor families in the local area of Sambas Public Health Centre and to determine factors related with good nutrient status of the under two years old children.
The research used cross sectional design with totally 190 persons as sample and for completion of information, qualitative approach through Focus Group Discussion in the. group of mother possessing children with good nutrition status and with bad nutrition status was performed. The obtained data were analyzed using univariate, bivariate analysis with chi-square test and multivariate with regression logistic test using degree of significance p ?0,05.
The research results showed that proportion of under two years children possessing good nutrient was 48.4%. Based on bivariate analysis, statistically there is significant correlation of nutrient knowledge of mother, mother education, mother occupation, children born weight, age of first complementary food consumption - mother' milk, number of family member, number of children under five years old in the family, status of mother's milk consumption, history of infectious disease, nutrient behavior and mother's health with the nutrient status of under two year old children (p<0,05). However, there is not significant correlation of house situation, order of children, energy consumption, protein consumption with the nutrient status of under two years old children (p>0,05). Multivariate analysis showed that the most dominant variable was age of first complementary food consumption-mother's milk) after controlled by variable of nutrient knowledge of mother, number of children under five years old in the family, children born weight and infectious disease.
Based on the research's results, it is concluded that the proportion of good nutrient get lower and someof dominant factors contributing to good nutrient status of under two years children in poor area were observed. Therefore, the Public Health Service of the city of Sambas is suggested to carry out promotion of nutrition and health, approach ways to reach the risk groups such as pregnant women, breast feeding mother and women in productive age, so that information about nutrition and health is spread and absorbed easily by adding the frequency of illumination especially to the nutrition disturbed groups in the poor area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Beku Lengu
"Data riskesdas (2007) Kabupaten Ngada-NTT mempunyai prevalensi sangat pendek dan pendek 46.8%, prevalensi gizi buruk 8.4%, prevalensi sangat kurus dan kurus 13.4%. pada lokasi ini belum terdapat informasi tentang status gizi,sehingga peneliti ingin melakukan penelitian di lokasi ini. Tujuan Penelitian untuk mengetahui gambaran status gizi pada baduta serta faktor-faktor yang berhubungan di tiga kecamatan di kabupaten Ngada. Desain penelitian cross sectional dengan jumlah sampel 250 baduta (7-24 bulan).
Hasil penelitian menunjukan prevalensi status gizi gizi kurang dan gizi buruk 24.8% pendek dan sangat pendek 48% dan kurus dan sangat kurus 8.8%. Asupan energi kurang 44.8%, asupan protein kurang 62.6%, asupan lemak kurang 28.8%, asupan KH kurang 60.8%. riwayat BBLR 18.0%, PBL <48 cm 37.2%, tidak menyusui ASI ekslusif 66.8%, imunisasi tidak lengkap16.8%, yang menderita penyakit infeksi 71.6%.
Hasil bivariat menunjukan ada hubungan bermakna antara BB/U dengan asupan energi, protein, karbohidrat, berat badan lahir, panjang badan lahir, penyakit infeksi, penghasilan keluarga dan pengetahuan ibu tentang gizi. TB/U ada hubungan bermakna dengan dengan asupan energi, protein, lemak, berat badan lahir, ASI ekslusif, penyakit infeksi, penghasilan keluarga dan pengetahuan ibu tentang gizi. Sedangkan BB/TB mempunyai hubungan bermakna dengan asupan protein.

Riskesdas (2007) showed district Ngada- NTT had prevalence of stunting was 46%, wasting 13.4%, and severe undeweight 8.4%. In Ngada there was no information about nutrition status, so the study conducted in this place. The aim of the study was to describe the nutritional status under two children in district Riung West, Golewa and district Bajawa Ngada NTT province, as well as the factors that related it . It was cross-sectional study on 250 under two children.
The result showed prevalence of underweight 24.8%, stunting 48% and wasting 8.8%. Low energy intake was 44.8%, low protein intake of 62.6%, low fat intake 28.8%, low KH intake 60.8%. LBW 18.0%, Length birth <48 cm 37.2%, not exclusive breastfeeding 66.8%, immunization incomplete 16.8%, infectious diseases 71.6%.
The results showed there was significant relationship between underweight with energy intake, protein intake, carbohydrate intake, birth weight, length birth , infectious diseases, family income and mothers' knowledge of nutrition. There was significant relationship between stunting and energy intake, protein intake, fat intake, birth weight, exclusive breastfeeding, infectious diseases, family income and mothers' knowledge of nutrition. Wasting had a significant with the intake of protein.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartanti Sandi Wijayanti
"Penggunaan kader merupakan salah satu strategi untuk mengatasi kekurangan jumlah tenaga kesehatan di negara berkembang. Studi ini bertujuan untuk menggali faktor yang berhubungan dengan capacity building kader dalam memberikan edukasi. Masalah yang berhubungan dengan praktek kader dalam memberikan edukasi antara lain kurangnya pengetahuan dan keterampilan komunikasi, perbedaan persepsi mengenai peran edukasi, dan kurangnya kepercayaan diri. Karakteristik kader, kebutuhan personal, manajemen organisasi, supervisi, dan persepsi pengasuh terhadap kader merupakan faktor utama yang berhubungan dengan praktek pemberian edukasi oleh kader. Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dalam proses capacity building kader, dengan pengayaan konten mengenai manajemen diet pada anak diare dan komunikasi sebaya, dan dengan menerapkan metode belajar dari pengalaman.

Cadres have been identified as one of the key strategies to address health workers shortage in developing countries. This study aimed to explore factors related to cadres capacity building on giving education. It was revealed that cadres had lack of knowledge and communication skills, different perceived role toward education practice, and low self-efficacy. Cadre's characteristics, personal needs, organizational management, supervision, and caregivers' perception toward cadres were the main factors related to cadres practice on giving education. Those factors should be addressed during capacity building process through enrichment of capacity building contents on knowledge about dietary management of child illness during diarrhea and peer communication, and by applying experiencebased learning as capacity building methods.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nesia Kristian
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pendek pada siswa SDN Cideng 09 dan 10 Pagi Jakarta. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 156 orang yang didapat dengan metode simple random sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampaiMei 2015. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran tinggi badan siswa, pengisian angket oleh Ibu siswa, dan wawancarakepada siswa dengan formulir FFQ semikuantitatif. Analisis data dilakukan dengan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 16,0% siswa mengalami pendek. Analisis uji statistik menunjukkan adanya hubungan bermakna antara asupan lemak rendah dan riwayat tidak ASI predominan dengan kejadian pendek. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah dan sekolah terus mengedukasi siswa dengan pedoman gizi seimbang.

The objective of this research is to determine the description and relationship factors of stunting children among primary school student at SDN Cideng 09 and 10 Pagi Jakarta. The method of this research is cross sectional design. There are 156 students was being the samples which selected by simple random sampling. The research was held on April until Mei 2015. The database were collected by measuring of student`s height, self-administered questionnaire by students`s mother and semiquantitative FFQ interview with student. The result of this research found that proportion of the respondents who are stunting was 16,0%. The result of statistic analysis showed that the unsufficient fat intake andpredominant breast-feeding had a significant association with child-stunting. This research suggest the government and school educate the students about nutrition education.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>