Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksmita Hestirani
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010
S21449
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
D. Veronica Komalawati
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002
344.041 2 VER p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
D. Veronica Komalawati
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999
344.041 2 VER p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Dwi Dellayani
"Pada umumnya seseorang datang berhubungan dengan dokter dalam keadaan dirinya sakit atau ia merasa sakit. Dalam hubungan antara Pasien dan dokter maka faktor kepercayaan menjadi salah atu dasarnya artinya pasien itu yakin bahwa dokter tersebut dapat dan mampu membantu menyembuhkan penyakitnya. Hubungan antara pasien dan dokter yang terjadi dalam pelayanan medis merupakan hubungan yang sangat pribadi. Dalam hukum kedokteran hubungan tersebut di sebut sebagai transaksi terapeutik atau kontrak terapeutik. Dalam pelaksanaan transaksi terapeutik dokter spesialis bedah mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap tindakan-tindakan medis yang dilakukannya atas diri si pasien. Tanggung jawab dokter spesialis bedah itu berupa tanggung jawab etika dan tanggung jawab hukum. Seorang dokter spesialis bedah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar karena dalam suatu proses pembedahan pasien dalam keadaan tidak sadar. Oleh karena itu si pasien telah menyerahkan kepercayaan sepenuhnya kepada dokter untuk melakukan tindakan medis. Pada umumnya dalam suatu proses pembedahan atau operasi dokter akan mengalami resiko yang lebih besar dibandingkan dengan tindakan medis dalam pemeriksaan klinis umum. Sebab itu sebelum pembedahan atau operasi dimulai dokter akan meminta terlebih dahulu persetujuan tertulis dari si pasien. Dengan adanya persetujuan tertulis itu antara dokter dan pasien akan ada kejelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan dokter dan kepercayaan pasien terhadap dokter yang akan melakukan tindakan medis tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Permadi
"Saat ini RS Persahabatan berupaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan profesional, bermutu, dan bersahabat untuk mewujudkan kepuasan bagi konsumen sasarannya dalam rangka penyelenggaraan status rumah sakit swadana.
Beberapa upaya telah dilakukan antara lain dengan membuka Instalasi Praktek Dokter Spesialis Terpadu pada pertengahan tahun 1998. Dalam perjalanannya hingga tahun 2001 angka kunjungan pasien relatif meningkat tetapi masih sekitar 4% dibandingkan dengan angka kunjungan Instalasi Rawat Jalan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diketahui informasi tentang perkembangan konsumen dengan melakukan pemantauan tentang keinginan dan kebutuhan konsumen sasaran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien yang tidak ingin memanfaatkan lagi IPDST RSP sebagai bahan pertimbangan untuk membuat strategi pengembangan 1PDST RSP.
Penelitian ini merupakan case control dengan data primer yang diambil menggunakan kuesioner pada 145 responden. Analisa data dengan cara univariat dan bivariat untuk menganalisa faktor-faktor yang diteliti, kemudian dilakukan uji statistik dengan bantuan komputer untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara faktor yang diteliti dengan tidak kembalinya pasien untuk berobat lagi (drop out).
Hasil penelitian hampir seluruhnya menunjukkan persepsi responden baik terhadap IPDST RSP, hanya masalah tarif dan sebagian responden memanfaatkan fasilitas pelayanan lain yang lebih dekat tempat tinggal. Berdasarkan hal-hal tersebut, manajemen RSP perlu memantau persepsi, keinginan dan kebutuhan konsumen sasaran dan menindaklanjuti strategi pengembangan yang telah disusun.
Daftar bacaan : 57 (tahun 1968 - 2002 )

The Caracteristices Drop Out Patient of the Instaiasi Praktek Dokter Spesialis Terpadu at Persahabatan Hospital, 2001 At the moment, Persahabatan Hospital makes efforts to increase health service quality through the organization of professional health service, better quality and friendly, the satisfaction of the target customer in making efforts as a swadana (self funding) hospital.
The efforts had performed; one of them is opening the Instalasi Praktek Dokter Spesialis Terpadu (The Consolidate Doctor Specialist Practice) in the middle of 1998. In the progressing to 2001, patient visit numbers are increase relatively, but still remain about 4 % if compare with the Instalasi Rawat Jalan (Out Patient Installation).
For that reason, information regarding the behavior of the target customer is needed and can be achieved through the monitoring of their wants and needs so we can really understand them.
The objective of this research is to obtain information about the patient characteristics that doesn't want to utilize the Instalasi Prakktek Dokter Spesialis Terpadu of Persahabatan Hospital as a consideration to set up developing strategy of IPDST RSP.
This research is made by using case control design and using primary data taken from questionnaire of 145 respondents interviewed
Univariate analysis is used to set up the frequency distribution and followed by the bivariate analysis to obtain the cross tabulation of variables used by computer to inform the connection of the factors of unutilization IPDST (patient drop out).
The result shows that in general the perception about IPDST is relatively good but more attention must be made to the price and some of the patients use other health service that closer to their home. Based on the result of the research above, the management needs to monitoring the perception, desire and target customer needs and perform developing strategy that had been set up.
List of references: 57 (1968 - 2002)"
2001
T10744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[, ]: Universitas Indonesia, 2008
T24276
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Madayuti Pertiwi
"Tesis ini membahas profesi dokter belakangan ini banyak disoroti oleh masyarakat khususnya tentang perbuatan dokter yang dapat digolongkan sebagai perbuatan melanggar hukum, yaitu malpraktek yang dapat merugikan masyarakat, khususnya pasien dalam rangka pelayanan kesehatan. Hal tersebut sering menimbulkan konflik bahkan menjadi sengketa antara dokter dan pasien, yang disebabkan kelalaian dokter dalam melakukan tindakan medis (malpraktek). Dalam penyelesaian sengketa biasanya tuntutan pasien berupa sejumlah ganti rugi atas kelalaian atau kesalahan dari dokter (malpraktek). Dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui pengadilan mengandung beberapa kelemahan, diantaranya penyelesaian sengketa lambat (bahkan sampai bertahun-tahun), biaya perkara mahal, putusan tidak menyelesaikan masalah dan merenggangkan hubungan, putusan hakim tidak dapat diprediksi, dan sebagainya.
Melihat kondisi di atas yang terjadi dalam penyelesaian sengketa perdata, maka peluang alternatif untuk penyelesaian sengketa sangat diperlukan. Alternatif penyelesaian sengketa atau Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat diartikan sebagai penyelesaian sengketa yang dilaksanakan baik oleh pihak ketiga, di luar sistem peradilan maupun di dalam sistem peradilan, namun pada umumnya banyak di luar sistem peradilan. Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Pengaturan hukum alternatif penyelesaian sengketa antara dokter dan pasien belum ada diatur secara khusus.
Penelitian ini merupakan sebagian dari upaya membuka jalan untuk pengaturan hukum alternatif penyelesaian sengketa antara dokter dan pasien pada masa yang akan datang. Pengaturan hukum alternatif penyelesaian sengketa antara dokter dan pasien saat ini dirasakan sudah menjadi kebutuhan yang mendesak, disebabkan sudah semakin berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter, maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali akibat kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter.

The focus of this studi is doctor as a profession is nowadays highlighted within society by the allegation of malpractice which harming society. Let alone the patients in terms of health service. This is often to bring up conflicts even becoming disputes between doctors and patients, due to negligence by doctors (malpractice). In the settlement of disputes, normally patients would demand in the form of numbers of indemnations. In court settlement are subject to some weakness among others to solving of tardy dispute (even years long), lots of expensive, verdicts which not finishing the problem and alienate relation, unpredicted verdicts, etc.
From the above condition, alternative solution are very much require. Alternative Dispute Resolution (ADR) can be defined for a dispute by third party, out of court settlement and in court settlement, but in general more out of court settlement. Alternative Dispute Resolution can be conducted with negotiation, mediation, conciliacion, and arbitration. Law arrangement of alternative dispute resolution between doctor and patient there is no peculiarly.
This research represent some of effort for the arrangement of alternative dispute resolution between doctor and patient. Low arrangement of alternative dispute resolution between doctor and patient in this time felt have insisted on, to be caused on the wane of trust of society to doctor, the hoisterous of raised by prosecution is society these days oftentimes effect of failure of doctor healing effort.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37459
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`matullah
"Pembangunan kesehatan dalam PJP II ditekankan pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, sejalan dengan globalisasi dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan berkualitas yang makin meningkat. Manajemen SDM Medis memegang posisi sentral dalam manajemen rumah sakit terutama bila dihubungkan dengan kualitas pelayanan medis. Kenaikan jumlah dokter spesialis di Indonesia jauh tertinggal dari kenaikan jumlah rumah sakit, sehingga rumah sakit kekurangan tenaga dokter spesialis. Oleh karena kekurangan tenaga dokter tetap, pada umumnya rumah sakit swasta mempekerjakan dokter PNS yang bekerja di rumah sakit pemerintah sebagai dokter tamunya. Keadaan inimengakibatkan timbulnya masalah pelayanan medis baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit swasta itu sendiri. Pola hubungan kerja dokter dengan rumah sakit swasta sangat bervariasi di berbagai rumah sakit swasta. Sampai saat ini belum ada pedoman yang dapat menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan kerja tersebut. Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pola hubungan kerja dokter spesialis dengan rumah sakit swasta tersebut secara deskriptif analitik dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antara karakteristik rumah sakit swasta dan karakteristik dokter spesialis dengan pola hubungan kerja diantara keduanya di berbagai rumah sakit swasta di wilayah Jawa Barat dan Jakarta.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pola hubungan kerja sangat berhubungan dengan jenis karakteristik rumah sakit swasta dan karakteristik dokter spesialisnya. Persamaannya adalah adanya dokter tetap dan dokter tidak tetap, sedangkan perbedaannya terletak pada variasi bentuk pola dokter tidak tetap, juga pada cara pembayaran dan pembagian jasa medisnya. Peneliti menyarankan kepada rumah sakit swasta dan dokter spesialis untuk memilih pola yang sesuai dengan karakteristik rumah sakit dan dok ter spesialisnya. Dan bagi pemerintah peneliti sependapat untuk terus memotivasi rumah sakit swasta agar memiliki dokter tetap dan meningkatkan produksi dokter spesialis di masa yang akan datang.

Pattern of Relationship Between Specialist's Doctor and Private Hospital in West Java and JakartaQuality of health service become the Government priority in the development of health program in The Second Long Development Plan (PIP II). Medical Staff management has been placed in the central position in hospital management, since medical staff has a strong impact on the quality of medical services. Pattern of relationship between specialist's doctor and private hospital is not clearly described. No studies has been done on this subject yet. The study objective is to analyze the pattern of relationship between specialist's doctor and private hospital. Specifically, the study could like to describe the relationship between hospital characteristic and specialist's in private hospitals.
The study found that pattern relationship is influenced by hospital characteristic such as : type of ownership, class of hospital, establishment of hospital and bed capacity. The study suggests that private hospital should have their own full time specialist's doctors, therefore the education of specialist's doctor should be increased the near future."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvie Tresya
"ABSTRAK
Kanker adalah suatu gangguan pertumbuhan, yang disertai dengan pembelahan sel
abnormal dimana sel yang membelah secara abnormal menyerang jaringan sel
normal, dan menurunkan fungsi pada jaringan tersebut atau organ yang terserang.
Pasien kanker mengalami berbagai macam hal yang mempengaruhi kondisi fisik,
psikologis, dan psikososial. Hal yang dapat terlihat dengan jelas pada reaksi fisik ini
adalah rasa sakit.. Keluhan fisik lainnya yang dapat ditimbulkan oleh penyakit
kanker, antara lain keluhan mual, muntah dan anoreksia, susah berkonsentrasi,
fatigue, susah tidur, konstipasi, kurangnya nafsu makan, disfungsi seksual, serta
kurangnya penglihatan dan pendengaran. Reaksi psikologis yang mungkin terjadi
pada pasien kanker adalah ancaman terhadap citra diri, kehilangan integritas
ketubuhan, hilangnya kemandirian, ketakutan, gangguan dalam pekerjaan dan masa
depan yang tidak pasti. Sedangkan reaksi psikososial yang mungkin terjadi pada
pasien kanker adalah hubungan yang tegang dan menarik diri. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa betapa pentingnya memahami kondisi pasien kanker dalam
upaya memberikan perawatan secara menyeluruh yang dinamakan pendekatan
perawatan multidisipliner terpadu (integrated multidisciplinary approach to care),
yang dikenal dengan perawatan paliatif.
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi, yang bertujuan
untuk mengurangi penderitaan pasien, meningkatkan kualitas hidup yang optimal,
juga memberikan dukungan kepada keluarganya.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai langkah awal untuk menggali pengetahuan
dan pemahaman pasien di Rumah Sakit Kanker Dharmais dan keluarganya.
Penelitian ini adalah suatu penelitian kualitatif untuk menggali bagaimana
pengalaman hidup pasien kanker. Jumlah subyek dalam penelitian ini sebanyak
empat orang, yaitu dua orang pasien dan dua orang anggota keluarga pasien di
Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Penemuan dalam penelitian ini adalah pasien dan keliarga tidak memiliki cukup
pengertian tentang konsep dari perawatan paliatif. Konsep mengenai perawatan
sangat diasosiasikan dengan satu dokter. Bagaimana pun juga, mereka mendapatkan
keuntungan dengan adanya perawatan paliatuf. Jadi pasien dan keluarga memerlukan suatu metode langsung yang berguna dalam pemberian informasi
mengenai perawatan paliatif. Hal menarik yang ditemukan dalam penelitian ini ada
pengalaman emosi yang ditemukan pada anggota keluarga, yang merupakan hal
penting dalam mendukung perawatan. Hal menarik lainnya yang ditemukan adalah
caring attitude yang di berikan oleh tim kesehatan merupakan faktor yang penting
dalam merawat pasien dan keluarga
Pada akhirnya, rekomendasi diberikan tentang perlunya pertimbangan perbedaan
diagnosis medis, proses adaptasi atau tahapan berduka dan harapan dan kepuasan
pasien dan keluarga dalam perawatan paliatif."
2009
T37911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Raspati Achmad
"Berdasarkan pemantauan dilapangan, bahwa ada kecenderungan motivasi Para dokter spesialis merawat pasien disuatu rumah sakit atas pertimbangan imbalan finansial disamping aspek pengabdian masyarakat dan dewasa ini di era globalisasi masalah imbalan finansial dipandang sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi maka pada bulan Mei 1996, Direktur RSVP Dr. Hasan Sadikin membuat kebijakan melalui surat keputusan no. 15A1 DI - 32 1 KU.06.02/ VJ 1996 yang antara lain berisi tentang pemberian imbal jasa ( insentif ) kepada dokter spesialis.
Penelitian dilakukan secara "cross sectional" dengan pendekatan kualitatif dan memilih secara acak 45 dokter spesialis (16 % dari total populasi ) sebagai sampel dengan tujuan mengidentifikasi sistem imbal jasa dan mengetahui pandangan dokter spesialis terhadap sistem imbal jasa yang berlaku sekarang. Didalam mengidentifikasi sistem imbal jasa tersebut, peneliti mencari data mengenai BOR kelas Utama, I dan II; penerimaan fungsional kelas utama, I dan II serta faktor SDM dokter spesialis, sedangkan untuk mengetahui pandangan dokter spesialis peneliti mengumpulkan informasi tentang pengetahuan dan pendapat dokter spesialis terhadap sistem imbal jasa tersebut.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa BOR kelas utama tahun 1996 ( 56,69 %) menurun dibanding BOR tahun 1996 ( 74,83 % ), BOR kelas I selalu dibawah 60 % sejak tahun 1992 sampai tahun 1996 dan BOR kelas II relatif tidak ada peningkatan yaitu sekitar 65 %. Penerimaan fungsional relatif tetap berkisar 676.000.000.rupiah dari kelas utama, dari kelas I, 980.000.000. rupiah dan dari kelas II, 1.4 milyar rupiah.
Sebagian besar dokter spesialis ( 86,66 % ) setuju dengan adanya imbal jasa bagi mereka tetapi 71,11 % diantaranya merasakan ketidak adilan terhadap sistem imbal jasa yang berjalan sekarang dan 51, 11 % dokter spesialis menginginkan adanya pengurangan besarnya potongan jasa medis.
Peneliti menyarankan agar dibentuk suatu unit kerja khusus yang melibatkan dokter spesialis dalam membuat sistem imbal jasa dan merubah porsi pembagian jasa medis yang 70 % menjadi 80 % untuk jasa medis dokter spesialis.

Working as a pediatrician for years at Hasan Sadikin Provincial Hospital, it is felt that many medical specialists ( OB Gynt, surgeons, pediatricians, neurologist etc ) in this hospital are not quite satisfied with the new regulation on incentives for medical specialists. The regulation was declarated in 1996 through a letter of decree Na I5AIDI-32 I KU.06.021 V/1996 issued by the hospital director. In general it is said that every medical specialist working as a full timer and government employee at the hospital receives Rp 100.000, 1 month incentive; without differentiating whether she or he sent or took care of any single patient.
This study intended to portray and analyze factor related to the incentive system for medical specialists and at once also find out details on the unsatisfactory conditions felt by these specialist using a cross sectional survey design, 45 out of 225 medical specialists (16 % of total medical specialists ) were interviewed. The flow of income from various resources received by the hospital, how, where and what proportion goes to the incentives, were 'described and analyzed. Bed Occupancy Rate (BOR ), the number & qualification of the medical specialists are other 2 factors, beside income, which are theoretically related to the incentive system for medical specialists at Hasan Sadikin Provincial Hospital.
The study found that the BOR at the VIP class tends to decrease from 74.83 % in the year 1995 to 56.69 % in the year 1996; at the first class the BOR is always below 60 % and no improvement at all for BOR at the 3rd class. The hospital income tends to remain unchanged in 1966, with total of Rp 676.000.000,- from VIP class; Rp 980.000.000,- from first class and 1.4 million from the 2nd class inpatient wards. This means that the BOR which is still below the MOH standard of BOR ( 60 % ) and the revenue of the Hasan Sadikin Provincial Hospital must and is necessary to be increased.
Majorly of the medical specialists ( 86.66 % ) agrees that incentives must be arranged through regulation, however; 71.11 % is unsatisfied with the current rule. 51,11 % of them suggests the director to reviset the rule and make changes for more fair deal.
The researcher suggests 1) the director to establish a functional team who will work continuously on this matter; 2) to increase medical incentives for medical specialists who refers to and take care their patients at the Hasan Sadikin Hospital. The latter suggestion in the long run is expected to increase the BOR and the revenue of Hasan Sadikin Hospital.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>