Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137733 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sutejo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S22066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raras Nariswari
"Kajian dan analisis hukum skripsi ini dilatar belakangi oleh kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri dalam lingkup rumah tangga baik berupa kekerasan fisik, psikis, seksual maupun penelantaran ekonomi yang marak terjadi dewasa ini. Penyusunan skripsi ini didasarkan pada beberapa pokok permasalahan, antara lain bagaimana kedudukan suami istri dalam rumah tangga menurut Hukum Perkawinan Islam, bagaimana hukum Islam mengatur perbuatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan suami terhadap istrinya, serta akibat hukum yang timbul dari suatu tindak kekerasan oleh suami terhadap istri. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Dalam Islam, kedudukan suami maupun istri adalah sama, kecuali dalam hal kepemimpinan. Suami berperan sebagai kepala keluarga, sementara istri memegang peran sebagai kepala rumah tangga. Dalam perkawinan baik suami maupun istri memegang perannya masing-masing yang menentukan keberlangsungan hidup rumah tangga. Penyelewengan atas peran tersebut menyebabkan ketidak seimbangan sehingga terjadi perselisihan yang terkadang menyebabkan pertengkaran disertai dengan tindak· kekerasa yang kebanyakan dilakukan suami terhadap istri. Islam mengatur bahwa tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya sama dengan tindak kriminalitas atau jarimah. Hal ini berdasarkan pengertian kriminalitas (jarimah), yaitu segala larangan syara', yakni melakukan hal-hal yang dilarang dan/atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan yang diancam dengan hukum had atau ta'zir. Sementara kejahatan dalam Islam adalah perbuatan tercela (al-qobih) yang ditetapkan oleh hukum syara'. Selain itu, di Indonesia sendiri tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat dikenai sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti dalam UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halimah Sa`diyah
"Trend perkawinan poligami sudah semakin meluas dalam masyarakat, namun mengenai harta bersama dalam perkawinan poligami belum ada peraturan yang mengatur secara rinci. Dalam hal ini apakah notaris dapat mengantisipasi dengan membuat akta kesepakatan antara para pihak dalam upaya memberikan perlindungan terhadap hak isteri atas harta bersama dalam perkawinan poligami. Sehubungan dengan itu penelitian dilakukan untuk memperoleh data secara nyata mengenai perlakuan terhadap harta bersama dalam perkawinan poligami, dengan rnenggunakan field research metodh {metode penelitian lapangan secara langsung/pengamatan terlibat), dalam hal ini penulis meneliti masalah yang sedang ditangani atas permintaan klien yang membuat akta dihadapan penulis, sebagal notaris-PPAT yang sedang menjalankan tugas telah ditemukan penyimpangan perlakuan terhadap harta bersama dalam perkawinan poligami, karenanya diperlukan perlindungan antara lain dengan mencantumkan dalam akta perkawinan mereka isteri keberapa dan dari perkawinan yang keberapa masing-masing perkawinan tersebut di langsungkan, dengan cara pencatatan ulang pada akta (akta-akta) perkawinan mereka, bilamana terjadi perkawinan lagi setelah perkawinan yang mendahului. Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap hak isteri atas harta bersama dalam perkawinan poligami maka untuk mengetahui siapa yang berwenang bertindak dan hak masing-masing atas harta bersama dalam perkawinan poligami, dalam pelaksanaan pembagiannya apabila terjadi perceraian, haruslah diinventarisir harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan mereka berdasarkan waktu perolehannya dan pada masa pernikahan dengan isteri yang keberapa dengan dibuatkan daftar dan dituangkan dalam akta notaris, karena untuk menentukan hak dan kewenangan bertindak terhadap harta bersama dalam perkawinan poligami haruslah dilihat dari saat diperolehnya harta dimaksud dan saat/masa pernikahan dilaksanakan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabela Mulia Junaedi
"Putusnya perkawinan atau perceraian akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak, yakni pembagian harta bersama. Harta bersama merupakan harta benda yang diperoleh suami dan istri selama ikatan perkawinan. Hukum positif di Indonesia menetapkan bahwa apabila terjadi perceraian, masing-masing suami dan istri berhak mendapatkan separuh bagian dari harta bersama. Ketentuan ini didasarkan pada tanggung jawab suami untuk mencari nafkah, sementara istri yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga. Akan tetapi, pembagian tanggung jawab sebagaimana dimuat dalam hukum positif telah mengalami pergeseran. Saat ini, sebagian istri tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga turut serta bekerja mencari nafkah. Dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 266K/AG/2010 tersebut dinilai cukup penting untuk dijadikan rujukan oleh para hakim di Indonesia dalam upaya penyelesaian sengketa harta bersama, khususnya dalam hal suami tidak bekerja terlebih suami juga tidak berupaya memberikan kontribusi apapun dalam rumah tangga. Majelis Hakim dalam memutus perkara Nomor 161/Pdt.G/2020/PN.JMB seharusnya lebih mempertimbangkan pada aspek social justice, yakni mengenai kontribusi atau usaha dari para pihak, dimana Majelis Hakim tidak secara langsung membagi rata bagian yang diberikan untuk para pihak, tetapi Majelis Hakim dapat menilai terlebih dahulu bagaimana keadaan masing- masing pihak serta usaha para pihak dalam rumah tangganya. Selain itu, Majelis Hakim seharusnya membagi harta bersama sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 266K/AG/2010, yang menetapkan bahwa suami mendapatkan bagian harta lebih kecil daripada bagian milik istri, yakni 1⁄4 bagian berbanding 3⁄4 bagian harta bersama. Adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 266K/AG/2010 juga tampak bahwa Mahkamah Agung telah berupaya untuk menyeimbangkan asas keadilan dalam pembagian harta bersama atas dasar adanya suatu keadaan khusus yang apabila tetap diterapkan pembagian 50 : 50 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 128 KUH Perdata dan Pasal 97 KHI, justru akan menimbulkan rasa ketidakadilan antara para pihak. Tulisan ini membahas mengenai pembagian harta bersama perkawinan dalam hal suami tidak bekerja menurut doktrin dan putusan pengadilan dengan menggunakan metode analisis yuridis-normatif, khususnya pada pertimbangan hukum yang diterapkan dalam Putusan Nomor 161/Pdt.G/2020/PN.JMB dan Putusan Nomor 266K/AG/2010.

The dissolution of marriage or divorce will have legal consequences for the parties involved, namely the division of joint assets. Joint assets refer to the property acquired by the husband and wife during the marriage. Indonesian positive law stipulates that in the event of divorce, each husband and wife is entitled to receive half of the joint assets. This provision is based on the husband's responsibility to provide for the family's livelihood, while the wife is responsible for managing the household. However, the allocation of responsibilities as stated in positive law has undergone a shift. Currently, some wives not only play the role of a homemaker but also contribute by working to earn a living. The existence of Supreme Court Jurisprudence Number 266K/AG/2010 is considered significant and serves as a reference for judges in Indonesia in resolving disputes over joint assets, especially when the husband is not employed and does not contribute in any way to the household. The panel of judges in case number 161/Pdt.G/2020/PN.JMB should have considered the aspect of social justice, which includes the contributions or efforts made by each party. The judges should not directly divide the assets equally between the parties but should assess the circumstances and the efforts made by each party in their respective households. In addition, the judges should divide the joint assets in accordance with Supreme Court Jurisprudence Number 266K/AG/2010, which establishes that the husband receives a smaller share of the assets compared to the wife, namely one-fourth (1⁄4) versus three-fourths (3⁄4) of the joint assets. The existence of Supreme Court Jurisprudence Number 266K/AG/2010 also shows that the Supreme Court has attempted to balance the principle of justice in the division of joint assets based on the presence of specific circumstances. If the equal division of assets (50:50) as stated in Article 128 of the Civil Code and Article 97 of the Islamic Law Compilation were applied, it would actually result in injustice between the parties. This paper discusses the division of joint marital assets when the husband is not employed according to legal doctrine and court decisions, using a juridical-normative analysis method, particularly focusing on the legal considerations applied in Case Number 161/Pdt.G/2020/PN.JMB and Supreme Court Jurisprudence Number 266K/AG/2010."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanthy Prio Utomo
"Seperti diketahui pokok tujuan dari perkawinan adalah bersama-sama hidup pada satu masyarakat dalam suatu ikatan perkawinan. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa ikatan perkawinan akan membawa akibat pada suami-isteri, yaitu timbulnya hak dan kewajiban suamiisteri, harta benda perkawinan, kedudukkan anak, hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.Pada prinsipnya dalam hukum Islam tidak mengenal adanya istilah harta bersama. Harta benda dalam perkawinan bagi suami-isteri merupakan suatu masalah yang pokok. Hal itu karena harta benda mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan keluarga. Harta benda suami-isteri dalam perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 35, 36, dan 37. Sedangkan menurut hukum Islam, suami dan isteri mempunyai kekayaan masing-masing, misalnya barangbarang yang mereka dapat dari hibah dan warisan. Dalam hal ini kekuasan terhadap barang-barang tersebut tetap berada di pihak yang mempunyai barang-barang tersebut. Mengenai harta kekayaan suami-isteri tidak saling beban membebani, yang artinya dalam hukum Islam harta bawaan masing-masing, tetap menjadi milik dan dibawah kekuasaan masing-masing. Dalam hal kedua belah pihak akan mengadakan penggabungan harta bawaan tersebut, maka penggabungan harta itu diperbolehkan dan sangat dianjurkan. Bentuk penggabungan dan penyatuan harta itu dilakukan dengan syirkah (perkongsian)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Firdaus Tahir
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bela Harasemesta Putri
"Skripsi ini membahas mengenai sita harta bersama pada perkara pembagian harta bersama akibat perceraian berdasarkan hukum perdata. Di Indonesia, hal ini di atur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptis-eksplanatoris, menggunakan data primer dan data sekunder. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui kedudukan harta bersama setelah perceraian dan bagaimana penerapan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tentang sita harta bersama pada perkara pembagian harta bersama.

The focus of this study is marital seizure joint asset division caused by a divorce based on civil law. This condition in Indonesia is ruled in Act Number 1 Year 1974 Cocerning Marriage. This research is qualitative, descriptive-explanatory, used primary and secondary data. The research has the objectives to finding out the position of joint asset after divorce and the implementation of Act Number 1 Year 1974 Concerning Marriage to marital seizure on joint asset division."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S57759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Astuti
"Skripsi ini membahas mengenai persetujuan suami atau istri dalam pembebanan jaminan Hak Tanggungan terhadap harta bersama, di mana yang menjadi pokok permasalahannya adalah bagaimana ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengaturnya dan bagaimana akibat hukumnya jika persetujuan suami atau istri tersebut tidak terpenuhi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas atas perjanjian kedua belah pihak. Namun, ternyata dalam Putusan-Putusan Mahkamah Agung terdapat perbedaan pertimbangan hukum atas hal tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa ternyata dalam praktik peradilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung, dalam putusan-putusannya memungkinkan bahwa persetujuan suami atau istri dapat dianggap ada jika utang yang dibuat adalah untuk kepentingan keluarga.

This undergraduate thesis describes about the spouse consent to encumber collateral mortgage on marital community of property, in which the main issues in this research is how the statutory provisions, in this case the Law No. 1 of 1974 about Marriage, set it up and how the legal consequences if the spouse consent is not fulfilled. This research is legal research, which uses a form of juridical- normative research and a type of descriptive-analytics research. Based on Article 36 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 stated that regarding marital community of property, husband or wife can act upon the agreement of both parties. However, it turns out in the Decisions of the Supreme Court that there are different legal considerations on the matter. This research finds out that in judicial practice, in this case the District Court, the High Court, and the Supreme Court, there are the Court Decisions which states that the spouse consent is possible to be considered exist if the debt is made for the family interests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahlani
"ABSTRAK
Perceraian suami-istri dapat terjadi karena berbagai upaya yang dilakukan kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik yang terjadi mengalami jalan buntu. Maka perceraian merupakan jalan keluar yang paling baik, bagi pasangan suami istri yang tidak mungkin lagi dapat hidup rukun, sebagaimana yang dituju oleh ikatan perkawinan.
Salah satu akibat dari perceraian itu adalah harus dipisahkannya harta bersama mereka selama dalam perkawinan, apabila ada rukun fiqh maupun UU No. 1 Th. 1974 yang berlaku pula bagi umat IslamIndonesia tidak secara tegas mengatur bagian masing-masing pihak. Bila istri hanya tinggal di rumah, mengurus RT, sedangkan suami kerja di kantor, maka bila terjadi perceraian apakah kedua pihak harus memperoleh bagian yang sama banyaknya?
Dalam prakteknya Pengadilan-pengadilan (agama) menetapkan bagian masing-masing pihak disesuaikan dengan kondisi pasangan suami istri itu. Hal ini terutama terjadi pada masa pra maupun masa transisi/peralihan diberlakultannya UU No. 1 Th. '74. Namun setelah UU No. 1 Th. 1974 dapat berlaku secara efektif, yang berwenang menetapkan pembagian harta bersama suami istri setelah perceraian adalah Pengadilan Negeri, dan masing-masing berhak atas separoh dari harta bersama itu."
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>