Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198989 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Eugenia Liliawati Mulyono
"Penulisan tesis ini bertujuan untuk melakukan tinjauan yuridis terhadap Undang Undang Hak Tanggungan, untuk mengetahui sampai sejauh mana eksistensi Undang Undang Hak Tanggungan menjamin kepastian hukum bagi kreditur. Untuk itu penulis menggunakan metode penelitian hokum normatif yaitu dengan menggunakan data hukum berupa peraturan Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996. Sebelum berlakunya Undang Undang Hak Tanggungan, kita masih menggunakan peraturan yang lama sebagaimana disebutkan dalam pasal 57 uu Nomor 5 Tahun 1960, bahwa selama undangundang mengenai hak tanggungan dalam pasal 51 belum terbentuk, yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan Hipotik dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband dalam S.1908-542 , sebagaimana telah diubah dengan S.1937-190. Sejak berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambativ lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan sedangkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembebanan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan. Jika tidak diikuti dengan pembebanan Akta Pemberian Hak Tanggungan, maka SKMHT tersebut batal demi hukum. Hal ini memberikan jaminan kepastian hukum bagi Kreditur, sebab sebelum berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan ini sering terjadi setelah Surat Kuasa Memasang Hipotik dibuat akta Hipotiknya tidak lagi dilaksanakan. Sebab biaya pembebanan akta Hipotik cukup mahal, sehingga akta Hipotik hanya akan dibuat apabila debitur menunjukkan gejala kredit macet."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Khrisnavari
"Sebelum berlakunya UUPA, hukum yang mengatur hak jaminan atas tanah adalah hukum adat dengan lembaga jonggolan. Setelah berlakunya UUPA (24 September 1960 9 April 1996), hak jaminan atas tanah disebut Hak Tanggungan, dan diatur dengan Undang-undang (pasal 51 UUPA) . Selama Undang-undang yang dimaksud belum terbentuk, maka melalui pasal 57, berlakulah ketentuan-ketentuan hypotheek dalam KUHPer dan credietverband dalam S. 1937-190, sepanjang soal-soal yang diaturnya belum diatur dalam UUPA dan peraturan-peraturan pelaksananya. Undang-undang mengenai Hak Tanggungan disahkan pada tanggal 9 April 1996 dan langsung berlaku efektif. Sejak itu, maka keseluruhan ketentuan mengenai Hak Tanggungan diatur dalam satu Undang-imdang nasional. Dengan demikian terciptalah unifikasi di bidang hukum tanah nasional khususnya hukiam jaminan mengenai tanah sesuai dengan tujuan UUPA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshsi
"Asas parate eksekusi adalah satu di antara asas-asas dari hak tanggungan dalam Hukum Jaminan Indonesia. Pelaksanaan dari asas ini menimbulkan permasalahan tertentu. Permasalahan utama yang timbul adalah mengenai ketidakpastian pelaksanaan parate eksekusi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Secara umum diketahui bahwa eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah telah banyak mengecewakan para kreditor untuk mengeksekusi berdasarkan parate eksekusi karena para hakim lebih mengutamakan kepada eksekusi berdasarkan titel eksekutorial untuk berlaku. Asas parate eksekusi berhubungan erat dengan suatu janji eksekutorial yang terdapat di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian normatif dan penelusuran literatur, serta wawancara dengan sumber Tumpal Naibaho sebagai Kepala Unit Legal Kredit pada PT. Bank OCBC NISP, Jakarta, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Mengacu kepada Pasal 6 dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang mengatur tentang kewenangan menjual atas kekuasaan sendiri, maka hal ini menarik untuk dicermati. Terlebih, blanko Akta Pemberian Hak Tanggungan masih tetap menggunakan rumusan dari peraturan perundang-undangan yang lama daripada menggunakan rumusan dari Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Berdasarkan hasil analisis terhadap janji eksekutorial dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan diketahui bahwa 1) perlu untuk mengubah rumusan janji eksekutorial di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan 2) perubahan dimaksud tersedia dalam tesis ini.

The parate executie principle is one among other principle of encumbrance right in Mortgage Law of Indonesia. Any performance of this principle conduct matters. The first prior matter are about the inconsistency in executing parate executie compare to Law No. 4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related- Objects. It is generally recognized that an execution based on Article 6 of Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects has many times fails the creditors to execute under parate executie in which the Judges prefer the executorial titel into performance. Furthermore parate executie principle is closely related with a kind of executorial promises filled in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT).
This thesis is based on normative and literature research methods and an exclusive interview with Mr. Tumpal Naibaho as a Head Unit of Legal Credit of PT. Bank OCBC NISP, Jakarta as well as data obtained were analyzed qualitatively. Refers to Article 6 of Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects, which governs the authority to sell on his own power, then it is interesting indeed to be observe. Moreover, the blank deed of the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) is still using the late regulation in it is format prior to the Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related- Objects. Based on an analysis of executorial promises in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) is known that 1) it is neccesary to change the format of executorial promises in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) refering the Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects and 2) the improvements is available herein."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2007
346.082 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Halimatu Sadiah
"ABSTRAK
Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat, salah satu cirinya adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi. Di antara pilihan eksekusi yang disediakan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, secara teori yang paling ideal bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan adalah pelaksanaan Parate Eksekusi, karena dari segi waktu maupun biaya lebih cepat dan lebih murah dibandingkan pelaksanaan eksekusi lainnya. Akan tetapi dalam perkembangannya Pelaksanaan dari Parate Eksekusi tersebut tidak beijalan sebagaimana yang diharapkan. Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efekdfitas Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan? dan apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, data yang digunakan data sekunder melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat eksplanatoris yang bertujuan menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam mengenai implementasi eksekusi Hak Tanggungan yang terdapat pada Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi dari Parate Eksekusi tersebut baru mulai efektif pada satu/dua tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan Parate Eksekusi dapat dikatakan belum beijalan efektif, salah satu penyebabnya, yaitu terdapat Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor: SE-23/PN/2000, berdasarkan Surat Edaran tersebut banyak sekali permohonan lelang Parate Eksekusi yang ditolak karena Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tidak ?berani? untuk melakukan lelang Parate Eksekusi. Menurut hemat penulis keefektifan pelaksanaan Parate Eksekusi ditentukan dari ketegasan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk melaksanakan Parate Eksekusi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36925
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arlianti Vita
"Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indoneisa. Pemerintah mengambil kebijakan deregulasi yang kemudian diikuti dengan kebijakan debirokratisasi disektor perbankan. Mereka menawarkan berbagai fasilitas kredit dan bunga yang cukup menarik, akibatnya kredit yang disalurkan kepada masyarakat meningkat dengan pesat. Kemudahan mendapatkan kredit mendapatkan mengakibatkan kredit macet kian meningkat. Pemberian fasilitas kredit tersebut memerlukan jaminan demi keamanan pemberian kredit khususnya dan kepastian hukuman jaminan termasuk dalam kategori jaminan khusus, dimana jaminan tersebut timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditur dan debitur yang berupa jaminan yang bersifat kebendaan maupun perorangan. Jaminan hak tanggungan yang saat ini digunakan oleh perbankan dalam pemberian kredit dimana dananya sebagian atau seluruhnya merupakan dana negara dan banyak debitor yang meminjamnya wanprestasi, maka salah satu upaya pengembaliannya secara cepat, antara lain dapat dilakukan oleh kreditor dengan menyerahkan piutangnya kepada yang berwenang atau dapat dilakukan penjualan barang jaminan debitor yang dilakukan secara lelang melalui kantor lelang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muliani
"Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kepastian hukum bagi kreditor karena memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor, selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada, memenuhi asas spesialitas dan publisitas f dan mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya. Permasalahanya adalah apa yang terjadi jika antara kreditor dan debitor telah sepakat untuk tidak memperbolehkan roya partial, bagaimana sikap kreditor? dan bagaimana peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), terutama yang berkaitan dengan roya partial? Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum yuridis dan normatif. Pelunasan hutang debitor sebagian senilai salah satu sertipikat yang dijaminkan mengakibatkan atas sertipikat hak atas tanah bisa dilakukan roya partial senilai tanah dan bangunan yang dijaminkan tersebut.
Maksud penulis membuat tesis ini adalah agar Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) lebih berhati-hati dalam membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Peran PPAT sangat penting dalam memberikan kepastian hukum kepada kreditor yaitu dengan membuat APHT yang harus didaftarkan di Kantor Pertanahan sehingga terbit sertipikat Hak Tanggungan yang memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditor terhadap kreditor-kreditor lainnya. Bank harus benar-benar memeriksa APHT, agar jika ada kesalahan segera memberitahukan PPAT untuk diperbaiki, PPAT juga hendaknya memberi masukan dalam pembuatan APHT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anton Martin
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana peran kepabeanan (customs) dalam rangka perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual; implementasi the TRIPs Agreement dalam peraturan perundang-undangan tentang kepabeanan di Indonesia apakah dapat memberikan kontribusi terhadap perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia; kendala yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menerapkan perlindungan hukum terhadap Hak atas Kekayaan lntelektual di Indonesia dan bagaimana upaya mengatasinya. Hasil penelitian adalah pertama, dalam rangka perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual, kepabeanan (customs) berperan dalam posisinya diperbatasan negara untuk melaksanakan "border enforcement", berupa tindakan penangguhan pengeluaran barang impor 1 ekspor hasil pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual. Kedua, implementasi the TRIPs Agreement dalam peraturan perundang-undangan tentang kepabeanan di Indonesia (tepatnya dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 10 Tabun 1995 tentang Kepabeanan) dapat memberikan kontribusi terhadap perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia, karena disebutkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai diberi kewenangan untuk menangguhkan sementara atau menghentilkan barang ekspor-impor yang diduga melakukan pelanggaran Hak Merek dan Hak Cipta yang diliridttngi di Indonesia yang berarti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai turut serta membantu menghindari irtasuknya barang-barang palsu ke Indonesia. Ketiga, beltirh adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur secara jelas dan rinci mengenai pelaksanaan Pasal 54 sampai dengan Pasal 64 Undang-Urtdang Nomor 10 Tabun 1995 tentang Kepabeanan sehingga menjadi hambatan terhadap pelaksanaan presedur penangguhan pengeluaran barang yang ntelanggar Hak atas Kekayaan Intelektual oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; pelaksanaan perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai masih relatif barn, sehingga masih diperlukan berbagai perbaikan, pembenahan dan penyempumaan, baik terhadap sumber daya manusia, maupun perangkat sarana dan prasarana yang tersedia; terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dan menimbulkan terjadinya kejahatan Hak atas Kekayaan Intelektual yang tidak terlepas dari kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek budaya. Saran yang diajukan adalah pertama, perlu segera diadakannya Peraturan Pemerintah yang mengatur secara jelas dan rinci mengenai pelaksanaan Pasal 54 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 10 Tabun 1995 tentang Kepabeanan. Kedua, diperlukan kerjasama dan pemilik 1 pemegang hak untuk menyampaikan informasi tentang kemungkinan terjadinya pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual dan juga kerjasama serta koordinasi perlu ditingkatkan dengan aparat penegak hukum lainnya. Ketiga, Harus ada ketegasan dan aturan-aturan pembaasan izin memasukkan suatu barang tertentu, atau komponen untuk pembuatan software, atau untuk pembuatan optical disc, atau yang memberikan fasilitan untuk membuat barang bajakan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>