Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87150 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1997
S22142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Beban pembuktian adalah bagian dalam sistem hukum pembuktian. Hukum pembuktian tindak pidana
korupsi mengenal system beban pembuktian terbalik. Pertama, mengenai pembuktian tindak pidananya.
Namun terbatas pada tindak pidana menerima suap gratifikasi yang nilainya Rp 10 miliar atau lebih
[Pasal 12B (1a)]. Kedua, mengenai harta benda terdakwa yang belum didakwakan (Pasal 38B). Tidak
banyak manfaatnya untuk membuktikan tindak pidana selain kedua objek tersebut. Untuk membuktikan
tindak pidana korupsi selain yang disebutlkan pertama, menggunakan sistem biasa ialah dibebankan
pada jaksa. Dalam praktik dapat menimbulkan persoalan, yakni pertentangan antara hasil pembuktian
beban pembuktian terbalik antara objek yang pertama dan yang kedua. "
340 ARENA 6:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizal Prajna Fatawi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis argumentasi pemikiran pergeseran perubahan sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang ke sistem dalam bentuk murni aslinya, dan substansi yang mempengaruhi pemberlakuan sistem pembuktian terbalik dalam bentuk murni aslinya, pada proses pemeriksaan di pengadilan. Permasalahannya ialah apakah yang menjadi faktor pendorong pemerintah agar segera melakukan perubahan sistem pembuktian terbalik ke arah bentuk murni aslinya, dan bagaimana pemikiran mengenai kemungkinan pemberlakuan sistem tersebut.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang berbasis pada analisis terhadap norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan untuk memandu penelitian digunakan teori beban pembuktian yang ditekankan pada terdakwa dalam hal ini terdakwa berperan aktif menyatakan bahwa dirinya bukan pelaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan KKN yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, dan merupakan kejahatan yang luar biasa dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu dalam usaha memerangi dan memberantas korupsi di Indonesia, perlu adanya perubahan sistem pembuktian terbalik dari yang bersifat terbatas ke arah sistem murni aslinya. Namun demikian, dalam penerapannya juga harus tetap memperhatikan asas praduga tak bersalah dan hak asasi manusia, serta adanya ramburambu yang ketat untuk mencegah tindakan kesewenangwenangan oleh penguasa terutama aparat penegak hukum.
Hasil penelitian juga mendapati adanya prasyarat bahwa dalam penerapan sistem pembuktian terbalik itu diperlukan pembersihan terlebih dahulu dari atas ke bawah, baik penyelenggara negara maupun aparat penegak hukum. Sementara itu, kemauan dan komitmen politik sangat diperlukan, juga dukungan dan partisipasi masyarakat untuk selalu mendorong dan menjaga momentum pemberantasan korupsi secara terusmenerus, berkelanjutan dan berkesinambungan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Bandung: Alumni, 2006
345.023 ADA h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Elwi Danil
"Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negera (GBHN) di tegaskan antara lain, bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Namun pada kenyataannya untuk menuju dan meraih city-cita yang mulia tersebut pemerintah dan masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan. Salah sate masalah yang menjadi kendala di dalam konteks pembangunan nasional itu adalah masalah korupsi yang terus berkecamuk, sehingga dana-dana yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat banyak, telah berpindah ke kantong para koruptor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
T19180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariman Satria
"ABSTRAK
Di Indonesia ada 2 putusan pengadilan terkait dengan pemidanaan korporasi dalam tindak pidana korupsi yakni Putusan PT GJW dan Putusan PT CND. Dalam kedua putusan itu, kesalahan (mens rea) korporasi dinyatakan terbukti sehingga dikenai pertanggungjawaban pidana. Kajian ini difokuskan pada cara pembuktian kesalahan korporasi dalam tindak pidana korupsi. Untuk mengurai permasalahan maka kajian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan dua pendekatan yakni pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, dalam menentukan kesalahan korporasi, menitikberatkan pada kesalahan yang dilakukan oleh pengurus korporasi, seperti direktur. Sehingga kesalahan direktur adalah juga sebagai kesalahan korporasi. Kedua, bila dikaitkan dengan teori pertanggungjawaban pidana korporasi maka majelis hakim pada dua perkara korupsi tersebut telah mengadopsi teori identifikasi. Ketiga, perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan dilakukan oleh direktur sebagai pengurus dianggap sama dengan yang dilakukan oleh korporasi. Keempat, mengenai sanksi pidana pokok, dalam dua putusan a quo adalah sama yakni pidana denda. Kelima, dalam putusan PT GJW selain pidana pokok, korporasi juga masih dikenai pidana tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan. Sedangkan dalam putusan PT CND tidak ada sama sekali sanksi pidana tambahan yang dikenakan kepada terdakwa. Keenam, kedua putusan tersebut, tidak memuat pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, padahal sebagaimana diketahui bahwa salah satu cara memulihkan kerugian keuangan negara adalah melalui pidana pembayaran uang pengganti."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2018
364 INTG 4:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akil Mochtar
Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2009
345.023 AKI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Politik hukum kebijakan legislasi terhadap delik korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditujukan terhadap kesalahan pelaku maupun terhadap harta benda pelaku yang diduga berasal dari korupsi. Pemakaian jalur kepidanaan dan keperdataan secara bersama-sama terhadap kepemilikan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi dengan melalui mekanisme pembalikan beban pembuktian pada hakikatnya diperkenankan dan telah ada justifikasi teorinya yaitu dalam Pasal 31 ayat (8) dan Pasal (35) huruf b Konvensi Anti Korupsi UNCAC 2003. Penggunaan mekanisme pengembalian beban pembuktian dalam kasus kepemilikan harta kekayaan seseorang yang diduga kuat berasal dari tindak pidana korupsi atau pencucian uang dimaksudkan untuk menempatkan seseorang dalam keadaan semula sebelum yang bersangkutan memiliki harta kekayaan dimaksud. Untuk itu yang bersangkutan harus dapat membuktikan asal usul harta kekayaan yang diperolehnya."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>