Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Muhammad Ikhsan
"Keberadaan UU No. 8 Tahun 1999 (UUPK) diharapkan dapat melindungi konsumen dengan berusaha menyetarakan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen. Salah satu ketentuan dalam UUPK adalah ketentuan mengenai klausula baku yang dilarang pada Pasal 18 UUPK. Dewasa ini, perjanjian kredit bank yang ditawarkan kepada nasabah debitur sudah berbentuk suatu perjanjian baku. Oleh sebab itu, permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit PT. Bank X. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masih terdapat klausula-klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK dalam perjanjian kredit PT. Bank X sehingga dapat merugikan debitur sebagai konsumen.

The existence of Law No. 8 Year 1999 (UUPK) is to enable the protection o consumers, in an attempt to balance the position between those providing goods and/or services, and the consumers. One of the provisions in UUPK, in the Article 18, is the prohibition standardized clauses. At present, banks? credit agreements with their clients are in standardized forms. The topic discussed in this thesis is to study the adoption of standardized clauses in the credit agreement of Bank X. From this thesis it is concluded that there remain standardized clauses in the credit agreement o Bank X that run counter to Article 18 UUPK, which could therefore disadvantage the client as a consumer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24962
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Wahyuningtyas
"Skripsi ini membahas tentang aspek perlindungan konsumen pengguna jasa internet Smartfren, akibat adanya gangguan layanan akses data internet yang terjadi beberapa waktu lalu. Penyebab terjadinya gangguan tersebut diantaranya kabel jaringan yang terputus karena jangkar kapal dan bencana alam. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan permasalahan hukum lainnya yang dilakukan oleh PT. Smartfren telecom, tbk. Dengan demikian, terdapat pelanggaran hukum baik menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan telekomunikasi. Selain itu, adanya sanksi yang dapat diterapkan untuk PT. Smartfren Telecom, tbk sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha. Adapun sanksi yang dapat dikenakan yaitu sanksi ganti rugi, sanksi administrasi dan sanksi pidana.

This thesis discusses about the aspects of consumer protection on internet services user of Smartfren, due to distruption of data access services internet some time ago. The cause of the distruption such as disconnected network cable because of ship anchor and natural disaster. This research uses normative analytical descriptive. This research found other legal issues conducted by PT. Smartfren Telecom, Tbk. Thus, there are law violations in Consumer Protection Act and the regulations related to telecommunications. In addition, there are sanctions that can be applied to the PT. Smartfren Telecom, Tbk as a form of enterpreneur’s responsibility. The sanctions that can be applied are compensation, administrative sanction and criminal sanction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdiani
"Klausula baku merupakan hal yang lazim digunakan dalam dunia usaha, biasanya klausula baku dibuat secara sepihak dan telah ditentukan terlebih dahulu oleh pelaku usaha sehingga konsumen yang ingin memanfaatkan barang atau jasa tersebut hanya memiliki pilihan menyetujui atau tidak menyetujui hal yang termuat dalam klausula tersebut atau dalam istilah disebut take it or leave it, penggunaan klasula baku dibutuhkan dalam dunia bisnis karena bentuk transaksi seperti ini dinilai mempermudah dalam praktik perdagangan, sewa menyewa, asuransi, jasa sektor keuangan dan berbagai bentuk hubungan hukum lainnya. Namun kemudahan transaksi menggunakan klausula baku sering merugikan konsumen, seperti klausula tambahan yang menyatakan bahwa konsumen harus setuju atau tunduk pada perubahan yang akan ada dikemudian hari, perubahan tersebut tidak diketahui perihalnya bahkan dalam beberapa kasus seringnya perubahan tersebut tidak diberitahukan kepada konsumen, oleh karenanya konsumen merasa dirugikan. Undang-undang perlindungan konsumen menyatakan aturan tambahan dalam klausula baku tersebut merupakan klausula yang dilarang dalam pasal 18 ayat 1 huruf (g), pelaku usaha yang memuat ketentuan mengenai klausula tambahan dalam perjanjian baku tersebut dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18 ayat (3) artinya perjanjian tersebut tidak mengikat. Selain itu klausula tambahan tersebut merupakan pelanggaran penerapan asas itikad dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Dalam penelitian ini diuraikan mengenai kasus dan putusan yang memuat klausula tambahan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dengan analisis pendekatan undang-undang atau statute approach. Hasil penelitian ini yakni klausula tambahan tersebut merupakan hal yang dilarang oleh undang-undang perlindungan konsumen dan dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18. Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen namun hal ini masih kurang melindungi konsumen karena putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut tidak dapat dilaksanakan dan beberapa putusan dibatalkan oleh pengadilan, alternatif lainnya konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan gugatan perbuatan melawan hukum.

Standard contract is a common practice in business, it is a practice where the contract is made unilaterally by the business actors so that the consumers would not have a choice but to agree with the contract, or it is commonly known with term "take it or leave it". The use of standard clause is important in the business since it is considered to make trade and transaction easier, as well as leasing, insurance, and financial sector services. However, standard clause often harms consumers, such as an additional clauses where the consumers must agree and submit to changes that will occur in the future. In some cases, such changes are not notified to consumers, therefore it inflicts a financial loss to consumers. According to the Consumer Protection Act of Indonesia, the additional rules in the standard clause are prohibited in article 18 (1) (g), business actors that contain provisions regarding additional clauses in the standard clause are declared null and void as contained in Article 18 (3) which means that the agreement is not binding. In addition, the additional clause is also a violation of the application of the Good Faith principle and it is a tort.
In this research described the cases and decisions that contain these additional clauses. This research was conducted by literature study with statute approach analysis. By this research, author draws a conclusion that additional clause is something that is prohibited by Consumer Protection Art of Indonesia and declared null and void as regulated in Article 18, and consumers who feel aggrieved can file a lawsuit to the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). However, in practice the decision issued by the BPSK can not be implemented and several decisions are canceled by the District Court. The alternative customers can take is to submit a lawsuit to the District Court with a lawsuit against the law or tort.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Susan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S24196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danni Wirawan Aryadi
"Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi · secara pesat, maka timbul berbagai dampak. Salah satunya adalah perkembangan yang terjadi dalam dunia perbankan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beraneka ragam produk pelayanan jasa bank yang dikeluarkan dimana salah satunya adalah kartu kredit. Pihak Penerbit Kartu Kredit biasanya telah membuat terlebih dahulu perjanjian secara sepihak yaitu Perjanjian Keanggotaan Kartu Kredit yang merupakan perjanjian baku. Dalam perjanjian ini biasanya pihak penerbit kartu kredit mempunyai posisi yang dominan, dimana klausul-klausul yang ada, biasanya memberatkan pihak pemegang kartu kredit yang dalam hal ini disebut juga konsumen. Secara jelas penerbit kartu kredit membatasi tanggung jawabnya terhadap konsumen. Posisi Pemegang kartu kredit dalam perjanjian keanggotaan kartu kredit adalah sebagai pihak yang lemah karena tidak memiliki posisi tawar menawar. Di dalam perjanjian kartu kredit Citibank sebagai suatu perjanjian baku mempunyai suatu ketidakseimbangan yang terlihat dari adanya klausul-klausul eksonerasi yang tidak adil bagi pemegang kartu kredit, dimana hal itu bertentangan dengan KUHPerdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dalam perjanjian keanggotaan kartu kredit Citibank banyak ditemui klausul-klausul eksonerasi/eksensi, yang merugikan nasabah pemegang kartu kredit sebagai konsumen. Sebenarnya UU Perlindungan Konsumen merupakan undang-undang yang cukup baik dalam melindungi hak-hak konsumen, namun pengaturannya masih bersifat umum sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan khusus mengenai kartu kredit ini. Dan saat ini, telah ada upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yaitu dengan dibentuknya BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). Lembaga ini merupakan alternatif peradilan yang cukup baik dalam menyelesaikan sengketa-sengketa konsumen yang timbul."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Yusuf Yuliansyah
"Pada awalnya leasing merupakan kegiatan pembiayaan perusahaan untuk penyediaan barang modal, namun dalam perkembangannya dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukan barang yang belum tentu untuk kegiatan usaha misalnya mobil, motor. Hal tersebut dikarenakan belum ada pegaturan yang jelas dan rinci mengenai apa yang dimaksud barang modal dalam leasing. Kegiatan leasing pada PT. Federal International Finance dituangkan dalam suatu Perjanjian Pembiayaan Konsumen, dalam perjanjian tersebut terdapat pencantuman klausula-klausula baku yang dirasa memberatkan konsumen antara lain mengenai pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, pemberian kuasa kepada pelaku usaha untuk melakukan tindakan sepihak, mengatur pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa, mengurangi manfaat jasa atau harta kekayaan konsumen, menyatakan tunduknya konsumen kepada aturan baru dan/atau tambahan, pemberian kuasa kepada pelaku usaha untuk melakukan pembebanan hak atas barang yang dibeli konsumen secara angsuran bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang membatasi pencantuman klausula baku dalam perjanjian mengenai isi, bentuk dan letaknya. Upaya hukum bagi konsumen apabila menemukan hal tersebut berdasarkan UUPK ada dua yaitu: penyelesaian melalui pengadilan atau penyelesaian di luar pengadilan. Dan akibat hukumnya apabila terdapat klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK , maka klausula baku tersebut batal demi hukum. Hingga saat ini pencantuman klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK masih tetap ada, bahkan pelaku usaha menerapkan prinsip ?take it or leave it? terhadap konsumen atas pencantuman klausula baku tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21213
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Romian Herda Haserepon
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21465
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>