Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Farah Alizhanda
"Semakin beragamnya aktivitas perdagangan, membawa pembahasan lebih luas mengenai Hukum Persaingan Usaha. HAKI yang awalnya merupakan suatu hak atas benda yang tidak berwujud menjadi ikut serta di dalamnya. Permasalahan muncul ketika perusahaan dengan produk HAKI yang menguasai pasar dikecualikan dari Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Hal ini berbeda dengan Amerika yang tidak mengecualikan HAKI dari Hukum Persaingan Usaha. Salah satu pelaku usaha dengan produk HAKI yang menguasai pasar adalah Microsoft. Pada awal tahun 2000, Microsoft telah dilaporkan beberapa kali di Amerika, Eropa, dan Jepang atas pelanggaran terhadap persaingan usaha dengan tuduhan penyalahgunaan posisi dominan. Oleh karena itu, melalui metode penelitian yang bersifat normatif, berdasarkan studi literatur, penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan besarnya potensi penyalahgunaan posisi dominan yang dimiliki pelaku usaha dengan produk berupa HAKI dan perbandingannya dengan perspektif Hukum Persaingan Usaha di Amerika. Penelitian ini menimbulkan saran bahwa KPPU harus memberikan perhatian lebih terhadap aktivitas Microsoft di Indonesia. KPPU diharapkan dapat membuat sebuah aturan kebijakan baru berupa Pedoman mengenai aktivitas bisnis HAKI dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Hal ini bertujuan agar terciptanya suasana perdagangan yang lebih adil.

The increasing diversity of trade activities has led to a broader discussion on Competition Law. Intellectual Property Right (IPR), which was originally a right to an intangible object, has become involved in it. Problems arise when companies with IPR products that dominate the market are excluded from Business Competition Law in Indonesia. This is different from the United States, which does not exclude IPR from the Competition Law. One of the business actors with IPR products that dominate the market is Microsoft. In early 2000, Microsoft was reported several times in the US, Europe, and Japan for violations of business competition with allegations of abuse of dominant position. Therefore, through a normative research method, based on a literature study, this study aims to show the magnitude of the potential abuse of dominant position owned by business actors with products in the form of IPR and its comparison with the perspective of Business Competition Law in America. This research suggests that KPPU should pay more attention to Microsoft's activities in Indonesia. KPPU is expected to make a new policy rule in the form of a Guidelines regarding business activities of IPR in the Law of Business Competition in Indonesia. This aims to create a fairer trading atmosphere."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiwidya imam Rahayu
"Salah satu bentuk perilaku anti persaingan yang menjadi perhatian dalam UU No. 5/1999 adalah melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan atau predatory pricing. Jual rugi adalah suatu strategi penetapan harga oleh pelaku usaha untuk menyingkirkan pesaingnya dari pasar bersangkutan dalam upaya mempertahankan posisinya sebagai monopolis atau dominan. Praktek jual rugi dengan tujuan menyingkirkan atau mematikan pelaku usaha pesaingnya di pasar dalam konteks persaingan usaha adalah suatu perilaku pelaku usaha yang umumnya memiliki posisi dominan di pasar atau sebagai pelaku usaha incumbent menetapkan harga yang merugikan secara ekonomi selama suatu jangka waktu yang cukup panjang. Strategi ini dapat mengakibatkan pesaingnya tersingkir dari pasar bersangkutan dan atau menghambat pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar.
Strategi penetapan harga yang sangat rendah, yang termasuk dalam Limit-Pricing Strategy diidentifikasikan dengan keinginan pelaku usaha monopolis atau dominan untuk melindungi posisinya dengan cara melakukan pemotongan harga secara substansial atau melakukan peningkatan produksi secara signifikan. Perilaku ini dimaksud agar tidak memberi kesempatan atau daya tarik pada pelaku usaha baru untuk masuk dalam industri, sehingga pelaku usaha monopolis dapat tetap mempertahankan posisi dominannya.

One form of anti-competitive behavior that has become a vocal point in the Law. 5 /1999 is to sell at loss or set very low prices with the intent to remove or kill off other competitors in the relevant market or considered tobe a predatory pricing. To sell at a loss is a pricing strategy by the perpetrators in an attempt to remove competitors from the relevant market in an effort to maintain its dominant position or as a monopolist. The practice of selling at a loss for the purpose of removing or killing off competitors in the market in the context of business competition is a behavior of business actors that are generally have a dominant position in the market or as an incumbent entrepreneurs who sets prices that will damage the economy in a period of time.
This strategy may result in competitors being eliminated from the relevant market and or increase the barrier of entry of other businesses to enter the market. Pricing strategy that employs a very low price, which is included in the Limit-Pricing Strategy that has been identified with the business desire to protect the monopolist or dominant position by cutting prices or substantially and therefore increases its production significantly. This behavior is intended to limit the attractiveness for a new business actor to enter into the industry, therefore enabling the monopolistic business actor to maintain its present dominant position.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24806
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI, T.th
343.072 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rizka Ramadhani
"Skripsi ini membahas mengenai penyebab dari Telkomsel yang menguasai pasar lebih dari 50 dan bagaimana jika keadaan tersebut ditinjau dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU Persaingan Usaha . Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain yuridis normatif, dimana hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Telkomsel tidak terbukti melanggar Pasal 17 dan 25 UU Persaingan Usaha. Penelitian ini menyarankan bahwa dalam menetapkan jumlah dan lokasi pembangunan BTS dalam konteks operator telepon seluler, Pemerintah seharusnya menggunakan kewenangannya secara maksimal dalam melakukan evaluasi agar memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh masing-masing operator tersebut telah mencakup dan merata di seluruh wilayah Indonesia atau setidak-tidaknya meng-cover tiga wilayah, yaitu high, medium, dan low area profitability; Regulator hendaknya mempertegas penerapan sanksi terhadap operator yang tidak mematuhi Rencana Dasar Teknis yang telah diajukan sebelumnya.

The focus of this study is about the cause of Telkomsel dominate the market more than 50 and what if the condition is reviewed by Law No. 5 Year 1999 Competition Act . This research is qualitative with juridical normative. This research explain that Telkomsel is not proven infringed the Article 17 and 25 of Competition Act. This research suggests that in determining the amount and location of the construction of base stations in terms of cellular operators, the government should use their authority to the fullest in evaluation of it, in order to ensure that the development which undertaken by each of these operators have covered and evenly distributed throughout Indonesia, or at least it has covered the high, medium, and low profitability areas regulators should strengthen the sanctions against operators who do not comply with the basic technical plan that has been proposed previously to the government.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Hendrik Adrianto
"Pandangan masyarakat dalam menilai perusahaan-perusahaan yang diindikasikan mempunyai posisi monopoli dan dominan di suatu pangsa pasar tertentu, terbagi menjadi dua bagian, yaitu pandangan pertama yang menilai perusahaan yang memonopoli barang atau jasa tertentu dapat dikategorikan melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan KPPU harus segera melakukan penyelidikan baik berdasarkan laporan maupun atas inisiatif sendiri untuk memberikan sanksi atas pelanggaran Undang-Undang tersebut, dan yang kedua adalah masyarakat yang menilai bahwa perusahaan yang memonopoli dan mempunyai posisi dominan terhadap barang atau jasa tertentu belum tentu melanggar Undang-Undang ini karena harus dinilai dari perilaku perusahaan tersebut untuk mencapai posisi monopoli dan posisi dominan tersebut, apakah diraih dengan cara-cara yang melanggar hukum (unfair competition) atau secara alamiah mencapai posisi itu dengan menerapkan efisiensi dalam pengelolaan perusahaannya.
Untuk mengawasai pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang berperan juga dalam penegakan Undang-Undang Persaingan ini melalui beberapa pendekatan yang dapat diterima oleh berbagai pihak baik dari segi pelaku usaha, masyarakat maupun pemerintah sebagai regulator. Perusahaan dengan posisi monopoli secara alami ini secara hukum dapat dikatakan tidak secara tegas dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, hal ini dilihat dari kriteria-kriteria yang diperbolehkan oleh Garis Besar Haluan Negara untuk dapat terjadinya monopoli, seperti monopoli dan kedudukan monopolistik yang diperoleh dengan cara natural karena monopoli menang dalam persaingan yang dilakukan secara sehat. Dalam hal demikian memang tidak apa-apa, namun entry (masuknya siapa saja dalam investasi yang sama) harus terbuka lebar-lebar, dan yang lainnya adalah monopoli atau kedudukan monopolistik yang diperoleh secara natural karena investasinya terlampau besar, sehingga hanya satu saja yang berani dan bisa merealisasikan investasinya. Meski demikian, pemerintah harus tetap bersikap persuasif dan kondusif di dalam memecahkan monopoli.
Jadi kehadiran ketentuan-ketentuan UU Antimonopoli ini diharapkan dapat menjamin terciptanya iklim berusaha yang sehat, adil dan bebas dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sehingga kehadirannya akan membawa nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di Indonesia, yang selama ini dapat dikatakan jauh dari kondisi yang ideal. Sekurang-kurangnya, UU Antimonopoli ini secara tidak langsung akan memaksa pelaku usaha untuk lebih efisien dalam mengelola usahanya, karena UU Antimonopoli ini juga menjamin dan memberi peluang yang besar kepada pelaku usaha lain yang ingin berusaha (sebagai akibat dilarangnya praktek monopoli dalam bentuk penciptaan barrier to entry). Hal ini berarti bahwa hanya pelaku usaha yang efisienlah yang dapat bertahan di pasar.
Usaha untuk menjaga independensi dari pihak-pihak lain, setidaknya dapat terlihat dari persyaratan keanggotaan yang diatur dalam Pasal 32 yaitu, bahwa anggota Komisi tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha. Oleh karena itu anggota Komisi yang menangani perkara dilarang mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan salah satu pihak yang berperkara, atau mempunyai perbenturan kepentingan dengan negara yang bersangkutan. Jadi secara legal, komisi ini adalah lembaga non struktural yang independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain yang diberi wewenang penuh untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuanketentuan yang diatur dalam W No. 5 Tahun 1999 serta dapat melanjutkan reformasi baik di bidang bukum maupun di bidang ekonomi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beni Wijanarko
"Pelaku usaha kecil mempunyai peran yang penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, karena kontribusinya bagi Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Tetapi karena ukuran skala usaha ekonominya yang kecil pelaku usaha kecil selalu kalah bersaing dengan pelaku usaha besar. Berbagai masalah juga selalu melekat pada pelaku usaha kecil seperti masalah keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, dan perizinan usaha. Untuk mengatasi berbagai kelemahan usaha kecil, pemerintah melakukan program-program pemberdayaan. Salah satunya adalah pemberdayaan pelaku usaha kecil yang didasarkan pada ekonomi pasar yaitu dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU No. 5/1999) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal dalam UU No. 5/1999 yang mengatur pemberdayaan pelaku usaha kecil adalah Pasal 50 huruf (h) yang menyatakan bahwa, yang dikecualikan dari ketentuan UU ini adalah pelaku usaha yang tergolong ke dalam usaha kecil. Maksud dari pengecualian ini adalah agar pelaku usaha kecil dapat menggabungkan diri dengan pelaku usaha kecil lainnya membentuk suatu kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar dalam kegiatan bisnis berhadapan dengan pelaku usaha besar, dan meningkatkan skala ekonominya agar dapat berkembang menjadi usaha yang lebih besar. Namun, kerjasama yang diizinkan tersebut termasuk dalam pengaturan prinsip larangan UU No.5/1999, sehingga berpeluang untuk menghambat persaingan pada pasar bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang mengatur mengenai pengecualian pelaku usaha kecil dari ketentuan UU No. 5/1999, karena sampai saat penulisan skripsi ini selesai disusun, belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>