Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133762 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Deky Paryadi
"Karakteristik e commerce yang berbeda dengan perdagangan konvensional menjadikan e-commerce sebagai sesuatu yang masih baru dan belum banyak dipahami bagi sebagian masyarakat Indonesia. Melihat fenomena bisnis e-commerce yang pesat maka sangat penting menempatkan konsumen sebagai subjek yang sangat erat kaitannya dengan bisnis e-commerce.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dari UU Perlindungan Konsumen dan UU Perdagangan sebagai acuan melihat perlindungan konsumen dalam perdagangan e-commerce.
Hasil penelitian menyimpulkan terdapat beberapa faktor yang menghambat keberlangsungan kegiatan e-commerce di Indonesia sehingga diperlukan campur tangan pemerintah diperlukan fungsi pengawasan yang lebih efektif dikarenakan karakteristik e-commerce yang berbeda dengan perdagangan konvensional.

The Characteristics of e-commerce which is different from the conventional trade making e-commerce as something that is new and has not been understood for some people in Indonesia Looking at the phenomenon of e-commerce businesses are rapidly it is important to put the consumers as a subject that is closely associated with the e-commerce business.
This research is a normative legal research of the Consumer Protection Act and the Trade Act as a reference to see consumer protection in e commerce trading.
The Results of this study concludes that there are several factors that hamper the sustainability of e commerce activities in Indonesia so that required government intervention it is necessary that the supervisory function over due to the characteristics of e commerce that is different from the conventional trade."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dicky Irfandi
"Pekembangan Teknologi dan Informasi yang sangat cepat membuat perdagangan secara elektronik (e-commerce) menjadi salah satu pilihan yang terbaik bagi masyarakat. PT. Mitra AdiPerkasa Tbk merupakan pelaku usaha e-commerce yang mengelola planetsports.net. Situs tersebut menjual produk peralatan olahraga mulai dari kaos, sepatu, hingga aksesoris olahraga dengan berbagai macam merk terkenal. Planetsports.net menerapkan prinsip efisiensi melalui pencantuman klausula baku pada perjanjian pembelian peralatan olahraga, hal ini dilakukan demi menghindari negosiasi yang berlarut-larut. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan batasan-batasan aturan mengenai klausula baku. Pada klausula baku yang ditetapkan oleh planetsports.net terdapat klausula yang bertentangan dengan aturan Pasal 18 UUPK sehingga dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu klausula tersebut batal demi hukum dan pihak pengelola planet sports.net wajib menyesuaikan klausula-klausula baku tersebut dengan aturan-aturan UUPK.

Rapidly development technology and information make electronic commerce (e-commerce) to be one of the best option for the community. PT. Mitra Adiperkasa Tbk is an e-commerce business that manages planetsports.net. The site sells sports equipment products ranging from shirts, shoes, accessories of sports with a variety of well-known brands. Planetsports.net applies the efficiency principle through the inclusion of standard clauses on the exercise equipment purchase agreement, it is also being done to avoid lengthy negotiation. The Law Number 8 of 1999 regarding Consumer Protection (UUPK) gives limitation for the use of standard clauses. The standard clauses set by planetsports.net contained clauses that are contrary to the Article 18 of UUPK that can harm consumers. Therefore, the clauses are considered ?null and void? and the managers of planetsports.net is obliged to accommodate their standard clauses within the regulation of UUPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Kusbiantoro
"Teknologi dan informasi mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pemanfaatan teknologi dan informasi dilakukan di berbagai bidang, salah satunya adalah di bidang perdagangan atau yang sering disebut dengan e-commerce. PT Global Digital Niaga merupakan pelaku usaha e-commerce yang mengelola blibli.com, sedangkan Nuansa Media selaku pengelola bukabuku.com. Kedua situs tersebut menjual produk salah satu produk utamanya adalah buku. Bukabuku.com dan blibli.com menerapkan prinsip efisiensi melalui pencantuman klausula baku pada perjanjian pembelian buku, hal ini dilakukan demi menghindari negosiasi yang berlarut-larut.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan batasan-batasan aturan mengenai klausula baku. Pada klausula baku yang ditetapkan oleh bukabuku.com dan blibli.com terdapat klausula yang bertentangan dengan aturan Pasal 18 UUPK sehingga dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu klausula tersebut batal demi hukum dan pihak pengelola bukabuku.com dan blibli.com wajib menyesuaikan klausula-klausula baku tersebut dengan aturan UUPK.

Technology and information is developing very rapidly. Utilization of technology and information made in various fields, one of which is in field of trade or often called e-commerce. PT Global Digital Niaga is an e-commerce business that manages blibli.com, while Nuansa Media manages bukabuku.com. Both website sells one of its main products is books. Bukabuku.com and blibli.com applies the efficiency principle through the inclusion of standard clause on the online book purchase agreement, it is also being done to avoid lengthy negotiation.
The Law Number 8 Year 1999 regarding consumer protection (UUPK) gives limitation for the use of standard clauses. The standard clauses set by bukabuku.com and blibli.com contained clauses that are contrary to the Article 18 of UUPK that can harm consumers. Therefore the clauses are considered ?null and void? and the managers of bukabuku.com and blibli.com are obliged to accomodate their standard clauses within the regulation of UUPK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43753
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prayogo Serevin Wisnumurti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena banyaknya situs e-Commerce yang mencantumkan klausula Baku yang dapat merugikan pihak konsumen. Dalam hal ini penulis berniat untuk menganalisis mengenai klausula baku yang terdapat dalam situs groupon.co.id dan livingsocial.co.id. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam situs groupon.co.id dan livingsocial.co.id terdapak klausula baku yang melanggar UUPK. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, di mana penulis mendapatkan bahan penelitian dengan melakukan studi pustaka dan wawancara. Akibat hukum dari pencantuman klausula baku yang yang melanggar UUPK adalah batal demi hukum perjanjian yang di mana klausula baku tersebut berlaku. Selain itu pelaku usaha juga diwajibkan untuk menyesuaikan klausula bakunya dengan ketentuan di dalam UUPK.

The background of this research is because there are too many e-Commerce website that have standard clauses that can harm consumer right. In this research , writer want to analyze about standard clauses in groupon.co.id and livingsocial.co.id. The goal of this research is to find out whether groupon.co.id and livingsocial.co.id have standard clauses that contrary to consumer protection laws.This research was conducted by using normative juridical method, and the data used in this research are obtained from literature study and interviews. The legal impact that will be arise from the standard clauses that contrary to consumer protection law is null and void of the agreement. Moreover businessman are also required to adjust the standard clauses with provison from the consumer protection law."
2014
S53650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdiani
"Klausula baku merupakan hal yang lazim digunakan dalam dunia usaha, biasanya klausula baku dibuat secara sepihak dan telah ditentukan terlebih dahulu oleh pelaku usaha sehingga konsumen yang ingin memanfaatkan barang atau jasa tersebut hanya memiliki pilihan menyetujui atau tidak menyetujui hal yang termuat dalam klausula tersebut atau dalam istilah disebut take it or leave it, penggunaan klasula baku dibutuhkan dalam dunia bisnis karena bentuk transaksi seperti ini dinilai mempermudah dalam praktik perdagangan, sewa menyewa, asuransi, jasa sektor keuangan dan berbagai bentuk hubungan hukum lainnya. Namun kemudahan transaksi menggunakan klausula baku sering merugikan konsumen, seperti klausula tambahan yang menyatakan bahwa konsumen harus setuju atau tunduk pada perubahan yang akan ada dikemudian hari, perubahan tersebut tidak diketahui perihalnya bahkan dalam beberapa kasus seringnya perubahan tersebut tidak diberitahukan kepada konsumen, oleh karenanya konsumen merasa dirugikan. Undang-undang perlindungan konsumen menyatakan aturan tambahan dalam klausula baku tersebut merupakan klausula yang dilarang dalam pasal 18 ayat 1 huruf (g), pelaku usaha yang memuat ketentuan mengenai klausula tambahan dalam perjanjian baku tersebut dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18 ayat (3) artinya perjanjian tersebut tidak mengikat. Selain itu klausula tambahan tersebut merupakan pelanggaran penerapan asas itikad dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Dalam penelitian ini diuraikan mengenai kasus dan putusan yang memuat klausula tambahan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dengan analisis pendekatan undang-undang atau statute approach. Hasil penelitian ini yakni klausula tambahan tersebut merupakan hal yang dilarang oleh undang-undang perlindungan konsumen dan dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18. Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen namun hal ini masih kurang melindungi konsumen karena putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut tidak dapat dilaksanakan dan beberapa putusan dibatalkan oleh pengadilan, alternatif lainnya konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan gugatan perbuatan melawan hukum.

Standard contract is a common practice in business, it is a practice where the contract is made unilaterally by the business actors so that the consumers would not have a choice but to agree with the contract, or it is commonly known with term "take it or leave it". The use of standard clause is important in the business since it is considered to make trade and transaction easier, as well as leasing, insurance, and financial sector services. However, standard clause often harms consumers, such as an additional clauses where the consumers must agree and submit to changes that will occur in the future. In some cases, such changes are not notified to consumers, therefore it inflicts a financial loss to consumers. According to the Consumer Protection Act of Indonesia, the additional rules in the standard clause are prohibited in article 18 (1) (g), business actors that contain provisions regarding additional clauses in the standard clause are declared null and void as contained in Article 18 (3) which means that the agreement is not binding. In addition, the additional clause is also a violation of the application of the Good Faith principle and it is a tort.
In this research described the cases and decisions that contain these additional clauses. This research was conducted by literature study with statute approach analysis. By this research, author draws a conclusion that additional clause is something that is prohibited by Consumer Protection Art of Indonesia and declared null and void as regulated in Article 18, and consumers who feel aggrieved can file a lawsuit to the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). However, in practice the decision issued by the BPSK can not be implemented and several decisions are canceled by the District Court. The alternative customers can take is to submit a lawsuit to the District Court with a lawsuit against the law or tort.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perpetua Graciana Kanta
"Skripsi ini membahas mengenai hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi immateriil. Permasalahan yang diteliti dan dibahas dalam skripsi ini adalah ketentuan Pasal 19 UUPK mengenai tanggung jawab pelaku usaha apakah mencakup bentuk ganti rugi immateriil bagi konsumen atau tidak dan mekanisme agar konsumen dapat mengajukan ganti kerugian immateriil. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, Undang-Undang, Putusan BPSK dan Pengadilan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan Pasal 19 UUPK mengakui semua kerugian termasuk kerugian immateriil merupakan hak konsumen. Pasal 19 mengatur pula kerugian immateriil yakni dalam bentuk santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Santunan dalam hal ini termasuk kerugian immateriil karena merupakan tanggung jawab moril pelaku usaha yang bukan merupakan kerugian nyata tetapi jumlahnya diatur oleh peraturan perundang-undangan. Konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian melalui BPSK atau Peradilan namun kerugian immateriil tidak dapat dikabulkan oleh BPSK karena BPSK hanya mengabulkan kerugian materiil saja dan tujuan utama pembentukan BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen secara singkat, sederhana dan murah. Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlu merubah UUPK dengan menambahkan ketentuan bahwa pengajuan tuntutan kerugian immateriil kepada Pengadilan Negeri. Konsumen yang ingin mendapatkan ganti kerugian immateriil lebih tepat mengajukan gugatan melalui Peradilan agar BPSK tetap melaksanakan tugas penyelesaian sengketa secara cepat, singkat, dan murah.

This study focuses on the consumer's right for granting immaterial loss compensation. The research discusses about whether Article 19 of Consumer Protection Law CPL regulates immaterial loss compensation as well as the mechanism to file a claim for immaterial loss compensation. The method used in this study is juridical normative study by using secondary data, primary legal material, secondary and tertiary such as, CPL, verdict of BPSK and court decisions. The research finds that Article 19 of CPL recognizes all types of consumer's loss including immaterial loss. Article 19 of CPL regulates immaterial loss in the form of sympathetic care santunan in accordance with the regulations. Sympathetic care in this case belongs to immaterial loss as it is a moral responsibility of the business actors which is not a real loss yet the amount of the loss is regulated by the laws. The consumer is able to file claims for his her compensation through BPSK as the alternatives dispute resolution or court. However, BPSK is not able to grant the consumer's immaterial loss since BPSK only grants the consumer's material loss. That is because primarily BPSK is established to dispute resolution in a quick, simple, and low cost way. Furthermore, this study recommends the revision of CPL by putting stipulation to file the claim for immaterial loss compensation to the Court. That stipulation is a guarantee to the consumer's right of protection for immaterial loss. Any consumer who wants to file claim for immaterial loss compensation may go through the Court. Therefore, BPSK as an institution still runs its function to dispute resolution in a quick, simple, and low cost mechanism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Pramuditto
"Skripsi ini membahas mengenai kesalahan pengiriman dalam transaksi elektronik di Indonesia. Terkait dengan pembahasan tersebut, digunakan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik.
Skripsi ini membahas bagaimana analisis peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak konsumen atas informasi yang diperlukan dalam pembelian barang melalui online, serta pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian dalam kesalahan pengiriman barang pesanan online.
Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam rangka menjalani kegiatan transaksi secara online, agar pelaku usaha menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya, pengawasan terhadap aktifitas jual beli secara online, dan konsumen mencari informasi sebanyak - banyaknya sebelum melakukan pembelian barang secara online, dan perlunya sosialisasi mengenai hak konsumen terutama penyuluhan tentang Undang - Undang Perlindungan Konsumen.

This paper discusses about the error in goods delivery through electronic transactions in Indonesia. The Laws that are being used related in this papers are, Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection, Law Number 11 Year 2008 on Electronic Informations and Transactions, Law Number 7 Year 2014 on Trading, and Government Regulation Number 82 Year 2012 on The Implementation Of Electronic Transaction System.
This paper discusses about consumer rights of buying goods via online information, and also about regulation about law protection for consumer who experience loss on error in goods delivery that are being ordered from online transactions.
Research suggest that sellers need to implement the principle of cautiousness in running the business, supervision for online transaction activity, consumer needs to find information on online transaction as many as possible beforehand, and socialization about consumer rights especially Law on Consumer Protection counseling.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetta Dewi Prita Swaraswati
"Perlindungan konsumen merupakan hal yang penting sehingga dibuatlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan yang dibutuhkan oleh konsumen dalam memperoleh produk obat yang beredar di masyarakat, dimana produk obat tersebut telah diawasi oleh suatu instansi yang dapat bertanggung jawab atas pengawas obat. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan instansi yang ditunjuk oleh pemerintah dalam melakukan pengawasan obat, sehingga pelaku usaha yang beritikad baik yang dapat mengedarkan obat tersebut harus mendaftarkan obat tersebut kepada BPOM. Hal-hal yang menjadi pembahasan oleh penulis adalah bagaimana pengaturan peredaran obat; peran BPOM terhadap peredaran dan pengawasan obat keras; serta pelaku usaha mana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban oleh konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi obat keras yang dibeli oleh Pedagang Eceran Obat (PEO).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka diperoleh bahwa peredaran obat dimulai dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) sampai pada Apotek, Rumah Sakit, dan Toko Obat. Peredaran obat keras ilegal masih banyak terjadi dan sering disalahgunakan. Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM dilakukan dengan penertiban produk obat keras ilegal. Pelaku usaha yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Pedagang Eceran Obat (PEO) apabila konsumen mengalami kerugian akibat mengkonsumsi obat keras yang dijual oleh PEO tersebut.

Consumer protection is an important thing so Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen were made, Consumer protection in medical scope is needed when the consumers get the medicine had to bo checked and evaluated by the responsible instance. National Agency of Drug and Food Control (BPOM) is the selected instance by the government to control the drug, so the drug vendors who could distribute the drugs have to register their drugs to BPOM. Things those are under discussion by the author is how the drug distribution arrangements; BPOM role in drug distribution and control; also which one who is in charge to held accountable by consumers who suffered losses as a result of consuming drugs purchased by retail drug dealers (PEO).
In this study conducted with the author, it was found that the circulating drugs from Pharmaceutical Wholesalers (PBF), to pharmacies, hospitals, and retail drug dealers. Illegal drug distributions are still common and missed used. BPOM made some policies to control the drug distributions. Vendors who held accountable are the retail drug dealers (PEO) if the counsumers harmed after consuming the drugs sold by the PEO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>