Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117759 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novie Andriani
"Persaingan yang ketat di dunia hiburan menyebabkan meningkatnya permintaan sinetron-sinetron baru. Peningkatan permintaan akan sinetron ini seharusnya semakin meningkatkan daya kreativitas dari Production House dalam menghasilkan tayangan yang bermutu dan orisinil, namun yang terjadi justru sebaliknya. Banyak penonton yang menilai bahwa sinetron-sinetron yang ditayangkan oleh stasiunstasiun televisi saat ini mempunyai kemiripan dengan filmfilm serial asing. Terlebih apabila film serial asing aslinya ternyata ditayangkan pada salah satu stasiun televisi, akan sangat mudah bagi penontonnya untuk membandingkan sinetron tersebut dengan film serial asing aslinya. Salah satu contohnya adalah sinetron Benci Bilang Cinta (SCTV) yang mirip dengan Princess Hours (Indosiar) dan Buku Harian Nayla (RCTI) yang mirip dengan One Litre of Tears (Indosiar). Biasanya apabila suatu Production House membuat sinetron yang mengadaptasi dari film lainnya maka judul film aslinya akan dicantumkan pada credit title, namun yang terjadi pada kedua sinetron tersebut tidaklah demikian. Hal inilah yang menarik minat penulis untuk membahas masalah ini. Adapun pokok permasalahannya adalah apakah adaptasi yang dilakukan oleh sinetron Benci Bilang Cinta dan Buku Harian Nayla merupakan suatu pelanggaran Hak Cipta, bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan terhadap film serial Princess Hours dan One Litre of Tears yang diadaptasi oleh sinetron-sinetron tersebut, dan siapakah yang berhak mengajukan gugatan pelanggaran atas Hak Cipta atas suatu karya yang diadaptasi tanpa ijin. Penulis menggunakan metode penulisan doktrinal. Kesimpulan dari penulisan ini adalah bahwa adaptasi yang dilakukan sinetron Benci Bilang Cinta dan Buku Harian Nayla merupakan adaptasi yang melanggar Hak Cipta karena dilakukan tanpa meminta ijin terlebih dahulu, film serial aslinya yaitu Princess Hours dan One Litre of Tears mendapatkan perlindungan yang sama di Indonesia sebagaimana Indonesia memberikan perlindungan terhadap karya-karya lokal sesuai dengan prinsip Nationality Treatment yang diatur dalam Berne Convention dan TRIPs, mengenai masalah pelanggaran Hak Cipta maka Produser atau dalam hal ini Production House-lah yang berhak mengajukan gugatan pelanggaran atas Hak Cipta karena filmnya telah diadaptasi tanpa ijin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurbaya
"Persaingan antar media televisi telah mendorong pelaku media untuk berlomba-lomba menciptakan suatu suguhan yang menarik pemirsa untuk tetap berada di posisi yang menguntungkan. Berawal dari kesuksesan sinetron Si Doel Anak Sekolahan inilah yang mengundang hadimya sejumlah pilihan sinetron Betawi dengan tema yang hampir seragam. Salah satunya cerita dan gambaran dari sinetron berlatar belakang kehidupan masyarakat Betawi yang berjudul Kecil kecil Jadi Manten, gambaran Betawi yang identik dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, pinggiran, muncul melalui karakter tokoh yang memang bodoh, "bloon", suka kawin, sangat primitif dan tidak berbudaya serta berdialog dengan bahasa komunikasi yang dangkal. Hubungan sosial yang diungkapkan Iewat sinetron itu sudah menyimpang, kadang tidak lagi mengindahkan norma agama dan etika sosial.
Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dan dengan metode kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui proses produksi budaya yang terjadi dalam sinetron tersebut dan mengungkap alasan yang melatarbelakanginya. Untuk mengetahui proses produksi yang berlangsung dan alasan dibalik proses pembuatannya, maka tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan pihak produksi yang terdiri dari producer, sutradara sinetron kecil kecil jadi manten serta kru-kru yang terlibat secara langsung dalam proses produksi sinetron tersebut termasuk juga di dalamnya kepala unit manager dan beberapa pemain utamanya. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap budayawan Betawi dan praktisi Betawi untuk mengetahui gambaran dari realitas sosial yang sebenarnya.
Penelitian ini menyimpulkan hasil atas wacana sinetron berlatar belakang budaya Betawi di televisi, memperlihatkan adanya penggambaran budaya Betawi yang termarjinalisasi dalam sinetron tersebut. Terdapat perbedaan persepsi tentang budaya Betawi yang ditampilkan oleh media dalam sebuah sinetron yaitu sinetron kecii kecil jadi manten dengan gambaran masyarakat Betawi yang sebenarnya. Karena tidak hanya terdapat pada masyarakat Betawi saja melainkan stereotype seperti itu juga ada pada masyarakat manapun. Tidak terkecuali masyarakat Jawa, Sumatera atau Madura. Temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa produksi sinetron kecil-kecil jadi manten hanyalah melanggengkan dan mengukuhkan ideologi dominan yang sudah ada yaitu ideologi yang menampilkan realitas imajiner bukan berdasarkan realitas faktual seperti pada kenyataan berdasarkan pada kebenaran. Dapat dikatakan bahwa produksi sinetron ini tidak memiliki keunikan secara substansial tentang nilai-nilai budaya Betawi namun hanya sekedar mencoba menampilkan keunikan setting atau nuansa cerita yang secara kebetulan mengambil nuansa ke-Betawi-an. Hal ini tampak jelas pada dialek para tokohnya dan gaya arsitektur bangunan rumahnya dan kesenian-kesenian yang mewamai jalan ceritanya.
Meski sutradara berupaya keras menjaga rasionalitas alur cerita dengan menampilkan konflik-konflik yang dibuat menjadi seakan-akan wajar dan tidak berlebihan, namun secara keseluruhan tidak ada penggambaran makna dari subtansi nilai-nilai budaya Betawi yang sebenamya. Kondisi ini terjawab dengan melihat pada temuan di lapangan antara lain tidak ada konsep cerita yang diambil berdasarkan riset atau pengamatan mendalam terhadap nilai-nilai budaya Betawi yang sebenamya, pemilihan para pemain yang tidak memiliki standar jelas untuk menampilkan nilai-nilai budaya Betawi. Dan penulis cerita itu sendiri sekaligus merangkap sebagai sutradara bukan orang dengan latar belakang Betawi. Hal ini yang menyebabkan penggambaran tentang budaya dan kehidupan Betawi tidak sesuai dengan realitas seperti yang kebanyakan ada dalam kehidupan masyarakat Betawi yang sebenarnya.
Pada akhirnya, semua ini memperlihatkan bahwa realitas media tidaklah muncul begitu saja, melainkan telah dibentuk melalui interaksi di antara para pelaku produksi yang kemudian dipengaruhi oleh struktur. Relasi-relasi yang terlibat dalam suatu proses produksi yang secara struktural pemilik modal adalah yang paling dominan, tetapi dalam penelitian ini pemilik modal tidak lagi menentukan proses pengambilan keputusan dengan kata lain tidak ada intervensi. Aktorlah yang secara leluasa menetukan performance suatu hasil karya produksi. Di sini yang menjadi dominan adalah persepsi di mana hasil persepsi tersebut akan menampakkan hasil produksi yang termarjinalisasi. Dengan demikian produksi wacana dalam sinetron Betawi kecil-kecil jadi manten yang berlatar belakang historis, sosial, dan ideologi tertentu akan rnmunculkan wacana tertentu pula dan bukan tidak mungkin akan berdampak secara kultural dan ideologis pada pengetahuan pemirsanya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Evangeline
"Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan kecenderungan penggambaran citra wanita dalam sinetron Indonesia yang disiarkan stasiun-stasiun televisi di Indonesia. Pertimbangan memilih judul ini karena, pertama, merebaknya produksi sinetron di Indonesia pada tahun 1995, dan peringkat beberapa sinetron Indonesia yang melebihi peringkat produk-produk impor berdasarkan Survey Research Indonesia tahun 1995; kedua, sebagian besar sinetron yang diminati pemirsa televisi, adalah sinetron serial cerita dimana tokoh wanitanya memiliki peran yang cukup menonjol, dan ketiga, adanya beberapa penelitian sebelumnya yang mengamati bagaimana penggambaran wanita dalam media-media massa, yaitu antara lain media iklan, majalah pria, film layar lebar Indonesia dan film layar lebar Hollywood. . Ada dua penelitian sebelumnya yang dilakukan mahasiswa senior peneliti yang juga membahas tentang citra wanita dalam media, yaitu penelitian survey yang dilakukan Ira Wibowo, dengan judul : Sikap Wanita terhadap Penampilan Citra Wanita dalam Iklan, dan penelitian analisis isi yang dilakukan Gita Fiat-6 Lingga, dengan judul : Citra Wanita dalam Majalah Pria. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan dengan tehnik analisis isi kuantitatif, dimana peneliti mengainati kecenderungan penggambaran karakter tokoh wanita dalam sinetron serial Indonesia yang menjadi sampel. Setelah mengetahui kecenderungan karakter, peneliti menganalisis hasil tersebut secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan konsep pengadopsian realitas sosial di Indonesia ke dalam sinetron Indonesia terutama pada cara menggambarkan atau mengekspos citra tokoh wanita dalam sinetron yang menjadi obyek pengamatan. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah sinetron serial cerita yang ditayangkan di beberapa stasiun TV di Indonesia, sepanjang tahun 1995, dan yang menjadi peserta Festival Sinetron Indonesia 1995. Dan data yang ada diperoleh 51 judul sinetron. Kemudian sampel ditarik berdasarkan kriteria : (1) tema, yaitu sinetron yang bertemakan percintaan, keluarga dan/atau rumah tangga; dan (2) tingkat pentingnya peran tokoh utarna wanita dalam sinetron yang menjadi sampel. Dan 51 judul sinetron yang menjadi populasi, diperoleh 29 judul yang mewakili kriteria penarikan sampel. Peneliti kemudian menyaring 29 judul itu berdasarkan purposive sampling, sehingga akhirnya sinetron yang obyek penelitian ada 7 sinetron yaitu Bella Vista 2, Jerat-Jerat Cinta, Kharisma Kartika, Untukmu Segalanya, Fatamorgana, Masih Ada Kapal ke Padang, Atas Nama Cinta dan Anakku. Dad 7 sinetron tersebut diambil 12 tokoh wanita yang peranannya cukup menonjol yaitu Bella dan Lydia dalam Bella Vista 2, Triani dan Sriyana dalam Jerat-Jerat Cinta, Kartika dan Marina dalam Kharisma Kartika, Sandra dan Cynthia dalam Untukmu Segalanya, Rosalina dalam Fatamorgana, Yunita dalam Masih Ada Kapal ke Padang, Vmasty dan Yunita dalam Atas Nama Cinta dan Anakku. Penelitian ini memakai tehnik analisis isi untuk pengumpulan data kuantitatif, yang dilakukan dengan cara membaca skenario sinetron dan menonton 50% dan keseluruhan episode untuk masing-masing sinetron. Adapun data penelitian ini dibagi dalam dua bagian yaitu (1) data primer yang mencakup: kategori dimensi ethos yang terdiri dan kredibilitas, atraksi dan kekuasaan; kategori karakteristik, yang terdiri dan ego, kreativitas, moralitas dan ketegaran; (2) data sekunder, yang mencakup kategori : pendapat tokoh tentang keberadaan wanita umumnya, dan atribut tokoh wanita, yang terdiri dan status perkawinan, status pekerjaan dan profesi. Keabsahan penelitian ini diuji dengan reliability check dan Ole R. Holsti dan Scott, yaitu coefficient reliability dan index of reliability. Berdasarkan proses penelitian, didapatkan basil bahwa ternyata dalam sinetron serial cerita drama Indonesia, refleksi wanita cukup mengalami peningkatan dalam hal peranan tokoh wanita tersebut dalam masyarakt. Artinya sebagian besar tokoh digambarkan memiliki pekerjaan dengan posisi yang cukup penting. Namun dari segi karakter atau kepribadian atau watak, ternyata wanita masih digambarkan sebagai orang yang emosional, lemah, dan mudah menangis. Kemudian sebagian besar tokoh wanita juga digambarkan sebagai orang yang selalu mendapat tekanan dan dominasi kekuasaan tokoh prianya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S4164
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Kurniadi Idries
"Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa, dan sensor merupakan filter untuk menentukan apa yang patut diperlihatkan dan apa yang tidak patut diperlihatkan. Dalam hal penyensoran film, wewenang tersebut dimiliki oleh Lembaga Sensor Film sebagai suatu representasi peran negara untuk melindungi Indonesia dari budaya yang bersifat destruktif bagi budaya Indonesia. Namun sebagai pelindung budaya, Lembaga Sensor Film tidak memiliki parameter yang jelas dalam menjalankan kegiatan penyensoran dan penentuan penggolongan usia penonton sehingga cenderung menjadi multi- interpretatif dan sangat bersifat subyektif. Kelenturan ketentuan tersebut mengakibatkan mudahnya suatu film yang hendak rilis untuk disetir sesuai dengan kepentingan pihak yang memegang kekuasaan.

Film as a form of art has the capacity of visual communication, and censorship is a filter thats used to determine what is proper to be shown to the public and whats not. The authority to censorize film is given to the Board of Film Censorship to represent the Indonesian governments willingness to protect Indonesia from something that could possibly destroy Indonesias culture but Board of Film Censorships regulation seems too abstract because of the seemingly loose parameter therefore it could cause some multi-interpretation, a higher possibility of unobjective assessment of the film for the sake of fulfilling the regimes interest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Adani Nur Shabrina
"ABSTRAK

Karya sinematografi berupa film dan serial televisi, termasuk dalam bentuk ciptaan yang dilindungi. Dalam pembuatan suatu film maupun serial televisi tentu terdapat usaha dan kerja keras dari semua orang yang terlibat di dalamnya, bahkan seringkali dibutuhkan biaya tinggi. Akan tetapi, banyak pihak yang tidak bertanggung jawab mendistribusikan film dan serial televisi tersebut melaui penyediaan situs-situs layanan streaming video yang ilegal untuk kepentingan komersial, sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan pembajakan. Situs-situs tersebut pun dapat dengan mudah diakses secara gratis dimana salah satunya adalah situs indoxxi. Sementara itu, kemunculan berbagai penyedia jasa layanan streaming video yang legal pada saat ini, ternyata masih belum bisa menghapuskan keberadaan situs-situs penyedia jasa layanan streaming video yang ilegal. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kegiatan pendistribusian konten digital di internet, penyelenggaraan sistem elektronik pada situs indoxxi dan tanggung jawab hukum bagi penyelenggara situs layanan streaming video yang ilegal. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis, termasuk meneliti melalui bahan pustaka atau data sekunder. Selanjutnya, dari hasil penelitian ini didapati bahwa perjanjian lisensi merupakan elemen yang paling penting dalam rangka pendistribusian konten digital. Selain itu, terdapat bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh terkait dengan pelanggaran hak cipta dalam bentuk pembajakan tersebut.


ABSTRACT


Cinematographic works in the form of films and television series, included as the form of protected works. In making a film or television series, certainly there are a lot of effort and hard work from everyone involved in it, often high costs are needed. Unfortunately, many irresponsible parties are distributing these television films and series through the provision of illegal video streaming service sites for commercial purposes, which is can be called as piracy activities. These sites can also be easily accessed for free, one of it is indoxxi website. Meanwhile, the emergence of various legal video streaming service providers at the moment, it turns out, is still unable to eliminate the existence of sites that provide illegal video streaming services. The research aims to analyze the activities of distributing digital content on the internet, organizing electronic systems on indoxxi sites and legal responsibilities for providers of illegal video streaming service sites. This research is a normative juridical research, namely research conducted on written positive law, including researching through library materials or secondary data. Furthermore, from the results of this study it was found that the license agreement is the most important element in the context of the distribution of digital content. In addition, there are forms of dispute resolution that can be taken related to copyright infringement in the form of piracy.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widjajanti M. Santoso
"ABSTRAK
Disertasi ini memproblematikakan representasi perempuan Indonesia melalui sinetron dengan menggunakan perspektlf feminis sosiologi, dalam konteks situasi sosial pasca Orde Baru sebagai konteks sosiologis signifikansi booming media dalam situasi yang berbeda dari dekade sebelumnya. Proses menggunakan perspektif feminis, disertasi ini juga melihat dialog antara sosiologi sebagai ilmu arus utama dengan feminis yang dianggap partikular.
Sebagai upaya menyumbang pada ruang publlk, disertasi ini juga berusaha memperlihatkan implikasi praktis sumbangan feminis terhadap kehidupan ruang publik di Indonesia.

Abstract
After the tumbling down of the New Order, the situation concerning the media in Indonesia is getting freer. The eradication of the Department of Information and the lesser control by the military is used by the media to secure freedom of the press by the legislature and regulation. The media afterward is a booming economic activity which can be seen from the increasing numbers of media whether print, audio or audio visual. The dissertation oontextualises such situation as particular important and significant historical event, because it marks the sequence of social change."
2006
D724
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adeline Yasmien Ahzab
"E-commerce membuka kemungkinan dilakukannya transaksi lintas negara di mana salah satu pihaknya ialah konsumen. Transaksi demikian lazimnya dilakukan menggunakan kontrak konsumen daring. Isu hukum perdata internasional muncul apabila terjadi kontrak konsumen antara pelaku usaha dan konsumen yang yang tunduk pada jurisdiksi berbeda, dan apabila terdapat pilihan hukum asing dalam kontrak terkait. Prinsip hukum perdata internasional mengakui lembaga pilihan hukum, yakni hukum yang dipilih oleh para pihak. Namun berkaitan dengan kontrak konsumen, ketidakseimbangan posisi tawar para pihak dapat dengan mudah memberikan hasil yang tidak adil dan merampas hak-hak konsumen. Untuk mengetahui apakah pilihan hukum dalam kontrak konsumen daring dapat diakui menurut hukum Indonesia atau tidak, maka penerapan teori pilihan hukum perlu
dikaji dalam kontrak konsumen. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Perdagangan beserta peraturan turunannya memuat beberapa kaidah hukum perdata internasional, termasuk mengenai pembatasan pilihan hukum asing.
E-commerce brought the possibility of cross-border transaction in which one of the parties is a consumer. Such transactions are normally conducted through an online consumer contract. Private international law issue arises when a consumer contract is conducted between consumer and business who are subject to different jurisdictions, and if the relevant contract involves a foreign choice of law. The principle of private international law recognizes the choice of law, which is the law
chosen by the parties. But in regards of consumer contracts, there is an issue of imbalance in the bargaining position of the parties, in which can easily produce unfair results and deprive consumers of their rights. To find out whether choice of law in online consumer contracts can be recognized according to Indonesian law or not, the application of choice of law principles in consumer contracts needs to be examined. The Electronic Information and Transaction Law (UU ITE), the Trade Law (UU Perdagangan), and their derivative regulations contain several principles of private international law, including restrictions on foreign law choices."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Fabian Ricardo P.
"Perlahan tapi pasti, produksi film mulai bergerak ke arah positif. Pengaturan perfilman oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun 1982 bukan saja dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas produksi film Indonesia dalam fungsinya sebagai komoditi ekonomi, tetapi juga mengukuhkan fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan, dan hiburan. Film menyangkut aneka hak cipta dan dapat memberikan keuntungan finansial yang besar kepada penciptanya. Banyak ciptaan film yang telah dilanggar hak ciptanya. Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang hak cipta (Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002) adalah perlindungan terhadap perwujudan ide, kreasi dan kekhasan para insan pembuat film. Suatu pengalihwujudan ciptaan harus melalui proses pengalihan hak atau dengan suatu lisensi sehingga ciptaan tersebut dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, Undang-Undang Hak Cipta setidaknya juga dapat memberikan perlindungan terhadap mekanisme pengalihwujudan film layar lebar ke bentuk sinetron TV dalam hubungannya dengan hak-hak terkait. Tentang hak siar diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Film yang laris di pasaran menimbulkan hak-hak ekonomi bagi para pencipta, baik perorangan maupun sebagai suatu badan hukum, dengan produser sebagai penggerak awal produksi. Pelanjutan dan pengembangan cerita sebagai suatu bentuk produksi ulang melalui media televisi terjadi karena film selalu berusaha mencari bentuknya dalam hal komunikasi kepada publik. Salah satu film yang penulis jadikan obyek penelitian adalah film "Ada Apa dengan Cinta?". Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hubungan hukum para pihak didasarkan pada perjanjian sesuai dengan ketentuan pasal 1320 dan 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S24348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Kumari
"Beberapa tahun belakangan ini, bangkitnya industri perfilman nasional dapat dilihat dari semakin bertambahnya jumlah judul film yang diproduksi dari tahun ke tahun. Namun pada kenyataannya, meningkatnya jumlah judul film tersebut berbanding terbalik dengan jumlah penonton film nasional. Untuk menilai apakah sebuah film dapat dikatakan berkualitas atau tidak, dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek utama yaitu, penulisan skenario, pesan, dan sutradara. Dari hasil pengamatan penulis terhadap film berjudul “Soekarno: Indonesia Merdeka”, kelemahan yang terdapat dalam film terletak dalam ketiga aspek tersebut, sehingga menyebabkan film menjadi kurang berkualitas.

In the past few years, the rise of the national film industry can be seen from the increasing number of movie titles produced year by year. But in reality, the growing number of movie titles is inversely proportional to the number of national cinema goers. In order to assess whether a film can be said has a good quality or not, can be seen from three (3) main aspects; scriptwriting, messages, and the directors. From my observation on the film titled "Soekarno: Indonesia Merdeka", the weaknesses found in the film lie in those three aspects, so that makes the film becomes less in its quality."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>