Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176957 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Peristiwa penting dalam kehidupan manusia diantaranya adalah perkawinan dan kelahiran. Dengan kemajuan teknologi dan komunikasi sekarang ini, sangat mudah bagi seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain yang berada di wilayah negara yang berbeda, termasuk dalam hal melangsungkan perkawinan. Perkawinan ini disebut dengan perkawinan campuran. Di Indonesia, yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang ada di Indonesia, dimana salah satu pihak adalah Warga Negara Indonesia dan pihak lainnya adalah Warga Negara Asing. Hal ini menyebabkan perubahan status suami dan isteri, juga status anak hasil dari perkawinan campuran tersebut, termasuk dalam hal kewarganegaraan. Sebelum adanya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006, peraturan yang mengatur mengenai kewarganegaraan Indonesia adalah Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 yang menganut asas ius sanguinis. Oleh karena itu, anak yang lahir dari suatu perkawinan campuran akan mengikuti kewarganegaraan orangtuanya yaitu kewarganegaraan si ayah, sehingga ia hanya memperoleh kewarganegaraan Indonesia dari si ayah. Kemudian lahirlah Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 yang pada dasarnya juga menganut asas ius sanguinis, tetapi anak hasil perkawinan campuran dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dari ibunya yang berkewarganegaraan Indonesia, sehingga menurut Undang-undang ini, si anak dapat memiliki kewarganegaraan ganda dari kedua orangtuanya secara terbatas sampai usia 18 tahun atau sudah kawin sebelum 18 tahun dimana ia akan memilih satu dari dua kewarganegaraan yang dimilikinya itu. Ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi anak-anak hasil perkawinan campuran yang lahir setelah Undang-Undang ini diundangkan, tetapi juga berlaku bagi anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum Undang-Undang ini diundangkan sehingga Undang-Undang ini dapat berlaku surut. Dengan demikian, tulisan ini akan memberikan penjelasan tentang bagaimana status anak hasil perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang no. 12 Tahun 2006 ditinjau dari sudut Hukum Perdata Internasional Indonesia baik yang lahir sebelum maupun setelah Undang-Undang ini diundangkan."
Universitas Indonesia, 2007
S26183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Junarwati
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Perkawinan,perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 mengakibatkan kedudukan wanita dalam menentukan kewarganegaraannya dan kewarganegaraan anak dibatasi. Anak mengikuti kewarganegaraan ayahnya dan perempuan sebagai isteri mengikuti kewarganegaraan suami demi mencapai kesatuan hukum dalam keluarga. Indonesia tidak menghendaki adanya dwi kewarganegaraan. Implementasi dari Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 berakibat adanya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 kemudian dirubah karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan pada saat ini. Atas desakan dari para keluarga dari perkawinan campuran maka pemerintah mengganti Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 dengan Undang-undang Kewarganegaraan nomor 12 Tahun 2006. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 menyatakan anak-anak mempunyai dwi kewarganegaraan terbatas sampai mereka berusia 18 tahun dan setelah usia 18 tahun mereka dapat memilih kewarganegaraannya. Undang-undang ini telah membawa perubahan dibidang kewarganegaraan terhadap status anak akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan kedudukan perempuan dalam perkawinan campuran. Tradisi Patriarki yang masih mempengaruhi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 yaitu Pasal 26 ayat 1 yang menyatakan isteri WNI mengikuti kewarganegaraan suami WNA apabila hukum dari negara suami menentukan demikian. Begitu juga sebaliknya isteri seharusnya tidak kehilangan kewarganegaraan WNInya karena menikahi WNA dan status hukum isteri seharusnya tidak diikutkan dengan status hukum suami. Hak Asasi perempuan untuk memperoleh status kewarganegaraan beserta segala hak yang melekat pada status tersebut."
2007
T17050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza
"Di zaman keterbukaan dan globalisasi dunia ini, suatu hal yang lumrah bila terjadi pergaulan antar warga negara yang berbeda domisili status kewarganegaraannya, dan dampak dari hal tersebut selain menimbulkan dampak positif, tetapi juga menimbulkan dampak yang negatif, salah satunya, kurangnya perlindungan akan hak-hak perempuan Indonesia yang menikah dengan laki-laki asing, penyebabnya bermula dengan adanya Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 yang didalamnya tidak mengandung filosofi kesetaraan gender antara pria dan perempuan. Dengan adanya asas ius sanguinis, yaitu anak yang lahir dengan hanya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, hal tersebut sangat jelas akan merugikan bagi perempuan Indonesia yang memiliki hubungan biologis atau hubungan psikologis dengan anaknya. Hal yang lain adalah, perempuan Indonesia yang menikah dengan suami laki-laki yang berkewarganegaraan asing akan kehilangan status kewarganegaraannya jika tidak menyatakan keterangan (melapor kepada dinas terkait) tersebut dalam kurun waktu 1 tahun setelah perkawinannya berlangsung.
In the era of globalization and the world, a matter that occurred when the ordinary citizens of the association between different residency status of nationality, and the impact of this addition to the positive impact, but also cause a negative impact, one of them, lack of protection of the rights Indonesian women who married to foreign men, it begins with the Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 on the philosophy does not contain gender equality between men and women. With the principle of ius sanguinis, the children are born with only have a legal relationship with his father's family, it would clearly be very detrimental for the Indonesian women who have relationships biological or psychological relationship with their children. This is the other, the Indonesian women married to husbands men foreign nationality will lose their status if they do not declare information (related to report to the office) in the period of 1 year after marriage progress."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S24819
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Daisy Irani
"Menurut Pasal 57 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa Perkawinan Campuran adalah perkawinan antara 2 (dua) orang yang ada di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia Negara Indonesia tidak membatasi lingkup pergaulan warga negaranya maka dari itu peluang terjadinya perkawinan campuran antar warga negara yang berbeda semakin terbuka. Dampak nyata dari perkawinan campuran adalah mengenai status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran tersebut. Sebelum Undang Undang Kewarganegaraan No. 12 tahun 2006 berlaku maka peraturan perundangan Kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia adalah Undang Undang Kewarganegaraan No. 62 tahun 1958, undang undang ini menganut azas ius sanguinis, dimana jika tetjadi perkawinan antara pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia maka anak hasil dari perkawinan campuran tersebut berkewarganegaraan asing mengikuti warga negara ayahnya. Keberadaan Undang-Undang Kewarganegaraan No.62 tahun 1958 ini dinilai tidak adil dari segi kesetaraan gender karena anak tersebut yang masih mempunyai darah Indonesia dari ibunya dianggap sebagai orang asing . Oleh karena itu pada tanggal 1 Februari 2006 dalam Pembahasan Rancangan Undang-undang Kewarganegaraan, Dewan Perwakilan Rakyat menerima usulan dua kewarganegaraan terbatas bagi anak-anak yang lahir datam perkawinan campuran, ini berarti, anak-anak tersebut mendapatkan dua kewarganeganaan sekaligus pada waktu ia dilahirkan, yaitu kewarganegaraan ayah dan ibunya sampai ia berumur 18 (delapan belas) tahun. Setelah itu mereka akan menentukan kewarganegaraan yang akan dipilihnya. Kemudian pada tanggal 11 July 2006 dalam Pembahasan Rancangan Undang-undang Kewarganegaraan, Dewan Pertimbangan Agung mensahkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan dan sekaligus menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 62 Tentang Kewarganegaraan dinyatakan sudah tidak relevan dan tidak bertaku lagi bagi kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini.

In this era of globalization, with advances in technology and world travel, it's becoming easier and easier for people to travel and integrate with other nationalities and ethnic groups often resulting in relationships and marriage between citizens of different countries. Problems which arise in marriages between people with different citizenships will also affect their children. One of the side effects of mixed marriages is the citizenship problem of the children resulting from such a marriage. Before the recently applied Act No. 12/2006 regarding citizenship, Indonesia previously used Act No. 62/1958 to regulate citizenship - based on '7US SANGUINIS', meaning that when a marriage occurs between a male foreigner and an Indonesian woman, their children would automatically become foreigners - following the citizenship of the father - something which many felt unfair and discriminatory. As well as using a Juridical Normatif for the research, I also undertook several interviews with couples of mixed marriages in Jakarta to obtain accurate information and suggestions regarding the application of regulation No. 12/2006 regarding citizenship."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T37367
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Julianty
"Perkawinan campuran merupakan perkawinan yang dilakukan antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia. Anak yang dilahirkan dalam perkawinan campuran menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan mengatakan bahwa sebelum anak berumur 18 tahun, maka anak tersebut mempunyai kewarganegaraan ganda. Dengan memiliki kewarganegaraan ganda, maka akan mempunyai status yang berbeda dalam kepemilikan tanah. Untuk Warga Negara Indonesia, mereka dapat memiliki tanah dengan status Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Sewa untuk Bangunan. Berbeda dengan Warga Negara Asing yang hanya dapat menggunakan tanah dengan status tanah Hak Pakai dan Hak Sewa untuk Bangunan. Timbul masalah apabila orang tua dengan status Warga Negara Indonesia meninggal dunia dan mereka meninggalkan warisan berupa tanah dengan status Hak Milik. Anak dengan status Warga Negara Asing tidak dapat memiliki tanah dengan status Hak Milik. Dalam membuat akta Pernyataan mengenai warisan dan Akta Jual Bell jika tanah tersebut ingin dijual, pada praktek di lapangan, para Notaris/PPAT menerapkan batas usia dewasa anak dalam hal kewarisan yang berkaitan dengan anak yang berstatus kewarganegaraan ganda. Dalam penulisan tesis ini menggunakan pengumpulan data secara studi kepustakaan dan studi kasus.
Dalam penulisan tesis ini, Penulis dapat mengambil kesimpulan tentang permasalahan yang dibahas adalah anak dengan kewarganegaraan ganda yang mendapatkan warisan tanah dengan status Hak Milik harus melakukan penurunan status tanahnya dari yang semula berstatus Hak Milik menjadi Hak Pakai atau melakukan pengalihan pada tanah Hak Milik tersebut kepada yang berhak dalam jangka waktu satu tahun. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka tanah dengan status Hak Milik tersebut jatuh kepada negara. Penerapan batas usia dewasa anak dilihat dari objek warisan yang didapatkan anak tersebut. Dalam hal pengalihan warisan berupa tanah, maka batas usia dewasanya adalah 21 tahun atau sudah menikah. Dalam hal warisannya bukan berupa tanah, maka batas usia dewasanya adalah 18 tahun atau sudah menikah. Penulis menyarankan agar adanya penyesuaian mengenai status kewarganegaraan dalam hal memiliki tanah Hak Milik dan dibuat satu penerapan dalam hal penentuan batas usia dewasa anak.

Mixture marriage is a marriage between foreigner and Indonesian. The children of this marriage, according to Undang-Undang Number 12 Year 2006 Section 6 about Indonesia Nationality said that before the child was 18 years old, the child had double nationality. By having double nationality, he or she will have a different way of having property. For the Indonesian, they can have the property in the status of Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, and Hak Sewa untuk Bangunan. For the foreigner, they just can have the property with the status of Hak Pakai and Hak Sewa untuk Bangunan. There will be a problem if the parent who is Indonesian was dead and they had inherited a property in the status of Hak Milik. The child with the nationality as foreigner can not own the property with the status of Hak Milik. In the way of making the Akta Pernyataan Warisan and Akta Jual Beli when the property want to be sold, practically, the Notary/PPAT implements the boundary of mature age in the heritage topic which connected with the child with double nationality. In this thesis, the author uses the method of biblical study and case study to collect the data.
In this thesis, the conclusion about the problem that the author can take is the child with double nationality who get heritage of property with the status of Hak Milik must change the status of the property from Hak Milik to Hak Pakai or sell the property to the competent in one year. If this is undone, so the property with the status of Hak Milik will be owned by the government. The implement of the boundary of mature age of the child is set according to the things that will be inherited to the child. In the heritance of property, the boundary of mature age is 21 years old or married. In the heritance of other things, the boundary of mature age is 18 years old or married. The author's suggestions are there will be an adjustment about the nationality to own the property with the status of Hak Milik and have the implement of setting the boundary of the mature age of a child."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Risna Hartini
"Perkawinan campuran sejak awal telah menimbulkan banyak permasalahan hukum. Permasalahan hukum tersebut antara lain mengenai pilihan hukum untuk melangsungkan perkawinan, setelah terjadinya perkawinan dan perceraian, khususnya status hukum kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran tersebut. Berdasarkan Pasal 30 ayat 12 dan 3) ROU- HPI dapat disimpulkan bahwa hukum yang berlaku bagi yang melaksanakan perkawinan campuran tersebut adalah hukum tempat kediaman sehari-hari dan atau hukus tempat perceraian diajukan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka hukum yang berlaku untuk kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran di Indonesia adalah hukun Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan. Sebagai contoh dari permasalahan tersebut adalah kasus status kewarganegaraan OLIVIA NATHANIA yang ayahnya warga Negara Brunei dan kawin dengan ibunya Marga Negara Indonesia di Indonesia, kemudian berceral di Indonesia. Dalam menganalisa status kewarganegaraan anak tersebut maka penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif dan pendekatan kualitatif. Kemudian data yang dipergunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian bahan-bahan kepustakaan. Data tersebut kemudian diseleksi, dikelompokkan dan disusun sintimatis kemudian dianalisis. Berdasarkan xatentuan Perundangan-undangan yang berlaku yaitu Undang- Undang Perkawinan dan Undang-Undang Kewarganegaraan serta NOU-HP1 dan RUU-Kewarganegaraan. maka kewarganegaraan OLIVIA HATHANIA adalah Harga Indonesia. status Negara Seandainya ROU-HP1 dan K-Kewarganegaraan disahkan menjadi Undang-undang maka akan lebih menjamin keadilan Car sepastan hukum terhadap status kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran Olen sarena itu penulis menyarankan kedua KUU Itu sebaiknya disahkan menjadi undang-undangan diberlakukan di Indonesia"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta : Depkominfo, 2007,
R 342.08 Ind k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>