Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196148 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novi Kamalia
"ABSTRAK
Penelitian ini adalah studi kasus yang bertujuan untuk menggambarkan peran kultur dan pemahaman agama terhadap politik perempuan Madura di Sumenep dengan menggunakan metode feminis yang menjadikan pengalaman perempuan sebagai pngetahuan maka penelitian ini bersifat kualitatif yang menggunakan wawancara mendalam observasi dan studi dokumen sebagai teknik pencarian data hasil penelitian lapangan kemudian dilakuka analisa yang menghailkan beberapa kesimpulan yang garis besarnya sebagai berikut Politik perempuan tidak hanya dipahami sebagai kegiatan demokrasi melalui isitem pemilu namun juga bermakna sebagai relasi kekuasaan di ruang domestik suami istri di ruang publik perempuan masyarakat dan di ruang politik Antar sesama perempuan hal tersebut tidak bisa dipiahkan dari peran kultur dan agama di Sumenep dalam menentukan terjadinya relasi kekuasaan di ruang ruang tersebut selain itu penelitian ini juga menyimpulkan bahwa demokrasi yang terjadi di Sumenep pada akhirnya menggerus kekuatan kultur dengan kalahnya para nyai sebagai pelopor gerakan perempuan Sumenep oleh perempuan perempuan kelas menengah keatas yang memiliki keuatan modal ekonomi pada pemilu 2009 kemarin

ABSTRACT
This studi is a case study that aims to describe the role of culture dan religion understanding to woman s political Madura in Sumenep using the feminist method to be experience of women as knowledge so this study using a qualitative with in depth interviews observations and document study as search techniques data The result of field research then conducted an analysis that produces some of the conclusions Woman s Political activities are not only understood as democracy through the election system but also serves as the power relation in domestic sphere husband wife public spaces Woman society and in political space relationships among fellow woman it can be separated from the role of culture and religion understanding Sumenep in determining the power relations in these spacesin addition this study also concludes that democracy is happening in Sumenep ultimately erode the power of culture with the defeat of the Nyai as a pioneer of the woman s movement Sumenep by woman of middle and upper class that has the power of economic capital in the 2009 election yesterday "
2013
T33183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bagi masyarakat Madura, pantang menolak lamaran laki-laki yang pertama kali datang. Karena itu, anak perempuan Madura menikah dengan cepat ketika usianya masih belasan tahun, bahkan ketika si anak perempuan masih berumur 12 tahun. Akibatnya banyak problematika yang terjadi akibat perkawinan anak di bawah umur tersebut seperti kekerasan dalam rumah tagga, perselingkuhan, perceraian, kontraksi kehamilan dan kelahiran. Dalam konteks yang demikian ada ketidakadilan dalam proses perkawinan dan ketika berumah tangga. Mental anak perempuan belum siap dalam menghadapi persoalan rumah tangga berikut tugas-tugas sebagai istri dan ibu. Di samping itu, anak perempuan juga terancam nyawanya ketika masa kehamilan dan proses persalinan karena alat reproduksinya belum siap secara normal. Oleh sebab itu advokasi hukum ke Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan revisi usia minimal perkawina untuk perempuan 16 tahun pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 untuk diubah menjadi usia 18 tahun merupakan solusi untuk meminimalisir maraknya perkawinan anak dan menekan laju angka kematian ibu dan anak (AKI)."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bashori
"Penelitian ini dilakkan di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, Madura.
Sikap dan prilaku politik kiyai NU baik secara institusi maupun individu dalam berpolitik praktis tidak dapat dipisahkan dari pengaruh ajaran agama yang mereka anut. Kiyai pondok pesantren Annuqayah yang mengikuti faham ahlu sunnah wal jama'ah. Paham yang bersumber dari ajaran agama tersebut akan mempengaruhi sikap dan prilaku kiyai dalam kehidupan sehari-hari termasuk berpolitik. Politik kiyai NU sangat dipengaruhi oleh politik kaum Sunni, dimana sebagai ciri khas politik kaum Sunni adalah selalu mencari jalan tengah dan menghindar dari konflik.
Budaya politik kiyai Annuqayah, dalam melihat politik berdasarkan sudut kacamata mereka masing-masing. Sehingga timbul keragaman dalam berpartai. Begitu pula, motivasi mereka. Salah satu motivasi masuk politik, adalah karena kewajiban agama dan sebagai sarana berda'wah. Mereka beranggapan bahwa sarana yang paling efektif untuk memperjuangkan hak-hak rakyat adalah lewat politik, misalnya untuk memperbaiki nasib rakyat melalui perbaikan aturan-aturan atau Undang-Undang atau alokasi anggaran. Sangat sulit kalau ingin ada perubahan memperbaiki nasib masyarakat tanpa melalui jalur politik. Dengan kata lain bahwa politik kiyai NU adalah ingin merubah masyarakat bukan merubah sistem pemerintahan.
Sudah selayaknyalah jika ingin menang dalam pemilihan anggota legislatif kiyai berusaha dan berjuang untuk memenangkan partainya, tapi di Annuqayah, dalam meraih kemenangan, mereka masih memegang nilai-nilai yang mereka yakini, misalnya bagi orang yang sudah meyakini satu partai, maka yang lain tidak mempengaruhi orang yang sudah berpartai.
Kepemimpinan kiyai di pondok pesantren Annuqayah tidak lagi bersifat sentralistik, tapi sudah ada pendelegasian wewenang kepada kiyai lain, meskipun tidak semuanya wewenang tersebut bisa dilimpahkan pada generasi (kiyai) mudanya. Dalam menjalankan pondok pesantren kiyai dibantu oleh pengurus yang terdiri dari santri senior. Kepada pengurus inilah kiyai memberi, kebebasan untuk membuat aturan-aturan atau tata tertib di pondok. Pengurus dipilih secara langsung oleh santri memalui perwakilan santri-santri yang ada di setiap pondok."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan catatan tentang sejumlah naskah lontar yang diterima Pigeaud dari Bupati Sumenep, pada Agustus 1926. Naskah berisi keterangan tentang naskah-naskah lontar yang berjudul Serat Yusuf. Bandingkan dengan FSUI/LL.75."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LL.76-L 10.08b
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muqbil Maulana
"Arsitektur Jengki adalah salah satu gaya arsitektur khas Indonesia yang berkembang pada era 1950-1960-an sebagai respons terhadap perubahan sosial dan budaya pasca-kemerdekaan. Gaya ini memadukan elemen modernisme dengan identitas lokal yang unik, mencerminkan semangat kebangsaan dan kreativitas masyarakat. Namun, dalam perkembangannya, terdapat perbedaan mendasar pada bangunan bergaya Jengki yang dirancang oleh arsitek profesional dengan pendidikan formal dan aannemer yang hanya mengandalkan pengalaman konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan bentuk elemen fasad pada kedua kategori bangunan Jengki, dengan fokus pada pengaruh prinsip fungsi dan estetika dalam desain. Studi ini bertujuan menjawab pertanyaan: bagaimana perbandingan bentuk elemen fasad antara kedua kategori ini, dan sejauh mana prinsip fungsi dan keindahan memengaruhi desainnya? Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dan analisis desain berdasarkan data visual dari bangunan Jengki di Kebayoran Baru dan Sumenep, Madura. Pendekatan ini melibatkan perbandingan elemen-elemen fasad seperti geometri, atap, roster, dan jendela. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih mendalam tentang karakteristik dan dinamika arsitektur Jengki sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia.

Jengki architecture is a distinctive Indonesian architectural style that emerged in the 1950s-1960s in response to the social and cultural changes following independence. This style combines modernist elements with a unique local identity, reflecting the nation's spirit and creative expression. However, significant differences exist between Jengki-style buildings designed by formally educated architects and those designed by aannemers relying solely on construction experience. This study aims to compare the facade elements of these two categories of Jengki buildings, focusing on the influence of functional and aesthetic principles in their designs. This study aims to answer the questions: how do the facade element designs compare between these two categories, and to what extent do functional and aesthetic principles influence their designs? The research method involves literature reviews and design analysis based on visual data from Jengki buildings in Kebayoran Baru and Sumenep, Madura. This approach compares facade elements such as geometry, roofs, ventilation blocks (rosters), and windows. The findings are expected to provide deeper insights into the characteristics and dynamics of Jengki architecture as part of Indonesia's cultural heritage. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ali Al Humaidy
"Penelitian ini berangkat dari keprihatinan yang peneliti rasakan, yaitu tentang keberadaan pengemis yang dari hari ke hari kian meningkat jumlahnya.
Selama ini ada asumsi di kalangan masyarakat bahwa salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk mengemis karena ekonomi kurang stabil. Artinya, jika kondisi ekonomi orang tersebut baik tidak akan melakukan pekerjaan sebagai pengemis. Semua peneliti juga termasuk orang yang mempunyai pandangan demikian. Tetapi pendangan tersebut berubah, ketika peneliti membaca sebuah laporan tentang komunitas pengemis yang jumlahnya cukup banyak, yaitu di Desa Pragaan Daya, Sumenep, Madura.
Secara metodologis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yakni pendekatan yang menempatkan pandangan peneliti terhadap sesuatu yang diteliti secara subyektif, dalam arti peneliti sangat menghargai dan memperhatikan pandangan subyektif setiap subyek yang ditelitinya. Pendekatan kualitatif selalu berusaha memahami pemaknaan individu (subjective meaning) dari subyek yang ditelitinya. Pengumpulan bahan dilakukan dengan tiga metode : kajian literatur (literature review), wawancara mendalam (indepth interview) dan pengamatan (observation). Hasil data yang terkumpul kemudian dideskripsikan dan dianalisa.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa awal mula munculnya praktek mengemis di Pragaan Daya sudah berlangsung sejak pra kemerdekaan (1930 - 1940-an) hingga sekarang. Bertahannya budaya mengemis karena praktek ini sudah berlangsung lama dari generasi ke generasi/ turun temurun, yang disosialisasikan melalui kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat. Dalam beberapa hal, kajian tentang kehidupan masyarakat pengemis di Desa Pragaan daya, Sumenep, Madura ini memperkokoh teori dari anggapan sementara orang bahwa kemiskinanlah yang menyebabkan orang menjadi pengemis (peminta-minta). Dengan asumsi kesulitan ekonomi merupakan faktor tunggal yang ada di balik profesi kepengemisan ini. Dalam hal demikian pengemis dipandang sebagai satu kategori dengan fenomena kaum miskin lainnya seperti gelandangan yang (terutama) banyak hidup di kota-kota besar.
Namun jika kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1984:12), penelitian ini membuktikan bahwa tidak seluruhnya konsep dan anggapan tersebut benar.
Dalam kenyataannya, secara menyakinkan, masyarakat Pragaan Daya tidak bisa digolongkan kaum miskin, yang kekurangan rnateri. Karena pada kenyataannya, masyarakat Desa Pragaan Daya, Sumenep, Madura, termasuk golongan masyarakat yang berkecukupan jika diukur dalam standar kehidupan masyarakat pada umumnya memiliki rumah permanen yang lumayan bagus bahkan lux, memiliki sejumlah perabotan elektronik, kendaran sepeda motor, dan bahkan mereka juga memiliki sejumlah binatang piaraan sapi lebih dari satu ekor.
Kalaupun hendak digolongkan sebagai kelompok kaum miskin, kemiskinan yang terjadi di kalangan komunitas masyarakat Pragaan Daya, Sumenep, Madura lebih dekat dengan kemiskinan yang ada di dalam konstruksi Oscar Lewis. Dimana Oscar Lewis tidak melihat masalah kemiskinan sebagai masalah ekonomi, yaitu tidak dikuasainya sumber-sumber produksi dan distribusi benda-benda dan jasa ekonomi oleh orang miskin ; tidak juga melihatnya secara makro, yaitu dalam kerangka teori ketergantungan antar negara atau antar kesatuan produksi dan masyarakat ; dan tidak juga melihatnya sebagai pertentangan kelas sebagaimana yang dikembangkan oleh ilmuwan sosial Marais. Oscar Lewis melliat kemiskinan sebagai cara hidup atau kebudayaan yang unit sasarannya adalah mikro, yaitu keluarga, karena keluarga dilihat sebagai satuan sosial terkecil dan sebagai pranata sosial pendukung kebudayaan kemiskinan. (Lewis, 1988 : xviii).
Kajian ini dengan jelas menggambarkan bahwa, meski benar kemiskinan ekonomilah yang mendorong orang untuk terjun ke dalam dunia pengemis, tetapi pada akhirnya ekonomi bukan menjadi faktor yang menentukan apakah seseorang akan selamanya menekuni profesi sebagai pengemis.
Data-data yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan, ketika para pengemis itu telah menjadi kaya, (tidak lagi berada dalam kesulitan ekonomi) dan tidak terdesak kebutuhan pokok kehidupan, para pengemis itu tetap saja menjalani profesinya. Mereka temyata justru menikmati profesi tersebut, karena temyata profesi ini dalam banyak hal bisa mendatangkan uang yang lebih banyak dibandingkan dengan usaha yang sebelumnya mereka tekuni, seperti berdagang atau pencari kayu bakar. Artinya persoalan mental dan moral yang menentukan apakah seseorang tetap bertahan dengan profesi pengemis tersebut atau tidak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T2516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tashadi
"Pada tahun 1887 di Desa Guluk-Guluk kecamatan Guluk-Guluk,Kabupaten Sumenep, Madura berdiri sebuah pesantren yang masih sederhana dengan santri yang masih sedikit jumlahnya.. Pesantren itu dikenal sesuai nama desanya yakni "Luk Guluk" dan didirikan oleh KH.M. Syarkowi ulama dari Kudus yang menikah dengan Nyai Hj.Khodijah,wanita dari desa Prenduan....."
[place of publication not identified]: [publiser not identified], 2008
PATRA 9(1-2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Mardhatillah
"Kabupaten Sumenep merupakan salah satu wilayah dengan kondisi kekeringan paling parah di Indonesia sejak tahun 2018. Sepanjang musim kemarau tahun 2023, sebanyak 59 dari 332 desa di Kabupaten Sumenep mengalami kekeringan yang disebabkan oleh kemarau panjang disertai dengan fenomena el nino. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan zona potensial air tanah di Cekungan Air Tanah (CAT) Sumenep agar dapat dijadikan sebagai sumber acuan bagi instansi terkait dalam meningkatkan manajemen sumber daya air di daerah tersebut. Penelitian ini mengaplikasikan teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) dan metode analytical hierarchy process (AHP) untuk menentukan pembobotan data geospasial yang mencakup dua belas parameter: litologi, geomorfologi, tutupan lahan, curah hujan, jenis tanah, kerapatan drainase, kerapatan kelurusan, topographic wetness index (TWI), topographic position index (TPI), kemiringan lereng, kelengkungan lereng, kekasaran permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian didominasi oleh zona potensi air tanah sedang dengan persentase sebesar 53,65% dari luas daerah penelitian dengan debit optimum sumur air tanah 6-25 liter/detik, lalu diikuti oleh zona potensi air tanah tinggi sebesar 36,77% dari luas daerah penelitian dengan debit optimum sumur air tanah 25-40 liter/detik, dan zona potensi air tanah rendah sebesar 9,58% dari luas daerah penelitian dengan debit optimum sumur 8 liter/detik.

Sumenep Regency is one of the areas that has experienced the most severe drought conditions in Indonesia since 2018. Throughout the dry season of 2023, 59 out of 332 villages in Sumenep Regency suffered from drought due to an prolonged dry period along with the El Niño phenomenon. This study aims to delineate the potential groundwater zones in Sumenep Groundwater Basin to serve as a reference for related officials in improving water resource management in the region. The study applies Geographic Information System (GIS) techniques combined with Analytical Hierarchy Process (AHP) method to calculate the weight of geospatial data that incorporating twelve parameters: lithology, geomorphology, land use land cover, rainfall, soil type, drainage density, lineament density, topographic wetness index (TWI), topographic position index (TPI), slope, curvature, and surface roughness. The result indicate that the study area is predominantly dominated by moderate groundwater potential zones, accounting for 53,65% of the study area with optimum well discharges of 6-25 litres/second, followed by high groundwater potential zones, encompassing 36,77% of the study area with optimum well discharges of 25-40 litres/second, and low groundwater potential zones, making up 9,58% of the study area with optimum well discharge of 8 litres/second. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nur Hidayah Al Hasaniyah
"Babad Sumene karya Agung Ru'yah diperkirakan telah ditulis sejak abad ke-19 M. Naskah ini tergolong koleksi masyarakat karena hanya disimpan oleh Rasyidi di Desa Kecer, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep. Babad Sumenep tidak hanya menceritakan permasalahan internal di dalam keraton, tetapi juga memuat kisah-kisah kerjasama dan/atau perang dengan kerajaan lain, bahkan penjajahan Belanda. Dalam usaha perlawanannya, Adipati Sumenep, Sultan Abdurrachman (1811-1845 M) mencetuskan politik Ajala Sotra untuk melawan politik devide et impera Belanda, salah satunya pada upaya perlindungan Pangeran Diponegoro. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan efektivitas politik Ajala Sotra untuk melawan politik devide et impera, khususnya dalam misi rahasia penyelamatan Pangeran Diponegoro oleh Adipati Sumenep. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan filologi dan historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sumenep tampak sangat mengagungkan Belanda. Namun, Sultan Abdurrachman mencetuskan politik Ajala Sotra untuk melawan politik devide et impera Belanda, di antaranya membangun Kantor Koneng sebagai tempat rapat rahasia dan pemakaian busana adat untuk memasyarakatkan strategi tersebut. Selain itu, politik Ajala Sotra juga terbukti efektif untuk melawan politik devide et impera karena berhasil mengelabui Belanda dan menyelamatkan Pangeran Diponegoro dari hukuman pengasingan.

“Babad Sumenep” by Agung Ru'yah is thought to have been written in the 19th century. This manuscript is classified as a community collection because it is only kept by Rasyidi in Kecer Village, Dasuk District, Sumenep Regency. “Babad Sumenep” not only tells about internal problems within the palace but also contains stories of cooperation and/or war with other kingdoms, even Dutch colonialism. In his resistance efforts, the Duke of Sumenep, Sultan Abdurrachman (1811–1845), initiated the Ajala Sotra policy to fight the Dutch devide et impera policy, one of which was an effort to protect Prince Diponegoro. This research aims to describe the political effectiveness of Ajala Sotra in fighting divide et impera politics, especially in the secret mission to rescue Prince Diponegoro by the Duke of Sumenep. The method used in this research is a qualitative descriptive method with a philological and historiographic approach. The results of this research show that Sumenep seems to really glorify the Netherlands. However, Sultan Abdurrachman initiated the Ajala Sotra policy to fight the Dutch devide et impera policy, including building the Kantor Koneng as a place for secret meetings and wearing traditional clothing to promote this strategy. Apart from that, Ajala Sotra politics also proved effective in fighting divide et impera politics because it succeeded in deceiving the Dutch and saving Prince Diponegoro from being exiled."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>