Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64297 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Puspitasari
"ABSTRAK
Ambush marketing adalah kegiatan persaingan curang yang dilakukan suatu perusahaan dalam sebuah event, dimana kegiatan tersebut telah menggunakan merek atau lambang event yang dilindungi dan memposisikan perusahaannya sebagai pemberi sponsor resmi event tanpa memiliki hak lisensi. Ambush marketing telah merugikan penyelenggara event karena memanfaatkan merek event tanpa otorisasi dan merugikan pemberi sponsor resmi karena mencoba memanfaatkan goodwill yang dimiliki. Beberapa Negara telah menerapkan peraturam untuk melawan praktek ambush marketing, baik menggunakan peraturan terkait maupun membentuk suatu peraturan khusus yang ditujukan untuk event tertentu. Namun, Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 belum dapat mengakomodir perlindungan hukum bagi penyelenggara event maupun pemberi sponsor resmi secara menyeluruh. Maka diperlukan sebuah pembaharuan hukum merek agar dapat memberikan perlindungan hukum bagi penyelenggara event maupun pemberi sponsor dari praktek ambush marketing. Dalam penelitian ini Penulis menggunakan metode yuridis normatif.

ABSTRACT
Ambush marketing is unfair competition activities between the entities in the event, where they have been used the protected symbol of the trademark and its positioned which is the official sponsor without the legal license. Ambush marketing has adverse event organizers for unauthorized use of the trademark and an official sponsor for trying to take of goodwill. Some countries have adopted anti-ambush marketing legislation, even using either regulations or established a special rule aimed at a particular event. However, regulation No. 15 of 2001 has not been able to accommodate the legal protection for event organizers and official sponsors intirely. It would require a legal reforms to provide law protection for the event organizer or official sponsor from ambush marketing practices. In this study, the authors used juridice normative methods."
Universitas Indonesia, 2013
T32667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faranita Ratih L.
"Indikasi geografis adalah salah satu Hak Kekayaan Intelektual yang memberikan perlindungan bagi produk dengan kualitas, karakteristik atau reputasi yang berkaitan dengan wilayah asal produk tersebut. Kopi arabika yang berasal dari Toraja memiliki kualitas yang berbeda dari kopi jenis lainnya sehingga memiliki reputasi sebagai salah satu kopi terbaik dunia. Merek kopi "TORAJA" menimbulkan kebingungan bagi konsumen terhadap asal kopinya. Reputasi kopi arabika Toraja terancam apabila kopi tersebut tidak berasal dari Toraja serta kualitas berbeda dari kopi arabika Toraja. Untuk melindungi reputasi dan masyarakat penghasil kopi arabika Toraja serta maka perlu pendaftaran indikasi geografis atas kopi arabika Toraja.

Geographical Indication is one of the Intellectual Property Rights that offers protection for products with qualities, characteristics, or reputation dealing with the region where they are originally from. Arabica coffee, which is native to Toraja, possesses different qualities compared to other kinds of coffee so that it gains a reputation as one of the best coffees in the world. "TORAJA" brand, however, confuses consumers towards its originality. The reputation of arabica coffee will be threatened if such coffee are not originally from and its quality is different from Toraja coffee. To protect Torajan arabica reputation and coffee producers, there is a necessity for geographical indication registration upon this Torajan arabica coffee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Ayu
"Adapun Hukum Merek pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hasil karya seorang Pemilik Merek, namun demikian tidak semua Merek dapat didaftarkan dan dilindungi. Merek Generik adalah Merek yang telah menjadi milik umum, sedangkan Merek Deskriptif adalah Merek yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, Keduanya merupakan dua dari jenis-jenis Merek yang tidak dapat didaftarkan sebagaimana disebutkan di dalam UU No. 15 Tahun 2001 Pasal 5 huruf c dan d. Adapun Tesis ini merupakan penelitian yang berupaya meninjau tentang bagaimana pengaturan Merek Generik dan Deskriptif di Indonesia berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (khususnya dalam hal kriteria Merek Generik dan Deskriptif yang dapat dilindungi berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001) dan secara internasional berdasarkan Perjanjian-perjanjian Internasional yang terkait dengan Merek, kemudian di dalam Tesis ini akan dianalisa pula mengenai bagaimanakah penerapan Pasal 5 huruf c dan d UU No. 15 Tahun 2001 dalam prakteknya di Indonesia dengan melakukan analisa atas 2 (dua) Putusan Mahkamah Agung terkait permohonan pendaftaran Merek Generik dan Desktiptif di Indonesia. Maka pada Penelitian ini dapat dilihat bahwa UU No. 15 Tahun 2001, Pemeriksa Merek, dan Hakim berperan penting dalam memberikan kepastian hukum atas perlindungan Merek di Indonesia.

It is known that Law of Trademark is basically aimed at protecting the creation of Brand owner; however, not all brand are registrable and protected. Generic brand is a brand which has become public possession; meanwhile, Descriptive brand is a brand which literally delivers information related to the goods or service being registered. Both are two brands among many types of non-registrable Brands/Trademark as it has been explained in Law number 15 year 2001 article 5C&D. This thesis includes a research conducted to observe the management of Generic and Descriptive brand and internationally based on International Agreements related on Brand. Later on, the thesis also analyzed the practical enforcement of article 5C&D of Law No. 15 year 2001 in Indonesia based on 2 (two) verdicts from Supreme Court related to registration appeal of Generic & Descriptive Trademark in Indonesia. In conclusion, the research unveils the importance of Law No. 15 year 2001, Brand Examiner and Judge in delivering Law assurance on Trademark protection in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Suseno
"Indonesia menganut sistem konstitutif dalam perlindungan merek yang berarti hak atas merek terbentuk melalui pendaftaran. Meskipun sistem konstitutif perlindungan merek tersebut memberikan kepastian hukum atas pihak manakah yang memiliki hak eksklusif atas sebuah merek, namun dengan tidak dilindunginya pihak beritikad baik yang telah menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang telah terdaftar, dalam hal ini "concurrent user" dan "prior user" atas merek, dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap pihak tersebut dan juga menyebabkan kebingungan pada konsumen. Hal ini dikarenakan merek merupakan hak kekayaan intelektual yang sangat berharga yang harus dilindungi, bukan hanya sebagai aset perusahaan, namun juga sebagai identitas suatu barang atau jasa yang dapat membedakan barang atau jasa satu produsen dengan produsen lainnya. Karena alasan tersebutlah "prior user" dan "concurrent user" dari sebuah merek harus dilindungi dan dapat terus menggunakan merek yang telah ia gunakan sejak lama tersebut tanpa melanggar hak pemilik merek yang terdaftar. Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001 tidak mengatur mengenai perlindungan bagi "prior user" dan "concurrent user", dan hal ini menyebabkan kendala dalam implementasi Undang-undang Merek tersebut. Kendala dalam implementasi Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001 yang berkaitan dengan "prior user" dan "concurrent user" tersebut dicerminkan dalam kasus-kasus di Indonesia yang akan dibahas selanjutnya dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlu atau tidaknya perlindungan bagi "prior user" dan "concurrent user" untuk dimasukkan kedalam Undang-undang Merek yang baru, serta perlindungan seperti apakah yang sebaiknya diberikan bagi "prior user" dan "concurrent user" tersebut. Penelitian tersebut dilakukan dengan menganalisis beberapa kasus mengenai "prior user" dan "concurrent user" yang terjadi di Indonesia, serta menganalisis perlindungan bagi "prior user" dan "concurrent user" yang ada di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Australia dan India.

Indonesia has a constitutive system in trademark protection which means that trademark rights is created through registration. Although constitutive system of trademark protection creates certainty of which party holds an exclusive rights to a trademark, but simply ignoring the rights of a bona fide party who has been using a similar trademark for a long time, in this case concurrent user and prior user of a mark, can cause a detrimental effect on their business and also creates confusion to the consumer. This is because trademark is a very valuable intellectual property that needs to be protected, not only because it is a valuable asset for a company, but most importantly it serves as an identity for a product and differentiates a product of one company from another. It is for this very reason that a prior user and an honest concurrent user of a trademark need to be protected and should not be prohibited, by a registered owner of a similar trademark, from using the mark that they have been using continuously for some time. Law No.15/2001 on Trademark Protection in Indonesia does not provide any protection for prior user or honest concurrent user of a trademark which had caused problems on the implementation of Law No. 15/2001. These problems on the implementation of trademark protection in Indonesia according to Law No.15/2001 in relation to prior user and concurrent user protection is reflected in some cases discussed later in this thesis. This thesis aims to analyse on whether there is a need for prior user and concurrent user protection to be included in the new Trademark Law in Indonesia and what kind of protection should be given. This will be done by analysing some cases about prior user and concurrent user that happened in Indonesia and also analysing prior user and concurrent user protection in other countries such as United States of America, Australia and India."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Oloan
"Sebagai salah satu wujud karya intelektual merek memainkan peranan yang sangat penting dalam dunia perdagangan barang dan jasa serta perkembangan ekonomi secara global. Selain berfungsi sebagai tanda pengenal atas suatu produk baik barang maupun jasa yang dimiliki oleh seseorang, merek juga berfungsi sebagai pembeda antara produk barang atau jasa dari satu produsen dengan produsen lainnya. Sedemikian pentingnya arti sebuah merek sehingga menjadikannya bagian kekayaan yang sangat berharga secara komersial, yang keberadaanya lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil sebuah perusahaan. Tidak hanya itu pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar seringkali merek dijadikan komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan dan peniruan yang menjurus pada persaingan curang didasari itikad tidak baik yang pada akhirnya akan berdampak kerugian tidak hanya terhadap pemilik merek tetapi juga para konsumen itu sendiri. Adapun motif dan alasannya adalah memperoleh keuntungan dalam waktu yang relatif singkat, dengan cara mendompleng ketenaran merek pihak lain yang sudah tekenal, tanpa melalui promosi yang memakan waktu lama dan biaya yang sangat besar. Mengenai merek terkenal hingga saat ini belum terdapat definisi yang jelas, baik didalam ketentuan internasional maupun nasional sehingga situasi yang demikian sering dimanfaatkan oleh para oknum pengusaha lokal dalam melakukan pelanggaran terhadap merek terkenal di Indonesia. Dari penjelasan diatas terdapat tiga hal yang mendasari tesis ini, yakni Hak-hak apa sajakan yang dimiliki oleh pemilik merek terkenal dalam hal ini Christian Dior Couture sebagai pemilik merek dagang DIOR, Upayaupaya apa yang dapat ditempuh oleh Christian Dior Couture sebagai pemilik merek terkenal terkait dengan adanya peniruan atas merek dagang DIOR, Apakah putusan hakim dalam perkara merek DIOR telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Metode penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan di atas adalah dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sedangkan metode pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui library research yang meliputi sumber hukum primer, skunder dan tersier. Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif induktif. Berdasarkan penelitian untuk memberikan perlindungan yang maksimal terhadap merek, khususnya merek terkenal disarankan agar dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap Undangundang nomor 15 Tahun 2001Tentang Merek guna efektifitas dari Undang-undang tersebut. Diperlukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan dan integritas aparatur penegak hukum dalam hal ini hakim pada Pengadilan Niaga, sehingga dapat lebih berhati-hati dalam memberikan pertimbangan hukum atas perkara merek yang diperiksa. Begitupun kepada aparatur Ditjen HKI dalam hal ini pemeriksa merek perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kemampuan teknis dan integritas petugas pemeriksa merek tersebut, tidak hanya itu yang tidak kalah penting adalah peningkatan sarana dan prasarana penunjang yang berbasis teknologi modern, guna meningkatkan kualitas sistem pemeriksaan merek sehingga terjadinya pelanggaran merek dapat diminimalisir.

As one form of intellectual work, mark plays a very important role in goods and services world trade, as well as global economic developments. In addition to functioning as the identification of a product of both goods and services of the owner, mark also function as a differentiator between the product or service from one manufacturer to the other manufacturers. The importance of mark makes it a valuable part of commercial, of which its existence is more valuable that the real assets of a company. Not only that, the importance of mark in the market life often made it become a popular commodity for trading, which at the end triggers forgery and fraud/impersonation practices that leads to unfair competition and impact not only to the owner but also to the consumers. Most motives are to gain as much benefits in a relatively short time by hijacking the well-known mark that has already been established, without having to spend more cost on the promotion. In regards to the well-known brand, until now, there has been no clear definition, both in the international and national provisions. This situation is often misused and exploited by unscrupulous local businessmen in violation of a well-known mark in Indonesia. From the above explanation, there are three things that underlie this thesis, namely: What are the rights owned by the owner of the well-know marks, in this case Christian Dior Couture as the owner of the trademark Dior?; What efforts can be reached by Christian Dior Couture as the owner of a well-known mark associated with the imitation of the trademark Dior? Is the Judge's ruling in the case of the trademark Dior has been in accordance to the Indonesian Trademark Law No. 15/2001? The research methodology in assessing and addressing the above matters is with the use of descriptive analysis and normative juridical approach through literature review which include a source of primary, secondary and tertiary law. Then the data were analyzed using qualitative methods so that it can be deduced. As the result of the research, in accordance to provide maximum protection for the well-known marks, recommendations are made to improve the Indonesian Trademark Law No. 15/2001 for the Act to become more effective. Necessary efforts are needed to improve the knowledge and integrity of law enforcement officials in this case, the judge in the Commercial Court, to be more cautious in giving legal opinions on examining marks. Likewise, the DG of Intellectual Property Rights apparatus in this cased to improve the technical ability and integrity of the mark inspectors, also to improve the facilities and infrastructure based on modern technology, and to improve the quality of the brand inspection system so that violations of well-know brand can be minimized.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Permelia Fabyanne
"Di antara berbagai Hak atas Kekayaan Intelektual, merek dagang merupakan salah satu hak yang sangat terkait dengan perlindungan konsumen, pelanggaran hak merek akan berdampak secara luas terhadap konsumen, karena merek meliputi segala kebutuhan konsumen. Hal tersebut disebabkan karena konsumen merupakan penggunan suatu produk, dimana suatu produk sangat erat kaitannya dengan merek. Sehingga konsumen yang biasanya sudah terikat menggunakan produk dengan merek tertentu, di mana dalam prakteknya sering terjadi pemalsuan dan menimpa konsumen maka sudah pasti konsumen mengalami kerugian karena mengkonsumsi secara keliru produk tertentu yang kualitasnya berbeda dengan produk yang biasa ia konsumsi. Sehinga di dalam penulisan tesis ini permasalahan yang akan diangkat adalah bagaimana Undang-Undang Merek memberikan perlindungan terhadap konsumen, upaya dan langkah hukum apa yang dapat dilakukan oleh konsumen apabila kepentingannya dirugikan serta bagaimana putusan pengadilan niaga dalam hal perlindungan terhadap konsumen.
Sebagai upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen maka di dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dirumuskan mengenai tanggung jawab produk yang menyatakan bahwa "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan".
Sedangkan apabila dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, sanksi bagi pelanggar tindak pidana di bidang merek yang tentunya pasti akan merugikan pihak konsumen sebagai pengguna ataupun pemakai suatu produk atau barang, dapat dikenakan ketentuan pidana sebagaimana tercatat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang tercantum dalam Pasal 90, 91, 92 ayat (1), 92 ayat (2), 92 ayat (3), 93, 94 ayat (I), 94 ayat (2), dan Pasal 95.
Sebagai akibat penegakan hukum yang lemah maka hasil dari kebijakan hukum merek untuk menanggulangi pelanggaran merek yang merugikan konsumen juga tidak akan mencapai hasil yang memadai. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan penegakan hukum yang kuat atas merek untuk mencegah terjadinya pelanggaran di bidang merek yang akan merugikan konsumen dan juga dibutuhkan tanggung jawab yang kuat dari kalangan pelaku usaha dalam memproduksi suatu barang."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Imanuddin
"Skripsi ini membahas analisis aspek pengawasan dalam pelaksanaan Undang undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek pengawasan dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam Hasil penelitian ini menghasilkan dua tipe pengawasan yaitu pengawasan preventif melalui sosialisasi pengawasan dalam pendaftaran merek pengawasan dalam perpanjangan merek dan pengawasan dalam penghapusan merek Pengawasan kedua adalah tindakan represif berupa koordinasi antar instansi pemerintah responsivitas pemerintah sumber daya dan peran pengawasan masyarakat.

This research discusses the analysis of monitoring aspect of the implementation of the Trademark Law No 15 of 2001 in the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Law and Human Rights. The purpose of this study is to analyze the implementation of the Trademark Law No 15 of 2001 in the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Law and Human Rights. This study uses qualitative approach with descriptive design The techniques used for data collection are observation and in depth interview. This study resulted in two types of supervision The first is preventive supervision through socialization supervision in brand registration supervision on brand extention and brand elimination. The second is repressive action such as coordination among government agencies government responsivity resources and the role of public supervision."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria A. Nareswari
"Dengan berkembangnya dunia perdagangan, perlindungan akan merek pun menjadi hal yang sangat penting. Pada dasarnya, merek adalah sebagai tanda yang menunjukkan asal barang, membedakan antara satu produsen dengan produsen lainnya. Merek harus memiliki daya pembeda. Merek tidak dapat didaftarkan jika merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Kata/istilah generik yang menerangkan barang/jasa tersebut tidak dapat didaftarkan karena memiliki daya pembeda yang lemah. Dalam kasus Kopitiam, Mahkamah Agung mengabulkan kopitiam sebagai merek eksklusif individu karena kopitiam tidak memiliki arti kedai kopi seperti yang diutarakan pemohon Peninjauan Kembali. Pemberian arti kopitiam yaitu kopi berasal dari Bahasa Melayu, dan tiam dari Bahasa Hokkien yang berarti kedai (pemaknaan kopitiam yaitu sebagai kedai kopi), tidak dapat diterima Mahkamah Agung. Penggunaan istilah tersebut bukanlah sesuatu yang lazim, namun bagi masyarakat terutama daerah pesisir Sumatera, Kalimantan, dekat Singapura dan Malaysia, menganggap istilah kopitiam adalah identik dengan sebuah kedai kopi. Perbedaan pemahaman ini yang akhirnya membuat secara hukum kopitiam diterima sebagai merek dan tidak bagi masyarakat terutama para pengusaha Kopitiam di Indonesia.

With the fast development of tradingscene, the legal protection of trademarks becomes an important issue. Basically, trademark is a sign which indicates the origin of certain goods, and it can also distinguish one producer’s good from the competitors’. Trademark should have a distinctiveness. A mark cannot be registered if it is in some ways related to the product/service. In the Kopitiam case, the Supreme Court has granted the exclusive right of that mark with reasoning there is not enough evidence that “Kopitiam” translates to “Coffee Shop”, as Abdul Alek has stated. Kopitiam is originated from Kopi from Malay language and Tiam which means shop (from Hokkien dialect). The Supreme Court stated that the use of the term ‘Kopitiam’ is not common, but for the citizen, especially originating from Sumatera, Kalimantan, and around Singapore and Malaysia, the term Kopitiam is synonymous with “Coffee Shop”. The difference in understanding leads to legal acceptance of “Kopitiam” as an exclusive trademark in Indonesia, with the general public, especially other Kopitiam business, unable to use it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanne Sukmadewi
"ABSTRAK
Kegiatan perdagangan secara umum akan menggunakan suatu merek yang dikembangkan secara konsisten, sehingga produk tersebut menjadi terkenal dan mempunyai pangsa pasarnya. Seperti halnya bidang ilmu lain, hak atas kekayaan intelektual juga mengalami perkembangan dan evolusi. Dari sebuah merek yang hanya awalnya merupakan nama, lalu kemudian akan berkembang menjadi sebuah label atau etiket dan bahkan suatu bentuk kemasan yang akan menjadi ciri khas yang menjadi pembeda produk tersebut dibanding produk lainnya di pasar, yang dikenal sebagai Trade Dress. Undang – undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek belum menjangkau perlindungan atas Trade Dress. Hal ini menimbulkan kekosongan hukum bagi perlindungan Trade Dress yang sebenarnya adalah juga merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang wajib dilindungi. Kekosongan hukum ini dapat menimbulkan munculnya persaingangan curang, meniru atau tindakan membonceng reputasi suatu produk terkenal yang semuanya akan merugikan pemilik atas Trade Dress yang sesungguhnya.

ABSTRACT
Trading activity in general uses a trade mark that being develop consistently, therefore the product will become famous and has its market. Like any other field of knowledge, intellectual property right has its development and evolution process. Starting a trade mark as a name, then developed to become a label or even a packaging that will be a unique to its product that can differentiate form other product in the market, that will be known as Trade Dress. The Law No. 15 year 2001 related Trade Mark has not covered the protection for Trade Dress. This creates a loop hole for Trade Dress protection that actually still part of intellectual property right that should be protected. The lack of law regulation can create the unfair competition, copycat, ride on the reputation of well known product, that all can give disadvantage to the real owner of Trade Dress."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Andi
"Dalam praktek pergaulan internasional, HKI telah menjadi salah satu isu panting yang selalu diperhatikan oleh kalangan negara - negara maju di dalam melakukan hubungan perdagangan dan atau hubungan ekonomi lainnya, khusus dalam kaitannya dengan Amerika Serikat misalnya, hingga scat ini status Indonesia masih tetap sebagai negara dengan status 'Priority Watch List' (PWL)' sehingga memperlemah negosiasi, globalisasi yang sangat identik dengan free market, free competition dan transparansi memberikan dampak yang cukup besar terhadap perlindungan HKI di Indonesia dimana situasi ini memberikan tantangan kepada Indonesia karena diharuskan untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai atas HKI sehingga menciptakan persaingan yang sehat yang tentu saja dapat memberikan kepercayaan kepada investor untuk berinvestasi di Indonesia karena dengan meningkatnya kegiatan investasi yang sedikit banyak melibatkan proses transfer teknologi yang dilindungi HKI-nya supaya dapat terlaksana dengan baik, apabila terdapat perlindungan yang memadai atas HKI itu sendiri di Indonesia.
Mengingat hal-hal tersebut diatas maka tanpa usaha sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat kesadaran akan keberhargaan HKI tidak akan tercipta. Sosialisasi HKI hams dilakukan pads semua kalangan terkait seperti aparat penegak hukum, pelajar, masyarakat pemakai, para pencipta dan yang tak kalah pentingnya adalah kalangan pars karena dengan kekuatan tinta kalangan jumalis upaya kesadaran akan pentingnya HKI akan relatif lebih mudah terwujud karena selama ini berbagai usaha untuk mensosialisasikan tersebut tampaknya belum cukup berhasil.
Salah satu komponen HKI yang sangat diperlukan perlindungan adalah merek karena mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga bila terjadi penyalahgunaan maupun pemalsuan terhadap merek suatu produk yang sudah terdaftar akan menyebabkan kerugian secara ekonomi bagi pemilik merek tersebut.
Hak atas merek merupakan hak yang konstitutif dimana siapa yang mereknya terdapat dalam Daftar Umum Kantor Merek dialah yang berhak terhadap merek tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 UU No 15 tahun 2001 tentang merek yang menyatakan bahwa : "Hak atas merek adalah hak khusus atau ekslusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara beramai-ramai atau badan hukum untuk menggunakannya."
Merk mempunyai suatu ciri khas yang menjadi daya pembeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu produsen tertentu dengan produk atau jasa yang lainnya sehingga konsumen atau masyarakat dapat mengingat serta menggunakannya selain itu dapat juga menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa basil usahanya waktu diperdagangkan dan digunakan oleh konsumen Namun diantara para pengusaha yang mempunyai jenis usaha yang sama banyak sekali terjadi persaingan yang dilakukan baik secara sehat maupun secara tidak sehat dimana salah satu bentuknya dengan menjual barang atau produk mereka dengan meniru merek dari produk yang telah didaflarkan dan dipasarkan serta mempunyai daya jual besar dan telah banyak digunakan oleh konsumen.
Karena pads dasarnya setiap orang adalah konsumen3 dimana manusia sebagai konsumen tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi4 dan sepanjang sejarah manusia, manusia selalu menciptakan teknologi untuk keperluan hidupnya dan teknologi yang diciptakan manusia berkembang seiring dengan kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup manusia dari yang sebelumnya5 sehingga menyebabkan produsen saling berlomba dan bersaing untuk menyediakan kebutuhan - kebutuhan tersebut.
Dengan adanya persaingan yang dilakukan oleh para pengusaha yang dilakukan dengan berbagai macam cara dimana salah satunya dengan melakukan peniruan terhadap merek Dari suatu produk terdapatlah pelanggaran terhadap merek sehingga peneliti tertarik mewujudkan permasalahan tersebut dalam judul: "Aspek Hukum Perlindungan Merek Terdaftar Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2001 Tentang Merek: Studi Kasus Merek Extra Joss"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>